Selasa, 30 Juli 2013

'Kawulo Ngayogyakarto' Gelar Sidang Pengadilan Rakyat Bebaskan 12 Kopassus

Bagus Kurniawan - detikNews

Jakarta - Ratusan warga dari berbagai elemen yang tergabung dalam Kawulo Ngayogyakarto Hadiningrat menggelar aksi sidang tandingan untuk membebaskan 12 anggota Kopassus Grup II Kartosuro yang dijadikan terdakwa dalam kasus penyerangan Lapas Cebongan.

Sidang tandingan ini tidak digelar di Gedung Pengadilan Militer II/11 Yogyakarta. Namun digelar di depan Istana Gedung Agung Yogyakarta di Jl Ahmad Yani. Sidang yang digelar hari ini, Selasa (30/7/2013) sore ini juga mendahului jadwal. Sidang yang sebenarnya baru digelar hari Rabu (31/7/2013) dengan agenda pembacaan tuntutan oleh oditur militer.

"Kami memang menggelar sidang pengadilan versi rakyat Yogyakarta hari ini atau lebih dulu agar masyarakat tahu bahwa 12 anggota Kopassus itu tidak bersalah. Mereka itu berjasa bagi masyarakat Yogya," ungkap koordinator aksi Agung.

Sidang digelar di depan pintu gerbang gedung Agung. Sebanyak 12 orang duduk dikursi mengenakan ikat kepala merah, tanpa baju dan kain batik. Mereka seolah-oleh menjadi 12 anggota Kopassus, rekan-rekan Serda Ucok Tigor Simbolon cs.

Satu orang mengenakan jubah hitam bertindak sebagai hakim. Satu orang lain juga mengenakan jubah hitam sebagai oditur militer. Di belakang 12 orang 'terdakwa' terpasang spanduk merah bertuliskan 'pengadilan rakyat untuk pembebasan penumpas kejahatan'.

Usai mendengarkan oditur membacakan tuntutan, hakim kemudian menyatakan membebaskan ke 12 orang tersebut. Alasannya anggota Kopassus yang merupakan pasukan elit TNI itu adalah prajurit terlatih yang menempuh pendidikan yang ketat dan biaya mahal. Mereka juga banyak berjasa terhadap negara.

"Mereka belum pernah dihukum dan berjasa telah menumpas kejahatan dan preman Deki cs di Yogyakarta," kata hakim.

Usai memberikan vonis bebas, penonton dan peserta aksi langsung bertepuk tangan. Mereka kemudian meneriakkan pekik 'merdeka' berkali-kali.

Selam aksi berlangsung kawasan Jl Ahmad Yani sore itu tengah penuh dengan warga yang melintas di kawasan Malioboro dan sekitarnya. Aksi berlangsung dengan tertib dan tidak menimbulkan kemacetan arus lalu lintas.

Juru Sita Datang, Suasana di Trisakti Memanas

VIVAnews - Ketegangan mulai terjadi dalam proses eksekusi  yang akan dilakukan Pengadilan Negeri Jakarta Barat, terkait dengan izin pengelolaan Universitas Trisakti, Jakarta.

Dari pantauan VIVAnews, Senin, 28 Mei 2012, ketegangan mulai terjadi saat juru sita datang bersama ratusan polisi. Ratusan mahasiswa yang mendukung eksekusi ini, sudah lebih dulu melakukan orasi di luar gerbang kampus dan berhadapan dengan mahasiswa yang menolak upaya eksekusi yang ada di dalam kampus.

Saat ini masih dilakukan perundingan antara juru sita, dan pihak rektorat yang disaksikan Kapolres Jakarta Barat, Komisaris Besar Suntana. Sementera polisi juga sudah dilengkapi dengan tameng dan kayu sudah berisaga di depan kampus untuk mendukung upaya esekusi yang dilakukan PN Jakarta Barat.

Sebelumnya, massa dari pihak Yayasan dengan Rektorat saling lempar batu. Kejadian tersebut tidak berlangsung lama. Tapi peristiwa tidak berlanjut. Tapi kini ketegangan kembali terjadi saat juru sita datang.

Akibat proses eksekusi ini, lalu lintas dari arah Tomang yang akan berputar ke Slipi dan dari arah Roxi menuju Slipi ditutup sementara waktu. (eh)

Eksekusi Trisakti, Mahasiswa Unjuk Rasa

VIVAnews - Ratusan orang yang tergabung dalam civitas akademika, Universitas Triksati (Usakti), sejak pagi tadi menggelar unjuk rasa menolak eksekusi oleh Pengadilan Negeri, Jakarta Barat.

Dari pantauan VIVAnews, sejak pukul 11.00 WIB, jumlah pengujuk rasa terus bertambah, dan kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa. Unjuk rasa dengan menggelar orasi ini digelar di belakang gerbang kampus, dan tidak ada satupun polisi yang melakukan penjagaan.

Petugas keamanan di kampus bahkan ikut dalam aksi tersebut. Kebanyakan dari pengunjuk rasa membawa bambu untuk menghadang pihak yayasan yang akan datang bersama juru sita PN Jakarta Barat untuk melakukan eksekusi. Tapi hingga kini, belum ada petugas yang datang untuk melakukan eksekusi.

Belasan spanduk membentang di sekililing kampus elite itu, seperti "Kami Tidak Akan Tinggal Diam Menghadapi Pelanggaran HAM yang dilakukan" dan "Yayasan Trisakti Bukan Pendiri dan Bukan Pemilik Universitas Trisakti".

"Kami menolak eksekusi dan segala bentuk campur tangan yayasan, kami mendukung supaya Universitas Trisakti menjadi universitas negeri," ucap salah seorang orator di depan kampus Trisakti, Senin, 28 Mei 2012.

Perselisihan antara rektor Trisakti Thoby Mutis, dan Yayasan Trisakti, terjadi setelah Mahkamah Agung memenangkan Yayasan Trisakti sebagai badan pengelola dan badan penyelenggara Universitas Trisakti.

Perintah eksekusi tersebut merupakan pelaksanaan Putusan MA RI No. 821 K/Pdt/2010 tanggal 28 September 2010 yang sudah berkekuatan hukum tetap. Upaya eksekusi telah dilakukan sejak 28 Februari 2012 lalu, tapi selalu gagal.

© VIVA.co.id   |   Share :  

Dua Kubu Kampus Trisakti Bentrok

VIVAnews - Kericuhan terjadi antara dua kubu yang bertikai di kampus Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat, Senin 28 Mei 2012. Massa dari pihak rektorat yang berada di dalam kampus dan massa dari Yayasan Trisakti saling lempar batu.

Tidak jelas batu pertama yang terlempar ke udara berasal dari pihak mana. Akibat lemparan satu batu itu, suasana menjadi ricuh. Massa yang berada di luar kampus adalah massa dari Yayasan Trisakti, kubu yang memenangkan gugatan di Mahkamah Agung.

Lemparan-lemparan batu itu jalan utama ke Grogol dan Jakarta menjadi terganggu. Saat lemparan batu terjadi, mobil-mobil dan motor terpaksa menghentikan laju kendaraan.

Saat ini ada sekitar 25 orang petugas keamanan yang mencoba melerai. Petugas hanya bermodal pentungan bambu untuk menghentikan aksi lempar batu dari kedua arah. Beruntung aksi saling lempar batu tidak berlangsung lama.

Sementara hingga siang ini, tidak ada satupun anggota polisi yang berada di lokasi kejadian. Massa dari pihak rektorat yang berada di dalam kampus mengimbau kubunya untuk tidak terprovokasi. Massa rektorat diminta untuk tidak keluar pagar kampus.

Mahkamah Agung memenangkan Yayasan Trisakti sebagai badan pengelola dan badan penyelenggara Universitas Trisakti. Eksekusi putusan itu berkali-kali mendapatkan penolakan.

Perintah eksekusi itu merupakan pelaksanaan Putusan MA RI No. 821 K/Pdt/2010 tanggal 28 September 2010 yang sudah berkekuatan hukum tetap. Upaya eksekusi telah dilakukan sejak 28 Februari 2012 lalu, tapi selalu gagal. (umi)

Kamis, 25 Juli 2013

Pegawai MA dan Pengacara Diperiksa Intensif di Kantor KPK

Fajar Pratama - detikNews

Jakarta - KPK menangkap pegawai MA DS dan seorang pengacara MCB. Dua orang dengan status terperiksa itu tengah menjalani pemeriksaan di kantor KPK.

"DS dan MCB dibawa ke kantor KPK siang tadi, dan menjalani pemeriksaan intensif," ujar Jubir KPK Johan Budi di kantornya Jl Rasuna Said, Jaksel, Kamis (25/7/2013).

Penangkapan Djody dilakukan di sekitar bilangan Monas. Sedangkan penangkapan Mario dilakukan di kantornya di Jl Martapura, Jakpus.

"Status keduanya masih terperiksa," kata Johan.

Untuk menentukan apakah kasus hasil penangkapan ini akan dinaikkan ke tahap penyidikan dengan penetapan tersangka, atau tidak akan dilakukan pemeriksaan untuk keduanya untuk maksimal 1 x 24 jam ke depan.

Saat Naik Ojek Bawa Rp 80 juta, Pegawai MA Langsung Ditangkap KPK

Moksa Hutasoit - detikNews


Jakarta - KPK menangkap pegawai MA berinisal DS dan seorang pengacara inisial MCB. DS ditangkap saat sedang naik ojek di kawasan Monas, hanya beberapa ratus meter dari MA.

"KPK menangkap seseorang berinisial DS, pegawai di lingkungan MA di sekitar Monas. Yang bersangkutan sedang kendarai roda dua alias ojek," kata jubir KPK, Johan Budi di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Kamis (25/7/2013).

Saat ditangkap, DS kedapatan membawa tas coklat. Tas berisi uang ini didapat DS dari MCB di kantor pengacara Hotma Sitompul.

"Dari tangan DS kita temukan ada uang yang masih dihitung, kisaran Rp 80-an juta," sambung Johan.

Johan Budi mengatakan, penyidik sebelumnya sudah melihat DS keluar dari kantor MCB sekitar pukul 11.30 WIB. Saat keluar DS pun terlihat menenteng tas coklat.

"KPK peroleh info ada penyerahan uang," kata Johan.

Jumlah Rp 80 juta kemungkinan akan bertambah, sebab KPK menemukan sejumlah uang lain di kediaman DS yang diduga berkaitan dengan urusan dengan sang pengacara.

Terkait Anak Buah Hotma, Pegawai MA yang Dibekuk KPK Berinisial DS

Fajar Pratama - detikNews

Jakarta - KPK menangkap pengacara MCB di kantor Hotma Sitompoel terkait kasus dugaan suap. Tak hanya MCB, seorang pegawai MA berinisial DS juga ditangkap.

Berdasarkan informasi yang dihimpun detikcom, Kamis (25/7/2013), DS dibekuk saat dalam perjalanan di kawasan Monas, Jakpus. Belum jelas apakah ada uang yang disita KPK atau tidak.

DS adalah salah satu staf di MA. Sehari-hari dia dikabarkan mengurusi perkara pajak. Belum jelas apakah ada kaitannya dengan kasus di KPK.

KPK dan tim dari Hotma Sitompoel akan segera menggelar jumpa pers terkait penangkapan ini.

Sebelum Ditangkap KPK, Pegawai MA Ambil Uang dari Kantor Hotma

Moksa Hutasoit - detikNews

Jakarta - KPK menangkap pegawai MA berinisal DS dan pengacara inisial MCB. Sebelum ditangkap KPK, DS sempat mengambil uang dulu dari kantor MCB, di kantor Hotma Sitompul, Jl Martapura, Jakarta Pusat.

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, penyidik sebelumnya sudah melihat DS keluar dari kantor MCB sekitar pukul 11.30 WIB. Saat keluar DS pun terlihat menenteng tas coklat.

"KPK peroleh info ada penyerahan uang," kata Johan di KPK, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Kamis (25/7/2013).

DS pun kemudian diikuti oleh tim penyelidik. Dan tepat di sekitaran Monas, tidak jauh dari MA, KPK menangkap DS.

Di dalam tas itu, ditemukan sejumlah uang yang masih dihitung oleh penyidik KPK. Tim lainnya yang langsung menyambangi rumah DS juga menemukan uang lain.

Ahok Pernah Dipalak Oknum MA

Oleh: Ahmad Farhan Faris


INILAH.COM, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pernah punya pengalaman buruk saat mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA). Sebab saat itu, ia pernah dipalak oleh oknum MA, agar gugatannya bisa menang.
Pria yang akrab disapa Ahok itu menjelaskan, peristiwa itu terjadi pada tahun 2007 lalu, saat ia kalah dalam Pemilihan Gubernur Bangka Belitung. Merasa ada kecurangan ia pun mengadukan hal tersebut ke MA.
"Pada waktu itu sedang perhitungan suara, tiba-tiba listrik mati dan suara saya kalah tipis. Padahal sebelum mati lampu saya menang mutlak," ucapnya di Jakarta, Minggu (21/7/2013).
Namun, harapan Ahok untuk bisa mendapatka keadilan kandas. Sebab ia menolak untuk membayar saat diminta uang sejumlah Rp5 miliar agar gugatannya bisa menang.
"Ada orang MA yang meminta setoran cukup besar. Kalau kasusnya mau diproses dan mau menang, oknum MA bilang harus setor Rp 5 miliar, saya gak mau," katanya.
Mantan anggota DPR itu juga mengatakan jika ia sempat kesal dengan pendiri Lingkar Survei Indonesia Denny JA, karena lembaga surveinya tidak mau mengadakan quick count di Pilgub Babel.
"Saya sebel dengan Denny JA, dia enggak berani quick count di Bangka Belitung," tandasnya.[man]

Jumat, 19 Juli 2013

Lagi, Vonis Kasus Bioremediasi Chevron Terbelah Bagi Terdakwa Widodo

Fajar Pratama - detikNews

Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta kembali terbelah dalam menjatuhkan vonis kasus bioremediasi PT Chevron. Jika kemarin majelis terbelah saat memvonis Endah Rubiyanti dan Kukuh, kini terulang saat menghukum Widodo.

"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan sekunder. Menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara," ujar Ketua Majelis Hakim Sudharmawati Ningsih di PN Tipikor Jakarta, Jl Rasuna Said, Jumat (19/7/2013).

Selain hukuman tersebut, Widodo juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti Rp 200 juta rupiah subsidair 3 bulan kurungan. Adapun hukuman badan 2 tahun penjara, baru berlaku ketika vonis berkekuatan hukum tetap. Majelis hakim tidak langsung memerintahkan penahanan.

Dalam persidangan ini, hakim anggota Anas Mustaqim mengajukan concurring opinion. Beda pendapatnya hanya pada Widodo lebih tepat dikenakan Pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menjadi dakwaan primer.

"Terdakwa tidak melaksanakan kewenangannya merupakan melawan hukum. Semua unsur dalam dakwaan primair terbukti,"kata Anas.

Vonis bersalah tersebut tidak disepakati oleh dua hakim anggota Slamet Subagyo dan Sofialdi. Keduanya menyatakan Widodo tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

Hakim Slamet lebih mendasarkan bahwa Widodo menjabat sebagai team leader waste management sesudah kontrak proyek bioremediasi dilakukan. Oleh karenanya, Widodo dianggap tidak ikut-ikutan dalam proyek tersebut.

Sedangkan hakim Sofialdi menilai terdapat sejumlah kesaksian di persidangan yang bertolak belakang dengan dakwaan. Salah satunya mengenai ahli dari Kejagung disebutnya memiliki konflik kepentingan.

Selasa, 16 Juli 2013

Penyerang Cebongan Mengaku Tak Berniat Bunuh Dicky cs

VIVAnews - Serda Ucok Tigor Simbolon, terdakwa utama penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Yogyakarta, mengaku tak berniat membunuh empat tahanan di penjara itu pada 23 Maret lalu. Dia juga mengaku, masuk ke dalam lapas secara baik-baik tanpa mengancam sipir.

Hari ini, Selasa 16 Juli 2013, Ucok yang juga anggota Komando Pasukan Khusus Grup II Kandang Menjangan, Jawa Tengah itu duduk sebagai saksi untuk sejumlah terdakwa lain dalam kasus penyerangan lapas itu di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta.

Dalam kesaksiannya, Ucok mengaku diserang duluan oleh salah satu korban, Yohanis Juan Manbait alias Juan. Juan merupakan salah satu anggota kelompok Dicky cs yang beberapa hari sebelum penyerangan, diduga membunuh anggota Kopassus Heru Santosa di Hugo's Cafe.

"Saya diserang lebih dulu dengan besi," kata Ucok yang bersaksi untuk tersangka Sertu Tri Juanto, Sertu Anjar Rahmanto, Sertu Martinus Roberto Paulus, Sertu Suprapto, dan Sertu Imam Siswoyo. Akhirnya, dia pun menembak Juan.

Dalam sidang ini, Ucok menceritakan kronologi penyerangan Sabtu malam itu. Diawali saat dia dan kawan-kawannya mendatangi lapas dengan mengaku sebagai utusan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang ingin mengambil sidik jari kelompok Dicky, yakni Dicky, Adi, Dedi, dan Juan.

Ucok memastikan, dia dan kawan-kawannya datang baik-baik dan tidak mengancam petugas penjaga pintu portir. "Selamat malam Pak. Maaf kami malam-malam mengganggu. Kami dari Polda minta sidik jari tahanan Dicky dan kawan-kawannya. Boleh Pak kami masuk?" kata Ucok mengulang kata-kata dia pada malam penyerangan itu.

Sipir Indrawan, masih menurut Ucok, kemudian mempersilakan dia dan kawan-kawannya masuk. "Saat itu saya hanya memakai sebagian sebo (penutup muka) sehingga muka sangat jelas terlihat," jelas Ucok.
Hal ini berbeda dengan kesaksian Indrawan yang sebelumnya mengaku ditodong senjata. Baca kesaksian Indrawan di sini.
Kesaksian Ucok itu diamini saksi lain yang juga terdakwa dalam kasus ini, Serda Sugeng Sumaryanto. Sugeng pun menekankan, mereka diizinkan masuk ke dalam lapas dengan baik-baik. "Tidak ada senjata mengarah ke lubang pintu petugas lapas yang membuka pintu. Kami dibukakan baik-baik," jelas Sugeng.
Saat pintu dibuka, Sugeng dan saksi Kopda Kodik sudah mengenakan sebo sambil  menenteng senjata replika AK-47. Sementara Ucok membawa senjata asli AK-47. Senjata tersebut dibawa dari latihan di Gunung Lawu.
"Tidak ada kata-kata 'ngebon', saat kami masuk ke pintu utama. Ucok melakukan dialog dengan petugas lapas. Kata-katanya juga sama, 'Selamat malam pak, kami dari Polda meminta sidik jari,'" jelas Sugeng menirukan ucapan Ucok.

Malam itu, lanjutnya, ketua regu jaga lapas tidak bisa memutuskan apakah memberi izin atau tidak kawanan Ucok ini mengambil sidik jari Dicky cs. Kepala Keamanan lapas, Margo Utomo sempat menghubungi Kepala Lapas yang saat itu dijabat Sukamto. Ucok lantas merebut telepon genggam milik Margo.
Dari situ lah muncul ketegangan. Ucok kemudian menyandera dan meminta seluruh petugas lapas menunduk.
Ucok cs mencari Dicky cs
Kopda Kodik yang ikut dalam penyerangan itu juga bersaksi dalam sidang ini. Kodik mengisahkan, Ucok kemudian masuk ke Blok A-5, mencari Dicky sambil berteriak. Namun, yang dicari tidak menunjukkan batang hidungnya.

"Saya dan Sugeng masuk mengawasi Ucok. Kami khawatir yang dicari ini (Dicky) preman berbahaya. Rekan kami Kopassus saja dibunuh. Saya tidak ingin Ucok juga dihabisi," jelas Kodik.

Sugeng melanjutkan cerita. Setelah ada penembakan keempat tahanan itu, Sugeng menarik Ucok agar meninggalkan lapas. Saat berada di pintu portir, ketiga anggota Kopassus ini melihat para sipir tiarap dan dijaga oleh lima anggota Kopassus yang duduk sebagai terdakwa dalam sidang tersebut.

"Saya tidak tahu siapa di antara lima terdakwa itu yang menjaga para sipir. Setelah saya pergi, mereka juga pergi mengenakan mobil lain," tambah Sugeng.

Baik Ucok, Sugeng, maupun Kodik mengaku tidak begitu mengenal kelima terdakwa. Mereka hanya mengetahui dua diantara lima terdakwa tersebut. "Saya hanya tahu terdakwa satu, dan terdakwa empat. Setelah tim investigasi turun pada 30 Maret lalu, kami bertiga mengaku dan mengetahui lima terdakwa," katanya.

Senin, 15 Juli 2013

Pertama di Indonesia, Vonis Mati Dibarengi Pidana Larangan Berkomunikasi

Andi Saputra - detikNews


Jakarta - Gembong narkoba pemilik 1 juta pil ekstasi Freddy Budiman akhirnya divonis mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat. Selain divois mati, Freddy juga dikenai hukuman pidana tambahan dilarang berkomunikasi menggunakan berbagai piranti, dari saat vonis di tingkat pertama.

Pidana tambahan ini merupakan terobosan baru dalam dunia peradilan, khususnya kasus narkoba kelas kakap. Dalam catatan detikcom, pidana tambahan ini merupakan yang pertama di Indonesia.

"Kami mengapresiasi putusan ini, tentunya majelis hakim telah mempertimbangkan dengan masak-masak," kata juru bicara Komisi Yudisial (KY), Asep Rahmat Fajar saat berbincang dengan detikcom, Senin (15/7/2013).

Pada 8 Mei 2012 lalu, Badan Narkotika Nasional (BNN) meringkus sebuah mobil kontainer pengangkut ekstasi di pintu keluar tol Kamal, Cengkareng, Jakarta Barat. Jutaan pil ekstasi tersebut diimpor langsung dari Shenzen, China.

Ternyata 1.412.476 butir ektasi itu diimpor oleh Freddy yang tengah mendekam di LP Cipinang. Saat digerebek, ditemukan 40 unit hp yang dimililki Freddy untuk menggerakkan aksinya.

"Apalagi HP-HP tersebut sebagai instrumen menjalankan bisnisnya. Tentu majelis hakm telah masak-masak mempertimbangkan hal tersebut," ujar Asep.

Freddy selain divonis pidana mati juga dijatuhi denda Rp 10 miliar. Ketua majelis hakim Aswadi mengatakan, terdakwa dikenakan pidana tambahan karena mengontrol kiriman dari dalam penjara.

"Pidana tambahan, mencabut hak mempergunakan alat-alat komunikasi setelah putusan ini diucapkan," kata Aswandi siang ini dalam pembacaan vonis di PN Jakbar.

Minggu, 14 Juli 2013

Jaksa Minta Tiga Istri Djoko Susilo Dihadirkan di Sidang

VIVAnews - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi agar para istri terdakwa Irjen Pol Djoko Susilo dihadirkan di persidangan. Menurut Jaksa, kesaksian ketiga istri Djoko sangat penting untuk membuktikan dugaan tindak pidana pencucian uang mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri tersebut.

"Kami mohon yang mulia, agar para istri terdakwa dihadirkan secara paksa di persidangan berikutnya," kata Jaksa Penuntut Umum KPK kepada Majelis Hakim di akhir persidangan parkara dugaan korupsi Simulator SIM dan Pencucian Uang , Jumat malam, 12 Juli 2013.

Hal ini, lanjut Jaksa, karena para istri terdakwa sudah dua kali keberatan dan menolak hadir menjadi saksi di persidangan. Saat ditanya Ketua Majelis Hakim, Suhartoyo, apakah terdakwa masih tetap keberatan para istri dihadirkan di persidangan, Djoko masih tetap dengan jawaban yang sama.

"Kami masih tetap tidak bersedia yang mulia," kata Djoko.

Suhartoyo menyampaikan agar terdakwa Djoko dan tim penasehat hukum mempertimbangkan kembali untuk menghadirkan para istri terdakwa. Meski para istri bisa mengundurkan diri sebagai saksi, ujarnya, mereka harus terlebih dahulu hadir di persidangan untuk menyampaikan keberatan.

"Kami tidak bisa percaya begitu saja atas surat-surat itu (surat pengunduran diri menjadi saksi atau bersaksi-red), karena bisa saja surat itu dibuat oleh yang lain," kata Hakim menyangsikan.

Hakim menyatakan, hal ini sebenarnya merupakan peringatan dan bahan masukan bagi Djoko dan penasehat hukumnya. Menurut dia, belum tentu keterangan para istri memberatkan terdakwa.

Sementara itu Kuasa Hukum terdakwa, Jenifer Girsang bersikukuh keberatan atas permintaan Jaksa tersebut. "Kalau mereka tetap didatangkan paksa tapi tetap tidak mau berikan kesaksian, itu percuma Majelis," kata Jenifer.

Kesaksian Sopir Pribadi Djoko Susilo Mengundang Tawa Hakim

VIVAnews - Ketua Majelis Hakim Suhartoyo dengan empat hakim lain tertawa saat mendengar kesaksian sopir pribadi terdakwa Irjen Pol Djoko Susili, yakni Sudiono dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat malam, 12 Juli 2013. Ia mengakui bahwa sejumlah mobil dan bus Mercedes Benz yang disita KPK adalah miliknya.

"Siap, itu mobil saya yang Mulia, bukan Pak Djoko. Tapi penyidik tetap keukeuh itu punya Pak Djoko. Akhirnya saya ngarang saja," kata Sudiono saat bersaksi di hadapan Majelis Hakim.

Keterangan Sudiono yang kerap mengundang tawa salah satunya adalah salah menyebut nama. Misalnya, ia menyebut keluarga Mahdiana dengan sebutan Keluarga Durian.

Begitu juga saat Sudiono mengatakan kepada Hakim, bahwa bus Mercedes Benz yang disita KPK merupakan miliknya yang ia beli di dealer mobil Isuzu. Sedangkan dealer Isuzu tidak menjual bus bermerek Mercedes Benz. Mendengar berbagai keterangan anak buah Djoko itu, sontak seisi sidang ikut tertawa.

"Apakah saudara pernah diberi uang oleh terdakwa untuk membeli mobil?" tanya Penasehat Hukum Djoko, Teuku Nasrullah kepada Sudiono.

Sudiono menjawab, "Tidak benar, tidak dikasih."

Mendengar jawaban itu, ketua Majelis Hakim Suhartoyo bingung. Ia pun mengulang pertanyaan Penasehat Hukum untuk memastikan.

"Maksudnya Anda dikasih?" tanya Majelis Hakim.

"Eh maksudnya tidak dikasih bapaknya," ujarnya. Jawaban itu pun kembali mengundang tawa seluruh orang yang hadir di persidangan.

Saksi: Oknum Kopassus Perintahkan Tepuk Tangan Usai Menembak

VIVAnews - Sidang lanjutan kasus penyerangan Lapas Cebongan yang menewaskan 4 tahanan titipan Polda DIY oleh 12 oknum anggota Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan, Kartosuro, Jawa Tengah kembali digelar di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, Kamis 11 Juli 2013.

Sidang pertama yang berlangsung di ruang utama 1 Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta dengan terdakwa Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Suharyanto, dan Koptu Kodik mengagendakan mendengarkan kesaksian enam orang saksi yang merupakan tahanan Lapas Cebongan yang berada di Sel A-5, lokasi penembakan empat tahanan Polda DIY.

Keenam saksi yang dihadirkan adalah Tri Hendrawan, Yusup Sumarno, Sugino, Joni Indrawan Rudi Handoko dan Agus Bintoro. Keenam saksi itu membeberkan secara detil detik-detik penembakan terhadap Dicky Ambon cs di Sel A-5 di hadapan Oditur Militer Letkol Budiharto. Salah satu saksi mengatakan, setelah menembak korban salah seorang pelaku meminta para tahanan di Sel A-5 untuk bertepuk tangan.

"Saya mendengar pelaku berteriak agar bertepuk tangan," kata Rudi Handoko salah satu saksi yang dihadirkan di Pengadilan.

Sayangnya Rudi hanya mendengar suara perintah yang meminta semua tahanan agar bertepuk tangan, namun siapa yang memerintahkan untuk bertepuk tangan belum diketahui, karena tiga pelaku menggunakan penutup muka.

"Saya tidak tahu, saya mendengar tepuk tangan, kemudian diikuti tepuk tangan yang lain, saya juga ikut tepuk tangan, kemudian berhenti bertepuk tangan," ujar Rudi. Kesaksiannya itu juga diamini lima rekannya.

Rudi merasa yakin, tepuk tangan itu merupakan permintaan dari salah satu dari tiga pelaku. Namun siapa di antara ketiga terdakwa yang memerintahkan  tepuk tangan usai menembak korban, masih menjadi pertanyaan.

Kesaksian Rudi dan lima orang saksi lainnya langsung dibantah Serda Ucok dan dua rekannya. Terdakwa keberatan dengan keterangan saksi karena tidak sesuai dengan apa yang terjadi. Kemudian Majelis Hakim yang dipimpin Letkol Joko Sasmito mempersilahkan para terdakwa untuk membantah keterangan yang disampaikan saksi.

"Saya beri waktu, silahkan terdakwa membantah atau menanyakan ke para saksi," kata Ketua Majelis Hakim Letkol Joko Sasmito.

Mendapat kesempatan itu, Serda Ucok langsung mengajukan satu pertanyaan kepada para saksi. Dia membantah telah memerintahkan tepuk tangan kepada 31 para tahanan yang menempati ruang Blok A-5 Lapas Cebongan, Sleman.

"Apakah mungkin mendengar perintah tepuk tangan bersama dengan suara tembakan?," kata Ucok kepada para saksi. Namun keenam saksi itu tetap pada kesaksian semula.

Kepala Oditurat Militer (Otmil), Letkol Budiharto menyampaikan masih ada 28 saksi lain yang belum dihadirkan dari keseluruhan saksi yang berjumlah 50 orang. Jalannya sidang yang lakukan secara 'marathon' ini baru pada agenda mendengarkan keterangan saksi.

"Sampai hari ini sudah ada 22 saksi yang dihadirkan, jadi masih 28 saksi lagi yang belum," kata Budiharto.

Setelah para oditur, majelis hakim dan penasihat mendapatkan keterangan dari para saksi dan dirasa sudah cukup maka Majelis Hakim letkol CHK Joko Sasmita mengetok palu sidang ditutup dan akan kembali dilakukan sidang berikutnya pada hari Jumat 12 Juli 2013 dengan agenda utama mendengarkan keterangan saksi lainnya. (eh)

Saksi: Dicky Ambon Cs Bangga Bunuh Kopassus

VIVAnews - Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta kembali menggelar sidang kasus penyerangan Lapas Cebongan oleh 12 anggota Kopassus Grup II Kandang Menjangan Kartosuro, Jawa Tengah.

Sidang berkas pertama dengan terdakwa Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto dan Kopda Kodik, digelar dengan hakim Ketua Majelis Hakim Letkol CHK Joko Sasmita dan Oditur Militer Letkol Sus Budiharto.

Sidang kali ini menghadirkan delapan saksi yang merupakan tahanan Lapas Cebongan. Yaitu Sugiyarto, Kusnan, Ngadiyono, Trimo Pujianto, Alrahman Ambarita, Harimawan, Muhammad Bahtiar, dan Jokorono Wibowo. Empat di antaranya merupakan tahanan titipan Polda DIY yakni Sugiyanto, Kusnan, Ngadiyono dan Alrahman Ambarita.

Selama persidangan berlangsung, Oditur Milter maupun Majelis Hakim lebih banyak bertanya kepada saksi Kusnan dan Alrahman Ambarita. Karena keduanya merupakan tahanan titipan Polda DIY bersama dengan Dicky Ambon cs.

Saksi Kusnan mengatakan, sebelum pelaku penyerangan masuk, semua tahanan merapat ke dekat jendela atau sebelah kiri, kecuali kelompok Dicky Ambon bersama dua orang lainnya di sebelah kanan.

"Saya juga mendengar pelaku mencari orang bernama Dicky," kata Kusnan di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, Jumat 12 Juli 2013.

Menurutnya, pertama kali pelaku yang menggunakan sebo itu menembak Dicky Ambon dan Juan Mambait. Selanjutnya pelaku menembak Dedi dan Ade. "Ade yang paling terakhir ditembak," katanya

Kusnan mengaku tidak ada yang memberikan komando untuk bertepuk tangan. Namun salah seorang tahanan ada yang berteriak dan kemudian dilanjutkan dengan tepuk tangan. "Salah satu tahanan yang teriak hidup Kopassus," katanya.

Saksi Alrahman Ambarita juga mengatakan hal yang sama. Ia menegaskan, tidak ada komando untuk tepuk tangan setelah pelaku mengeksekusi empat tahanan titipan Polda DIY itu. "Tidak ada komando untuk tepuk tangan," ujar Ambarita.

Sementara itu, Ambarita mengaku mendengar pengakuan Dicky Ambon cs yang menyatakan bangga sudah membunuh anggota Kopassus. Pengakuan itu kata Ambarita disampaikan Dicky sebelum dieksekusi 12 oknum prajurit Kopassus.

"Semua tahanan dengar pengakuan Dicky yang bangga membunuh Kopassus," ucapnya. Keterangan Ambarita itu diamini tujuh saksi lainnya.

Keterangan delapan orang saksi dinyatakan cukup, Ketua Majelis Hakim menutup sidang dan akan menggelar sidang lagi pada hari Senin 15 Juli mendatang dengan mendatangkan 8 saksi dari tahanan Lapas Cebongan. (eh)

Kamis, 04 Juli 2013

Kronologi Penembakan Dicky Cs di Sel Lapas Cebongan

VIVAnews - Sidang kasus penyerangan dan pembunuhan di Lapas Cebongan oleh 12 oknum anggota Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan Kartosuro, Jawa Tengah kembali digelar di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, Kamis 4 Juli 2013.

Sidang hari ini mendengarkan keterangan saksi dari lima tahanan Lapas Cebongan Yogyakarta yang tinggal di Sel A-5.

Lima saksi itu yakni, Suratno, Hendiana, Setiawan, Tego Waseso dan Arif Nugroho. Mereka akan bersaksi untuk tiga terdakwa, Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto, dan Koptu Kodik.

Setiawan yang diberi kesempatan untuk memberikan keterangan kepada Oditur Militer menceritakan detik-detik penembakan di Sel A-5 yang menewaskan Dicky Cs.

Berawal Jumat 22 Maret 2013 siang, datang 11 tahanan titipan dari Polda DIY yang ditempatkan di Sel A-5.

Pukul 16.00 WIB seluruh tahanan yang berjumlah 35 orang masuk ke dalam sel dan sel dikunci oleh petugas Lapas.

Sekitar pukul 22.00 WIB, Setiawan mengaku sudah mengantuk dan tertidur di dekat jendela. Kira-kira pukul 00.15 WIB, Sabtu 23 Maret, dirinya terbangun karena ada suara gaduh dari luar sel.

"Dari teralis sel ada orang bertanya mana Dicky? Mana Dicky," kata Setiawan menirukan.

Orang berteriak yang dimaksud mengenakan sebo (penutup kepala) sambil membawa senjata laras panjang. Setelah berteriak mencari Dicky, orang tersebut meminta semua tahanan untuk berkumpul menjadi satu.

"Seluruh isi sel berkumpul di sisi timur dalam kondisi duduk, kecuali Dicky, Deddy dan Juan yang memilih bersembunyi di sel sisi barat dekat dengan kamar mandi. Sedangkan Adi (salah satu rombongan Dicky) bergabung dengan kita," jelasnya

"Saat sebelum berkumpul itu saya sempat bilang ke Dicky, Anda dicari," tambahnya.

Sesaat kemudian petugas Lapas Tri Widodo membuka pintu Sel A-5 dan masuk satu orang dengan sebo dan langsung menembak Dicky dan dua temannya.

"Setelah menembak Dicky dan dua temannya, pelaku keluar sel," katanya

Namun sesaat kemudian pelaku masuk kembali menanyakan, "Mana satunya lagi, yang dari Ambon." Saat itu Adi duduk di barisan paling belakang berdekatan dengan kamar mandi.

"Pelaku langsung menembak Adi. Setelah menembak datang satu orang yang menggunakan sebo menepuk pundak pelaku dan menarik keluar sel tahanan," ucapnya.

Sebelum keluar, pelaku sempat berbicara kepada tahanan yang dikumpulkan, "Kalian semua aman. Selamat melanjutkan hidup." Pelaku lalu meminta tahanan bertepuk tangan.

"Kita pun bertepuk tangan meski ketakutan," tambah Suratno, saksi lain.

Suratno dalam kesaksiannya juga mengatakan pelaku sebelum menembak Adi sempat mengganti magasin. Pelaku saat itu membawa handy talkie (HT).

Setiawan dalam kesaksiannya juga mengatakan bahwa, empat korban yang tewas ditembak lebih dari satu kali. Bahkan ada yang tiga kali tembakan.

"Dicky, Deddy dan Juan ditembak di bagian dada serta perutnya. Sedangkan Adi di bagian perut. Semuanya lebih dari satu kali tembakan," katanya

Setelah peristiwa penembakan selesai, datang petugas lapas dan mengumpulkan 31 penghuni Sel A-5 ke aula lapas dan memindahkan tahanan ke beberapa sel lainnya.

Oditur Militer, Letkol Sus Bugiharto dan penasihat terdakwa Kolonel Chk Rokhmat awalnya meminta saksi menggunakan pelindung muka atau wajah disamarkan. Namun oleh Ketua Majelis Hakim Letkol Joko Sasmito, permintaan tersebut ditolak dan saksi dihadirkan tanpa pelindung wajah.

Ini Kesaksian Tahanan yang Melihat Langsung Eksekusi Dicky Cs

Edzan Raharjo - detikNews

Bantul - 5 Tahanan bersaksi di sidang kasus penyerangan LP Cebongan. Saat ditanya soal proses 'eksekusi, keterangan mereka hampir sama.

Tahanan yang jadi saksi adalah Suratno, Hendiyana, Setiawan, Arif Nugroho, dan Tego Waseso. Mereka bersaksi untuk terdakwa prajurit Kopassus yaitu Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto, dan Kopral Satu Kodik.

Saksi mengatakan, saat kejadian, sebagian di antaranya tengah tertidur. Hanya 1-2 orang yang mendengar ribut-ribut di luar.

Ada 3 orang berpenutup kepala masuk ke blok A5. Mereka meminta para tahanan berkumpul di sel yang berukuran sekitar 4x6 meter. "Mana Dikcy, mana Dicky?" teriak pelaku sebagaimana disampaikan Suratno di Pengadilan Militer Yogyakarta, Jl Perempatan Ringroad Banguntapan, Bantul, Kamis (4/7/2013).

Tak ada tahanan yang menjawab. Satu pelaku yang menenteng senjata laras panjang masuk ke sel. Dua pelaku lainnya menunggu di luar sel.

Pelaku yang masuk ke sel melihat 3 orang yang bersembunyi dalam posisi jongkok di sudut sel. Ia menghampiri dan langsung memuntahkan timah panas dari senjatanya. "Saya dengar 2-3 kali tembakan untuk seorang," kata Suratno.

Usai menembak 3 orang, pelaku keluar sel. Kemudian ia masuk lagi dan menembakkan senjatanya di dekat kamar mandi. Kemudian mereka pergi.

Sebelum bersaksi, tahanan yang datang dengan mengenakan batik ini diminta hakim untuk memandang terdakwa. Tak satu pun yang mengenal. Saat ini, sidang masih berlangsung.

Hakim Bebaskan 3 Remaja Myanmar dalam Kasus Pembunuhan di Rudenim Medan

Khairul Ikhwan - detikNews

 Medan - Tiga remaja Warga Negara (WN) Myanmar divonis bebas dalam kasus pembunuhan 8 rekan senegaranya di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Medan. Vonis ini disambut tangis haru para terdakwa dan keluarganya.

Ketiga terdakwa masing-masing MY (15), MH (16) dan IKS (16), disidang terpisah di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara (Sumut) Rabu (3/7/2013). Baik dalam sidang terdakwa MY dan MH yang dipimpin hakim Hiras Sihombing, maupun dalam sidang terdakwa IKS yang dipimpin hakim Asban Panjaitan, majelis hakim membebaskan mereka dari segala dakwaan.

Hakim menyatakan, jaksa tidak bisa membuktikan terdakwa ikut serta atau secara bersama-sama terlibat dalam penganiayaan yang menyebabkan tewasnya 8 orang Myanmar di Rudenim Medan pada 5 April 2013 lalu. Begitu mengetahui hakim menjatuhkan vonis bebas, ketiga terdakwa yang berasal dari etnis Rohingya itu meluapkan kegembiraan.

Mereka menangis dan memeluk keluarganya masing-masing. Ekspresi gembira juga ditunjukkan kuasa hukum para terdakwa Mahmud Irsad Lubis, yang menyatakan akan segera mengurus pembebasan kliennya.

"Kami segera akan mengurus administrasi pembebasan terdakwa besok," kata Irsad.

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Evi dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Belawan mengajukan tuntutan masing-masing hukuman dua tahun penjara terhadap para tersangka. Terhadap putusan ini, jaksa menyatakan masih pikir-pikir apakah akan mengajukan banding atau tidak.

Selasa, 02 Juli 2013

Kegaduhan dan Teriakan Penuh Ancaman Sebelum 4 Tahanan Didor

Edzan Raharjo - detikNews

Bantul - Kegaduhan terjadi saat LP Cebongan Sleman diserang prajurit Kopassus yang kini jadi terdakwa. Dalam sidang terungkap, banyak teriakan dan tembakan selama 4 tahanan di-'eksekusi'.

Pegawai LP Cebongan Supratiknyo yang menjadi saksi sidang kasus Cebongan menyatakan saat LP didatangi sekelompok orang, 6 petugas asyik menonton bola di TV. Terdengar ketukan pintu. Petugas LP Hendrawan Tri Widiyanto melihat dari lubang pintu portir, lalu berkoordinasi dengan komandan. Namun, tiba-tiba pintu terbuka. Sekitar 5 orang memakai rompi dan sebo atau penutup wajah masuk.

"Mereka membawa senjata laras panjang dan ada laras pendek seperti pistol," kata Supratiknyo di Pengadilan Militer Yogyakarta, Bantul, Selasa (2/7/2013).

Supratiknyo jadi saksi bersama Hendrawan Tri Widiyanto dan Margo Utomo. Eks Kalapas Sukamto Harto absen.

2 Pelaku yang bersenjata laras panjang minta diantar ke rumah kepala keamanan LP Margo Utomo yang berada di kompleks LP untuk mengambil kunci sel. Mereka bernegosiasi dengan Margo agar diizinkan meminjam tahanan titipan Polda. Margo menelepon pimpinan, tapi HP-ya direbut pelaku. Kemudian terdengar suara minta tiarap.

Supratiknyo mengaku sempat terkena tendangan atau poporan hingga setengah sadar. Saat petugas tiarap, terdengar suara gaduh dan rentetan tembakan.

"Ada yang ngomong, awas ada CCTV! Saat itu suasana gaduh, ada yang nendang pintu," ungkap Supratiknyo.

Saat petugas LP masih tiarap, terdengar teriakan dari blok A5. Ada ancaman akan ditembak dalam hitungan 1 sampai 10. Kemudian terdengar rentetan tembakan.

"Ada ancaman. Mati kalian semua, ada hitungan satu, dua, kemudian ada suara geser-geser kasih jalan," kata Supratiknyo sambil menyebut ada jeda antara rentetan tembakan pertama dan kedua.

Seperti sidang sebelumnya, sidang dengan 12 terdakwa anggota Kopassus ini diramaikan pengunjung. Selain memantau, beberapa di antaranya melakukan aksi. Hari ini, seniman pantomin Jemek yang 'tampil'. Ia menyerahkan bunga mawar ke terdakwa dan melepas burung sebagai simbol dukungan terhadap terdakwa.

Kesaksian Pegawai LP Cebongan Menjelang 'Eksekusi' Brutal 4 Tahanan

Edzan Raharjo - detikNews


Bantul - Pegawai LP Cebongan Hendrawan Tri Widiyanto bersaksi di sidang dengan terdakwa prajurit Kopassus. Ia menceritakan semuanya, dari masuknya kelompok berpenutup kepala hingga tembakan beruntun.

Hendrawan bersaksi untuk terdakwa Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto, dan Kopral Satu Kodik. Dia mengaku tidak mengenal prajurit Kopassus Grup-2 Kandang Menjangan tersebut.

Saat kejadian, Sabtu (23/3/2013), Hendrawan sedang menonton siaran sepak bola di TV. Pelaku masuk sebentar lalu keluar lagi mencari kunci blok. Kepala keamanan LP yang tinggal tak jauh dari LP, Margo Utomo, didatangkan.

Pelaku membuka penutup kepala sedahi dan berbicara dengan Margo. Tak lama kemudian, beberapa pelaku merebut HP Pak Margo. Mereka menyuruh kepada petugas LP untuk tiarap.

"Ada yang mengomando, tiarap, tiarap, tiarap. Saya langsung tiarap," katanya di Pengadilan Militer Yogyakarta, Selasa (2/7/2013).

Selama kurang lebih 15 menit, pegawai LP, termasuk Hendrawan tiarap. Hendrawan takut mendongak karena dijaga dan tidak melihat apa-apa. Dor-dor-dor! Terdengar suara tembakan beruntun. "Tidak tahu berapa kali," ungkapnya.

Setelah para pelaku pergi, Hendrawan bangun dan menuju ke arah sumber tembakan, yakni di blok A5. Ditemukan 4 tahanan sudah tewas karena luka tembakan.

3 Pegawai LP Jadi Saksi Sidang Kasus Cebongan, Eks Kalapas Absen

Edzan Raharjo - detikNews

Bantul - Sidang kasus penyerangan LP Cebongan dengan terdakwa 12 oknum Kopassus kembali digelar. Sidang ke-5 ini mengagendakan keterangan dari saksi.

Tiga saksi telah hadir di Pengadilan Militer Yogyakarta, Selasa (2/7/2013). Mereka merupakan pegawai LP Cebongan, yakni Indrawan Tri Widiyanto (staf KPLP sebagai saksi 1), Pratikno sebagai saksi 2, dan Margo Utomo sebagai saksi 3. Sementara, mantan Kalapas Cebongan, Sukamto Harto menyatakan tidak bisa hadir.

Para pegawai LP ini menjadi saksi bagi terdakwa Serda Ucok Tigor Simbolon, Serda Sugeng Sumaryanto, dan Kopral Satu Kodik.

Kepala Kanwil Kemenkumham DIY Rusdiyanto mengatakan mantan kalapas tidak bisa hadir karena sedang keperluan.

"Beliau sudah laporan tidak bisa hadir, sehingga saksi digantikan dengan staf lain. Beliau akan hadir di lain waktu," kata Rusdianto yang mendampingi para saksi.

Para saksi tiba di pengadilan dengan pengawalan ketat dari aparat kepolisian dari LP Cebongan. Saat ini sidang tengah berlangsung.