Selasa, 29 April 2014

Dada Rosada divonis 10 tahun penjara

Pewarta: Ajat Sudrajat

Bandung (ANTARA News) - Dada Rosada, mantan Wali Kota Bandung yang juga terdakwa perkara pengurusan perkara banding dana bantuan sosial (Bansos) Pemkot Bandung Tahun Anggaran 2009 hingga 2010, divonis 10 tahun penjara, membayar Rp600 juta subsider tiga bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Bandung.

"Menyatakan terdakwa Dada Rosada telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama dan berkelanjutan, dengan itu menjatuhi 10 tahun penjara dikurangi tahanan dan denda sebesar 600 juta, subsider tiga bulan kurungan penjara," kata Majelis Hakim Nur Hakim, di Ruang Sidang Utama Pengadilan Tipikor Bandung, Senin.

Vonis tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan Tim JPU dari KPK yang menuntut Dada Rosada dengan penjara 15 tahun dan membayar denda sebesar Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan.

Nur Hakim mengatakan terdakwa Dada Rosada dan Edi Siswadi terbukti telah menyuap mantan hakim Setyabudi Tedjocahyono dan hakim Pengadilan Tinggi Bandung agar tujuh terdakwa kasus korupsi Bantuan Sosial Pemerintah Kota Bandung 2009-2010 divonis ringan. 

Dada Rosada terbukti telah melanggar pasal 6 ayat 1 huruf (a) dan Pasal 5 ayat 1 huruf (a) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KHU-Pidana jo pasal 55 ayat 1 KHU-Pidana jo UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut dia, ada sejumlah hal yang memberatkan terdakwa seperti sebagai pejabat terdakwa tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi, terdakwa melakukan pembiaran korupsi anak buahnya.

"Dan bahkan ikut dan berperan aktif, perbuatan terdakwa juga merusak citra peradilan," katanya.

Sementara itu, ada sejumlah hal yang meringankan terdakwa Dada Rosada seperti dinilai berterus terang dan menyesali perbuatannya. 

"Kemudian terdakwa bersikap sopan, juga tidak pernah dihukum sebelumnya dan semasa 10 tahun memimpin Bandung mendapatkan beberapa penghargaan," kata dia.

Atas vonis yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung Dada Rosada menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding namun vonis tersebut dinilai terlalu berat.

"Walaupun lima tahun lebih ringan, tapi kemudian kami menyatakan pikir-pikir, ini terlalu berat," kata Kuasa Hukum Terdakwa Dada Rosada, Abidin.

Menurut Abidin, kliennya dalam perkara tersebut adalah korban pemerasan Toto Hutagalung. 

"Klien kami tidak pernah berinisiatif menyuap hakim Setyabudi Tejocahyono dalam perkara kepengurusan bansos kota Bandung di tingkat pengadilan pada 2012," kata dia.

Minggu, 27 April 2014

Komisi Yudisial Akan Serahkan iPod Nurhadi ke KPK

TEMPO.COJakarta - Ketua Komisi Yudisial Bidang Rekrutmen, Hakim Taufiqurrahman Syahuri, menyatakan lembaganya akan menyerahkan souvenir pernikahan anak Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi berupa iPod Shuffle berkapasitas 2 gigabita ke Komisi Pemberantasan Korupsi besok.
Hal tersebut dilakukan setelah KPK menetapkan iPod tersebut sebagai gratifikasi dan harus diserahkan untuk negara. "Besok, Senin, saya akan langsung menyerahkan ke KPK," kata Taufiqurrahman saat dihubungi, Ahad, 27 April 2014.
Ia menyatakan, KY sebelumnya sudah melaporkan iPod tersebut kepada KPK. Akan tetapi lembaga anti rasuah tersebut meminta KY untuk kembali menyimpannya hingga ada keputusan dan penilaian dari Direktorat Gratifikasi. "Akan kita antarkan semua," kata dia.
Taufiqurrahman menyatakan, KPK adalah lembaga yang memiliki otoritas dalam menentukan status sebuah barang pemberian. Keputusan KPK secara otomatis langsung menjadi norma hukum yang wajib dipatuhi. "Langsung ada sanksi pidana kalau tak melaksanakan."
Ia juga memaparkan, seluruh pimpinan lembaga dan hakim yang terkait atau menerima iPod tersebut harus menyerahkan ke KPK sebagai milik negara. Penolakan keputusan KPK, menurut dia, justru akan membawa konsekuensi yang lebih berat dan menyulitkan. (Baca juga: KPK: iPod Cenderamata Nurhadi Milik Negara).
"Kalau dari sisi pidana, mereka bisa kena ancaman pidana 20 tahun karena hitungannya menerima suap," kata dia.
Direktur Gratifikasi KPK, Giri Suprapdiono, memaparkan tiga alasan iPod Nurhadi wajib diserahkan untuk negara. Pertama, hakim dilarang menerima pemberian berapa pun nilainya terkait dengan perkara dan potensi konflik kepentingan.
Kedua, hakim memiliki batasan penerimaan barang di acara kultural maksimal Rp 500 ribu. Sedangkan harga iPod dari Nurhadi diperkirakan sekitar Rp 699 ribu ditambah biaya lainnya.
Ketiga, iPod harus diserahkan ke negara sebagai pertimbangan moral dan kepatutan etika agar hakim menjadi teladan dan tak melukai rasa keadilan masyarakat.
FRANSISCO ROSARIANS

Rabu, 23 April 2014

Akan Dipenjara, Nikita Mirzani Umrah

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak permohonan kasasi yang diajukan Nikita Mirzani. Artinya, dalam waktu dekat bintang film Nenek Gayung itu akan menjalani hukuman lima bulan penjara, sesuai dengan vonis Pengadilan Tinggi Jakarta.

Tak mau pusing dengan urusan hukum, Nikita memilih pergi umrah ke Arab Saudi. Ia pergi ke Tanah Suci bersama sebuah rombongan dari agen perjalanan selama 10 hari. Diungkapkan Nikita, sudah lama ia menyimpan keinginan untuk menginjakkan kaki ke Mekah.

"Niatnya dari awal Januari. Aku pengin ibadah, mendekatkan diri sama Allah," kata Nikita dihubungi via BlackBerry Messenger (BBM), Selasa (22/4/2014).

Di sana, Nikita mengaku akan memanjatkan banyak doa. Apakah ia juga berdoa agar terbebas dari ancaman lima bulan penjara? Nikita enggan menjawabnya. "Doa nya semoga dikasih kesehatan, biar bisa urus anak. Dikasih kesabaran, pokok nya doa-doa yang baik," imbuh Nikita.

Seperti diberitakan sebelumnya, Nikita dijatuhi hukuman lima bulan penjara oleh Pengadilan Tinggi Jakarta karena dinyatakan bersalah dalam kasus penganiayaan terhadap Olivia dan Beverly Maesandy di Kemang, Jakarta Selatan, pertengahan 2012 lalu. Sementara itu, Nikita sempat ditahan di Polda Metro Jaya selama 57 hari. Dengan kata lain, Nikita tinggal menjalani hukuman penjara 93 hari lagi.  - See more at: http://showbiz.liputan6.com/read/2040313/akan-dipenjara-nikita-mirzani-umrah#sthash.zscmYowv.dpuf

Selasa, 15 April 2014

Pantaskah Hakim Agung Digaji Rp 500 Juta per Bulan?

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki mengusulkan gaji hakim agung Rp 500 juta per bulan. Hal ini mencontoh layaknya gaji hakim agung di Singapura yang digaji Rp 450 juta per bulan.

Suparman menyampaikan hal ini di sela-sela pembukaan seleksi calon hakim agung di Megamendung, Bogor, Sabtu (5/4/2014). Jika hal ini terkabul, maka negara sedikitnya merogoh kocek Rp 25 miliar per bulannya untuk membayar 50 hakim agung yang duduk di Mahkamah Agung (MA).

Jika dibandingkan dengan para pejabat negara lainnya, mungkin usulan ini akan menjadikan hakim agung sebagai pejabat dengan gaji terbesar di Indonesia. Lantas, berapakah gaji para pejabat negara lain saat ini?

Berikut daftar terbaru gaji pejabat negara yang dirangkum detikcom:

1. Presiden RI
Presiden menerima gaji dan tunjangan sebesar Rp 62.497.800 per bulan.

2. Wakil Presiden RI
Sementara wakil presiden mendapat gaji Rp 20.160.000 dengan tunjangan Rp 22.000.000. Dengan demikian totalnya Rp 42.160.000.

3. Menteri dan Pejabat Setara Menteri
Seorang menteri sebulan digaji Rp 18 juta. Perinciannya adalah gaji pokok Rp 5.040.000, tunjangan jabatan Rp 13.608.000, sehingga totalnya adalah Rp 18.648.000.

4. Gubernur DKI Jakarta
Gaji sebesar Rp 3.448.500 dengan tunjangan jabatan Rp 5.130.000

5. Wakil Gubernur DKI Jakarta
Wakil Gubernur DKI Jakarat digaji Rp 2.810.100 per bulan dengan tunjangan jabatan sebesar Rp 4.104.000

6. Pejabat Eselon I dan II
Gaji pejabat eselon I bisa mencapai Rp 70 juta per bulan. Eselon II sekitar Rp 55-60 juta dan eselon III Rp 45 juta

7. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Kepala PPATK mendapat gaji pokok sebesar Rp 23.000.000 dan tunjangan jabatan sebesar Rp 15.000.000 

8. Wakil Kepala PPATK
Per bulan, Wakil Kepala PPATK digaji sebesar Rp 21.500.000 dan tunjangan Rp 12.000.000

9. Komnas HAM
Honorarium Ketua Komnas HAM per bulan Rp 23.750.000, Wakil Ketua per bulan Rp 22.500.000 dan anggota Rp 20.625.000.

10. Pejabat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Per bulan, ketua KPPU mendapat penghasilan sebesar Rp 30.712.000, Wakil Ketua sebesar Rp 29.176.000 dan anggota Rp 27.027.000.

11. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Dalam sebulan, Kepala LPS mengantongi Rp 175 juta sedangkan anggota Dewan Komisioner LPS dilaporkan mencapai Rp 140 juta per bulan.

12. Bank Indonesia
Gubernur BI Agus Martowardojo gajinya mencapai Rp 170,69 juta. Deputinya memiliki gaji per bulan sampai Rp 108,10 juta. Sedangkan Deputi Gubernur Senior BI mencapai Rp 140 juta.

13. Otoritas Jasa Keuangan
Ketua Dewan Komisoner OJK memiliki gaji Rp 154,10 juta.

14. KPK
Ketua KPK mendapat penghasilan kotor sekitar Rp 70 juta per bulan, sementara para wakilnya mendapat Rp 63 juta. Akan tetapi jumlah itu masih penghasilan kotor atau belum dikurangi pajak. Sehingga, bila sudah dikurangi pajak, gaji bersih pimpinan KPK sekitar Rp 40-50 juta.

15. Hakim Konstitusi
Setiap hakim konstitusi mendapat honorarium Rp 5 juta per kasus sengketa pilkada yang diputus. Sebagai contoh dalam tahun 2010, terdapat 224 kasus pilkada atau total Rp 1,1 miliar per hakim konstitusi per tahun.

Jumlah ini juga masih ditambah honor putusan Rp 3,5 juta, drafter putusan Rp 2 juta, honor sidang Rp 200 ribu per sekali sidang dan tunjangan Khusus Pengawalan Konstitusi (TKPK) Rp 200 ribu per hari kerja atau Rp 5 juta per bulan. Jumlah itu masih ditambah gaji bulanan yang berkisar Rp 30-40 jutaan per bulan.

Senin, 14 April 2014

Emir Moeis divonis 3 tahun penjara

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Jakarta (ANTARA News) - Politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Izederick Emir Moeis divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara penerimaan hadiah untuk memenangkan konsorsium Alstom Power Inc dalam tender Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tarahan Lampung 2004 dan dijatuhi hukuman penjara 3 tahun dengan denda Rp150 juta subsider 3 bulan penjara.

"Memutuskan menyatakan terdakwa Izederik Emir Moeis terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif kedua pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun dan denda Rp150 juta diganti kurungan 3 bulan penjara," kata ketua majelis hakim Matheus Samiadji dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.

Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan yang diminta jaksa penuntut umum KPK yan meminta agar mantan Ketua Komisi XI itu dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan penjara.

Hakim menilai bahwa Emir terbukti menerima 357.000 dolar AS yang dikirimkan oleh Presiden Pacific Resources Inc Pirooz Muhammad Sarafi melalui rekening PT Artha Nusantara Utama (ANU) di bank Century yaitu pada 2005 sejumlah 164.750 dolar AS dan pada 2006 sejumlah 259.000 dolar AS, namun ada sejumlah 67.000 dolar AS yang kembali diberikan ke Pirooz dalam bentuk tiket pesawat maupun uang, sehingga jumlah total yang diterima Emir adalah 357.000 dolar AS.

"Unsur menerima hadiah atau janji telah terpenuhi karena telah terlihat faktor objektif bahwa Pirooz sudah lama kenal dengan terdakwa dan sudah sering masuk kiriman dari Pirooz, terdakwa sering menanyakan ke Eka Sulianto dan Stephanie Marcella Waroruntu mengenai apakah tugas sudah terpenuhi maka majelis hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana telah terpenuhi dan terbukti," kata anggota majelis hakim Sofyaldi.

Eko Sulianto adalah Development Director Alstom Power ESI sedangkan Stephanie menjabat sebagai Kepala bagian private banking Bank Century.

Namun dua hakim anggota yaitu Afiantara dan Anas Mustaqim tidak menyetujui dakwaan tersebut (dissenting opinion).

"Hakim anggota 1 dan 2 tidak setuju dengan dakwaan alternatif kedua seperti yang diminta penuntut umum karena yang dinilai memenuhi adalah dakwaan pertama yaitu pasal 12 huruf b UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001," kata hakim Afiantara.

Dakwaan tersebut adalah mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. 

Kewajiban yang tidak dilakukan Emir menurut hakim adalah tidak melakukan fungsi pengawasan sebagai anggota DPR.

"Terdakwa tidak melakukan fungsi pengawasan tapi sebaliknya atas permintaan Pirooz dan dijanjikan fee yang diterima dari konsorsium Alasthom Power, walaupun Pirooz tidak efektif dalam pelaksanaan konsultasi tapi Pirooz tetap dibayar dengan nilai 1 persen dari kontrak, sehingga terdakwa sudah menerima 423.000 dolar AS berikut bunganya dari PT ANU, maka terdakwa terbukti sebagai anggota DPR Komisi VIII telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban terdakwa menerima uang barang dan jasa dari pihak lain sehingga pasal 12 huruf b terpenuhi," jelas hakim Afiantara.

Namun karena tiga hakim lainnya berpendapat dakwaan yang memenuhi adalah alternatif kedua, maka amar putusan menyatakan Emir bersalah berdasarkan pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Hal-hal yang memberatkan adalah tindakan terdakwa tidak mendukung program pemberantasan tindak pidana korupsi, tidak menguntungkan kultur bebas korupsi kolusi dan nepotisme bagi penyelenggara negara dan PNS, sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, berbakti menjadi anggota DPR selama 3 periode, masih punya tanggungan keluarga dan mengalami sakit yaitu sakit jantung," ungkap Matheus.

Atas putusan tersebut, Emir menyatakan masih akan mempelajarinya.

"Kami akan pelajari lebih dulu putasan itu, tapi yang penting bukan waktu hukuman melainkan kebenaran itu sendiri dan kedaulatan hukum kita atas intervensi asing itu yang lebih penting," kata Emir.

Sementara jaksa penuntut umum KPK juga menyatakan pikir-pikir.

Rabu, 02 April 2014

PTUN Batalkan Pengosongan Pasar Benhil

Oleh: Anton Hartono

INILAHCOM, Jakarta - Keputusan PD Pasar Jaya yang ingin mengosongkan Pasar Bendungan Hilir (Benhil) Kavling 36A, Jakarta Pusat akhirnya dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Sehingga, PD Pasar Jaya harus menunda dan mencabut Surat Keputusan (SK) pengosongan terhadap 41 kios pasar tersebut.

"Mengabulkan pokok perkara pengugat seluruhnya dan menyatakan batal surat keputusan berupa surat PD Pasar Jaya," ujar Ketua Majelis Hakim PTUN, Husban, Selasa (1/4/2014).

Dalam keputusan PTUN, PD Pasar Jaya wajib mencabut surat SK pengosongan kios dan harus membayar biaya perkara sebesar Rp191 ribu.

"Pertimbangannya karena tidak memenuhi 60 persen suara pedagang dari sosialisasi tersebut," tegasnya.

Menanggapi hal ini, Koordinator Pedagang Pasar Benhil Kavling 36A, Malwan Aruan mengatakan SK PD Pasar Jaya dianggap semena-mena. Karena mengeluarkan SK tanpa sosialisasi.

"Belum ada sosialisasi tapi kita sudah diusir," katanya.[dit]