Selasa, 30 April 2013

MA Tolak Kasasi Afriyani, 15 Tahun Penjara untuk 9 Nyawa

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi Afriyani Susanti atas hukuman 15 tahun penjara. Alhasil, vonis ini berkekuatan hukum tetap.

"Kasasi ditolak," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur kepada wartawan, Selasa (30/4/2013).

Putusan ini diadili oleh Artidjo Alkostar dengan hakim anggota Sri Murwahyuni dan Salman Luthan. Perkara tersebut diputus pada 25 April lalu dengan suara bulat atau tanpa dissenting opinion.

Pada 22 Januari 2012 lalu, Afriani mengemudikan mobil yang menabrak pejalan kaki di Jalan Ridwan Rais, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan orang tewas akibat kelalaiannya tersebut. Atas perbuatan ini JPU menuntut Afriyani dengan pidana penjara selama 20 tahun. .

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 29 Agustus 2012 menyatakan Afriyani terbukti bersalah melakukan tindak pidana mengemudikan kendaraan dengan cara atau dalam keadaan yang membahayakan nyawa orang lain. Ia terbukti melakukan kelalaian sebagaimana diatur di dalam UU Lalu Lintas dan Jalan Raya. PN Jakpus menghukum 15 tahun penjara.

Vonis ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dan MA.

Pejabat BNI Divonis 3 Tahun dalam Kasus Kredit Fiktif, Tapi Tak Ditahan

Khairul Ikhwan - detikNews

Medan - Tiga pejabat Bank BNI di Medan, Sumatera Utara (Sumut), divonis masing-masing tiga tahun penjara dalam kasus kredit fiktif senilai Rp 129 miliar. Tetapi hakim tidak memerintahkan penahanan.

Vonis itu dibacakan hakim dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Senin (29/4/2013) sore. Majelis hakim yang dipimpin Erwin Mangatas Malau tersebut juga menetapkan denda sebesar Rp 100 juta subsider satu bulan kurungan terhadap masing-masing terdakwa.

Para terdakwa tersebut, yakni Radiyasto mantan Pimpinan Sentra Kredit Menengah (SKM) BNI Cabang Jalan Pemuda Medan, Darul Azli mantan Pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Pemuda, dan Titin Indriani mantan Relationship BNI SKM Medan.

Vonis hakim ini jauh lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya jaksa mengajukan hukuman 8 tahun penjara kepada masing-masing terdakwa. Selain itu jaksa juga mengajukan denda Rp 500 juta subsider satu bulan kurungan.

Kendati vonis lebih ringan dari tuntutan dan hakim tidak memerintahkan penahanan, para terdakwa menyatakan keberatan atas vonis. Melalui kuasa hukumnya Baso Fakhruddin, mereka berencana mengajukan banding.

"Majelis hakim tidak mempertimbangkan beberapa fakta yang ada di persidangan," tukas Fakhruddin usai persidangan.

Keberatan atas vonis hakim juga disampaikan jaksa Robinson Sitorus. Rencananya tim jaksa juga akan mengajukan banding.

Kasus yang menjerat ketiga terdakwa ini bermula dari penyaluran kredit pada tahun 2009 kepada Boy Hermansyah, yang buron sejak Oktober 2011, selaku Direktur PT Bahari Dwi Kencana Lestari yang berada di Aceh. Kredit untuk usaha perkebunan senilai Rp 129 miliar itu ternyata tidak sesuai peruntukan, aset yang diagunkan juga bermasalah.

Dana yang dikucurkan tidak dipergunakan untuk kegiatan usaha seperti yang disampaikan. Dalam perhitungan kemudian diketahui, negara mengalami kerugian sebesar Rp 117,5 miliar. Para terdakwa lantas dijerat dengan UU Tindak Pidana Korupsi.

Jumat, 26 April 2013

MA Tolak Kasasi Miranda Gultom

Novi Christiastuti Adiputri - detikNews

Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi Miranda Gultom. Alhasil, terpidana perkara suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) itu harus meringkuk di penjara selama 3 tahun.

"Saya dapat informasi kasasinya ditolak," kata kuasa hukum Miranda, Andi Simangungsong kepada detikcom, Kamis (25/4/2013).

Perkara nomor 545 K/PID.SUS/2013 itu diadili oleh Artidjo Alkostar, M Askin dan hakim ad hoc MLU.

"Kami menunggu salinannya terlebih dahulu untuk mempelajari langkah hukum selanjutnya," lanjutnya.

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak permohonan banding yang diajukan Miranda. Dia tetap dihukum 3 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.

Putusan banding No. 56/PID/TPK/2012/PT.DKI atas nama Miranda Swaray Goeltom tertanggal 13 Desember 2012, menguatkan putusan Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Di Pengadilan Tipikor, majelis hakim menilai Miranda telah terbukti secara dan meyakinkan secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi berupa menyuap mantan anggota DPR Komisi IX periode 1999-2004 agar terpilih menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004.

Kamis, 25 April 2013

Pakar: MA Bertanggung Jawab Koreksi Putusan Susno

Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum dari Universitas Parahyangan Bandung, Liona Nanang Supriatna mengatakan, Mahkamah Agung (MA) memiliki tanggung jawab untuk mengoreksi putusan kasasi yang tidak melampirkan ketentuan penahanan Susno Duadji sebagaimana yang tertuang dalam pasal 197 KUHAP.
"MA harus bertanggung jawab dengan mengoreksi putusan. MA punya otoritas untuk mengoreksi itu," kata Liona Nanag ketika dihubungi dari Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan bahwa kekeliruan ada pada MA, mulai dari tahap putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta hingga kasasi di MA, sehingga menyebabkan amar putusan Susno Duadji tidak ada dasar hukumnya.
Suatu putusan yang dijatuhkan kepada seorang terpidana harus diikuti dengan ketentuan eksekusi penahanan, karena itu merupakan bentuk sanksi hukuman yang harus dijalani oleh terpidana.
"Kalau dia (Susno) diputuskan bersalah, sanksinya harus ada, misalnya ditahan. Kalau tidak ada sanksinya, bagaimana bisa dilakukan eksekusi," katanya.
Susno didakwa dalam kasus korupsi penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008.
Dia terbukti menyalahgunakan wewenang saat menjabat Kabareskrim, ketika menangani kasus PT SAL dengan menerima hadiah Rp500 juta untuk mempercepat penyidikan kasus itu.
Pengadilan juga menyatakan Susno terbukti memangkas Rp 4.208.898.749 yang merupakan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat saat menjabat Kapolda Jabar pada 2008, untuk kepentingan pribadi.
Dalam putusan perkara Nomor perkara 899 K/PID.SUS/2012 tertanggal 22 November 2012, MA menguatkan putusan PN Jaksel dan PT DKI Jakarta, dia divonis bersalah dan dihukum pidana 3 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Meski Susno dan tim kuasa hukumnya berpendapat putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu cacat hukum, pihaknya tetap mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, yang akhirnya menolak permohonan kasasi itu.
Susno mulai ditahan Polri pada 10 Mei 2010. Dia dikeluarkan demi hukum dari tahanan saat masih proses persidangan di PN Jaksel 18 Februari 2011, karena masa perpanjangan penahanannya sebagai terdakwa telah berakhir. Artinya dia sudah menjalani hukuman sekitar sembilan bulan. (ar)

Kejagung: Susno dan Yusril Jangan Beri Pemahaman yang Salah

Liputan6.com, Jakarta : Penolakan eksekusi terhadap Susno Duadji serta pernyataan Yusril Ihzaa Mahendra bahwa putusan kasasi terhadap mantan Kabareskrim Polri itu cacat hukum dinilai Kejaksaan Agung sudah tidak relevan lagi. Sebab, kasasi yang diajukan Susno sudah ditolak Mahkamah Agung.
"Kita lihat, baik pengacara maupun terpidana merasa putusan itu tidak bisa dilaksanakan. Di putusan itu MA menolak kasasi jaksa dan penasihat hukum, berarti jaksa melaksanakan putusan Pengadilan Tinggi (Jakarta)," terang Kapuspenkum Kejagung, Setia Untung Arimuladi, di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (24/4/2013).
Oleh karena itu, lanjut Untung, sudah seharusnya Susno dan Yusril mencontohkan pemahaman hukum yang benar. Karena setiap tindakan jaksa berdasarkan undang-undang, jadi bukan sembarangan melakukan eksekusi.
"Sesuai dengan Pasal 270 KUHAP, jaksa melaksanakan perintah undang-undang. Diharapkan dengan pelaksanaaan putusan pengadilan ini jangan menimbulkan multitafsir bahwa tidak ada alasan bagi jaksa untuk tidak mengeksekusi putusan pengadilan tersebut," papar Untung.
Hingga saat ini, jaksa eksekutor yang berada di Bandung, Jawa Barat, masih berusaha mengeksekusi Susno. "Kalau belum sampai di lapas berarti belum (berhasil dieksekusi)," ujar Untung.
Seperti diberitakan, saat ini Susno masih meminta perlindungan di Markas Polda Jabar. Namun, pihak kejaksaan menegaskan tidak gentar dan akan terus melakukan eksekusi.
Susno merupakan terpidana kasus korupsi penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan kasus dana pengamanan Pilkada Jabar 2008. Ia dinyatakan bersalah dan dihukum 3,5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Susno kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Namun, PT Jakarta menolak upaya banding tersebut. Kecewa, Susno kemudian mengajukan kasasi ke MA yang akhirnya juga ditolak.(Ado)

Andika mantan Kangen Band divonis tujuh bulan

Bandarlampung (ANTARA News) - Maesa Andika Setiawan atau Andika (29) mantan vokalis Kangen Band, divonis tujuh bulan penjara karena terbukti melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak.

"Andika telah melanggar pasal 81 ayat 2 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak," kata Ketua Majelis Hakim Binsar Siregar dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Bandarlampung, Rabu.

Menurut hakim itu, ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat tersebut adalah bagi setiap orang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain.

Korban juga telah mencabut pengaduannya justru pada saat penyidikan berjalan.

Hal yang memberatkan terdakwa, antara lain pernah dihukum, dan melakukan persetubuhan dengan anak di bawah umur.

Dalam hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, bersifat kooperatif, serta mempunyai keluarga yang harus dinafkahi. Atas putusan tersebut terdakwa Andika menerimanya.

"Saya menerima putusan tersebut, dan akan memperbaiki diri dengan mendekatkan diri kepada Yang Kuasa," kata Andika.

Jaksa penuntut umum (JPU) Hartono juga menerima putusan majelis hakim itu, kendati sebelumnya menuntut terdakwa dengan hukuman penjara 10 bulan sesuai ketentuan pasal 332 ayat 1 ke-1 KUHP.

Andika mengatakan, selama dirinya mendekam di jeruji besi akan selalu mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, dan akan selalu berpikir kreatif.

Sementara itu, Khoirunisa alias Chacha istri Andika mengatakan, cukup puas dengan putusan majelis hakim meskipun mengakui memang tujuh bulan waktu yang cukup lama dan harus dijalani dengan penuh kesabaran.

"Saya menerima dengan ikhlas putusan tersebut," katanya.

Dia menyebutkan, vonis hakim selama tujuh bulan itu bila dikurangi masa tahanan Andika yang telah mendekam tiga bulan, berarti dirinya harus menunggu empat bulan lagi agar Andika dapat menjalani hukumannya secara normal.

Menurut dia, paling penting adalah perkara ini telah selesai saat ini dan hanya menunggu Andika keluar saja.

Rabu, 24 April 2013

Kejagung Siap Eksekusi Susno di Polda Jabar

Salmah Muslimah - detikNews

 Jakarta - Mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji belum dijebloskan ke penjara oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Kini, dia berada dalam perlindungan Polda Jabar. Kejagung berharap agar eksekusi bisa dilakukan hari ini.

"Saya harap bisa melakukan eksekusi di Polda, itu harapan kita," ujar Kapuspenkum Kejagung Setia Untung Arimuladi, dalam jumpa pers di Kejagung, Jl Sultan Hassanudin, Jakarta, Rabu (24/4/2013).

Dia mengatakan, saat ini pihak Kejari Jakarta Selatan dibantu dengan Kejati DKI Jakarta masih berada di Bandung untuk melakukan eksekusi Susno. Peran Polda Jabar adalah membantu pihak Kejagung.

Pelaksanaan eksekusi Susno ditegaskan Untung tidak melanggar peraturan. "Di putusan itu sendiri MA menolak kasasi jaksa dan penasihat hukum, berarti jaksa melaksanakan putusan PT," sambungnya.

Kuasa hukum Susno, Yusril Ihza Mahendra menjelaskan, apa yang dilakukan Polda Jabar itu bagian dari perlindungan pada warga. "Ini sudah dikoordinasikan ke Mabes Polri," imbuhnya.

Yusril juga menegaskan bahwa pihaknya memiliki argumen jelas bahwa kasasi MA tidak berarti hukuman penjara bagi kliennya. Kasasi MA sesuai penafsiran dia, tak menjerat pidana Susno.

Hakim Jatuhkan Vonis Mati pada Prada Mart

Tya Eka Yulianti - detikNews

andung - Majelis hakim pada Pengadilan Militer II-09 menjatuhkan vonis mati terhadap Prada Mart Azzanul Ikhwan (23) dalam sidang putusan di Pengadilan Militer II-09, Bandung.

Hukuman tersebut lebih berat dibandingkan dengan tuntutan oditur yang sebelumnya menuntut Mart dengan hukuman pidana 20 tahun penjara.

Sepakat dengan tuntutan oditur, majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan kesatu primair dan dakwaan kedua. Yaitu pasal 340 KUHPidana dan pasal 80 ayat 3 jo pasal 1 butir 1 UU No 23 Tahun 2002.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Mart Azzanul Ikhwan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan pembunuhan berencana dan penganiayaan terhadap anak, termasuk yang berada dalam kandungan hingga mengakibatkan meninggal dunia. Menjatuhkan hukuman pokok mati," ujar Ketua Majelis Hakim Letkol Chk Sugeng Sutrisno saat membacakan amar putusannya disertai ketokan palu, Rabu (24/4/2013).

Sontak, pengunjung sidang yang merupakan keluarga dan kerabat korban langsung riuh bertakbir dan mengucap hamdalah. Suami yang juga ayah korban langsung menangis histeris.

Ruang sidang sempat gaduh beberapa saat hingga petugas harus menenangkan luapan emosi pengunjung.

Pertama di Indonesia, Pengusaha Dipenjara karena Bayar Buruh di Bawah UMR

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Peringatan serius bagi para pengusaha yang membayar upah buruh di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Sebab, Mahkamah Agung (MA) menghukum pengusaha yang melakukan hal tersebut dengan hukuman penjara.

"Menghukum terdakwa Tjioe Christina Chandra dengan pidana 1 tahun penjara," kata pejabat resmi MA yang tak mau disebut namanya kepada detikcom, Rabu (24/4/2013).

Chandra merupakan pengusaha Surabaya yang memiliki 53 karyawan namun mengupah buruhnya tersebut di bawah UMR. Oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Chandra divonis bebas. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun mengajukan kasasi dan dikabulkan. "Dan menjatuhkan pidana denda Rp 100 juta," lanjutnya.

Vonis ini diadili oleh ketua majelis hakim Zaharuddin Utama dengan anggota majelis Prof Dr Surya Jaya dan Prof Dr Gayus Lumbuun dalam perkara nomor 687 K/Pid/2012.

"Terdakwa terbukti melanggar Pasal 90 ayat 1 jo Pasal 185 ayat 1 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan," pungkasnya.

Berdasarkan catatan detikcom, putusan ini merupakan putusan pertama MA yang menghukum pengusaha karena membayar buruhnya di bawah UMR.

(asp/fdn)

Selasa, 23 April 2013

Kasasi Ditolak MA, Mendagri Harus Revisi SK Pelantikan Bupati Kobar

 Jpnn
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) harus membuat Surat Keputusan (SK) pelantikan baru untuk pimpinan kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah.

Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Mendagri sehingga belum ada pengesahan untuk pemenang pemilu yang sudah digelar sejak 2010 itu.

MA menolak kasasi yang diajukan oleh Mendagri sebagai pemohon I. Kasasi itu diajukan terkait Surat Keputusan (SK) yang menetapkan pasangan Ujang Iskandar - Bambang Purwanto sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kobar yang sah.

Seperti dilansir di situs resmi MA, kemarin, putusan itu dijatuhkan pada 22 Januari 2013 oleh majelis Kasasi yang diketuai Hakim Agung Imam Soebechi dengan dua anggota yaitu Hakim Agung, Supandi dan Hary Djatmiko. Majelis menjatuhkan putusan ini secara bulat tanpa terjadi dissenting opinion (perbedaan pendapat).

Permohonan kasasi itu diajukan setelah SK Nomor 131.62-584 tertanggal 8 Agustus 2011 yang dikeluarkan Kemendagri yang menyatakan pasangan Ujang - Bambang sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kobar dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

PTUN Jakarta membatalkan SK tersebut setelah menerima surat permohonan gugatan dari Sugianto - Eko Soemarno, pasangan pesaing Ujang - Bambang. Dalam pilkada itu memang hanya ada dua pasangan kontestan.

Dengan penolakan oleh MA terhadap kasasi itu maka memperkuat putusan PTUN Jakarta sehingga SK untuk melantik Ujang - Bambang gugur. Ujang sendiri turut menjadi pemohon dalam upaya kasasi itu selaku pemohon II dan Bambang sebagai pemohon III.

Pilkada Kobar tahun 2010 sebenarnya dimenangkan oleh pasangan Sugianto Sabran - Eko Sumarno. Namun Ujang - Bambang menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan dikabulkan. Sebab pasangan Sugianto - Eko dinilai terbukti melakukan kecurangan sistematis, terstruktur, dan massif.     

MK tidak memerintahkan pilkada ulang namun langsung mendiskualifikasi Sugianto - Eko dan menetapkan Ujang - Bambang sebagai pemenang. Sebab kontestannya hanya ada dua pasangan dan pasangan satunya sudah didiskualifikasi sehingga tidak boleh ikut lagi seandainya pun digelar pemilu ulang.

Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, mengatakan penolakan kasasi oleh MA itu berarti bahwa tindakan penerbitan SK pelantikannya salah.

"Tindakan hukum dalam arti menerbitkan pengesahan bupati terpilih itu tidak berdasar dalam arti salah. Nah sekarang apa konsekuensi dengan ditolaknya kasasi mendagri itu? Mendagri harus memperbaiki keputusan pengesahan pengangkatan bupati yang sedang berkuasa itu. Itu konsekuensi hukumnya," ujarnya, saat dihubungi, kemarin.

Margarito menjelaskan, ada dua kemungkinan apakah prosedur pengesahannya yang tidak sah atau kah materi yang jadi dasasarnya tidak sah. "Saya berpendapat bahwa boleh jadi yang dinyatakan oleh MA tidak sah itu adalah prosedur pengesahannya, bukan substantinya," terangnya.

Secara substansi, tidak dapat diganggu gugat bahwa pemenangnya adalah pasangan Ujang -Bambang sesuai putusan MK. Terlebih kasus gugatan yang bermula dari PTUN sampai ke MA itu merupakan kasus administrasi negara, bukan kasus sengketa pilkadanya. Sehingga tidak ada hubungan dengan hasil pemilunya itu sendiri.

"Konsekuensinya Mendagri harus revisi pengesahan pengangkatan bupati yang sekarang ini," tegasnya.(gen)

Kamis, 18 April 2013

Divonis 8 Tahun Bui, Hakim Kartini: Luar Biasa

Angling Adhitya Purbaya - detikNews

Semarang - Hakim ad hoc nonaktif Kartini Juliana Magdalena Marpaung dijatuhi vonis delapan tahun penjara dan denda Rp 500 juta karena menerima suap. Atas keputusan ini, dia memberikan komentar singkat.

"Luar biasa," kata Kartini singkat usai persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang, Jl Suratmo, Kamis (18/4/2013).

Kuasa hukum terdakwa, Sahala Siahaan, menilai merasa ada yang tidak adil dalam persidangan terkait keterlibatan hakim lain.

"Kami cukup surprise. Sepertinya peran dari hakim Pragsono dalam beberapa pertimbangan dihilangkan. Di sini seolah-olah yang memiliki peran adalah terdakwa dan hakim Asmadinata. Rasanya tidak adil semua kesalahan dibebankan kepada terdakwa," kata Sahala.

Kartini ditangkap KPK tanggal 17 Agustus 2012 lalu bersama hakim ad hoc Tipikor Pontianak Heru Kisbandono di halaman gedung PN Semarang karena menerima pemberian atau janji berupa uang tunai Rp 150 juta. Uang tersebut dimaksudkan untuk mempengaruhi hasil persidangan kasus dugaan korupsi biaya perawatan mobil dinas Kabupaten Grobogan yang melibatkan ketua DPRD Kabupaten Grobogan nonaktif, M Yaeni. Uang itu diterima melalui adik M Yaeni, Sri Dartutik.

Diketahui Sri Dartutik divonis oleh majelis hakim dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsidair tiga bulan penjara. Sedangkan Heru Kisbandono dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider empat bulan penjara. Sebelumnya Kartini dituntut jaksa dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 750 juta, namun majelis hakim menjatuhkan vonis jauh lebih rendah.

Kartini dinyatakan bersalah melanggar pasal 12 huruf c Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sidang Kasus Chevron, Hakim Diminta Adil Beri Kesempatan Hadirkan Saksi

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Penasehat hukum terdakwa dugaan korupsi pada proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) menilai hakim tidak memberikan kesempatan yang sama antara jaksa dan penasihat hukum dalam menghadirkan saksi. Hal ini telah disampaikan pekan lalu tetapi dijadwalkan ulang oleh majelis hakim.

"Kami keberatan dengan kondisi penjadwalan ini karena kesempatan untuk menghadirkan saksi yang meringankan harus optimal dimanfaatkan oleh terdakwa," kata penasihat hukum Dedy Kurniadi dalam siaran persnya, Kamis (18/4/2013). Dedy bergabung dalam tim penasihat hukum untuk terdakwa Herlan bin Ompo dan Ricksy Prematuri.

Hal ini juga telah disampaikan kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin. Sidang yang menghadirkan dua saksi ahli dan dua saksi fakta dari tim penasihat hukum merupakan kesempatan terakhir bagi penasehat hukum terdakwa untuk menghadirkan saksi. Sementara tujuh saksi lain telah diajukan untuk hadir pada sidang hari Jumat kemarin

Sejak sidang dibuka tanggal 20 Desember 2012, majelis hakim telah memberikan kesempatan kepada jaksa penuntut umum untuk menghadirkan lebih dari 40 saksi, termasuk tiga saksi ahli. Sementara itu, tim penasihat hukum baru diberi kesempatan untuk menghadirkan lima saksi, yaitu tiga saksi ahli dan dua saksi fakta.

"Kami kira jaksa sudah diberikan kesempatan yang jauh lebih besar," ujar Dedy.

Terdakwa didakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara untuk dakwaan subsider, mereka dijerat Pasal 3 UU yang sama.

PT GPI dianggap tidak melaksanakan bioremediasi sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. Namun Chevron tetap membayar PT GPI untuk kegiatan bioremediasi tersebut. Akibat proyek fiktif ini, kerugian keuangan negara diduga mencapai USD 9,9 juta.

Rabu, 17 April 2013

Kurir Heroin 7,9 Kg Divonis Penjara Seumur Hidup

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Mahkamah Agung (MA) tidak menerima permohonan kasasi kurir heroin Ruslan Montolalu dan Vyrus Madyan yang kedapatan memiliki heroin 7,9 kg. Alhasil, keduanya harus menjalani vonis penjara hingga meninggal di bui.

"Tidak menerima (NO) permohonan kasasi Ruslan Montolalu bin Ari Montolalu dkk," demikian lansir panitera MA dalam websitenya, Rabu (17/4/2013).

Putusan ini diketok pada 12 Februari 2013 dengan ketua majelis hakim Zaharuddin Utama dan anggota Prof Dr Surya Jaya dan Suhadi. Perkara nomor 2446 K/PID.SUS/2012 itu dengan panitera pengganti Tjandra Dewajani.

Kedua ditangkap di Pelabuhan Bakauheni pada 18 November 2011 oleh Polres Lampung Selatan. Narkoba yang disita diduga berasal dari Afrika melalui Malaysia.

Kedua tersangka mengecoh pemeriksaan ketat di Pelabuhan Bakauheni dengan menumpang jasa ojek, yang tidak mendapat pemeriksaan polisi saat masuk ke pelabuhan. Kepada polisi, keduanya mengaku hanya kurir dengan upah Rp 25 juta.

PN Kalianda pada 9 Agustus 2012 memvonis keduanya dengan hukuman penjara seumur hidup. Vonis ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tanjungkarang pada 27 September 2012. Keduanya lalu mengajukan kasasi tetapi kandas.

Selasa, 09 April 2013

Survei: 56,06 persen publik tidak puas atas penegakan hukum

Jakarta (ANTARA News) - Hasil survei terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI)  menyebutkan bahwa 56,0 persen publik menyatakan tidak puas dengan penegakan hukum di Indonesia, hanya 29,8 persen menyatakan puas, sedangkan sisanya 14,2 persen tidak menjawab.

Peneliti LSI Dewi Arum kepada pers di Jakarta, Minggu, mengatakan, temuan survei LSI tersebut menggambarkan betapa rendahnya wibawa hukum di mata publik.

Dewi menjelaskan, survei khusus LSI mengenai kondisi penegakan hukum di Indonesia itu dilakukan melalui "quick poll " pada tanggal 1 -- 4 April 2013. Survei menggunakan "metode multistage random sampling" dengan 1.200 responden dan margin of error sekitar  2,9%.

"Survei dilaksanakan di 33 propinsi di Indonesia. Kami juga melengkapi survei dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview," katanya.

Menurut Dewi, mereka yang tak puas terhadap penegakan hukum di Indonesia merata di semua segmen. Mereka yang tinggal di kota maupun desa, berpendidikan tinggi maupun rendah, mereka yang berasal dari ekonomi atas maupun ekonomi bawah.

Namun demikian, mereka yang tinggal di desa, berasal dari ekonomi bawah, dan berpendidikan rendah lebih tak puas jika dibandingkan dengan mereka yang berada di kota dan berpendidikan tinggi.

"Hal ini disebabkan karena mereka yang berada di desa dan kelompok ekonomi bawah lebih sering menghadapi kenyataan merasa diperlakukan tidak adil jika berhadapan dengan aparat hukum," ujarnya.

Ketidakpuasaan responden terhadap penegakan hukum di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun yaitu 37,4 persen (Survei LSI Januari 2010), sebesar 41,2 persen (Oktober 2010), sebesar 50,3 persen (September 2011), sebesar 50,3 persen (Oktober 2012), dan terakhir  56,6 persen (April 2013).

Dewi menjelaskan, tingginya ketidakpuasaan terhadap penegakan hukum sejatinya menjadi sinyal kewaspadaan bagi pemerintah maupun bangsa Indonesia.

Dalam survei tersebut, LSI juga menemukan responden yang setuju tindakan menghukum sendiri pelaku kehajatan (main hakim sendiri) sebesar 30,6 persen, sedangkan mereka yang tidak setuju dengan tindakan main hakim sendiri apapun alasannya atau mereka yang masih tetap percaya pada proses hukum sebesar 46,3 persen, dan 23,1 persen responden tidak menjawab.

MA tolak permohonan kasasi adik Malinda Dee

Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi adik kandung Inong Malinda Dee, Visca Lovita Sari yang terlibat dalam kejahatan pencucian uang yang dilakukan kakaknya dalam perkara kejahatan perbankan di Citibank.

"Tolak kasasi," demikian bunyi putusan perkara nomor 156 K/PID.SUS/2013 yang dilansir dalam website MA di Jakarta, Senin.

Putusan ini diambil oleh ketua majelis Prof Dr Komarian Emong Sapardjaja dengan anggota Suhadi dan Sri Murwahyuni pada 26 Maret 2013.

Dengan ditolaknya permohonan kasasi ini, maka Visca akan dihukum sesuai vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selama 2 tahun 10 bulan penjara dan denda sebesar Rp200 juta.

Dalam putusan majelis hakim PN Jakarta Selatan ini, Visca dinyatakan terbukti terlibat dalam pencucian uang bersama Malinda Dee.

Putusan ini telah diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, setelah pihak Visca mengajukan banding.

Terdakwa pemalsuan surat tanah dituntut tiga tahun

Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa kasus dugaan pemalsuan surat tanah Afen Siswoyo dituntut tiga tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dody Silalahi mengatakan terdakwa terbukti melakukan pemalsuan surat tanah hingga merugikan Alex Tirta Juandadarmadji alias Alex Tirta.

Dikatakannya, di dalam pasal 263 ayat (2) juncto pasal 55 ayat (1) KUHP untuk menentukan apakah pelaku dapat dijatuhi hukuman pidana atas perbuatannya tersebut, terlebih dulu ditinjau pertanggungjawaban dari terdakwa yaitu adakah alasan-alasan yang dapat menghapuskan kesalahan maupun menghapuskan pidananya.

"Namun dari fakta-fakta persidangan tidak terungkap hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana dari diri terdakwa. Oleh karena itu, terdakwa harus dijatuhi hukuman yang setimpal dengan kesalahannya," katanya.

Dody menambahkan untuk itu perlu juga dipertimbangkan hal-hal yang dapat memberatkan maupun meringankan terhadap terdakwa Afen.

Menurut dia, hal yang memberatkan Afen adalah bahwa perbuatan terdakwa telah merugikan Alex Tirta Juandarmadji alias Alex Tirta.

"Dia belum dapat memohonkan haknya di kantor pertanahan kota administrasi Jakarta Utara terkait dugaan terdakwa yang menggunakan SPKT yang diduga palsu tersebut," katanya.

Hal-hal yang meringankan terhadap terdakwa diantaranya pelaku berlaku sopan di persidangan, terdakwa belum pernah dihukum dan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga.

Berdasarkan uraian Jaksa, lanjut Dody, JPU memperhatikan Undang-Undang supaya majelis hakim memeriksa, mengadili perkara dengan memutuskan bahwa terdakwa Afen telah terbukti secara sadar meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menggunakan surat palsu secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 263 ayat (2) juncto pasal 55 ayat (1) KUHP dalam dakwaan pertama.

"Kemudian, menjatuhkan pidana Afen selama tiga tahun penjara dengan perintah agar terdakwa segera ditahan dan menyatakan barang bukti sebagaimana surat tuntutan 1 sampai 46 seluruhnya tetap terlampir dalam berkas perkara," katanya.
(R021/N002)

Pemalsu surat tanah divonis dua tahun

Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara memvonis Afen Siswoyo dengan hukuman penjara dua tahun enam bulan karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan surat tanah seluas 3,4 hektare di Jalan Yos Sudarso.

"Saudara Afen Siswoyo telah terbukti secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana menggunakan surat palsu. Untuk itu kepadanya dijatuhkan pidana penjara selama dua tahun enam bulan," kata Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Utara I Gede Kamang Adynatha di Jakarta, Senin.

Gede mengatakan Afen terbukti melanggar Pasal 263 ayat (2) juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang pemalsuan surat.

Sementara itu pengacara Afen Siswoyo, Haris Token, langsung mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim.

Jaksa penuntut umum menuntut Afen Siswoyo dengan Pasal 263 ayat (2) juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP berupa ancaman penjara selama tiga tahun.

Sebelumnya, Afen Siswoyo melaporkan seseorang bernama Tirta Juwana Darmaji secara perdata termasuk dugaan pemalsuan surat sertifikat lahan tanah ke PN Jakarta Utara.

Afen menggugat sertifikat kepemilikan tanah yang sah atas nama Nawawi Suryadi, yang diperoleh dari pelimpahan hak ahli waris lahan seluas 3,4 hektare di Jalan Yos Sudarso, Sunter, Jakarta Utara.

Berdasarkan pemeriksaan di Kantor Pertanahan Jakarta Utara, SKPT No. 584/II/PPT/JU/1979, tanggal 26-10-1979 atas nama pemohon Nawawi Suryadi tidak terdaftar.

Namun, SKPT tersebut tercatat dan terdaftar atas nama Munapi Kadi berdasarkan SKPT Nomor : 353/31-72-600.13/II/2011 tertanggal 22 Februari 2011.

Meski Afen telah mengetahui SKPT atas nama Nawawi Suryadi tidak terdaftar, namun tetap mengajukan gugatan menggunakan SKPT tersebut ke PN Jakarta Utara, sehingga Tirta melaporbalikkan Afen terkait dugaan menggunakan surat sertifikat lahan tanah yang palsu.

Editor: Ruslan Burhani

Selasa, 02 April 2013

Sebarkan Email Fitnah, Hukuman Eks Dokter RS Tangerang Diperberat

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Hati-hati mengirim email ke banyak orang yang berisi nada fitnah. Sebab hal tersebut bisa malah membuat waktu terbuang dan berujung pidana.

Seperti yang dialami mantan dokter kandungan RSUD Kabupaten Tangerang Ira Simatupang. Dia mengirim email pada periode 23 April hingga September 2010. Salah satu isi email tersebut tentang gunjingan dan fitnah jika rekan kerjanya sebagai maniak seks dan tukang kibul. Email ini membuat orang yang digunjing merasa tidak nyaman dan mempolisikan hal tersebut.

Pada 17 Juli 2012, Ira dihukum pidana percobaan selama 10 bulan. Jika dalam waktu itu dia mengulangi lagi perbuaatannya maka langsung masuk penjara selama 5 bulan. Ira diputuskan melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Atas vonis ini, Ira mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banten tetapi hukumannya malah diperberat menjadi hukuman percobaan 2 tahun. Jika dalam waktu itu dia mengulangi lagi maka akan langsung dipenjara selama 8 bulan.

"Hal-hal yang memberatkan yaitu Terdakwa sebagai orang yang berpendidikan semestinya menjaga kata dan memilih upaya penyelesaian masalah dengan lebih bijak dan berdasar," demikian bunyi putusan yang diketok oleh majelis hakim Zarkasri, Elnawisah dan Franke Sinaga yang dilansir website MA, Jumat (15/3/2013).

Dalam vonis yang diketok pada 29 November 2012 lalu, PT Banten mempertimbangkan hukuman yang diberikan tersebut juga untuk pembelajaran bagi masyarakat untuk tidak berbuat hal yang serupa.

"Hal yang meringankan yaitu sopan di persidangan, belum pernah dihukum dan perbuatan itu didorong emosi atas perbuatan saksi korban yang dianggap menzalimi dirinya," demikian pertimbangan putusan tersebut.

Divonis Bebas 7 Bulan Lalu, Prita Ternyata Belum Pegang Putusan MA

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Meski vonis bebas telah didengar 7 bulan lamanya, namun Prita Mulyasari hingga saat ini belum memegang putusan tersebut. Hal serupa juga dirasakan Vovo Budiman yang belum memegang putusan ganti rugi Rp 140 juta atas kehilangan kendaraan Kijang Innova miliknya.

"Sampai saat ini putusan Peninjauan Kembali (PK) atas nama klien kami, Prita Mulyasari, belum sampai di kami atau ke klien kami," kata pengacara Prita, Slamet Yuwono, saat berbincang dengan detikcom, Selasa (2/4/2013).

Vonis bebas Prita diketok pada 17 September 2012 dengan amar MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) Prita. MA menganulir putusan pidana PN Tangerang dan kasasi MA. Namun setelah berbulan-bulan menunggu, putusan itu tak kunjung mampir ke tangan Prita.

"Prita sangat mengharapkan salinan putusan itu padahal sudah 7 bulan. Dalam minggu ini kami akan menyurati MA mengapa salinan putusan ini belum sampai ke kami," ujar Slamet.

Dalam kasus Vovo Budiman, MA mengetok vonis tersebut sepekan sebelum mengetok putusan PK Prita Mulyasari. Menurut data MA, peradilan tertinggi itu telah mengirim salinan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Tangerang pada 13 Februari 2013 lalu. Namun salinan perkara itu belum sampai ke pihak berperkara,

"Saya belum mendapat salinan putusan, saya baru tahu malah dari Anda," kata Vovo.

Soal ngaret-nya putusan ini sampai ke pihak berperkara bukan hal baru. Seperti dalam salinan putusan MA bertanggal 15 Desember 2010 yang memvonis Lion Air harus membayar ganti rugi US$ 25 ribu dan meminta maaf kepada CV Saka Export karena wanprestasi. MA mengaku telah mengirim ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tetapi data pengiriman dari PN Jakpus ke pihak berperkara masih belum ditemukan.