Rabu, 10 Oktober 2012

Soal Vonis Mati Gembong Narkoba Batal, MK Jerman Bisa Anulir Putusan MA

Andi Saputra - detikNews

Jakarta Pakar hukum tata negara Dr Irman Putra Sidin menyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membatalkan putusan MA yang memvonis mati gembong narkoba. Hal ini senada dengan pendapat hakim konstitusi Maruarar Siahaan yang dituangkan dalam putusan Pilkada Depok 2004.

"Sebagaimana diakui sebagai salah satu wewenang MK di Jerman dan Korea Selatan dan sejumlah besar MK dari negara-negara bekas komunis di bawah Uni Soviet," demikian tulis Maruarar dalam dissenting opinion yang dikutip detikcom dari putusan tersebut, Selasa (9/10/2012).

Menurut Marurarar, pertimbangan ini dilandaskan pada keyakinan penuh sebagai hasil interpretasi yang benar. Pilihan perancang perubahan UUD 1945 yang membentuk sebuah MK secara terpisah dari MA dengan kewenangan melakukan judicial review secara logis mengandung konsekuensi putusan MA sebagai kekuasaaan judikatif dapat diuji terhadap UUD 1945 oleh MK.

"Sebagai lembaga yang sederajat dan mengujinya dalam rangka pengawasan fungsional horizontal dan bukan secara vertikal hirarkis," ungkap Maruarar dalam putusan MK tertanggal 25 Januari 2006.

Maruarar menilai jika bukan pertimbangan di atas, maka seharusnya yang dipilih adalah model Amerika Serikat dan bukan model Eropa Kontinental yang menyerahkan kewenangan tersebut kepada satu organ kekuasaan kehakiman yang terpisah dari MA.

"Oleh karena tugas dan fungsi utama MK harus ditafsir dalam semangat pembukaan dan prinsip perlindungan konstitusi yang dapat ditarik dari UUD 1945. Sehingga keluhan atas gugatan atas sikap, perlakuan setiap putusan lembaga negara dapat ditarik dari UUD 1945. Hal ini agar pelayan tidak menjadi lebih besar dari majikannya," tandas Maruarar yang memasuki masa purnabakti pada 16 Desember 2009 sebagai hakim konstitusi.

Seperti diketahui, majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) MA membebaskan hukuman mati atas putusan kasasi MA. Pertama dijatuhkan kepada warga Nigeria Hillary K Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin, bebas dari hukuman mati dan mengubah hukumannya menjadi penjara 12 tahun.

Adapun kasus kedua, MA membebaskan pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan dari hukuman mati menjadi hukuman 15 tahun penjara pada 16 Agustus 2011 lalu. Hukuman mati terhadap Hengky dijatuhkan MA dalam tingkat kasasi. MA membatalkan vonis mati karena melanggar HAM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar