Jumat, 14 September 2012

Suap Buol, Tersangka Seret Hendarman Supandji

TEMPO.CO, Jakarta - Nama bekas Jaksa Agung Hendarman Supandji muncul dalam kasus suap Bupati Buol Amran Batalipu. Hendarman disebut-sebut oleh Amran telah direkrut sebagai direksi di salah satu perusahaan milik Hartati, sehingga persoalan lahan di Buol, Sulawesi Tengah, bisa diselesaikan.
”Terkait dengan permasalahan lahan 4.500 hektare, Hartati menyampaikan telah diperiksa di kantornya oleh tim dari Kejati Palu, karena dipanggil dua kali belum bisa hadir. Namun, karena Hendarman Supandji (mantan Kejagung) sudah direkrut sebagai salah satu direksi, sehingga permasalahan di Kejaksaan Tinggi Palu tersebut bisa diselesaikan,” demikian isi dokumen pemeriksaan Amran yang diperoleh Tempo.
Amat Y. Antedaim, pengacara Amran, menjelaskan bahwa PT Sebuku Inti Plantations, salah satu perusahaan Hartati, tengah berkasus di Kejaksaan Negeri Buol. Sebuku disebut memiliki kelebihan lahan seluas 4.500 hektare yang sudah ditanami sawit. Lahan itu di luar lahan resmi PT Sebuku yang sudah ditetapkan seluas 22 ribu hektare. ”Saat itu Hartati minta Amran menandatangani izin hak guna usaha untuk kelebihan lahan itu agar masalahnya selesai di kejaksaan,” kata Amat.
Namun, menurut Amat, kliennya tak serta-merta memenuhi permintaan Hartati. Alasannya, izin lahan sudah ditangani pemerintah daerah. Selain itu, Amran sibuk menghadapi pemilihan bupati.
Amat tak tahu perkembangan kasus Hartati. Tapi, menurut Amat, informasi dari kliennya, kasus itu tak pernah lagi dipermasalahkan di kejaksaan.
Adapun Hendarman mengaku pernah ditawari jabatan komisaris di perusahaan milik Murdaya Poo, suami Hartati. Tawaran itu datang setelah dia tak lagi menjabat Jaksa Agung pada September 2010. Tapi tawaran itu tak pernah terealisasi. Soalnya, kata Hendarman, jika tawaran itu terwujud, harus ada surat yang diteken di hadapan notaris. ”Jadi, saya enggak ada sebagai direksi di situ,” ujar Hendarman saat ditemui Tempo di kantornya kemarin.
Hendarman membantah jika dikatakan ikut campur dalam kasus Hartati di Kejaksaan Tinggi Palu. Meski mengenal petinggi Kejaksaan Tinggi Palu sebagai anak buahnya, Hendarman menegaskan tak pernah menghubungi mereka. ”Silakan cek ke jaksa tinggi ataupun asistennya,” ujar dia. Hendarman menilai, ada kemungkinan namanya dicatut dalam kasus suap Bupati Buol. ”Nama presiden saja bisa dicatut.”
Kejaksaan Tinggi Palu juga membantah adanya pemeriksaan kasus Hartati. Juru bicara Kejaksaan Tinggi Palu, Eki Muh Hasyim, mengatakan sudah mengecek semua berkas pemeriksaan di kejaksaan. Hasilnya, tak ada petunjuk apa pun soal pemeriksaan Hartati. ”Kalau tak percaya, lihat buku tamu, nama Hartati tidak ada,” ujar dia.

Terduga Teroris di Tual Dieksekusi ke Ambon

Ambon (ANTARA) - Pelaku terduga teroris yang tertangkap di Tual, Provinsi Maluku, Walid Renuat (30), Jumat pagi, dieksekusi ke Ambon.
Terduga teroris yang dibawa ke Ambon dengan jasa maskapai penerbangan Wings Air itu tiba di Bandara Internasional Pattimura Ambon pada pukul 07.30 WIT.
Walid yang tertangkap pada Kamis (13/9) siang itu turun dari pesawat sebagai penumpang terakhir dan langsung digiring ke salah satu dari dua mobil yang telah diparkir di tangga pesawat.
Dengan tangan terborgol dan memakai penutup kepala warna hitam, terduga teroris yang dikawal sepuluh personel polisi itu langsung keluar dari areal parkir Bandara Internasional Pattimura.
Oknum tersebut digiring ke bekas kantor Densus 88/Antiteror Polda Maluku di kawasan Tantui, kecamatan Sirimau, Kota Ambon.
Hingga informasi ini dilaporkan sekitar pukul 08.15 WIT Belum ada keterangan resmi dari jajaran Polda Maluku terkait penangkapan terduga teroris oleh personel Densus 88/Antiteror Mabes Polri itu.
Terduga teroris tersebut ditangkap bersama istrinya, Aminah Divinubun, namun sang istri diamankan di Polres Maluku Tenggara yang masih di wilayah hukum Kota Tual.
Tim Densus 88/Antiteror Mabes Polri mengamankan Walid Renuat di kawasan Dulah Darat, Kecamatan Dulah Utara, lalu mereka menggeledah rumah kontrakannya di Dusun Mangon, Kecamatan Dulah Selatan.
Dari rumah kontrakan terduga teroris itu, tim Densus menyita sebuah telepon genggam (HP), dua buah buku, dan satu tas pakaian.
Sebelumnya, tim Densus 88/Antiteror Mabes Polri juga menangkap enam oknum terduga teroris di kawasan Gunung Malintang, Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon pada Minggu (9/9) malam.
Enam terduga teroris tersebut adalah S, U, J, A, B dan P yang semuanya ditangkap di kawasan Gunung Malintang, Galunggung dan Kebun Cengkih.
Penangkapan enam tersangka itu juga disertai barang bukti berupa satu pucuk senjata api jenis MK - 3 dan FNC (bukan SS-1), tujuh magazine, 3.000 butir peluru, satu granat, satu pelontar granat dan satu buku panduan membuat bom.
Mereka sedang menjalani pemeriksaan intensif di bekas kantor Densus 88/Antiteror Polda Maluku di kawasan Tantui, Kecamatan Sirimau.(rr)

Berita yang Lain :

Pengadilan Tolak Gugatan IHCS Soal PT Freeport

INILAH.COM, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan yang diajukan Indonesian Human Right Committee for Social Justice (IHCS) terkait Kontrak Karya (KK) PT Freeport dengan pemerintah Indonesia.

Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Sukoharsono menyebutkan, alasan ditolaknya gugatan tersebut lantaran legal standing IHCS tidak kuat untuk mengugat Freeport.

"Mengadili bahwa gugatan IHCS bukannlah organisasi lingkungan hidup dan konsumen, karena hak gugat organisasi hanya diatur dalam UU Lingkungan Hidup dan UU Perlindungan Konsumen," kata Hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (13/9/2012).

Mendengar putusan itu, Ketua IHCS Gunawan menyesalkan putusan hakim tersebut, pasalnya pada putusan sela Majelis Hakim telah memutuskan IHCS punya legal legal standing dan seharusnya setelah Putusan Sela, Putusan Finalnya harusnya pokok perkaranya. Ia juga menilai hakim telah melanggar acara hukum perdata.

"Apalagi IHCS yang selama ini sebagai kuasa hukum Rakyat Petani maupun Orang Papua dalam konflik agraria dimana lingkungan hidup adalah bagian dari agraria," ucap Gunawan usai sidang.[jat]

PN Jaksel Tolak Gugatan Praperadilan Tommy

INILAH.COM, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan yang diajukan Tersangka dugaan suap restitusi pajak PT Bhakti Investama, Tommy Hindratno terhadap termohon Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Gugatan praperadilan itu ditolak dengan keputusan nomor B28/Pid.Pra/12/PN Jaksel," ujar juru bicara KPK, Johan Budi, Kamis (13/9/12).

Gugatan yang diajukan oleh PNS Direktorat Jendral Pajak itu mengenai kewenangan KPK untuk menangani kasus suap yang membelitnya dan soal perpanjangan masa penahanannya yang dilakukan oleh KPK.

PN Jaksel menyakan menolak gugatan pemohon dan memerintahkan pemohon untuk membayar denda sebesar Rp5 ribu.[jat]

Kamis, 13 September 2012

PN Jaksel Minta PT Merrill Lynch Patuhi Eksekusi

HeadlineOleh: Renny Sundayani ( Inilah.com)
Dikatakan kuasa hukum PT Renaissance yakni Juniver Girsang ketika ditemui wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (12/9) Ketua PN Jaksel Suhartoyo memberikan waktu kepada Merrill Lynch yang merupakan international Bank Limited dari Singapura ini untuk mematuhi putusan MA yakni membayar ganti rugi sebesar Rp 250M dan immateriil Rp 1 M atas kasus sengketa saham.

"PN resmi memanggil pemohon, dan termohon, tepat 12.05 WIB. Dipanggil ketua pengadilan jakarta selatan. Tadi ketua membacakan putusan MA," kata Juniver.

Ketua PN Jaksel Suhartoyo mengingatkan bilamana dalam jangka 8 hari tidak dilaksanakan putusan MA, maka pihak pengadilan akan melakukan sita seluruh aset milik Merrill Lynch.

"Seluruh aset di Indonesia dan Singapura,"pungkasnya.

Diketahui kasus ini berawal dari Juni 2008 lalu. Saat itu, Prem Ramchand Harjani yang merupakan direktur tunggal dari Renaissance Capital Management Investment Pte Ltd, memerintahkan Merrill Lynch, Pierce, Fenner & Smith (MLPFS)
melalui Merrill Lynch International Bank Ltd (MLIB) untuk membeli 120 juta lembar saham PT Triwira Insanlestari (PTTI) bernilai sekitar US$14,3 juta.

Prem secara lisan menjanjikan akan membayar secara tunai dana sebesar US$14,3 juta itu pada tanggal penyelesaian transaksi yaitu 26 Juni 2008. Pada kenyataannya, baik Prem maupun Renaissance tidak pernah mentransfer dana yang disyaratkan pada tanggal penyelesaian transaksi.

MLPFS lalu menggugat Renaissance di pengadilan Singapura pada November 2008. Pada Agustus 2010, Pengadilan Tinggi Singapura memutuskan bahwa Renaissance telah mengakui hutang mereka dan Prem telah melakukan penipuan. Pengadilan memerintahkan keduanya untuk membayar kerugian sebesar US$9,4juta (ditambah bunga) kepada MLPFS.

Tak mau kalah, di bulan yang sama saat MLFPS menggugat di Singapura di tahun 2008, Prem lalu mengugat MLIB dan Merrill Lynch Indonesia (MLI) ke PN Jaksel atas perbuatan melawan hukum dan pencemaran nama baik, menuntut ganti rugi sebesar Rp1 triliun.

Di tahun 2009 PN Jaksel mengabulkan gugatan Prem dan menghukum MLIB dan MLI membayar ganti rugi sebesar Rp251 miliar. Putusan ini dikuatkan di tingkat PengadilanTinggi dan MA.[jat]
Berita Terkait