Rini Friastuti - detikNews
Jakarta
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyayangkan vonis Putusan Kasasi (PK)
Mahkamah Agung (MA) yang mencabut hukuman mati pemilik pabrik ekstasi
Hengky Gunawan menjadi hukuman 15 tahun penjara. MUI meminta MA agar
membebastugaskan hakim agung yang membebaskan vonis mati sang produsen
narkoba itu.
MUI menilai hakim yang memvonis terdakwa narkoba tidak mengerti secara utuh kaitan HAM dan Undang-undang Dasar 1945.
"MUI
sangat menyayangkan vonis PK MA terhadap terpidana kasus narkoba," ujar
Ketua MUI Ma'ruf Amin di Gedung MUI, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta
Pusat, Kamis (18/10/2012).
Kekhawatiran MUI atas tindakan hakim
MA itu dinilai akan berefek pada peningkatan peredaran narkoba di
Indonesia sehingga akan menambah jumlah korban anak bangsa. Selain itu,
MUI juga menyoroti ketidaktepatan hakim PK MA yang menyatakan hukuman
tidak sesuai dengan UUD 45.
"Hal ini menunjukkan hakim MA tersebut belum paham secara komprehensif hukuman mati dalam kaitan HAM dan UUD 45," terangnya.
Ma'ruf
meminta MA segera memeriksa hakim Brigjen (Purn) Imron Anwari selaku
ketua majelis hakim agung, hakim agung Achmad Yamamie, hakim agung Nyak
Pha, dengan melihat rekam jejak mereka dalam menggadili perkara dan
aspek lainnya.
"Untuk sementara mereka bertiga harus dibebastugaskan dari tugas memeriksa perkara," kata Ma'ruf.
MUI
juga mendorong agar lembaga hukum lainnya semisal Polri, Kejaksaan, dan
BNN agar tetap fokus pada pemberantasan narkoba di Indoensia, termasuk
pengadilan tingkat pertama hingga MA. "Punya kesamaan sikap dan
kebijakan untuk menjatuhkan hukuman seberat-beratnya, termasuk hukuman
mati kepada seluruh pelaku kejahatan narkoba tanpa terkecuali,"
terangnya.
Dan yang terpenting, lanjut Ma'ruf, adalah sikap
pemerintah agar tidak lagi memberikan remisi dan pembebasan bersyarat
kepada terpidana kasus narkoba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar