Andi Saputra - detikNews
Jakarta
Pakar hukum tata negara Dr Irman Putra Sidin menyatakan Mahkamah
Konstitusi (MK) bisa membatalkan putusan MA yang memvonis mati gembong
narkoba. Hal ini senada dengan pendapat hakim konstitusi Maruarar
Siahaan yang dituangkan dalam putusan Pilkada Depok 2004.
"Sebagaimana
diakui sebagai salah satu wewenang MK di Jerman dan Korea Selatan dan
sejumlah besar MK dari negara-negara bekas komunis di bawah Uni Soviet,"
demikian tulis Maruarar dalam dissenting opinion yang dikutip detikcom
dari putusan tersebut, Selasa (9/10/2012).
Menurut Marurarar,
pertimbangan ini dilandaskan pada keyakinan penuh sebagai hasil
interpretasi yang benar. Pilihan perancang perubahan UUD 1945 yang
membentuk sebuah MK secara terpisah dari MA dengan kewenangan melakukan
judicial review secara logis mengandung konsekuensi putusan MA sebagai
kekuasaaan judikatif dapat diuji terhadap UUD 1945 oleh MK.
"Sebagai
lembaga yang sederajat dan mengujinya dalam rangka pengawasan
fungsional horizontal dan bukan secara vertikal hirarkis," ungkap
Maruarar dalam putusan MK tertanggal 25 Januari 2006.
Maruarar
menilai jika bukan pertimbangan di atas, maka seharusnya yang dipilih
adalah model Amerika Serikat dan bukan model Eropa Kontinental yang
menyerahkan kewenangan tersebut kepada satu organ kekuasaan kehakiman
yang terpisah dari MA.
"Oleh karena tugas dan fungsi utama MK
harus ditafsir dalam semangat pembukaan dan prinsip perlindungan
konstitusi yang dapat ditarik dari UUD 1945. Sehingga keluhan atas
gugatan atas sikap, perlakuan setiap putusan lembaga negara dapat
ditarik dari UUD 1945. Hal ini agar pelayan tidak menjadi lebih besar
dari majikannya," tandas Maruarar yang memasuki masa purnabakti pada 16
Desember 2009 sebagai hakim konstitusi.
Seperti diketahui,
majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) MA membebaskan hukuman mati atas
putusan kasasi MA. Pertama dijatuhkan kepada warga Nigeria Hillary K
Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin, bebas dari hukuman mati dan
mengubah hukumannya menjadi penjara 12 tahun.
Adapun kasus
kedua, MA membebaskan pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan dari hukuman
mati menjadi hukuman 15 tahun penjara pada 16 Agustus 2011 lalu.
Hukuman mati terhadap Hengky dijatuhkan MA dalam tingkat kasasi. MA
membatalkan vonis mati karena melanggar HAM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar