Angling Adhitya Purbaya - detikNews
Semarang - Hakim ad hoc nonaktif Kartini Juliana
Magdalena Marpaung dijatuhi vonis delapan tahun penjara dan denda Rp 500
juta karena menerima suap. Atas keputusan ini, dia memberikan komentar
singkat.
"Luar biasa," kata Kartini singkat usai persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang, Jl Suratmo, Kamis (18/4/2013).
Kuasa hukum terdakwa, Sahala Siahaan, menilai merasa ada yang tidak adil dalam persidangan terkait keterlibatan hakim lain.
"Kami
cukup surprise. Sepertinya peran dari hakim Pragsono dalam beberapa
pertimbangan dihilangkan. Di sini seolah-olah yang memiliki peran adalah
terdakwa dan hakim Asmadinata. Rasanya tidak adil semua kesalahan
dibebankan kepada terdakwa," kata Sahala.
Kartini ditangkap KPK
tanggal 17 Agustus 2012 lalu bersama hakim ad hoc Tipikor Pontianak Heru
Kisbandono di halaman gedung PN Semarang karena menerima pemberian atau
janji berupa uang tunai Rp 150 juta. Uang tersebut dimaksudkan untuk
mempengaruhi hasil persidangan kasus dugaan korupsi biaya perawatan
mobil dinas Kabupaten Grobogan yang melibatkan ketua DPRD Kabupaten
Grobogan nonaktif, M Yaeni. Uang itu diterima melalui adik M Yaeni, Sri
Dartutik.
Diketahui Sri Dartutik divonis oleh majelis hakim
dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsidair tiga
bulan penjara. Sedangkan Heru Kisbandono dijatuhi hukuman enam tahun
penjara dan denda Rp 200 juta subsider empat bulan penjara. Sebelumnya
Kartini dituntut jaksa dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 750
juta, namun majelis hakim menjatuhkan vonis jauh lebih rendah.
Kartini
dinyatakan bersalah melanggar pasal 12 huruf c Undang-undang RI Nomor
31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI
nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo
pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar