Jumat, 28 Juni 2013

Sidang Kasus Cebongan, Hakim Tolak Eksepsi Serda Ucok CS

Edzan Raharjo - detikNews

Yogyakarta - Sidang putusan sela Pengadilan Militer II/11 Yogyakarta menolak eksepsi dari terdakwa penyerangan LP Cebongan, Serda Ucok CS. Majelis Hakim menyatakan sepakat dengan keputusan Oditur Militer yang menolak eksepsi dari para penasehat hukum terdakwa.

Dalam persidangan, Jumat (28/6/2013) Ketua Majelis Hakim, Letkol CHK Joko Sasmito saat membacakan keputusan, pertama menolak keberatan eksepsi yang diajukan oleh Kol CHK Rohmad, dkk selaku penasehat hukum para terdakwa.

Kedua, menyatakan surat dakwaan Oditur Militer II/11 Yogyakarta tertanggal 12 Juni 2013 sah dan dapat diterima. Majelis berpendapat, keberatan para penasehat hukum terdakwa tidak dapat diterima dan harus ditolak.

Majelis sepakat dengan Oditur Militer dengan tidak diuraikanya tindak pidana yang dirumuskan, lebih bersifat perbuatan materil dan bukan uraian unsur-unsur tindak pidana.

"Karena materi itu sudah merupakan pokok persoalan yang harus dibuktikan di persidangan,"kata Joko Sasmito.

Oleh karena keberatan dari penasehat hukum para terdakwa tidak diterima atau ditolak, maka surat dakwaan oditur militer tanggal 12 juni 2013 dinyatakn sah dan dapat diterima serta sidang terdakwa dapat dilanjutkan kembali.

Sidang rencananya akan kembali digelar hari Selasa, 2 Juli 2013 dengan agenda mendengarkan keterangan para saksi.

Massa Bakar Ban di Depan Dilmil, Asap Masuk Hingga Ruang Sidang

Edzan Raharjo - detikNews

Bantul - Saat persidangan kasus penyerangan LP Cebongan berlangsung, puluhan orang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil menggelar unjuk rasa di Pengadilan Militer (Dilmil) Yogyakarta. Massa membakar ban bakar bekas dan sempat naik pagar kompleks pengadilan.

Akibat aksi ini, asap pekat mengepul di depan pengadilan, Jumat (28/6/2013). Bahkan asap sempat masuk ke ruang sidang. Beberapa pengunjung yang berada di luar ruang sidang, terlihat menutup hidung dan menghindar dari asap yang baunya menyengat.

Sebelumnya, beberapa peserta aksi sempat naik pagar pengadilan militer. Namun kemudian mereka dilarang oleh petugas pengadilan.

Aksi digelar untuk mendukung 12 anggota Kopassus yang menjadi terdakwa dalam kasus penyerangan LP Cebongan. Massa menolak dakwaan pembunuhan berencana yang dituduhkan kepada terdakwa.

"Kopassus telah memberantas preman, bebaskan Kopassus," teriak seorang pengunjuk rasa.

Dalam aksinya, massa yang sebagaian besar berbaju loreng-loreng ini membentangkan spanduk dan poster yang di antaranya bertuliskan, "Komnas HAM Brengsek," "Hidup Kopassus," "Bebaskan!!! 12 Kopassus Dari Dakwaan Pembunuhan Berencana," dan lain-lain.

KPK Pastikan Kasus Century Kian Jelas

INILAH.COM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah dokumen dari hasil penggeledahan di Bank Indonesia (BI). Dokumen itu diyakini semakin memperjelas kasus korupsi Bank Century.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan pihaknya menyita dokumen sebanyak tiga mobil penuh.

"Dokumen yang diambil cukup banyak. Saya belum tahu apa aja dokumennya, tapi dari informasi yang menarik hampir tiga mobil Innova, baik dokumen hard copy maupun software," kata Bambang di Gedung DPR, Jakarta, sebelum rapat kerja dengan Komisi III, Kamis (27/6/2013).

Menurut dia, dokumen itu akan memperjelas kasus bailout Bank Century senilai Rp6,7 triliun tersebut. Sehingga akan mempermudah KPK dalam melakukan penyelidikan.

"Saya menduga dokumen-dokumen itu akan memberikan informasi yang lebih lengkap, sehingga proses penyidikan jadi semakin lebih utuh dan pemahaman kita pada kasus lebih utuh," kata Bambang. [yeh]

KPK Periksa Mantan Pejabat BI untuk Kasus Century

Oleh: Ajat M Fajar

INILAH.COM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Direktur Pengelolaan Moneter Bank Indonesia terkait perkara pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai Bank Gagal berdampak sistemik.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BM," kata Kabag Informasi dan Pemberitaan Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Kamis (27/6/2013).

Sebelumnya, pada Selasa (25/6/2013) kemarin, KPK telah menggeledah kantor Bank Indonesia (BI) di Jalan Tamrin, Jakarta Pusat. Penggeledahan itu dilakukan hingga 20 jam dan menyita beberapa dokumen penting terkait kasus Century dalam hal ini terkait tersangka Budi Mulya.

Budi Mulya sendiri merupakan Deputi V Bidang Pengawasan Bank Indonesia yang dijadikan tersangka karena dinggap sebagai orang yang bertanggungjawab dalam pemberian FPJP kepada Bank Century. [mvi]

KPK: Kasus Century Masuk Pengadilan Sebelum Pemilu

Oleh: Marlen Sitompul

INILAH.COM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membawa kasus bailout Bank Century ke pengadilan sebelum Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 nanti.

Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, penggeledahan Bank Indonesia (BI) sebagai langkah KPK untuk mempercepat kasus bailout yang merugikan keuangan negara senilai Rp 6,7 triliun itu dibawa ke pengadilan.

"Insyallah sebelum pemilu, insya allah kita akan bawa kasus century ke pengadilan tahun ini," kata Abraham, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/6/2013).

Untuk itu, dia meminta masyarakat untuk sabar menunggu penyelesaian penyelidikan kasus tersebut. Sebab saat ini pihaknya baru akan melakukan pencocokan data yang dimiliki dengan keterangan Budi Mulya selaku mantan Deputi bidang IV pengelolaan moneter devisa BI yang merupakan salah satu tersangka dalam kasus bailout Bank Century.

"Sabar saja, yang pasti kita ingin menyelesaikan kasus ini secepatnya.
Tapi yang bisa saya beri garansi jaminan, saya pastikan kasus century akan sampai di pengadilan," kata Abraham.

Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan mantan Deputi Gubernur BI Budi Mulya sebagai tersangka. Dia diduga bertanggung jawab atas pemberian FPJP dan penentuan bank berdampak sistemik Bank Century. KPK juga sudah memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Namun, pemeriksaan dilakukan di Washington, Amerika Serikat.[bay]

Kamis, 27 Juni 2013

KPK tidak Gentar Periksa Boediono

INILAH.COM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum bisa memastikan bahwa mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono yang saat ini menjabat wakil presiden terlibat dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Namun, KPK menegaskan tak gentar untuk memeriksa Boediono sekalipun saat ini yang bersangkutan sebagai orang nomor dua di negeri ini. "Siapapun saya kira, tidak peduli jabatannya," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi SP, Selasa (11/6/2013).

Johan juga menampik kalau dikatakan KPK lamban dalam menangani kasus Century. "Kasus Century ini belum selesai, bukan mandeg. Tapi sedang dikembangkan," kata Johan.

Meskipun dalam kasus ini KPK sudah memeriksa sebanyak 30 saksi, namun kata Johan, itu tidak bisa dijadikan dasar bahwa pihaknya lamban dalam menuntaskan kasus maupun melengkapi berkas tersangka Budi Mulya.

Dalam melengkapi berkas mantan deputi bidang pengelolaan moneter dan devisa Bank Indonesia itu, KPK juga mengembangkan penyidikan kearah pihak lain. "Dalam pemeriksaan saksi, KPK juga melakukan pengembangan kasus," tambah dia. [yeh]

Keterlibatan Boediono di Century Terang Benderang

INILAH.COM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali didesak segera menetapkan mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono yang saat ini wakil presiden (wapres) sebagai tersangka kasus bailout Bank Century.

Sebab, menurut anggota Tim Pengawas (Timwas) Bank Century DPR Ahmad Yani, dugaan keterlibatan Boediono dalam kasus korupsi yang merugikan keuangan negara Rp6,7 triliun itu sudah cukup terang benderang.

"Semua dewan gubernur Bank Indonesia termasuk gubernur BI terdahulu yang sekarang jadi Wapres (Boediono) harus segera ditetapkan sebagai tersangka," kata Yani, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (26/6/2013).

Dia menegaskan institusi tindak kejahatan korupsi itu harus segera menuntaskan kasus korupsi yang diduga melibatkan penguasa tersebut. "KPK jangan hanya fokus kepada kasus korupsi yang jumlahnya kecil. Century harus segera diselesaikan," tegas politikus PPP itu. [yeh]

Proses Peradilan Kasus 'Cebongan' Jalan Terus

INILAH.COM, Jakarta - Meski menuai dukungan, namun proses peradilan terhadap terdakwa kasus penembakan di Lapas Kelas II Cebongan, Seleman, terus berjalan.

Kepastian proses hukum itu ditegaskan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono. "Dukungan itu tidak akan mempengaruhi majelis hakim. Karena Hakim punya kewenanangannya, hakim punya kemampuan, hakim punya integritas," kata Agus di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (26/6/2013).

Ia pun berharap dengan kewenangan dan kemampuan majelis hakim, proses persidangan dapat berjalan dengan baik. "Mudah-mudahan mereka bisa melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya," harapnya.

Agus mengaku, jika pihaknya telah mengevaluasi keamanan persidangan. "Saya sudah minta agar ditingkatkan sehingga diharapkan sidang berjalan lebih tertib lagi," tuturnya.

Sebelumnya majelis hakim mendakwa 12 anggota kopassus Grup 2 Kandang Menjangan, Kartasura dengan tuduhan melakukan pembunuhan bersama-sama atau melakukan penganiayaan hingga menyebabkan kematian.

Dalam dakwaannya, oditur juga menyebut beberapa barang bukti di antaranya mobil Avanza, 3 buah senjata AK-57, 2 magasin AK-47, dan 2 replika senjata api.[dit]

Rabu, 26 Juni 2013

Oditur tetap anggap penyerangan Cebongan terencana

Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto

Yogyakarta (ANTARA News) - Oditur tetap menganggap penyerangan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan terencana, demikian disampaikan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta dengan agenda tanggapan oditur atas eksepsi penasihat hukum terdakwa.

Dalam sidang berkas satu yang menghadirkan tiga terdakwa eksekutor penyerangan Lapas Cebongan Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto, dan Koptu Kodik yang merupakan anggota Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan Kartasura ini, Oditur Militer Letkol Sus Budiharto menyatakan tetap pada tuntutannya.

Oditur pun meminta agar majelis hakim dapat mengabulkan surat dakwaan yang disampaikan.

"Eksepsi atau nota keberatan yang disampaikan penasihat hukum terdakwa tidak berdasar, keliru. Mohon majelis hakim menolak eksepsi dari penasihat hukum dan menerima dakwaan dari Oditur Militer," ucapnya.

Setelah membacakan tanggapan atas eksepsi, Majelis Hakim yang dipimpin Letkol Joko Sasmito akan memberikan putusan sela pada Jumat 28 Juni.

"Setelah mendengarkan tanggapan dari Oditur Militer, kami majelis hakim akan memberikan putusan sela," tukas Joko.

"Kami akan bacakan putusan sela pada Jumat, tanggal 28 Juni 2013. Apakah tim penasihat hukum maupun Otmil (oditur militer) setuju?" katanya, yang kemudian disetujui oleh Oditur dan tim penasihat hukum.
 

MA Naikkan Vonis Korupsi Kasus PT Askrindo dari 5 Tahun Jadi 15 Tahun

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Palu Mahkamah Agung (MA) diketok sangat keras. Jika sebelumnya mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Kredit Indonesia (Aksrindo), Rene Setiawan divonis 5 tahun, maka majelis kasasi mengubahnya menjadi 15 tahun!

Kasus ini bermula ketika PT Askrindo menjadi penjamin L/C yang diterbitkan PT Bank Mandiri Tbk pada empat perusahaan yaitu PT Tranka Kabel, PT Vitron, PT Indowan, dan PT Multimegah.

Ketika memasuki jatuh tempo, empat nasabah tersebut tak mampu membayar L/C pada Bank Mandiri sehingga Askrindo harus membayar jaminan L/C pada Bank Mandiri. PT Askrindo kemudian menerbitkan Promissory Notes (PN) dan Medium Term Notes (MTN) atas empat nasabah itu.

Tujuannya agar jaminan yang dibayarkan Askrindo pada Bank Mandiri atas empat nasabah, kembali ke kas Askrindo. PT Askrindo kemudian menyalurkan dana kepada nasabah melalui jasa keuangan yakni manajer investasi. Penempatan dana Askrindo dalam bentuk Repurchase Agreement (Repo), Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), obligasi, dan reksadana.

Namun manajer investasi dari empat perusahaan yakni PT Jakarta Asset Management, PT Jakarta Investment. PT Reliance Asset Management, dan PT Harvestindo Asset Management tidak dapat mengembalikan dana ke PT Askrindo.

Penempatan dana melalui skema investasi itu disebut melanggar aturan. Selain itu, manajer investasi mendapat keutungan dari penempatan dana PT Askrindo. Dari dana investasi Rp 442 miliar, manajer investasi baru mengembalikan Rp 35 miliar. Tersisa Rp 406,9 miliar yang belum kembali ke kas PT Askrindo.

Pada 5 Juli 2012, Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Rene Setiawan selama 5 tahun penjara. Selain hukuman penjara 5 tahun, Rene juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Atas vonis ini, Rene mengajukan banding. Namun hukuman malah dinaikan menjadi 11 tahun penjara. Lantas Rene pun tak terima dan mengajukan langkah hukum terakhir yaitu kasasi. Namun apa lacur, hukuman malah diperberat.

"Di MA dinaikkan menjadi pidana 15 tahun penjara," kata pejabat resmi MA yang enggan disebut identitasnya kepada detikcom, Rabu (26/6/2013).

Perkara kasasi yang mengantongi nomor 812 K/Pid.Sus/2013 ini diadili pada 28 Mei 2013 lalu oleh ketua majelis hakim Dr Artidjo Alkostar dengan hakim anggota Prof Dr M Askin dan seorang hakim ad hoc tipikor pada tingkat kasasi, MLU. MA berkeyakinan Rene terbukti korupsi untuk memperkaya diri sendiri dan melanggar Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor dan juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang.

"Denda dinaikan menjadi Rp 5 miliar dan apabila tidak mau membayar denda maka diganti dengan pidana penjara 2 tahun," bisiknya.

Niat KPK memiskinkan koruptor

 Oleh M Sunyoto

Jakarta (ANTARA News) - Ada kabar gembira yang sedang ditunggu-tunggu realisasinya oleh masyarakat luas yang ingin melihat negeri ini bebas dari korupsi yang menyengsarakan banyak orang.

Kabar itu terkait dengan niat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiskinkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, yang kini mendekam di penjara karena terbukti sebagai pencuri harta rakyat.

Metode yang ditempuh KPK untuk memiskinkan Nazaruddin adalah dengan menerapkan pasal-pasal mengenai tindak pidana pencucian uang untuk semua uang yang diperolehnya dari tindak korupsi sejumlah proyek pemerintah dengan menggunakan Grup Permai.

Grup Permai yang memiliki 35 anak perusahaan itu berada di bawah kontrol Nazaruddin dengan nilai proyek yang tak tanggung-tanggung, lebih dari Rp6 triliun. Bisa dibayangkan berapa yang bisa dinikmati oleh sang koruptor dengan nilai proyek semasif itu.

Namun, niat KPK itu tentu tak bisa dengan mudah terealisasikan karena begitu kompleksnya dan ruwet tali-temali yang berkaitan dengan kasus-kasus Nazaruddin sehingga Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas sempat mengatakan bahwa secara teknis menghimpun semua kasus-kasus itu sangatlah sulit.

Meski demikian, upaya untuk memiskinkan koruptor yang hendak dilakukan KPK dengan mengawalinya pada terpidana korupsi Nazaruddin pantas didukung oleh segenap kekuatan antikorupsi. Dukungan itu teramat penting mengingat masih ada kekuatan-kekuatan yang tak setuju secara diam-diam jika KPK berhasil memiskinkan para koruptor yang terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang.

Selama ini upaya pemiskinan para koruptor masih menjadi wacana di media massa belaka. Para koruptor yang rata-rata masih menikmati harta hasil jarahannya hanya dikenakan denda dalam hitungan ratusan juta rupiah plus penjara tak lebih dari satu dekade. Padahal, nilai kekayaan yang mereka kumpulkan dari tindak pidana korupsi bisa mencapai hitungan puluhan bahkan ratusan miliar.

Sebetulnya, ancaman untuk memiskinkan koruptor masih bisa dikategorikan terlampau ringan untuk kejahatan yang dampaknya begitu masif. Mendiang Nurcholish Madjid pernah mengatakan bahwa apa yang dilakukan Pemerintah China dengan menghukum mati koruptor adalah sebuah bentuk hukuman yang adil.

Di saat-saat awal reformasi itu, Cak Nur menyodorkan solusi yang menarik. Untuk korupsi yang dilakukan dimasa lalu, bolehlah ditolerir. Yang terbukti cukup diminta dengan paksa mengembalikan harta hasil korupsi itu. Tapi untuk masa yang akan datang, koruptor tak lagi diberi ampun. Hukuman mati adalah konsekwensi setimpal untuk perbuatan mereka.

Karena kini hukuman mati sudah dianggap oleh kalangan penganjur hak asasi manusia sebagai hukuman barbar yang harus diakhiri, hukuman yang cocok bagi koruptor adalah hukuman seumur hidup. Lebih membuat jera lagi jika hukuman seumur hidup itu dilakukan serentak dengan hukuman pemiskinan sang koruptor.

Tentunya sifat penjeraan itu akan menjadi lebih dramatis jika sang koruptor dipenjara di suatu wilayah yang jauh dari perkotaan. Katakanlah wilayah dengan semacam konsep "tanah pembuangan" yang pernah dibentuk para kolonialis di era ketika para perintis kemerdekaan RI pernah mengalami siksa pembuangan itu.

Upaya KPK untuk memiskinkan koruptor tentu akan disiasati lebih lihai lagi oleh sang koruptor. Mereka akan mengkorup uang rakyat dan memindah-mindahkan harta mereka dengn lebih canggih lagi karena cara-cara vulgar yang dilakukan para tersangka atau terdakwa koruptor saat ini dengan menyembunyikan harta jarahan mereka lewat perempuan-perempuan simpanan mereka dengan mudah bisa ditelisik dan dikejar para penegak hukum.

Sampai detik ini, mereka yang terindikasi melakukan tindak korupsi juga masih banyak yang melakukan aktivitas politik dengan leluasa. Bahkan bisa mencalonkan diri untuk menjadi anggota legislatif dalam pemilu mendatang.

Kejahatan berupa tindak pidana korupsi mestinya menghentikan semua aktivitas politik sang pelaku. Kejahatan korupsi harus diperlakukan secara beda dari tindak kejahatan lain, yang asumsinya bahwa hukuman penjara adalah bentuk purifikasi yang menjadikan sang terpidana bersih kembali untuk menjalankan aktivitas sipil dan politiknya setelah semua hukuman dijalankan.

Tingkat destruksi tindak kejahatan korupsi berlapis-lapis. Bukan cuma menyengsarakan banyak orang, terutama mereka yang hidup dalam ranah sosial ekonomi periferi, tapi juga membiakkan korupsi-korupsi yang lain sehingga terjalinnya apa yang disebut sebagai budaya korupsi. Ibarat kanker, korupsi menggurita dan menggerogoti tubuh institusional dan sosial.

Jika kanker itu dalam bentuk penyakit fisiologis, antitesisnya, sebelum ditemukan obat ampuh, adalah amputasi. Koruptor pun harus diperlakukan sebagai tumor ganas yang mesti disingkirkan dari tubuh sosial. Pilihannya antara lain: pemenjaraan di tanah pembuangan untuk waktu sepanjang hayat.

Pilihan itu tentu hanya sebatas obsesi utopis sebab realisasinya terpulang pada kesepakatan wakil rakyat untuk mewujudkan obsesi itu dalam bentuk legislasi yang bisa dijalankan KPK.

Untuk saat ini, yang paling realistis adalah menunggu hasil kerja KPK yang kepada publik telah menyatakan tekadnya untuk memiskinkan terpidana koruptor Muhammad Nazaruddin. (*)

Kapolri Pastikan Sanksi Bagi Perusahaan Asing

INILAH.COM, Jakarta - Kapolri Jendral Timur Pradopo memastikan pihaknya akan menindak perusahaan asing yang terbukti melakukan pembakaran hutan di Riau.

Meski demikian Timur belum berani menyimpulkan apakah pembakaran hutan yang mengakibatkan asap tebal hingga Malaysia dan Singapura itu, dilakukan atau melibatkan perusahaan asing. Pasalnya hingga saat ini penyelidikan tengah dilakukan.

"Sampai saat ini kami sedang melakukan penyelidikan. Nanti bagaimana hasilnya, akan kita disampaikan," kata Timur Pradopo di Jakarta, Selasa (25/6/2013).

Diakuinya, untuk dalam penanganan kasus pembakaran hutan, Polri akan berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

"Penyelidikan tentunya akan secara bersama-sama," ungkapnya.

Sebelumnya Presiden SBY meminta Polri segera menyelidiki kasus kebakaran yang melanda hutan di Riau. Presiden memerintahkan, agar perusahaan atau pihak manapun baik yang dimiliki oleh pengusaha, baik dalam dan luar negeri dan terbukti melakukan kelalaian akan mendapat proses hukum.[dit]

Sakit Gangguan Jiwa, Terdakwa Kasus Narkotika di Medan Dibebaskan

Khairul Ikhwan - detikNews

Medan - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan membebaskan terdakwa Suhendra (32) dalam kasus kepemilikan 23 amplop kecil ganja. Penyebabnya Suhendra ternyata mengalami gangguan mental dan perilaku.

Putusan itu dibacakan dalam sidang yang berlangsung di gedung PN Medan, Jalan Pengadilan, Medan, Selasa (25/6/2013) sore. Dalam sidang itu, majelis hakim yang dipimpin hakim Baslin Sinaga memang menyatakan, warga Jalan Teratai Pasiran, Medan ini terbukti bersalah memiliki ganja sebanyak 23 amplop kecil seberat 28,8 gram.

Tetapi, karena yang bersangkutan mengalami gangguan kejiwaan, dengan bukti surat keterangan dokter dan pernah dirawat di rumah sakit jiwa pada tahun 2011, maka hakim memutuskan untuk membebaskannya.

"Hal ini sesuai dengan pasal 44 KUHPidana," kata hakim dalam amar putusannya.

Pasal 44 ayat 1 itu berbunyi, 'Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana'. Pasal ini yang membebaskan Suhendra dari vonis.

Atas putusan bebas ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Joice Sinaga menyatakan pikir-pikir. Dalam sidang sebelumnya jaksa mengajukan tuntutan hukuman empat tahun penjara, dan denda Rp 800 juta karena dalam kasus narkotika ini.

Suhendra ditangkap warga pada 3 Desember 2012 di sekitar rumahnya karena mencuri uang tetangganya. Dalam pemeriksaan diketahui uang itu dipergunakan untuk membeli ganja yang kemudian menjadi barang bukti dalam persidangan kasusnya.

Selasa, 25 Juni 2013

Kasus kebakaran lahan milik perusahaan Malaysia ditangani KLH

Pewarta: Fazar Muhardi

Pekanbaru (ANTARA News) - Kepolisian Daerah Provinsi Riau menyerahkan kasus kebakaran lahan di areal milik dua perusahaan asing asal Malaysia ke pihak Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) hingga tingkat penuntutan.

"Kami belum ada memproses untuk kasus yang melibatkan perusahaan tersebut. Penyerahan prosesnya biasanya di KLH karena mereka juga memiliki PPNS (Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil)," kata Kepala Bidang Humas Polda Riau, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hermansyah kepada Antara di Posko Bencana Asap di Pekanbaru, Senin.

Sebelumnya Menteri LH Balthasar Kambuaya di Jakarta menyatakan, ada delapan perusahaan dengan pemodal milik asing (PMA) Malaysia yang terindikasi melakukan pembakaran lahan di Riau.

Balthasar mengatakan, delapan perusahaan itu diantaranya yakni PT Langgam Inti Hiberida, PT Bumi Reksa Sejati, PT Tunggal Mitra Plantation, PT Udaya Loh Dinawi, PT Adei Plantation, PT Jatim Jaya Perkasa, PT Multi Gambut Industri, serta PT Mustika Agro Lestari.

Sementara itu, Kepala Pusat Data dan Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, menyatakan bahwa Polda Riau sudah melakukan pengecekan dan verifikasi terhadap dua perusahaan Malaysia yang terindikasi melakukan pembakaran lahan.

Dua perusahaan yang dimaksud yakni PT Lagam Inti Hibrida yang berada di wilayah Kabupaten Pelalawan dan PT Bumi Reksa Nusa Sejati yang memegang hak kelola lahan perkebunan di Kabupaten Indragiri Hilir.

"Sejauh ini kami belum mengetahui adanya laporan terkait keterlibatan berusahaan yang dimaksud. Sementara untuk saat ini, kami masih menangani dua kasus namun pelakunya merupakan warga negara Indonesia," kata Kabid Humas Polda Riau, Hermansyah.

Mengenai perusahaan yang terindikasi seperti yang disebutkan oleh KLH, demikian Hermansyah, sebenarnya bisa dilakukan penyidikannya oleh PPNS di Kementerian it

Perusahaan Malaysia diduga terlibat bakar hutan di Riau

Jayapura (ANTARA News) - Kasus kebakaran hutan yang hingga kini masih terjadi di Riau diduga melibatkan perusahaan asal Malaysia yang bergerak disektor perkebunan kelapa sawit, kata Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya.

Saat ini ada delapan dari 14 perusahaan yang terindikasi melakukan pembakaran hutan adalah milik pengusaha asal Malaysia, ujarnya di Jayapura, Selasa.

"Saat ini tim dari Kementrian Lingkungan Hidup masih terus menyelidiki dan mengumpulkan barang bukti sehingga bila nantinya sudah cukup bukti, maka perusahaan itu akan diajukan ke pengadilan," kata mantan Rektor Universitas Cenderawasih itu menegaskan.

Dikemukakannya, saat ini tingkat polusi di beberapa kota di Pulau Sumatera sudah di atas ambang batas, bahkan ada yang mencapai 600, yakni di Riau, Batam,dan Bengkalis.

Sejumlah kota lainnya di Sumatera saat ini masih diliputi polusi asap tebal dan kabut, seperti juga yang dilaporkan terjadi di negeri jiran Malaysia dan Singapura.

Tingginya polusi itu disebabkan kebakaran hutan yang cukup hebat, sehingga menyebabkan kabut asap yang tebal, ujarnya.

Ia mengemukakan pula, saat ini segala upaya terus dilakukan untuk memadamkan dan mengatasi kebakaran itu, dan pihaknya akan melakukan serangkaian pembicaraan dengan Menteri Lingkungan Hidup Malaysia dan Singapura secara terpisah di Jakarta.

Untuk masa mendatang, ia menyatakan, pemberian izin pemanfaatan kawasan hutan harus lebih selektif guna mengurangi kerusakan lingkungan hidup.

"Mudah-mudahan masalah itu dapat segera teratasi," demikian Kambuaya.

Malaysia Dukung Tindakan Indonesia Atas Perusahaan Pemicu Kabut Asap

Rita Uli Hutapea - detikNews

Kuala Lumpur, - Kabut asap akibat kebakaran hutan di Sumatera masih terus melanda Malaysia. Pemerintah Malaysia pun akan mendukung setiap tindakan yang diambil otoritas Indonesia terhadap perusahaan-perusahaan Malaysia, yang terbukti terlibat dalam kebakaran hutan tersebut.

"Jika mereka (perusahaan-perusahaan) memang milik orang Malaysia dan Indonesia mengambil tindakan, Malaysia tentunya akan mendukung tindakan tersebut," kata Menteri Kesehatan Datuk Seri Dr S. Subramaniam kepada para wartawan di Kuala Lumpur seperti dilansir harian Malaysia, The Star, Selasa (25/6/2013).

Diakui Subramaniam, pemerintah Malaysia tak bisa mencampuri urusan hukum di Indonesia karena perusahaan-perusahaan itu beroperasi di Indonesia berdasarkan hukum setempat.

"Kita tidak mengatakan pada Indonesia untuk tidak mengambil tindakan, tapi silakan lakukan apa yang harus Anda lakukan sesuai hukum Anda, apakah itu perusahaan Malaysia, Singapura atau Indonesia," imbuh pejabat tinggi Malaysia itu.

Namun menurut Subramaniam, untuk saat ini belum ada bukti bahwa perusahaan-perusahaan Malaysia terlibat dalam kebakaran hutan di Sumatera.

Akibat kabut asap ini, sekolah-sekolah di Kuala Lumpur dan sejumlah negara bagian Malaysia telah diperintahkan untuk diliburkan. Otoritas setempat pun mengingatkan para orangtua untuk tidak membiarkan anak-anak mereka keluar rumah atau mengenakan masker jika memang harus keluar rumah.

Bahkan di sebuah distrik di Malaysia selatan, dekat Singapura, keadaan darurat diberlakukan setelah rating Indeks Polutan Udara meningkat ke level 746 pada Minggu, 23 Juni kemarin. Ini level tertinggi di Malaysia sejak krisis asap tahun 1997-1998.

Kasus Korupsi DPID, Kasasi Wa Ode Nurhayati Kandas

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Permohonan kasasi politikus PAN Wa Ode Nurhayati dan jaksa KPK sama-sama ditolak Mahkamah Agung (MA). Alhasil, Wa Ode sah menyandang terpidana korupsi dalam kasus dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID).

"Menolak permohonan kasasi JPU dan Terdakwa," demikian lansir panitera MA dalam websitenya, Selasa (25/6/2013).

Vonis ini diketok oleh ketua majelis kasasi Dr Artidjo Alkostar dengan hakim anggota Leopold Luhut Hutagalung dan MLU. Vonis yang diketok pada 28 Mei 2013 ini mengantongi nomor perkara 884 K/PID.SUS/2013.

Wa Ode diajukan ke Pengadilan Tipikor terkait kasus suap DPID dan money laundering. Wa Ode didakwa menerima suap Rp 6,25 miliar dari tiga pengusaha, Fahd El-Fouz, Paulus Nelwan, dan Abram Noach Mambu untuk memuluskan pengalokasian DPID.

Jaksa lalu menuntut 8 tahun penjara. Namun Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman 2 tahun lebih ringan, yaitu enam tahun penjara. Majelis hakim juga menjatuhkan denda Rp 500 juta rupiah dan apabila tidak mau membayar denda diganti 6 bulan kurungan. Atas vonis ini, Wa Ode banding dan kasasi namun kandas.

Dituduh Menghina Lewat Berkas Gugatan, Pengacara & Buruh Divonis Bebas

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Jaksa menyeret buruh dan advokat ke meja hijau terkait isi materi gugatan yang menuntut hak-hak buruh setelah di-PHK. Dalam gugatan itu, buruh menyebut perusahaan tidak adil. Namun upaya jaksa ini sia-sia sebab pengadilan membebaskan para terdakwa.

Seperti dikutip detikcom dari putusan kasasi yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Selasa (25/6/2013), kasus ini menimpa Ketua DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Timur, Jazuli dan advokat Pujianto.

Awal mula jerat hukum yang menyeret keduanya ke meja hijau terjadi setelah PT Sri Rezeki Mebelindo, Pasuruan, mem-PHK beberapa buruhnya pada Mei 2008. Atas PHK ini, buruh dan perusahaan melakukan mediasi tetapi menemui jalan buntu.

Dalam mediasi yang dimediatori oleh Dinas Tenaga Kerja setempat, pihak buruh menyebut perusahaan yang telah berdiri 15 tahun itu diktator, tidak memberlakukan hak-hak buruh, perusahaan berbuat licik dan sebagainya. Karena mediasi buntu, maka kasus berlanjut ke pengadilan.

Nah, dalam berkas gugatan tersebut, buruh juga kembali menyebut perusahaan sewenang-wenang atas hak-hak buruh. Atas tudingan ini, perusahaan yang memiliki 400 karyawan itu tidak terima dan mempolisikan Pujianto dan Jazuli.

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuduh keduanya melakukan penghinaan sesuai pasal 310 ayat 2 KUHP dan menuntut 6 bulan penjara.

Pada 12 April 2011, Pengadilan Negeri (PN) Bangil mengadili dakwaan JPU tidak terbukti dan membebaskan keduanya. Namun JPU tak patah arang dan langsung kasasi tetapi lagi-lagi upaya jaksa menemui jalan buntu.

"Mengadili, menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi JPU," putus majelis kasasi yang diadili oleh Djoko Sarwoko, Prof Dr Surya Jaya dan Dr Salman Luthan.

Dalam pertimbangannya, majelis menyatakan kata-kata yang diucapkan Terdakwa dalam gugatannya di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Surabaya tidak dapat dikatakan sebagai suatu penghinaan atau penistaan sebagaimana dimaksud pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP.

"Kata tersebut tidak mengandung arti telah menuduh yang bersangkutan melakukan suatu perbuatan yang bersifat kejahatan atau menghina atau merusak kehormatan," ujar putusan yang diketok pada 12 Januari 2012 silam.

Senin, 24 Juni 2013

KSAD: Sidang Cebongan Jadi Pelajaran Prajurit TNI

VIVAnews - Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Moeldoko berharap sidang kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Cebongan, Sleman, di Pengadilan Militer II-11, Yogyakarta, kemarin, dapat dijadikan pelajaran bagi seluruh prajuritnya. Sehingga ke depannya citra TNI AD tak lagi tercoreng dengan sikap tak bertanggungjawab yang dilakukan prajurit.

"Proses hukum ini adalah pembelajaran bagi prajurit saya. Prajurit saya akan introspeksi dan mawas diri supaya jangan lagi melakukan tindakan seperti itu. Jadilah prajurit yang benar," kata Moeldoko di Lapangan Monas, Jakarta, Jumat 21 Juni 2013.

Terkait sidang perdana kemarin, Moeldoko mengatakan, TNI AD sengaja tidak menerjunkan banyak prajurit agar sidang dapat berjalan tanpa intimidasi, ataupun tekanan.

"Memang polisi banyak mengerahkan pengamanan, tapi bagi saya tidak perlu mengamankan berlebihan. Saya yakin situasi berjalan dengan aman," tuturnya.

Mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat ini pun meminta publik memberikan dukungan kepada para prajurit TNI AD untuk terus memberikan perlindungan dan mengayomi masyarakat.

"Terbukti tidak ada lagi prajurit saya yang berlebihan. Pada dasarnya kita ingin memberi perlindungan maksimal, itu pasti, saya jamin," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam sidang pembacaan dakwaan kemarin, Odmil Letkol (Sus) Budiharjo menjerat Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto dan Koptu Kodik dengan dakwaan primer telah melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman mati.

Ketiga terdakwa dijerat dengan dakwaan subsider melanggar pasal 338 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Lebih subsider lagi, kata Oditur dalam dakwaannya itu, ketiganya melanggar pasal 351 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan pasal 103 ayat 1 KUHPM juncto ayat 3 ke-3 KUHPM.

"Terdakwa Serda Ucok merupakan eksekutor dalam kasus penyerbuan Lapas Cebongan yang menewaskan empat tahanan titipan Polda DIY," katanya. (umi)

KSAD Harap Hukuman Penyerang Cebongan Sesuai Kesalahan

IVAnews - TNI Angkatan Darat menyiapkan tim kuasa terbaik untuk membela 12 oknum anggota Group 2 Kopassus Kandang Menjangan Kartosuro, Jawa Tengah yang terlibat kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Cebongan, Sleman, Maret lalu.

Sidang perdana kasus penyerangan yang menewaskan empat tahanan Polda DIY itu telah digelar di Pengadilan Militer II-11, Yogyakarta, kemarin.

"Saya selaku pimpinan tentu akan melakukan pembelaan terhadap prajurit saya, dalam arti pembelaan menurut hukum. Dia (tersangka) mempunyai hak yuridis, saya harus bela mereka. Saya akan siapkan pembela hukum yang hebat di Angkatan Darat agar prajurit saya juga merasa ada keadilan," kata Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal TNI Moeldoko, di Lapangan Monas, Jakarta, Jumat 21 Juni 2013.

Meski demikian, Moeldoko mengaku tetap menghargai jalannya proses persidangan. Di samping itu, ia berharap pasal-pasal yang didakwakan kepada para prajuritnya itu sesuai dengan tingkat kesalahan mereka. "Saya menaruh rasa hormat terhadap putusan itu jika pasal-pasal yang didakwakan benar," tutur dia.

Sebelumnya, KSAD berharap sidang kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan kelas II B Cebongan, Sleman, di Pengadilan Militer II-11, Yogyakarta, kemarin, dapat dijadikan pelajaran bagi seluruh prajuritnya.
Sehingga ke depannya citra TNI AD tak lagi tercoreng dengan sikap tak bertanggungjawab yang dilakukan prajurit.

"Proses hukum ini adalah pembelajaran bagi prajurit saya. Prajurit saya akan instropeksi dan mawas diri supaya jangan lagi melakukan tindakan seperti itu. Jadilah prajurit yang benar," kata Moeldoko. (umi)

KSAD: Prajurit Salah Gunakan Jiwa Korsa, Pengecut

VIVAnews - Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Moeldoko mengatakan, setiap prajurit TNI wajib memiliki jiwa korsa di dalam dirinya. Jiwa korsa itu hendaknya digunakan untuk kepentingan kesatuan, bukan perorangan.

"Jiwa korsa dalam arti positif harus tetap dimiliki. Prajurit tanpa jiwa korsa hilang nafasnya, tidak punya kekuatan," kata Moeldoko di Jakarta, Jumat, 21 Juni 2013.

Menurut Moeldoko, hanya prajurit yang pengecut lah yang menggunakan jiwa korsa untuk membela temannya yang terlibat perkelahian. "Kalau dia kalah berkelahi terus mengajak temannya, itu namanya prajurit yang pengecut. Karena itu saya melatih prajurit saya untuk tidak menjadi prajurit yang pengecut," tegasnya.

Mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat itu mengakui butuh waktu untuk menumbuhkan jiwa korsa yang baik di dalam diri prajurit. "Pelan-pelan ini memang perlu proses. Saya yakin bisa akan kita laksanakan," ujarnya.
Moeldoko juga meminta masyarakat percaya bahwa persidangan kasus Cebongan akan berjalan dengan aman. "Tidak ada penekanan apapun, tidak ada intimidasi. Kita harus memberikan kepercayaan kepada masyarakat," katanya.
Sebanyak 12 anggota Kopassus menjadi terdakwa kasus penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta, 23 Maret 2013. Dalam penyerbuan itu, empat tahanan tewas.
Dalam pemeriksaan tim internal TNI, para oknum Kopassus mengaku penyerbuan itu mereka lakukan sebagai balas dendam karena sebelumnya para tahanan diduga menyerang anggota Kopassus lain. (adi)

Sidang Kasus Cebongan Digelar Lagi, Oknum Kopassus Banjir Dukungan

VIVAnews – Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, Senin 24 Juni 2013, kembali menggelar sidang kasus penyerangan Lapas Cebongan oleh 12 oknum anggota Grup 2 Kopassus Kandang Menjangan Kartosuro Jawa Tengah, yang menewaskan 4 tahanan preman titipan Polda DIY yang juga pelaku pembunuhan Serka Heru Santosa – anggota grup 2 Kopassus Kandang Menjangan Kartosuro.

Agenda utama sidang hari ini adalah penyampaian eksepsi oleh penasihat hukum dari 12 tedakwa pelaku penyerangan Lapas Cebongan. “Akan disampaikan oleh para penasihat hukum masing-masing,” kata Kepala Tata Urusan Dalam Dilmil II-11 Yogyakarta, Kapten (Sus) Aulisa Dandel.

Setelah penyampaian eksepsi, majelis hakim akan memberi kesempatan kepada Oditur Militer untuk menyampaikan jawaban. “Apakah jawaban Oditur  itu akan disampaikan pada hari ini juga atau tidak, saya belum tahu,” ujar Aulisa.

Setelah Oditur Militer memberikan jawaban, majelis hakim akan menyampaikan putusan sela. “Kapan putusan sela, saya tidak tahu karena tergantung majelis,” kata dia. Lebih lanjut, Aulisa mengatakan pemeriksaan saksi sendiri masih menunggu adanya putusan sela dari majelis hakim.

“Apakah pemeriksaan saksi nantinya menggunakan teleconference atau saksi dihadirkan langsung ke Mahmil, itu kewenangan majelis hakim,” ujar Aulisa.

Sementara aksi dukungan kepada 12 terdakwa penyerangan Lapas Cebongan yang menewaskan 4 tahanan titipan Polda DIY kembali berlangsung di Dinmil II-11 Yogyakarta. Elemen masyarakat atau ormas yang akan turun di antaranya Gafatar, GRIB, FKPPI, Pemuda Pancasila, FJI, FPI, dan sejumlah ormas lainnya di Yogyakarta.

Seperti diketahui, persidangan kasus Cebongan yang melibatkan 12 terdakwa dibagi menjadi 4 berkas, dan setiap berkas diperiksa oleh satu majelis hakim yang berbeda. Berkas pertama dengan terdakwa Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto, dan Kopda Kodik. Sementara berkas kedua dengan terdakwa Sertu Tri Juwanto dan Sertu Anjar.

Rahmanto, Sertu Martinus Robertus, dan Sertu Suprapto, dan Sertu Herman Siswoyo ada di berkas ketiga. Terakhir berkas keempat Ikhmawan Suprapto, Serma Rokhmadi, Serma Sutar, dan Serma Zaenuri.

Jaksa: Darin Mumtazah Istri Ketiga Luthfi Hasan

Ferdinan - detikNews

Jakarta - Jaksa Penuntut Umum membeberkan silsilah keluarga Luthfi Hasan Ishaaq. Darin Mumtazah disebut sebagai istri mantan Presiden PKS itu, membenarkan kabar yang berhembus selama ini.

Jaksa Rini Triningsih mengungkapkan, Luthfi saat ini memiliki tiga istri. Pendamping pertama bernama Sutiana Astika dan dikaruniai 12 orang anak. Istri kedua, bernama Lusi Tiarani dengan tiga orang anak.

"Pernikahan ketiga dengan Darin Mumtazah," kata Rini di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jaksel, Senin (24/6/2013).

Nama-nama istri Luthfi diungkap dalam konteks pidana pencucian uang. Ada dugaan, Luthfi menggunakan istri-istrinya untuk menyimpan aset hasil korupsi.

Sidang perdana ini hingga pukul 11.20 WIB masih berlangsung.

Pengacara Penyerang Lapas Cebongan Nilai Dakwaan Otmil Kabur

VIVAnews - Pengadilan Militer II-11 menggelar sidang lanjutan kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebingan, Sleman, DIY, Senin 24 Juni 2013.  Sebanyak 12 terdakwa yang juga oknum anggota Komando Pasukan Khusus membacakan eksepsi mereka melalui pengacara.

Di ruang sidang utama satu Dinmil II-11, Letkol (CHK) Rohmat selaku penasihat hukum terdakwa Serda Ucok Tigor Simbolon, Sertu Sugeng Sumaryanto dan Koptu

Kodik menilai, dakwaan primer Oditur militer terhadap kliennya tidak diuraikan dengan lengkap. Secara khusus, Rohmat membedah Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1)  KUHP, tentang pembunuhan berencana. Dia menilai, Oditur tidak bisa menjelaskan dan tidak menguraikan usur-unsur perencanaan pembunuhan tersebut.

"Dakwaan primer yang didakwakan oleh Oditur Militer kabur karena tidak menguraikan unsur-unsur perencanaan," kata Letkol (CHK) Rohmat,  penasehat hukum 3 terdakwa di Dinmil II-11 Yogyakarta, Senin 24 Juni 2013.

Dalam dakwaan lapis kedua, yaitu Pasal 338 KUHP yo pasal 55 (1) ke-1 KUHP tentang merampas nyawa orang lain, pengacara pun menilai ada ketidakjelasan. Oditur mendakwakan bahwa para terdakwa melakukan pembunuhan yang diatur dalam Pasal 340, 338 dan 351 ayat 3 KUHP, " Namun, Oditur mencantumkan Pasal 103 KUHP Militer, yaitu tidak menaati perintah atasan."

Pengacara pun mendalilkan bahwa kliennya tidak melanggar KUHP Militer karena tidak ada laporan dari komandan satuan kepada komandan yang berhak menhukum (ankum). "Sehingga dakwaan Oditur tidak sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang belaku."

Berdasarkan yurisprudensi yang ada di Mahkamah Agung, kata dia, Oditur seharusnya menjabarkan semua unsur-unsur dakwaan tindak pidana, terutama soal pembunuhan berencana.

Usai membacakan eksepsi, Ketua Majelis Hakim memberikan waktu kepada Oditur untuk menanggapi eksepsi para terdakwa. "Oditur minta waktu 2 hari untuk memberikan tanggapan atas eksespi penasihat hukum 3 terdakwa,"kata Letkol Sus Budiharto kepada Ketua Majelis Hakim.

Majelis hakim selanjutnya menyatakan sidang akan digelar lagi 2 hari lagi atau pada 26 Juni 2013 dengan agenda tanggapan Oditur Militer atas eksepsi pengacara 3 terdakwa.

Sebelumnya, Serda Ucok didakwa sebagai tokoh utama penyerangan Lapas Cebongan, Maret 2013. Dalam penyerangan itu, empat tahanan titipan Polda DIY tewas diberondong peluru. (eh)

Sabtu, 22 Juni 2013

Masyarakat dan Ormas Antusias Ikuti Sidang Perdana via Layar LCD

TRIBUNNEWS.COM,YOGYAKARTA--Hampir di semua sisi Gedung Pengadilan Militer (Dilmil) II - 11 Yogyakarta, Kamis (20/6/2013) pagi, tempat digelarnya sidang perdana kasus penyerangan LP Cebongan dipadati masyarakat. Tempat kumpul terpusat di area dipasangnya LCD Screen yang menyiarkan secara langsung proses persidangan.

Pantauan Tribunjogja.com di lokasi, puluhan warga dan beberapa anggota Organisasi Masyarakat (Ormas) tampak menyaksikan jalannya sidang melalui layar LCD. Mereka, tampak antusias menyimak setiap alur jalannya sidang.

Bahkan meski udara panas dan terik mulai terasa, masyarakat tetap berkumpul di area depan layar LCD. Pun dengan area di dalam ruang sidang yang dipenuhi masyarakat dan ormas.

Saat ini, proses sidang tengah dimulai. Dari layar LCD, hakim anggota tampak sedang membacakan identitas dan rincian penahanan masing-masing terdakwa.

Dukungan Diberikan Kepada 12 Kopassus yang Jadi Tersangka

Tribunnews.com, Yogyakarta - Ratusan warga masyarakat serta beberapa anggota organisasi masyarakat (ormas) di Yogyakarta memadati halaman gedung Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, Kamis (20/6/2013).
Seperti diberitakan, di Pengadilan Militer tersebut dilangsungkan sidang kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Cebongan Sleman.
Mereka berdatangan sejak sekitar pukul 08.00 WIB. Anggota ormas juga membawa berbagai spanduk dukungan kepada ke-12 anggota Kopassus Kandang Menjangan Kartasura, yang menjadi terdakwa dalam kasus tersebut. Mereka sempat berorasi selama 30 menit.
Tepat ketika sidang dimulai, pukul 10.00 WIB, ratusan orang yang berada di halaman berbondong-bondong mendekat ke tiga layar monitor LCD untuk menyaksikan jalannya sidang.
"Saya ingin menyaksikan langsung dan memberikan semangat kepada 12 anggota Kopassus yang menjalani sidang," ujar Kuncahyo, anggota Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI (FKPPI).
Menurut dia, anggota-anggota Kopassus itu tidak patut dipersalahkan. Dia justru berterima kasih karena mereka membantu memberantas preman di Yogyakarta.

Sidang Kasus Cebongan Hanya Parodi Pengadilan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Setara Institute, Hendardi, sudah menduga sebelumnya, sidang pertama kasus Cebongan hanyalah merupakan parodi peradilan yang justru bukan untuk mengurai kebenaran peristiwa.
"Ejekan dan intimidasi kepada ketua Komnas HAM menunjukkan betapa pengadilan telah disesaki massa yang digerakan untuk meneror siapapun yang tidak bersetuju dengan langkah petinggi TNI membawa kasus ini ke peradilan militer," kata Hendardi dalam rilisnya, Kamis (20/6/2013).
Menurut dia suasana pengadilan tidak memungkinkan prinsip fair trial berjalan.
"Apalagi pada saat pemeriksaan saksi nanti," kata dia.
Sekali lagi Hendardi ditegaskan bahwa jikapun 12 terdakwa itu dihukum berat, itu semata untuk memutus rantai komando dan memoles citra positif TNI.
"Kualitas dakwaan yang buruk justru semakin mengaburkan bahwa pembunuhan tersebut terencana. Inilah keganjilan-keganjilan yang tidak tersentuh oleh pihak lain, karena ketertutupan sistem peradilan militer," kata dia.
Lanjut Hendardi parodi sidang Cebongan tidak akan berdampak pada peningkatan disiplin prajurit selama previlege prajurit tetap dipertahankan melalui peradilan militer, meski mereka melakukan tindak pidana umum.

Jumat, 21 Juni 2013

Amnesty nilai pengadilan militer lindungi pelanggar HAM

Pewarta: Zeynita Gibbons

London (ANTARA News) - Amnesty Internasional mengungkapkan persidangan atas dua belas anggota Kopassus (Komando Pasukan Khusus) yang dituduh melakukan eksekusi di luar hukum terhadap empat tahanan mungkin tidak lebih dari sekedar tanda tipuan sebagaimana pengadilan militer kasus itu dibuka Kamis.

Hal itu diungkapkan Deputi Direktur Program Asia-Pasifik Amnesty International, Isabelle Arradon, yang bermarkas di London dalam keterangan yang diterima ANTARA London, Jumat.

Pengadilan semacam ini seharusnya tidak boleh digunakan untuk mengadili mereka yang dituduh melakukan pelanggaran HAM, karena pengadilan tersebut bersifat bias dan menciptakan suatu lingkungan yang intimidatif terhadap saksi untuk membuat kesaksian , ujarnya.

Kopassus telah dituduh bertanggung jawab terhadap berbagai pelanggaran HAM serius di masa lalu, namun sebagian besar dari mereka tidak pernah diadili dalam sebuah pengadilan yang independen untuk kejahatan-kejahatan semacam itu.

Kasus mengerikan ini merupakan peringatan yang begitu gamblang bagaimana reformasi militer dan sistem peradilan pidana sudah macet bertahun-tahun di Indonesia.

Para pelaku kejahatan masa lalu bebas berkeliaran dan pelanggaran HAM baru dapat dilakukan dengan impunitas yang jelas terlihat.

Menurut Isabelle Arradon, harus ada perubahan segera dalam perundang-undangan dan praktik supaya pelanggar HAM dapat secara efektif diadili di muka peradilan sipil yang independen, dan untuk mengirimkan pesan yang jelas bahwa tidak ada seorang pun di atas hukum.

Kedua belas personel Kopassus tersebut dituduh atas pembunuhan empat tahanan tak bersenjata di penjara Cebongan di luar Yogyakarta pada 23 Maret tahun ini.

Menurut sumber-sumber yang dapat dipercaya, para personel Kopassus tersebut -- menggunakan penutup muka dan membawa senjata api, termasuk AK-47 -- berhasil memaksa masuk ke dalam penjara setelah seseorang mengklaim dari Kepolisian Yogyakarta meyakinkan para penjaga untuk membuka pintu.

Setelah memukuli penjaga supaya dapat mengakses sel para tahanan tersebut, para personel Kopassus tersebut kemudian dilaporkan menembak mati tahanan di dalam sel . Rekaman CCTV juga diambil dari penjara itu sebagai upaya nyata untuk menyembunyikan barang bukti.

Reaksi awal komandan militer lokal atas kejadian ini adalah menyangkal keterlibatan personel militer, namun sebuah penyelidikan internal militer kemudian menyebut 12 nama anggota Kopassus sebagai tersangka.

Meski demikian, Komandan Kopassus Mayor Jenderal Agus Sutomo bersikeras bahwa apa yang terjadi bukan sebuah pelanggaran HAM, tetapi merupakan "pembangkangan".

Isabelle Arradon mengatakan pejabat militer itu menyatakan "pembangkangan" bagi pembunuhan empat orang tak bersenjata yang ditahan di dalam sebuah sel merupakan hal yang sangat memperihatinkan, dan menunjukan mengapa sangat penting bahwa militer seharusnya tidak diperbolehkan menyelidiki sendiri dalam kasus-kasus semacam ini.

Meskipun penting bahwa langkah-langkah diambil untuk memastikan mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM yang serius dapat dimintai pertanggungjawabannya, pengadilan militer bukan solusinya, ujarnya.

Eksekusi di luar hukum adalah kejahatan di bawah hukum internasional, dan juga melanggar hak asasi dasar manusia untuk hidup, yang mana Indonesia terikat untuk menghormati dan melindunginya di bawah hukum perjanjian internasional dan Konstitusinya sendiri.

Dengan persidangan terhadap 12 personel Kopassus dimulai besok, kelompok-kelompok HAM Indonesia telah mengangkat keprihatinannya akan sedikitnya barang bukti yang dikumpulkan oleh penyidik militer. Paling tidak 10 saksi yang trauma juga takut untuk bersaksi di pengadilan dan telah meminta fasilitas telekonferensi.

Isabelle Arradon mengatakan bersaksi dalam pengadilan militer jelas merupakan kemungkinan yang menakutkan bagi banyak orang sipil. Pemerintah Indonesia perlu memastikan para saksi dari pelanggaran HAM militer tersebut bebas dari potensi balas dendam selama proses persidangan. (ZG

Detik-detik Eksekusi Tahanan: Senjata AK-47 Serda Ucok Sempat Macet

Bagus Kurniawan - detikNews

Bantul - Selain menginisiasi penyerangan LP Cebongan, Serda Ucok Tigor Simbolon juga mengeksekusi 4 tahanan titipan Polda DIY. Saat eksekusi, senjata AK-47 yang dipakai Serda Ucok sempat macet. Klek!

Cerita itu terungkap dalam dakwaan yang dibacakan oditur secara bergantian di Pengadilan Militer Yogyakarta, Jl Perempatan Ring Road Timur Banguntapan, Bantul, Kamis (20/6/2013).

Pada pukul 22.00 WIB, Jumat (22/4/2013), rombongan prajurit Kopassus yang dipimpin Serda Ucok berangkat dari markas di Kartasura, Sukoharjo. Sesampai di Yogyakarta, mereka berusaha mencari lokasi penganiayaan Sertu Sriyono, teman dekat Serda Ucok. Warga tidak tahu dan hanya menyebutkan ada rombongan tahanan ke LP Cebongan, Sleman.

Tersangka penganiayaan Sertu Sriyono adalah Marcel dan kawan-kawan. Sedangkan yang dibawa ke LP Cebongan adalah tersangka pembunuhan Serka Heru Santosa, Deki dan kawan-kawan.

Rombongan Serda Ucok menuju LP. Mengaku dari Polda DIY, mereka memaksa petugas LP membuka pintu gerbang. Petugas menolak. Rombongan Serda Ucok pun kalap dan memukul serta menendang petugas. Mereka juga merusak CCTV dan alat rekam di ruangan atas lapas.

Selanjutnya, mereka masuk menuju blok A sambil berteriak, 'Mana Deki?, Mana Deki?'. Setelah menemukan posisi Deki, Ucok beraksi. Prajurit berusia 36 tahun itu menembak Deki, Juan Manbait dan satu lainnya hingga tewas. Kurang satu, yakni Adek atau Yermianto.

Ternyata, Adek ada di dekat kamar mandi. Ucok pun langsung mengeksekusinya. Tapi senapan AK-47 miliknya macet. Ucok meminjam senapan temannya dan menembak Adek. Dor! Lengkap, 4 tewas seketika.

Usai eksekusi, teman-teman menepuk bahu Ucok. Kemudian mereka meninggalkan LP dengan melewati Jalan Yogya-Solo. Di Tegalgondo, Klaten, ada anggota rombongan berganti mobil. Ucok dkk menuju Gondosuli tempat latihan prajurit Kopassus. Tak ada yang mengetahui. Serda Ucok baru mengaku membunuh 4 orang setelah tim investigasi TNI yang dipimpin Brigjen Unggul K Yudhoyono.

Oditur mendakwa Ucok cs dengan dakwaan primair melakukan pembunuhan bersama-sama, subsidair melakukan pembunuhan secara bersama-sama. "Lebih subsidair melakukan penganiayaan hingga menyebabkan kematian," kata oditur Letkol Sus Budiharto.

Sidang dilanjutkan Senin pekan depan dengan agenda eksepsi terdakwa. Selain Ucok cs, sidang pembacaan dakwaan juga digelar untuk 9 prajurit Kopassus lainnya.


Cerita Terbakarnya Emosi Serda Ucok yang Berujung Penyerangan ke LP

Bagus Kurniawan - detikNews

Jakarta - Oleh Komandan Grup-2 Kopassus Kandang Menjangan Kartasura, seluruh prajurit diminta bersabar saat anggota Kopassus Serka Heru Santosa tewas di Hugo's Cafe Yogyakarta. Tapi emosi Serda Ucok Tigor Simbolon tak terbendung saat mendengar kabar anggota Kodim 0734 Yogyakarta yang juga mantan anggota Kopassus Sertu Sriyono dianiaya. Emosi itulah yang 'menuntun' Serda Ucok menginisiasi penyerangan ke LP Cebongan.

Hubungan Sertu Sriyono dengan Serda Ucok sangat dekat. Keduanya sama-sama menempuh pendidikan Kopassus di Batujajar, Bandung. Serda Ucok juga mengaku berutang budi karena pernah diselamatkan saat operasi militer di Aceh.

Karena itu, begitu mendengar Sertu Sriyono dianiaya, emosi Serda Ucok mendidih. Ia mengajak Serda Sugeng Sumaryanto dan Koptu Kodik dari tempat latihan di Gondosuli, Pegunungan Lawu, Karanganyar. Saat ini, keduanya jadi terdakwa, satu berkas dengan Serda Ucok.

Dari tempat latihan, Ucok cs kembali ke markas untuk mandi dan mengajak beberapa teman lainnya. Mereka berjanji akan ketemu di kantin Denma Kopassus milik Ny Agustinus. Mereka sempat berkeliling kompleks mencari teman.

Pukul 22.00 WIB, Jumat (22/4), rombongan yang berjumlah 12 orang berangkat. Di Yogyakarta, mereka sempat bertanya ke warga soal lokasi penganiayaan Sertu Sriyono, tapi tidak ketemu. Namun seorang warga menyebut ada rombongan mobil tahanan yang menuju LP Cebongan pada sore hari. Serda Ucok cs pun langsung menuju LP tersebut.

Bersenjata AK-47, Ucok cs berhasil memaksa petugas LP membuka gerbang. Di tempat itulah, Ucok mengeksekusi 4 tahanan kasus pembunuhan Serka Heru Santosa, Sabtu (23/4) dini hari, lalu kembali ke tempat latihan di Gondosuli tanpa ada yang mengetahui.

Cerita ini disampaikan oditur saat membacakan dakwaan setebal 61 halaman. Usai pembacaan dakwaan, hakim sempat bertanya apakah terdakwa mengerti dakwaan oditur. Ucok cs menjawab 'siap'. Sebagai penegasan, hakim minta oditur membacakan singkat dakwaan.

"Dakwaan primair melakukan pembunuhan bersama-sama, subsidair melakukan pembunuhan secara bersama-sama, dan lebih subsidair melakukan penganiayaan hingga menyebabkan kematian," jelas oditur Letkol Sus Budiharto.

Sidang dilanjutkan Senin pekan depan dengan agenda eksepsi terdakwa. Selain Ucok cs, sidang pembacaan dakwaan juga digelar untuk 9 prajurit Kopassus lainnya.

Jalan Panjang Penyerangan LP, dari Latihan Hingga Eksekusi 4 Tahanan

Bagus Kurniawan - detikNews

Bantul - Apakah penyerangan LP Cebongan, Sleman, terencana? Apakah spontan? Belum terungkap. Di dakwaan hanya diceritakan urutan kejadian saat 12 prajurit berangkat dari tempat latihan hingga eksekusi 4 tahanan.

Dakwaan setebal 61 halaman mengungkap bahwa kejadian itu berawal dari terbakarnya emosi Serda Ucok Tigor Simbolon saat mendengar teman seangkatannya, Sertu Sriyono, dianiaya kelompok Marcelus Bhigu cs. Ditambah kematian seorang anggota Kopassus Serka Heru Santosa akibat dibunuh kelompok Deki cs di Hugo's Cafe.

Serda Ucok mengajak dua temannya, Serda Sugeng Sumaryanto dan Koptu Kodik, bergabung 'membalaskan dendam'. Saat itu, Serda Sugeng Sumaryanto dan Koptu Kodik tengah berlatih di di Gondosuli, Pegunungan Lawu, Karanganyar. Mengendarai Toyota Avanza bernopol B 8446 XC, mereka bertiga keluar dari tempat latihan dengan membawa senjata AK 47 sekitar pukul 17.00 WIB, Jumat 22 Maret.

Serda Ucok cs kembali ke markas untuk mandi dan mengajak beberapa teman lainnya. Mereka berjanji ketemu di kantin Denma Kopassus milik Ny Agustinus. Di markas, mereka sempat putar-putar kompleks. Beberapa rekan yang ditemui dan diajak. Selain Avanza, mereka juga membawa mobil Suzuki APV.

Pukul 22.00, mereka berangkat ke Yogya. Jarak markas Kopassus dengan Sleman, Yogyakarta, kurang lebih 60 km. Di depan pos Provost, Ucok cs sempat ditanya oleh Wakil Komandan Regu Provost Serma Sutar dan mengaku akan ke Yogyakarta. Belakangan, Serma Sutar dijadikan terdakwa karena tak melapor ke atasan soal kepergian Ucok cs.

Rombongan menuju kawasan Lempuyangan dan Malioboro dan berharap bertemua penganiaya Sertu Sriyono, Marcel cs. Yang dicari, tak diketemukan. Rombongan meneruskan perjalanan menuju Ring Road Utara. Di dekat pospol kampus UTY sekitar pukul 24.00, mereka bertanya pada beberapa orang yang tidak dikenal soal tempat anggota Kopassus dianiaya. Salah seorang menjawab tidak tahu. Kemudian, ada salah satu yang mengatakan ada rombongan mobil tahanan yang menuju Lapas Cebongan pada sore hari.

Salah satu terdakwa tanya kepada rekannya di mana lapas Cebongan tapi dijawab tidak tahu. "Tidak tahu, Bang," kata oditur menirukan ucapan terdakwa saat membacakan dakwaan secara bergantian di Pengadilan Militer Yogyakarta, Jl Perempatan Ring Road Timur Banguntapan, Bantul, Kamis (20/6/2013).

Salah seorang tak dikenal yang memberikan info itu, kemudian menunjukkan arah ke LP. Rombongan tak kesulitan menemukan LP. Mereka turun dan terdakwa Ucok langsung menuju belakang mobil, membuka pintu. Dia langsung membagikan senjata kepada teman-temannya serta memakai penutup kepala atau sebo.

Karena pintu gerbang dikunci, prajurit baret merah ini meloncat pagar dan menuju pintu utama lapas. Mereka mengetuk pintu dan minta dibukakan pintu. Petugas jaga lapas lewat celah kecil bertanya maksud kedatangan mereka. Rombongan mengaku dari Polda DIY dan hendak meminjam atau ngebon Deki cs. Petugas tidak memperbolehkan dan meminta besok pagi saat jam kantor buka.

Ucok cs menodongkan senjata dan akhirnya masuk ruangan. Mereka menjemput Margo Utomo yang membawa kotak kunci di rumahnya, tak jauh dari lapas. Margo Utomo menelepon Kalapas Sukamto Harto, namun kemudian salah satu anggota Kopassus marah dan langsung memukul dan menendang petugas. Dia juga merusak CCTV dan alat rekam di ruangan lapas.

Selanjutnya, mereka masuk menuju blok A. 'Mana Deki, mana Deki?" teriak mereka.

Setelah mengetahui posisi Deki cs, Ucok beraksi. Dia menembak Deki dan dua temannya. Satu lainnya, Adek atau Yermianto, tidak kelihatan karena ada di dekat kamar mandi. Saat hendak mengeksekusi Adek, senapan AK 47 milik Ucok sempat macet. Ia lalu meminjam AK-47 temannya dan dor, dor, dor! 4 Tersangka pembunuhan Serka Heru Santosa akhirnya tewas akibat ditembus timah panas.

Setelah selesai, bahu Ucok ditepuk rekannya. Rombongan pergi dan meninggalkan lapas. Dini hari, mereka menyusuri jalan Yogya-Solo.

Di daerah Tegalgondo, Klaten, salah satu anggota rombongan berganti mobil. Ucok cs menuju Gondosuli, tempat latihan. Ucok cs langsung tidur, seolah tak terjadi apa-apa. Mereka juga ikut latihan lagi di Gondosuli. Mereka baru mengaku melakukan pembunuhan setelah bertemu Brigjen Unggul K Yudhoyono, ketua tim investigasi TNI.

Oditur mendakwa Ucok cs dengan dakwaan primair melakukan pembunuhan bersama-sama dan subsidair melakukan pembunuhan secara bersama-sama. "Lebih subsidair melakukan penganiayaan hingga menyebabkan kematian," kata oditur Letkol Sus Budiharto.

Sidang dilanjutkan Senin pekan depan dengan agenda eksepsi terdakwa. Selain Ucok cs, sidang pembacaan dakwaan juga digelar untuk 9 prajurit Kopassus lainnya.

Berkas Dakwaan Serda Ucok Cs Setebal 61 Halaman, Ini Intinya

Bagus Kurniawan - detikNews

Bantul - Pembacaan dakwaan untuk Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto, dan Koptu Kodik, telah selesai. Berkas setebal 61 halaman itu dibaca 2 jam lebih. Oditur menyampaikan inti dakwaan menjelang sidang diakhiri.

Sekitar pukul 12.35 WIB, hakim Letkol ChkJoko Sasmito bertanya apakah terdakwa mengerti isi dakwaan. Seperti sebelumnya, Serda Ucok Cs menjawab' siap'. Namun hakim tampak kurang sreg. Ia pun meminta oditur membacakan ulang inti dakwaan.

"Dakwaan primair melakukan pembunuhan bersama-sama, subsidair melakukan pembunuhan secara bersama-sama, dan lebih subsidair melakukan penganiayaan hingga menyebabkan kematian," jelas oditur Letkol Sus Budiharto di Pengadilan Militer Yogyakarta, Jl Perempatan Ring Road Timur Banguntapan, Bantul, Kamis (20/6/2013).

Dalam dakwaan, oditur juga menyebut beberapa barang bukti. Di antaranya mobil Avanza, 3 buah senjata AK-57, 2 magasin AK-47, dan 2 replika senjata api.

Setelah berkonsultasi dengan penasihat hukum, terdakwa menyatakan akan mengajukan eksepsi Senin pekan depan. Sidang pun ditutup. Pengunjung bubar.

Ucok cs dibawa ke ruang tahanan pengadilan. Ia berkumpul dengan terdakwa lain yang menunggu giliran untuk diajukan ke meja hijau.

KontraS Khawatir Dakwaan Kasus LP Cebongan Tak Adil

Salmah Muslimah - detikNew

Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) khawatir dakwaan yang diajukan Jaksa dalam kasus LP Cebongan tidak bersifat kongkrit dan fair. Sebab, dalam kasus ini meski para pelaku memiliki niat membunuh, namun tugas dari masing-masing berbeda.

"Yang kami khawatirkan adalah dakwaan yang tidak kongkrit melihat peristiwa pembunuhan 4 orang di LP Cebongan ini dilakukan 12 pelaku dengan peran yang berbeda," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta, Kamis (20/6/2013).

Haris mengatakan dakwaan jaksa nantinya dikhawatirkan akan berujung pada beban individual. Pelaku ada yang didakwa dengan tuduhan membunuh dan ada juga yang didakwa dengan perbuatan pengrusakan.

"Mereka sama-sama punya motif membunuh tapi nanti dakwaannya yang satu membunuh yang satu cuma merusak CCTV, itu saya rasa tidak fair," ucap Haris.

Haris mengungkapkan, sejak awal kasus ini muncul, KontraS sudah mengatakan ada unsur kesenganjaan, di mana pada 19 Maret pagi Polda Jogja dan TNI setempat sudah mengetahui perihal eksekusi ini. Namun mereka dengan sengaja tidak melakukan pencegahan yang efektif, hingga akhirnya peristiwa berdarah ini benar-benar terjadi pada 23 Maret dini hari.

"Harusnya tanggal 19 itu masuk dalam dakwaan ini. Tapi saya khawatir pasal 340 yang dikenakan jaksa itu hanya akan diambil saat 23 Maret dini hari saja, yang nantinya ujung dakwaan terencana itu hanya pada 12 orang saja. Menurut saya itu tidak fair, hanya membidik pelaku lapangan," ujar Haris.

Haris juga mengungkapkan kekhawatirannya, Pengadilan Militer yang mengadili kasus Cebongan tidak mampu memeriksa lebih jauh jika ternyata memang ada keterlibatan petinggi militer atau polisi yang patut diminta pertanggungjawabannya karena mereka dinilai gagal mencegah.

Haris berharap dalam peradilan ini Jaksa tidak menuntut pelaku dengan hukuman mati. Sebab dalam pasal yang dikenakan kepada para pelaku yakni pasal 340 jo 338 dan 170 KUHP dan pasal 130 dan 122 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) ancaman maksimal adalagh hukuman mati.

"Ini kan ancaman hukuman mati, rumusnya tidak ada pelanggaran ham dalam menyelesaikan kasus pelanggaran ham. Auditor militer diharap menuntut paling tinggi seumur hidup jangan ada hukuman mati lah," kata Haris.

"Saya pikir keadilan bukan sekedar pelakunya dihukum mati atau tidak, tapi memastikan ada penghukuman yang layak dan memastikan tidak ada lagi peristiwa seperti itu," tukasnya.

Hari ini sidang kasus LP Cebongan digelar di Pengadilan Militer II/11 Yogyakarta. Sebanyak 12 anggota Kopasssus akan diadili dengan dakwaan membunuh 4 tersangka kasus pembunuhan anggota Kopassus, Sertu Heru Santosa.

23 Calon Hakim Agung Masuki Tahap Wawancara

Prins David Saut - detikNews

Jakarta - 23 Calon hakim agung (CHA) lolos dalam seleksi kepribadian, kesehatan, dan rekam jejak yang dilakukan oleh Komisi Yudisial (KY). Seleksi selanjutnya yang akan mereka tempuh adalah tahap wawancara.

"Terdiri dari 10 orang bidang pidana dengan 8 orang dari jalur karir dan 2 orang jalur non karir. 10 orang bidang perdata dengan 7 orang jalur karir dan 3 orang jalur non karir. 3 orang bidang Tata Usaha Negara (TUN) yang kesemuanya dari jalur karir," kata Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar melalui pesan singkatnya kepada detikcom, Kamis (20/6/2013).

Asep menambahkan para calon yang akan mengikuti tahapan seleksi selanjutnya terdiri dari 20 pria dan 3 perempuan. Di antara 23 orang tersebut, 15 orang adalah CHA yang gagal pada seleksi sebelumnya dan 8 orang baru mendaftar.

"Wawancara akan diselenggarakan terbuka pada 22 Juli hingga 26 Juli 2013," ujar Asep.

Dengan tersisa sebanyak 23 orang berarti KY telah menyisihkan 21 orang CHA. KY hanya akan mencari 7 orang CHA untuk mengisi 6 kursi hakim agung dan menambahkan 1 orang untuk mengisi kekurangan hakim pada periode sebelumnya.

Ini nama-nama 23 orang CHA yang akan mengikuti seleksi wawancara:

Kamar perdata


1 Arofah Windiani (Kepala Prodi FH UM Jakarta)
2. Hartono Abdul Murad (Hakim tinggi PT Denpasar)
3. Heru Iriani (Hakim tinggi PT Yogyakarta)
4. James Butar Butar (Hakim tinggi PT Samarinda)
5. Khudori Aziz (Hakim tinggi Pengawas MA RI)
6. M. Duma Tandirapak (Dosen UKI Paulus Makassar)
7. Manahan M.P Sitompul (Hakim tinggi PT Medan)
8. Sudrajat Dimyati (Hakim tinggi PT Pontianak)
9. Yanto Sufriadi (Direktur Pasca Sarjana Universitas Hazarin Bengkulu)
10. Zahrul Rabain (Wakil ketua PT Gorontalo)

Kamar pidana


1. Adam Hidayat Abuatiek (Wakil Ketua PT Bangka Belitung)
2. Asnahwati (Hakim tinggi PT Jakarta)
3. Eddy Army (Hakim tinggi PT Tanjung Karan)
4. Edi Widodo (Hakim tinggi PT Pekan Baru)
5. Kuat Puji Prayitno (Dosen UNSOED Purwokerto)
6. M. Jusran Thawab (Hakim tinggi PT Jakarta)
7. Maruap Dohmatiga Pasaribu (Wakil ketua PT Medan)
8. Mulijanto (Hakim tinggi PT Palembang)
9. Sumardjiatmo (Hakim tinggi PT Bandung)
10. Tiarsen Buaton (Kasubdit Bin Puankum Ditkumad Jakarta)

Kamar Tata Usaha Negara (TUN)


1. Bambang Edy Sutanto Soedewo (Wakil ketua PT TUN Surabaya)
2. Is Sudaryono (Ketua PT TUN Medan)
3. Yosran (Hakim tinggi PT TUN Medan)

Senin, 17 Juni 2013

Langkah Panjang Menuju Penghapusan Hukuman Mati





Rabu, 12 Juni 2013

Tak Terbukti Danai Pembom JW Marriot, MA Kabulkan PK Ali

Prins David Saut - detikNews

 Jakarta - Al Khelaiw Ali Abdullah A alias Ali akhirnya menghirup udara bebas setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) atas dakwaan memberi bantuan dana kelompok teroris Noordin M Top. MA menyatakan Ali tak terbukti melakukan dakwaan tersebut.

Awalnya pria kelahiran Arab Saudi tersebut datang ke Indonesia pada November 2008 menggunakan paspor Arab Saudi. Ali hendak membuka tempat usaha di Indonesia dengan meminta bantuan sejumlah temannya.

Pria berusia 58 tahun tersebut kemudian bertemu Iwan Hendriansyah yang memperkenalkannya dengan Syaifudin Zuhri (meninggal ditembak Densus 88). Kemudian, Ali bertemu Enjun dan berkonsultasi terkait peluang usaha di Indonesia.

Disarankan membuka warnet, Ali kemudian mentransfer uang sebesar Rp 54 juta kepada mertua Iwan. Kemudian Iwan memberikan sebagian uang tersebut kepada Syaifudin.

Bermodalkan uang tersebut, Syaifudin bertemu Ibrahim alias Boim (meninggal ditembak Densus 88), Noordin M Top (meninggal), dan Dani Dwi Permana merencanakan pemboman di JW Marriott Kuningan, Jakarta Selatan, pada tahun 2009. Dani mengajukan diri menjadi eksekutor bom bunuh diri.

"Memberikan bantuan dan kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas tuntutannya terhadap Ali dalam salinan putusan PK yang diunggah MA pada hari Rabu (12/6/2013) ini.

Namun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) tidak sependapat dengan tuntutan JPU yang menuntut Ali dipidana penjara 9 tahun.

Dalam putusan tanggal 28 Juni 2010, PN Jaksel memutuskan Ali tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah membantu pelaku tindak pidana terorisme. Namun Ali divonis bersalah telah melanggar UU No 9/1992 tentang Keimigrasian.

"Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyalahgunakan izin keimigrasian dan mempidanakan terdakwa penjara satu tahun dan enam bulan," tulis salinan MA ini.

JPU tidak menyerah dan mengajukan banding, namun Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menguatkan putusan PN Jaksel pada tanggal 8 September 2010. JPU kemudian mengajukan Kasasi ke MA, dan majelis hakim kasasi membatalkan putusan PN Jaksel dan PT Jakarta.

"Membatalkan putusan PT DKI Jakarta dan menyatakan terdakwa terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memberikan bantuan pada pelaku tindak pidana terorisme dengan memberi atau meminjamkan uang, dan menyalahgunakan izin keimigrasian yang diberikan. Terdakwa dijatuhkan pidana penjara 9 tahun," ujar majelis hakim kasasi pada tanggal 12 Januari 2011.

Kini giliran Ali yang mengajukan PK. MA pun mengabulkan PK-nya, dan Ali hanya menjalankan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan dipotong masa tahanan. Pidana tersebut karena Ali telah melanggar UU Keimigrasian, bukan karena membantu pelaku teroris.

”Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyalahgunakan izin keimigrasian,” tulis putusan PK ketua majelis hakim Djoko Sarwoko yang didampingi hakim anggota Mansur Kartayasa dan Surya Jaya pada 23 Februari 2012.

Senin, 10 Juni 2013

PN Jakpus Vonis Bebas 3 Terdakwa Penerima Uang Bank Century

Prins David Saut - detikNews

Jakarta - Raden Mas Johanes, Stefanus Farok, dan Umar Muchisin dinyatakan tidak terbukti terlibat pencucian uang dari terpidana skandal Bank Century Robert Tantular. Ketiganya pun dinyatakan bebas murni.

"Ketiga terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan, sekaligus memulihkan namanya dari segala tuntutan hukum," kata majelis hakim Bagus Irawan dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, Senin (10/6/2013).

Pertimbangan majelis hakim adalah kasus money laundring yang didakwakan tidak disertakan hasil analisis Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Uang yang disita Mabes Polri sebesar Rp 20 miliar dari rekening Yayasan Fatmawati dinilai majelis hakim bukanlah uang para terdakwa.

"Makanya penyitaan uang itu pada 11 Juni 2012 tidak sambung," kata kuasa hukum para terdakwa Hermawi Taslim menanggapi pertimbangan hakim usai persidangan.

Putusan ini membuat para terdakwa bebas dari tuntutan 7 tahun pidana penjara yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mustofa. Menurut Mustofa, para terdakwa bersalah melakukan pencucian uang sesuai pasal 6 UU No 15/2002 dan telah diubah menjadi UU No 25/2003 tentang Pencucian Uang.

Mustofa mengaku akan memperdalam kasus ini untuk mengajukan banding atasan putusan majelis hakim. "Kita pikir-pikir dulu (bandingnya)," kata Mustofa.

Kasus ini bermula ketika ketiga terdakwa membeli sebidang tanah dari yayasan Fatmawati dengan harga Rp 65 miliar. Sehingga muncul dugaan uang pembayaran berasal dari Robert Tantular melalui terpidana Toto Kuntjoro.

Thorik Teroris Tambora Dihukum 7 Tahun Penjara

Septiana Ledysia - detikNews

Jakarta - Muhammad Thorik terdakwa teroris tambora dihukum 7 tahun penjara oleh majelis hakim PN Jakarta Barat. Thorik terbukti bersalah melanggar UU pemberantasan terorisme.

"Dengan ini majelis hakim menyatakan terdakwa Muhammad Thorik dihukum 7 tahun penjara dikurangi masa tahanan selama terdakwa ditahan," ujar Hakim Juferri F Rangka dalam persidangan di ruang sidang Mudjono di PN Jakarta Barat, Senin (10/6/2013).

Juferri mengatakan Thorik terbukti bersalah melanggar Pasal 15 juncto 9 UU terorisme tahun 2002. Dan Thorik harus membayar denda sebesar Rp 5.000.

Mendengar putusan Hakim terdakwa Thorik menerima keputusan itu dan tidak akan menyerahkan banding. "Iya saya terima," ujar Thorik saat ditanya hakim.

Thorik pun mengatakan, keputusan hukuman yang diterima untuk dirinya merupakan takdir yang harus dia terima. "Walaupun saya menyerahkan diri, namun biar Allah yang mengadili putusan hakim tadi," ujar Thorik setelah mendengar putusan.

Jaksa Penuntut Umum, Rini Hartati mengaku puas dengan keputusan itu. "Saya kan menuntut 8 tahun kalau dihukumnya 7 tahun ya saya puas," imbuhnya.

Minggu, 09 Juni 2013

Jika Azas Hukum Ditaati, Budiono tak Akan Luput

INILAH.COM, Jakarta - Pengamat hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Muzakir mengatakan setiap orang yang melakukan tindakan korupsi harus diproses secara hukum, tidak ada pengecualian warga biasa dan melibatkan para tokoh ataupun pejabat.

"Jika penegakan hukum berdasarkan ilmu hukum pidana, azas-azas hukum ditaati, dan tentu saja akan dilibas setiap orang yang melakukan korupsi," kata Muzakir ke INILAH.COM melalui pesan singkatnya, Minggu (9/6/2013).

Dia menuturkan bahwa hal tersebut juga tak terkecuali dalam kasus Century termasuk dua orang yang disebut-sebut bertanggung jawab yaitu mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan mantan Gubernur Bank Indonesia Budiono. "Tidak terkecuali Budiono atau Sri Mulayni, atau yang lainnya," tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, tim pengawas kasus dana talangan Bank Century DPR RI mendapatkan bukti baru berupa dokumen surat kuasa ditanda tangani Gubernur Bank Indonesia (BI) yang dijabat Boediono.

Surat kuasa tersebut diberikan kepada tiga pejabat BI yakni Direktur Direktorat Pengelolaan Moneter Eddy Sulaeman Yusuf, Kepala Biro Pengembangan dan Pengaturan Pengelolaan Moneter Sugeng, dan Kepala Biro Operasi Moneter Dody Budi Waluyo.

Dalam surat tertulis tanggal 14 November 2008 itu, ketiganya diberi kuasa untuk bertindak baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama Bank Indonesia menanda tangani akta gadai dan FPJP PT Bank Century.

Dody membenarkan hal tersebut. Dia mengaku menerima surat kuasa kuasa Nomor 10/68/Sr.Ka/GBI dari Gubernur Bank Indonesia tahun 2008, Boediono. Dody diberi kuasa untuk penyaluran dana FPJP ke Bank Century.

Penyaluran FPJP itu sesuai dengan PBI No.10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008 tentang FPJP bagi bank umum sebagaimana diubah dengan PBI No.10/30/PBI/2008 tanggal 14 November 2008 tentang perubahan atas PBI No.10/26/PBI/2008 tentang FPJP bagi bank umum. [yeh]

Selasa, 04 Juni 2013

Tabrak UU, Vonis di Bawah Ancaman Minimal Dikuatkan MA

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Beberapa UU tidak hanya memberikan ancaman hukuman maksimal tetapi juga ancaman hukuman minimal. UU menetapkan hukuman yang dijatuhkan hakim tidak boleh lebih rendah dari hukuman minimal tersebut. Tapi dalam pelaksanaannya, beberapa vonis hakim menyimpang dari perintah UU itu.

Seperti terungkap dalam putusan kasasi yang dilansir website MA, Selasa (19/2/2013), perkara tersebut bernomor 2575 K/Pid.Sus/2011 dengan terdakwa Eko Triyanto (28), warga Desa Peteling Jaya, Sungai Gelam, Jambi.

Kasus ini berlatar belakang saat Eko melihat anak laki-laki kecil yang berusia 3 tahun yang tengah bermain di depan rumah Sukrino pada 5 Desember 2010. Lantas Eko terpikir membawa bocah itu jalan-jalan ke Bandara Sultan Thaha, Jambi. Setelah sampai di Bandara, Eko membeli dua tiket pesawat Sriwijaya Air dengan tujuan Jakarta.

Sesampainya di Jakarta, Eko membawa anak tersebut ke rumah temannya di Bekasi. Kepergian ini tidak diketahui orang tua anak tersebut. Pada 11 Desember, Eko dibekuk oleh aparat kepolisian setelah mendapat laporan orang tua bocah.

Atas kasus ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan tuntutan 7 tahun penjara karena Eko melanggar Pasal 83 UU 23/2002 Perlindungan Anak. Ancaman pasal tersebut minimal dihukum 3 tahun penjara.

Pada 8 Agustus 2011, Pengadilan Negeri (PN) Sengeti menghukum Eko selama 1,5 tahun atau di bawah ancaman minimal UU. Atas putusan ini, JPU pun banding. Tetapi Pengadilan Tinggi Jambi menguatkannya pada 25 Oktober 2011.

Hal ini membuat JPU kaget karena vonis setengah dari ancaman minimal. Lantas JPU pun kasasi tetapi lagi-lagi kandas.

"Menolak kasasi JPU," demikian putusan kasasi yang diputus ketua majelis hakim agung Zaharuddin Utama dengan anggota hakim agung Salman Luthan dan Andi Samsan Nganro.

Dalam putusan kasasi setebal 8 halaman tersebut, MA menilai vonis tingkat pertama dan banding sudah benar. Menurut MA, vonis dibenarkan sepanjang tidak melampui batas maksimal.

"Alasan kasasi tidak dapat dibenarkan oleh karena berat ringannya hukuman dalam perkara ini adalah wewenang judex facti (PN dan PT-red) yang tidak tunduk pada kasasi kecuali apabila judex facti menjatuhkan hukuman melampaui batas maksimum yang ditentukan atau hukuman yang dijatuhkan kurang cukup dipertimbangkan," demikian alasan kasasi yang diketok pada 2 Maret 2012 silam.

Hakim Agung: Putusan MK Soal Anak Biologis Menusuk Perasaan Umat Islam

Andi Saputra - detikNews


Jakarta - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pengakuan anak biologis yang bisa mendapatkan nafkah terus menjadi kajian banyak ahli dan praktisi. Tidak terkecuali hakim agung Habibburahman yang menilai putusan itu sangat menyakiti perasaan umat Islam.

"Amar putusan MK yang berisi pengakuan terhadap anak di luar nikah, bertentangan dengan maqashid asy syari'ah dan amat menusuk perasaan umat Islam yang menjunjung tinggi ajaran Islam," kata Habibburahman seperti dilansir website MA, Senin (4/6/2013).

Pendapat ini dituangkan dalam makalah ilmiah dengan judul 'Posisi dan Kedudukan Anak di Luar Pernikahan' yang disampaikan dalam Rakernas MA akhir tahun lalu. Dalam kacamata Habibburahman, pembentukan hukum dalam Islam harus tidak terlepas dari maqashid asy syari'ah . Meskipun produk MK in casu bukan sebagai produk peradilan Islam, akan tetapi pengaruh putusan tersebut tidak dapat dipisahkan dari keberadaan umat yang lebih kurang 85 persen beragama Islam. Oleh karenanya wajar bila umat Islam khususnya pemuka-pemuka Islam menyoroti putusan tersebut.

"Putusan MK in casu telah melanggar sendi-sendi pembentukan hukum daf'udh-dharr muqaddamun 'ala jalbil mashlih," lanjut Habibburahman.

Bagi Habiburahman, dalih melindungi kepentingan anak yang tidak berdosa tidak harus melegalkan kumpul kebo dan tujuan putusan MK tersebut minimal memberi
ancaman rasa takut kepada laki-laki berbuat seenaknya. Hal ini juga tidak adil, mengapa laki-laki saja yang harus dibikin jera (kapok), sebaliknya perempuan nakal bahkan dilindungi.

"Dengan bahasa lain daf'udh-dharar muqaddamun 'ala jalbil mashalih.
Kerusakan yang akan ditimbulkan oleh penerapan putusan MK tersebut lebih
besar, dibandingkan manfaatnya yang hanya membela seorang anak," papar Habibburahman.

Seperti diketahui, MK tahun lalu memutuskan pasal 43 ayat (1) UU No 1/1974 tentang Perkawinan diubah dan menjadi 'anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya'.

Putusan ini terkait permohonan uji materi yang diajukan Machica Mochtar. Artis dangdut ini menikah siri dengan Moerdiono -- kala itu Mensesneg -- pada 20 Desember 1993. Pernikahan ini membuahkan M Iqbal Ramadhan.

Namun pernikahan ini tidak berlangsung lama, berakhir 1998. Pada Juli 2008, keluarga besar Moerdiono mengadakan jumpa pers, yang isinya tidak mengakui Iqbal sebagai anak Moerdiono. Pada 2010, Machica berjuang lewat MK untuk mendapatkan pengakuan tentang status hukum anak Iqbal. Perjuangan Machicha berakhir dengan kemenangan. Sementara, Moerdiono telah tutup usia pada 7 Oktober 2011.

Senin, 03 Juni 2013

Pengelola Parkir Belum Tahu Divonis MA Ganti Kendaraan yang Hilang

Robert - detikNews

Samarinda - Mahkamah Agung (MA) menghukum pengelola parkir Mal Lembuswana, Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) untuk mengganti dua sepeda motor yang hilang. Namun pengelola belum mengetahui adanya putusan tersebut.

"Saya belum tahun hasilnya dan belum menerima salinannya," kata manajer operasional PT Cipta Sumena Indah Satresna, Feri Patadungan saat dihubungi detikcom, Senin (3/5/2013).

Vonis MA ini dijatuhkan atas hilangnya sepeda motor Ramdhan dan Ariyanti. MA menghukum PT Cipta membayar masing-masing Rp 17,5 juta atas sepeda motor yang hilang pada pertengahan 2008 silam.

PT Cipta malah baru mengetahui kekalahan kasus tersebut dari media massa. Sehingga PT Cipta tidak mau berspekulasi atas putusan ini.

"Oh ya? Saya malah belum tahu. Kita belum bisa berandai-andai seperti apa sikap kita dengan sikap kita karena kita belum menerima salinan putusannya," ujar Feri.

Pada 15 Juni 2009, Pengadilan Negeri (PN) Samarinda mengabulkan gugatan Ramdhan dan Ariyanti. PN menghukum PT Cipta untuk membayar masing-masing kerugian sebesar Rp 12,5 juta. Putusan ini dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Samarinda. Vonis ini diperberat oleh MA dengan menaikkan nilai hukuman menjadi Rp 17,5 juta per penggugat. Nilai ini sesuai harga sepeda motor saat hilang.

MA Hargai Korban Pelacuran Rp 20 Juta Cermin Buruknya Penegakan Hukum

Prins David Saut - detikNews

Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menghargai masa depan anak yang dijadikan pelacur sebesar Rp 20 juta. Putusan ini dinilai menjadi salah satu putusan yang terburuk dalam proses penegakan hukum dan perlindungan perempuan di Indonesia.

"Ini jadi preseden buruk untuk melakukan penegakan hukum. Yang disalahkan selalu perempuan yang sebenarnya korban dari para pelaku," kata mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Erna Ratnaningsih kepada detikcom, Senin (3/6/2013).

Mendengar putusan ini, Erna langsung mempertanyakan kapabilitas dan kredibilitas hakim agung dalam memahami prinsip-prinsip kesetaraan gender. Majelis kasasi itu diketuai oleh Imron Anwari dengan anggota Timur Manurung dan Hakim Nyak Pha.

"Harusnya ditraining gender, dia (para hakim agung) sepertinya kurang memahami kerugian yang dialami perempuan," ujar Erna yang aktif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.

Erna melihat keseluruhan kasus yang terjadi di Dumai, Riau, ini tidak seimbang karena tidak ada penyelesaian hukum pidana untuk pelaku utama. Sementara, kerugian yang dialami korban sangat mendalam. Korban pelacuran akan mengalami penderitaan sepanjang sisa hidupnya.

"Seharusnya yang diproses adalah pelaku yang memperjualbelikan perempuan ini untuk bekerja secara seksual," ujar pemerhati masalah trafficking di Indonesia ini.

Erna menilai yang ganti rugi Rp 20 juta sama saja tidak menghargai kerugian masa depan korban tersebut. Pasalnya, sebagian besar korban trafficking mengalami kesulitan hidup berkeluarga dan bekerja.

"Dalam kondisi korban trafficking itu proses pidana dia seharusnya tidak diberlakukan, bahkan tidak sampai hakim memutuskan," ujar Erna.

Kasus trafficking ini terbongkar oleh salah satu korban yang melewati penjaga dan mengirimkan surat kepada keluarga pada Februari 2000 silam. Dalam putusan kasasi, MA mengganjar pengelola tempat hiburan malam itu sebesar Rp 30 juta.

"Kerugian materil Rp 10 juta sedangkan kerugian immateril Rp 20 juta untuk kerugian moril karena takut, tertekan atau rasa malu serta kerugian masa depan secara sosial masyarakat," putus MA dalam kasasi bernomor 137 K/Pdt/2008.