Rabu, 29 Februari 2012

Pakar : kasasi atas putusan bebas murni langgar KUHAP

Rabu, 29 Februari 2012 21:52 WIB | 612 Views
Jakarta (ANTARA News) - Instansi tertentu dinilai telah melanggar undang-undang karena bersikeras melakukan upaya kasasi atas putusan bebas murni dalam perkara yang menjerat Direktur Utama PT SBT Parlin Riduansyah, kata pakar.

Pakar Hukum Pidana Andi Hamzah kepada wartawan, di Jakarta, Rabu, mengatakan upaya kubu Kejagung melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan tetap melakukan kasasi atas kasus yang diputus bebas murni oleh pengadilan tingkat pertama dinilia melanggar Pasal 244 KUHAP.

"Entah karena ada alasan tertentu, ada main atau apapun alasannya, tidak bisa diajukan kasasi terhadap sebuah putusan bebas. KUHAP sangat jelas mengaturnya," kata Hamzah.

"Kenyataannya memang beberapa kali kejaksaan mengajukan kasasi atas putusan bebas dan dikalahnya Mahkamah Agung menerimanya. Kalau KUHAP saja diabaikan, saya tidak tahu pedoman upaya yang mereka gunakan untuk menegakkan hukum," bebernya.

Hamzah lantas memberikan contoh, ketika dirinya masih seorang jaksa di tahun 50-an hingga 60-an, tidak ada satupun upaya kasasi dilakukan terhadap putusan bebas.

"Sebagai penegak hukum sudah seharusnya malu menegakkan hukum dengan cara-cara yang justru melanggar aturan yang mengkoridorinya," pungkasnya.

Sementara itu, dihubungi secara terpisah Wakil Jaksa Agung (Waja), Darmono, menyatakan jaksa dimungkinkan untuk mengajukan kasasi atas putusan bebas murni sepanjang jaksa itu bisa mempertanggungjawabkannya.

Sebelumnya, Direktur Utama PT SBT Parlin Riduansyah menduga ada praktik mafia hukum dalam kasus yang menjerat dirinya.

Kecurigaan adanya praktek mafia hukum di tubuh korps Adhyaksa tersebut muncul ketika Pengadilan Negeri Banjarmasin pada 19 April 2010 yang memutuskan vonis bebas murni dirinya atas dakwaan eksplorasi lahan kawasan hutan tersebut yang tidak memiliki izin dari Menteri Kehutanan, namun oleh pihak kejaksaan mengajukan kasasi.

Padahal, dalam amar putusannya PN Banjarmasin menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu primair kesatu subsidair atau dakwaan kedua.

Hakim beri peringatan, Angie tetap jawab tidak

Rabu, 29 Februari 2012 15:32 WIB | 2374 Views
Batal dikonfrontir Angelina Sondakh hadir dalam sidang kasus dugaan suap Wisma Atlet dengan terdakwa M.Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Rabu (29/2). Angelina batal dikonfrontir dengan Mindo Rosalina Manulang karena Mindo sakit. (FOTO ANTARA/Fanny Octavianus)
Berita Terkait
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Majelis Hakim dalam persidangan kasus Wisma Atlet dengan terdakwa M. Nazaruddin, Dhanarwati Ningsih, sempat memberikan peringatan agar Angie memberikan keterangan yang jujur dan benar, mengenai kesaksiannya, saat persidangan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta pada Rabu pagi.

"Sesuai dengan pasal 22, bila memberikan keterangan palsu dan bohong, akan dikenakan sanksi hukuman minimum tiga tahun penjara," ujar Dhanarwati kepada Angie.

Dhanarwati juga kembali menanyai Angie perihal fotonya dan pembicaraan Blackberry (BB) dengan Rosa, dan lagi-lagi menekankan bahwa bila Angie sebagai saksi memberikan keterangan palsu dan bohong pada persidangan, maka dia akan dijerat hukuman.

"Itu benar foto saya, namun Blackberry itu bukan milik saya Yang Mulia. Saya baru memiliki Blackberry di akhir 2010," ujar Angie, yang diikuti sorak "huu..." oleh para wartawan dan penonton yang hadir dalam persidangan itu.

Persidangan itu pun akhirnya batal mengkonfrontasi kesaksian Mindo Rosalina Manulang dengan Angelina Sondakh.

Angie datang ditemani adik iparnya, Mudji Masaid akhirnya meninggalkan ruang sidang Tipikor dengan pengawalan polisi.

Ia memilih diam membisu meskipun para wartawan menghujaninya dengan berbagai macam pertanyaan. (M048)
Polda Metro Terima Laporan Sutan Bhatoegana
Headline
Kombes Rikwanto - inilah.com
Oleh: Farhan Faris
Nasional - Rabu, 29 Februari 2012 | 15:28 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Polda Metro Jaya telah menerima laporan yang dibuat oleh sekretaris Sutan Bhatoegana, Melki Dedi Iskandar, terkait pengrusakan ruang kerja Sutan Bhatoegana pada Selasa (28/2/2012) sore.

"Karyawannya ya yang melaporkan ke Polda kemarin Selasa (28/2/2012) pukul 19.00 wib. Laporannya karena ada orang yang melakukan pengrusakan di ruang kerjanya di ruang 0905 lantai 9 Gedung Nusantara I Komplek MPR/DPR RI," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto, di Mapolda Metro Jaya, Rabu (29/2/2012).

Rikwanto menambahkan, yang dilaporkan yaitu Hasyim dan Akbar Hanafi. Keduanya dilaporkan karena memasuki ruangan tanpa ada izin dan permisi.

Selain itu Rikwanto menjelaskan kronologis kejadiannya, pada Selasa kemarin, sekitar pukul 13.00 WIB ada orang yang mendatangi ruang kerja Sutan Bhatoegana di 0905 lantai 9 Gedung Nusantara I Komplek MPR/DPR RI.

Seseorang ini bermaksud untuk menagih hutang tetapi orang yang ditagih tidak berada di tempat, kemudian orang tersebut memukul dan merusak printer kantor. Atas perbuatan yang tidak menyenangkan maka dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan Nomor Laporan: 718/II/2012/PMJ/Ditreskrimum.[bay]
MA Kaji Kekecewaan Eep Hidayat atas Vonis Kasasi
Headline
Bupati Subang (nonaktif) Eep Hidayat. - inilah.com
Oleh: sumitro
Nasional - Rabu, 29 Februari 2012 | 14:26 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) tengah mengkaji laporan lisan dan data-data putusan kasasi majelis hakim terhadap Bupati Subang (nonaktif) Eep Hidayat.

Menurut Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA, Ridwan Mansyur, laporan tersebut saat ini sudah berada di meja pimpinan, Harifin Tumpa.

"Baru disampaikan, jadi itu kan secara lisan berikut data-data soal putusan majelis hakim," tuturnya kepada INILAH.COM, Rabu (29/2/2012).

Kedatangan Eep ke MA, Senin (27/2/2012), sangat disayangkan masyarakat. Apalagi Eep membawa puluhan pegawainya di lingkungan Pemerintah Kabupaten Subang, karena dinilai mengganggu proses pelayanan kepada masyarakat.

Meski begitu, Ridwan mengatakan, MA tidak akan masuk lebih dalam soal itu karena masalah tersebut merupakan kewenangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) apalagi menyangkut pengembalian mobil dinas Eep dan puluhan bawahannya.

Mengenai penjelasan MA, Ridwan belum bisa memberikan lebih jauh karena tengah dikaji pimpinan. Dan keputusannya langsung ditangan Ketua MA.

Dalam kasus ini, MA lebih melihat kedatangan Eep sebagai bentuk pernyataan sikap atas putusan perkara korupsi biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pemkab Subang Tahun 2005-2008, bukan meminta penjelasan dan meminta jawaban.

"Pernyataan sikap, pada pokoknya tidak puas dengan putusan MA bukan meminta jawaban tertulis," tambah Ridwan. [yeh]
Penyerang Sistoyo Harus Dihukum Berat
Headline
Nasir Djamil - inilah.com
Oleh: Agus Rahmat
Nasional - Rabu, 29 Februari 2012 | 15:34 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil mengecam penyerangan yang dilakukan Dedi Sugarda.

Dedi asal Bandung, menyerang jaksa nonaktif Sistoyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat, Rabu (29/2/2012) siang.

"Apapun motifnya, pelaku harus dihukum berat karena telah menyerang aparat penegak hukum," ujar Nasir.

Dugaan sementara, Dedi menyerang Sistoyo dengan senjata tajam karena gerah dengan maraknya kasus korupsi di Indonesia. Saat itu, Sistoyo yang menjadi terdakwa kasus suap, usai menjalani persidangan.

Sistoyo mengalami luka bacok di kening. Ia dilarikan ke Rumah Sakit Khusus Bedah Halmahera di Jalan LLRE Martadinata.

Nasir mengimbau agar siapapun harus menghormati proses hukum. Jika kecewa, tidak boleh main hakim sendiri.

Selain itu, kejadian ini harus dijadikan pelajaran bagi petugas keamanan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian yang mengawal Sistoyo.

"Saya juga menyayangkan aparat keamanan di ruang pengadilan tidak bisa mencegah pelaku sehingga terjadi penyerangan tersebut," ucapnya. [bar]

Minggu, 26 Februari 2012

Eep serahkan aset Pemkab Subang ke MA

Minggu, 26 Februari 2012 02:18 WIB | 2364 Views
Karawang (ANTARA News) - Rombongan Bupati Subang nonaktif Eep Hidayat akan menyerahkan aset-aset pemerintah kabupaten setempat sekaligus menyerahkan mandat bupati dan wakil bupati ke Mahkamah Agung pada, Senin, 27 Februari 2012.

"Belasan hingga puluhan kendaraan dinas Pemkab Subang akan kami bawa dan akan diserahkan ke MA (Mahkamah Agung), untuk selanjutnya MA yang harus melaksanakan pemerintahan Kabupaten Subang," kata Eep Hidayat  di Subang, Sabtu.

Ia mengatakan aset-aset Pemkab Subang serta mandat bupati dan wakil bupati akan diserahkan ke MA, karena MA yang merupakan lembaga pengadilan negara tertinggi dinilai telah menyalahkan orang (Eep) yang tidak bersalah.

Menurut dia, dengan adanya putusan MA yang dinilai telah menyalahkan orang yang tidak bersalah, maka pihaknya menyerahkan pelaksanaan pemerintahan daerah Subang.

"Saya bersama Plt Bupati Subang Ojang Sohandi akan membawa SK Bupati Subang dan SK Wakil Bupati Subang ke MA untuk diserahkan dan silakan MA melaksanakan mandat rakyat Subang untuk melaksanakan pemerintahan daerah Subang," katanya.

Eep mengaku yakin langkah yang diambilnya tepat, sebagai wujud sikap penolakan terhadap vonis MA yang menyebutkan dirinya bersalah dalam kasus biaya pungut pajak bumi dan bangunan tahun 2005-2008, dan diancam penjara selama lima tahun.

"Dalam audit BPK, dalam kasus itu tidak ditemukan kerugian negara, kenapa saya kemudian divonis lima tahun penjara. Padahal di Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), saya sudah tidak terbukti dan divonis bebas atas dasar tidak ada kerugian negara dalam kasus itu," kata dia.

Ia menegaskan, rencana penyerahan aset-aset Pemkab Karawang sekaligus menyerahkan mandat bupati dan wakil bupati Subang itu sendiri bukan atas dasar "perintah" dirinya.

Tetapi secara sadar dilakukan para pejabat di lingkungan Pemkab Subang, termasuk secara sadar juga dilakukan oleh Pelaksana Tugas Bupati Subang Ojang Sohandi, Ketua DPRD Subang Atin Supriatin.

Rabu, 22 Februari 2012

3 Pembunuh Irzen Octa Dituntut 7 Tahun
Headline
IST
Oleh:
Metropolitan - Selasa, 21 Februari 2012 | 22:40 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Tiga terdakwa pembunuh Irzen Octa dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tujuh tahun penjara. Mereka adalah Arief Lukman, Donald Haris dan Henry Waslinton.

JPU Joelindra Nasution, dalam tuntutannya meyakini bahwa ketiga terdakwa ini secara meyakinkan melakukan perbuatan yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
"Menyatakan terdakwa Lukman, Donald, dan Henry bersalah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan matinya seseorang. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa satu, dua dan tiga selama tujuh tahun," ujar Joelindra saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (21/2/2012).

Lebih lanjut, ketiga terdakwa ini dianggap memberatkan karena tidak mengakui perbuatannya. Sementara yang meringankan karena terdakwa belum pernah dihukum. Selain ketiganya, ada dua terdakwa lainnya yaitu Humizar Silalahi dan Boy Yanto Tambunan.

Mereka dijerat KUHP pasal 333 tentang perampasan kemerdekaan seseorang, pasal 351 ayat 3 tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan pasal 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan.

Irzen Octa ditemukan tewas pada 29 maret 2011 silam. Diduga, penyebab kematiannya karena dianiaya para penagih hutang atau debt collector. [gus]
PN Putuskan Pengurus Yayasan Trisakti Tidak Sah
Headline
IST
Oleh: Renny Handayani
Metropolitan - Rabu, 22 Februari 2012 | 03:10 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan kepengurusan Yayasan Trisakti tidak sah. Hal tersebut tertuang dalam salinan resmi Keputusan PN Jakarta Selatan No.40/Pdt.G/2011/PN/Jkt.Sel yang diputus pada 5 Januari 2012 lalu.

"Dalam Amar nomor 6 memutuskan bahwa Universitas Trisakti adalah Pembina dan Pengelola dari satuan Pendidikan Tinggi Universitas Trisakti,” ujar Ketua Senat Universitas Trisakti Prof. Dr.Prayitno dalam keterangannya, Selasa (21/2/2012).

Selanjutnya, pada amar nomor 4 lanjut dia, diputuskan bahwa Anggaran Dasar Yayasan Trisakti yang termuat di dalam Akta Notaris Nomor 22 Tertanggal 7 September 2005 tentang berita acara rapat Yayasan Trisakti yang dibuat oleh/dihadapan Notaris Sutjipto adalah tidak sah.

"Dan menyatakan bahwa kepengurusan Yayasan Trisakti yang didasarkan pada akte tesebut adalah tidak sah," sambungnya.

Hal senada disampaikan Kuasa Hukum Univesitas Trisakti, Effendi Saragih. Menurutnya, Yayasan Trisakti jelas telah melakukan perlawanan hukum.

"Dengan adanya putusan ini, maka Yayasan Trisakti tidak dapat melakukan tindakan hukum apapun terhadap Universitas Trisakti,” tegas Effendi.

Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Karyawan Trisakti, Advendi Simangunsong mengatakan, menyusul putusan ini, artinya telah ada dua putusan Pengadilan Negeri yang memenangkan Universitas Trisakti setelah keluarnya keputusan MA No. 821 K/Pdt/2010 Tanggal 28 September 2010.

Sebelumnya Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam putusannya dengan Nomor 34/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Tim tertanggal 15 Juni 2011 juga telah memutuskan bahwa Universitas Trisati adalah pembina pengelola dan penyelenggara satuan pendidikan tinggi Universitas Trisakti.

Pada amar putusan nomor 3, PN Jaktim juga telah menyatakan bahwa Surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaaan Nomor 0281/u/1979 tanggal 31 Desember 1979 telah dinyatakan cacat hukum, kadaluarsa dan tidak memiliki kekuatan hukum, padahal yang menjadi dasar bagi Mahkamah Agung (MA) untuk memenangkan Yayasan Trisakti adalah SK Mendikbud tersebut.

"Jadi dasar hukum putusan MA telah terbukti cacat dan tidak memiliki kekuatan hukum. Itulah dasar kami untuk menolak eksekusi Universitas Trisakti selama ini,” tegas Advendi.

Sehingga lanjut dia, dengan bukti bukti baru tersebut pihaknya tengah mengajukan Peninjauan Kembali pada Makamah Agung (MA). Salinan resmi keputusan PN Jaksel ini juga sudah disampaikan kepada pihak-pihak terkait yakni Ketua PN jakarta Barat, Komandan Kodim Jakbar, dan Wali Kota Jakbar.

‘’Kami ingin sampaikan kepada semua pihak bahwa Yayasan Trisakti tidak lagi memiliki legal standing untuk melakukan tindakan hukum apapun terhadap Universitas Trisakti," pungkasnya. [gus]

Senin, 20 Februari 2012

Hari Ini KPK Hadirkan Muhaimin di Pengadilan

VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan untuk menghadirkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hari ini, Senin 20 Februari 2012.

Jaksa KPK akan meminta keterangan Muhaimin Iskandar sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dana Percepatan Infrastruktur Daerah (PPID) untuk kawasan transmigrasi.

"Muhaimin Iskandar dijadwalkan besok (hari ini) dihadirkan di persidangan kasus PPID," kata Johan Budi SP kepada VIVAnews.com, Minggu 19 Februari 2012 malam.

Menurut rencana, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu akan bersaksi bagi anak buahnya Sesditjen P2KT Kemenakertrans I Nyoman Suisnaya dan Kabag Evaluasi dan Pelaporan Ditjen P2KT Kemenakertrans Dadong Irbarelawan.

Sebelumnya Senin pekan lalu, Jaksa KPK, Jaya P Sitompul juga telah menyampaikan di hadapan majelis hakim akan menghadirkan  Muhaimin Iskandar dan Ali Mudhori dalam persidangan.

Muhaimin disebut dalam dakwaan Nyoman dan Dadong. Keduanya didakwa baik sendiri atau bersama-sama  Abdul Muhaimin Iskandar, Djamaluddin Malik menerima uang sejumlah uang Rp2 miliar dari pengusaha PT Alam Jaya Papua, Dharnawati.

Atas perbuatannya tersebut, dua pejabat Kemenakertrans itu terancam hukuman pidana penjara maksimal 20 tahun penjara dan pidana denda maksimal RP1 miliar.

Muhaimin berkali-kali membantah dugaan keterlibatannya. "Kan sudah bolak balik saya tegaskan, nama saya dicatut, dipakai-pakai. Ya sudah apalagi," kata Muhaimin di Gedung DPR, Rabu 25 Januari 2012.

Bantahan juga disampaikan melalui staf khususnya. Atas keterangan pengusaha Danny Nawawi, yang menyebut Muhaimin kekurangan THR.

"Masak tidak pernah ketemu dikatakan baru saja keluar ruangan menteri. Tidak pernah berbicara dengan menteri mengaku dimintai tolong menghimpun dana THR," kata Staf Khusus Menakertrans, Faisol Reza, dalam keterangan yang diterima VIVAnews.com, Jumat 10 Februari 2012.(np)

Kamis, 16 Februari 2012

Hotman Paris anggap hakim kurang agresif terhadap Angelina Sondakh

Jakarta (Antara News) - Salah seorang kuasa hukum Nazaruddin Hotman Paris Hutapea menilai majelis hakim kurang agresif  terhadap Angelina Sondakh yang pada hari Rabu memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus suap Wisma Atlet.

"Tadi itu, majelis hakim terlalu lembut dan manis. Sementara bila kami yang bertanya, dia bilang 'sudah, sudah, sudah,'" ujar Hotman kepada wartawan usai persidangan tersebut di Tipikor, Jakarta pada Rabu.

Hotman mengatakan majelis hakim tidak berhasil membuat Angie "mengaku" atas percakapan melalui BBM atau pun pertemuan-pertemuan yang berdasarkan kesaksian Rosa dan Yulianis juga ikut dihadiri oleh Angie.

Hotman juga mengatakan bahwa ada kejanggalan terhadap pemeriksaan atas kasus tersebut.

"Berdasarkan BAP Nazaruddin, seharusnya itu diberi pertanyaan, 'benarkah kau terima uang dari Wisma Atlet? 'namun tidak pernah ada pertanyaan itu," ujar Hotman.

Mengenai pertemuan-pertemuan terkait kasus korupsi wisma atlet itu, Hotman juga mengatakan bahwa semua saksi dan pihak terkait sudah mengakuinya kecuali Angie. "Semua orang sudah mengakui, tapi Angie terus menyangkal," ujarnya.
(M048)

Selasa, 14 Februari 2012

KY nilai penghapusan kode etik bukti hakim anti-perubahan

Senin, 13 Februari 2012 22:20 WIB | 1481 Views

Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori mengatakan, putusan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) atas SKB Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim merupakan wujud dari tidak adanya pergeseran paradigma dan kultur di sebagian hakim MA yang anti perubahan dan sangat positivistik.

"Kami berharap putusan itu bukan sikap resmi MA dan ke depan KY bersama MA dapat menyusun Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang lebih progresif dalam menjaga dan menegakkan kehormaan hakim," kata Imam Anshori kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Menurut dia, dihapusnya prinsip 8 dan prinsip 10 SKB Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim tentu berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas pengawasan hakim.

Pernyataannya itu terkait dengan putusan majelis hakim MA telah mengabulkan permohonan uji materi poin 8 dan poin 10 Kode Etik Hakim yang diajukan oleh sejumlah advokat, yakni Dr Henry P Pangabean, Humala Simanjuntak, Dr Lintong O Siahaan dan Sarmanto Tambunan.

Majelis hakim yang dipimpin oleh Dr Paulus Effendie Lotulung SH ini menyatakan butir 8.1, 8.2, 8.3, 8.4 serta butir-butir 10.1, 10.2, 10.3, dan 10.4 Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua MA dan Ketua KY pada 8 April 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi.

Majelis hakim menyebut bahwa poin 8 dan poin 10 Kode Etik Hakim itu bertentangan dengan Pasal 40 Ayat (2) dan Pasal 41 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jo Pasal 34A Ayat (4) UU Nomor 3/2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No.14/1985 tentang Mahkamah Agung.

Putusan ini dibacakan pada 9 Februari 2012 dan diputuskan oleh majelis hakim yang terdiri atas Dr Paulus Effendie Lotulung SH (ketua) dan anggota terdiri atas Dr H Ahmad Sukardja SH MA, Rehngena Purba SH MS, Dr Takdir Rahmadi SH LLM dan Dr H Supandi SH MHum.

Permohonan uji materi Kode Etik Hakim ini terkait dengan putusan KY mengenai hakim yang menangani perkara mantan Ketua KPK Antasari Azhar melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Dalam putusannya, KY menilai majelis hakim kasus Antasari terbukti melanggar prinsip profesionalitas karena mengabaikan sejumlah barang bukti penting di hadapan pengadilan.

Majelis hakim dinilai mengabaikan fakta persidangan, yaitu dengan tidak memasukkan pertimbangan ahli forensik Munim Idris dan baju korban yang tidak bisa dihadirkan ke persidangan.

Sebagai hukuman, KY menskorsing hakim Heri Swantoro, Prasetyo Ibnu Asmara, dan Nugroho Setiaji karena melanggar kode etik hakim poin 10.4, yaitu mengabaikan fakta pengadilan.

Atas putusan tersebut, MA menolaknya karena hal tersebut sebagai teknis yudisial dan merupakan kemandirian hakim.
(J008)

Pengacara Antasari kecewa putusan PK MA

Senin, 13 Februari 2012 20:16 WIB | 1348 Views
Hakim Agung Suhadi memberikan keterangan kepada wartawan mengenai permohonan Peninjauan Kembali (PK) mantan Ketua KPK Antasari Azhar di Jakarta, Senin (13/2). Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana Antasari Azhar . (ANTARA/Prasetyo Utomo/12)
Berita Terkait
Jakarta (ANTARA News) - Pengacara Antasari Azhar, Maqdir Ismail, kecewa dengan putusan Mahkamah Agung yang menolak upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali kliennya sehingga mantan ketua KPK itu tetap dihukum 18 tahun penjara.

"Sebagai warga negara yang taat hukum, tentu putusan ini harus diterima dan dihormati, kita tidak boleh mengabaikan putusan ini. Meskipun bagi saya putusan ini sangat mengecewakan," katanya, di Jakarta, Senin.

Ia menyebutkan sampai hari ini dirinya belum dapat mengetahui argumen Majelis Hakim dalam menolak PK Antasari Azhar ini. "Kami belum mengetahui pendapat Majelis PK terhadap novum yang disampaikan," katanya.

Menurut putusan PN Jakarta Selatan, Azhar, dianggap terbukti menganjurkan untuk melakukan pembunuhan berencana. Meskipun tidak pernah ada fakta yang jelas adanya niat atau inisiatif Antasari Azhar untuk melakukan pembunuhan.

Cerita tentang pembunuhan atau sumber uang semua berasal dari Sigid H Wibisiono, karena selama persidangan tidak pernah ada pengakuan atau kata yang keluar dari mulut Azhar untuk melakukan pembunuhan terhadap korban.

Ia menyebutkann dalam pemeriksaan PK oleh PN Jakarta Selatan, tidak ada bantahan dari pihak Kejaksaan terhadap novum yang disampaikan Azhar dan pengacaranya.

"Tidak juga ada bantahan terhadap adanya keterangan ahli mengenai anak peluru yang ditemukan dalam tubuh yang berasal dari dua senjata yang berbeda," katanya.

Dalam keterangannya di hadapan persidangan, secara jelas dan terang ahli balistsik Widodo Harjoprawito dengan cara membandingkan anak peluru dan anak peluru pembanding, dikatakan bahwa ada perbedaan antara anak peluru pembanding dengan anak peluru yang satu, sedangkan yang lain sama dengan anak peluru pembanding.

"Hal lain yang perlu kita lihat adalah logika dari perbandingan bekas peluru pada mobil almarhum Nasrudin Zulkarnaen yang terlihat secara vertikal, sedangkan bekas luka pada tubuh almarhum adalah horizontal. Karena terkena pada pelipis kiri dan belakang telinga sebelah kiri," katanya.

Hal yang tidak kalah penting, kata dia, apa betul Majelis PK telah secara cermat memutus perkara ini, mengingat berkas perkara ini sangat tebal dan dokumennya tidak sedikit.

Salah satu contoh adalah mengenai pertimbangan Hakim tingkat pertama yang menyatakan, bahwa Hendrikus mengikuti korban dalam waktu cukup lama mengikuti korban. Sebab didalam persidangan tidak ada keterangan Parmin yang menyatakan, dia mengetahui orang yang mengikuti mobil yang dikemudikanya adalah Hendrikus.

Tidak juga ada fakta yang menerangkan bahwa Edo mengetahui adanya kegiatan dari Hendrikus mengikuti mobil korban pada waktu penembakan dilakukan.

"Yang tidak kalah penting untuk dicermati dari putusan PK ini mengenai penilaian Majelis PK terhadap kelalaian Hakim dalam mempertimbangkan barang bukti yang tidak terkait dengan perkara pembunuhan almarhum Nasrudin Zulkarnaen," katanya.

"Saya sangat kecewa dengan putusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan PK Antasari Azhar ini dan mudah-mudahan penolakan PK ini tidak menjadi putusan yang sesat dan menyesatkan," katanya. (R021)

Jumat, 03 Februari 2012

Pengadilan Indonesia Dinilai Hanya Keras Pada Rakyat Kecil

Egir Rivki - detikNews

Jakarta - Putusan Mahkamah Agung terkait penahanan Nenek Rasminah selama 130 hari, dinilai mencoreng nama penegak hukum di mata masyarakat. Pakar Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Soetandyo Wignyosoebroto, menilai putusan tersebut, petanda bahwa jaksa tidak mau kalah dalam kasus ini, sehingga ajukan kasasi.

"Pengadilan ini bukanlah tempat menang atau kalah, tapi soal keadilan. Carilah keadilan di pengadilan," ungkap Prof. Tandyo, saat berbincang dengan detikcom, Kamis (2/2/2012) malam.

Putusan MA ini, lanjutnya, semakin meyakinkan kepada masyarakat awam, jika hukum di Indonesia memang seperti pisau. Hukum di Indonesia, menurutnya, tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

"Ini mendandakan jika hukum di Indonesia sangat keras ke rakyat kecil. Sedangkan ke atas, kayaknya susah sekali," paparnya.

Ia mengatakan, hukum memang tidak memandang golongan ekonomi masyarakat. Ia pun mengatakan, berbicara hukum ialah berbicara fakta yang disertai bukti-bukti, namun penegak hukum juga harus peka terhadap pola pikir hukum dari sudut pandang masyarakat awam.

"Sebaiknya penegak hukum tidak kaku memandang hukum-hukum yang normatif," ucapnya.

Hakim nonaktif Syarifuddin dituntut 20 tahun

Kamis, 2 Februari 2012 21:16 WIB | 2287 Views
ilustrasi Sidang Hakim Syarifuddin Terdakwa kasus suap, Hakim PN Pusat non aktif Syarifuddin menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi kurator di Pengadilan Tipikor, Jakarta (FOTO ANTARA/Yudhi Mahatma) ()
Berita Terkait
Jakarta (ANTARA News) - Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut hakim nonaktif Syarifuddin dengan hukuman 20 tahun penjara karena dianggap bersalah menerima suap Rp250 juta dari kurator Puguh Wirawan.

Jaksa dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, menyebutkan terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima Rp250 juta.

Perbuatan tersebut, lanjutnya, telah mencederai nama korps kehakiman. Karena itu, jaksa juga menuntut terdakwa untuk membayar ganti rugi sebesar Rp500 juta, subsidair kurungan enam bulan.

Jaksa menilai hakim nonaktif Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini telah melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hakim nonaktif Syarifuddin tertangkap tangan di rumahnya yang berlokasi di daerah Sunter usai diduga menerima suap dari kurator Puguh Wirawan yang juga ditangkap di daerah Pancoran di hari yang sama.

Kasus dugaan penerimaan suap ini berkaitan dengan penetapan aset PT SCI sebagai aset non budel pailit sehingga dapat dijual. Aset tersebut berupa sebidang tanah di Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat.

Kurator Puguh Wirawan telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara dalam perkara yang sama.

Jaksa menilai tidak ada hal yang dapat meringankan terdakwa. Justru banyak hal yang dianggap memberatkan seperti tidak kooperatif dalam pemeriksaan, merusak nama baik korps hakim, tidak mendukung program pemberantasan korupsi pemerintah.
(T.V002/I007)

Kamis, 02 Februari 2012

Darmono : Rasminah tidak harus ditahan

Rabu, 1 Februari 2012 21:10 WIB | 635 Views
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Jaksa Agung Darmono menyatakan, Rasminah yang dituduh mencuri enam piring pada Juni 2010 atas laporan majikannya, Siti Aisyah Soekarnoputri, tidak harus ditahan meski putusan Mahkamah Agung menghukumnya dengan kurungan 140 hari.

"Jadi kalau dieksekusi tinggal menandatangani berita acaranya saja. Kalau pas dengan tahanan dia tidak perlu harus masuk dalam tahanan lagi," katanya di Jakarta, Rabu.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, memvonis bebas setelah penuntut umum menuntutnya dengan lima bulan kurungan.

Rasminah sendiri sempat ditahan selama 140 hari yang pada akhirnya penahanannya ditangguhkan, sedangkan jaksa sendiri mengajukan kasasi ke MA.

Darmono menyatakan, putusan itu sesuai dengan masa tahanan terhadap Rasminah, kendati dirinya mengaku belum membaca putusan itu secara lengkap.

"Tapi yang saya dengar informasi putusan hakim itu sudah pas dengan selama dia berada di dalam tahanan. Jadi kalau dieksekusi tinggal menandatangani berita acaranya saja," katanya.

Ia juga menghargai jika Rasminah berniat mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) atas putusan tersebut. "Kami menghargainya," katanya.
(T.R021/I007)