Selasa, 24 Januari 2012

Mantan Direktur Peruri Kena 2,5 Tahun Penjara

VIVAnews - Upaya mantan Direktur Produksi Uang Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri), Abu Bakar Baay, agar lepas dari jeratan korupsi pupus. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta bukannya mengurangi hukuman, justru menambahnya.

"Mengubah putusan Pengadilan Tipikor Jakarta dan menjatuhkan pidana penjara pada terdakwa menjadi 2 tahun 6 bulan subsidair 1 bulan kurungan," kata Juru Bicara PT DKI Jakarta, Ahmad Sobari, kepada VIVAnews.com, Jumat 20 Januari 2012.

Putusan ini dibacakan oleh Majelis Hakim Tinggi pada 18 Januari 2012. Hakim terdiri dari Hj Roosdarmani sebagai Ketua Majelis, dengan anggota Ahmad Sobari, Zahrul Rabain, As'adi AlMa'ruf, dan Amiek Sumindriyatmi.

Ahmad Sobari menjelaskan, meski majelis menerima permintaan banding terdakwa, namun hukuman tidak diringankan. Hal itu karena perbuatan terdakwa dilakukan bersama-sama.

Sebelumnya, Pengadilan Tipikor memvonis Abu Bakar selama 1,5 tahun penjara. Dia bersama mantan Direktur Perencanaan, Suparman, terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus dugaan korupsi dana Biaya Operasional Direksi (BIOPSI) Perum Peruri tahun anggaran 2002-2007.

Selain pidana penjara, Suparman juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp75 juta subsidair 3 bulan kurungan dan uang pengganti sebesar Rp333,5 juta subsidair 1 tahun kurungan.

Sementara Abu Bakar Bay divonis hukuman pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan, denda sebesar Rp75 juta subsidair 3 bulan kurungan dan uang pengganti sebesar Rp332,7 juta subsidair 1 tahun kurungan. (ren)

Mantan Dirut IM2 Jadi Tersangka Korupsi

VIVAnews - Mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Mantan Bos IM2 berinisial IA ini dinilai melakukan penyalahgunaan jaringan frekuensi 2,1 Ghz IM2 atau generasi ke tiga (3G).

IA ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor PRINT-04/F.2/Fd.1/01/2012 tertanggal 18 Januari 2012. Atas perbuatannya, negara diduga dirugikan hingga Rp3,8 triliun.

"Ini hasil ekspos tim penyelidikan dan telah disimpulkan seperti itu," kata Juru Bicara Kejaksaan Agung, Noor Rachmad, Jumat 20 Januari 2012.

Noor menjelaskan, IA sebagai tesangka karena saat itu, PT Indosat Mega Media (IM2) sebenarnya tak pernah mengikuti seleksi pelelangan pita jaringan bergerak seluler IM2-2000 pada pita frekuensi 2,1 GHz.

Namun, PT IM2 menyelenggarakan jaringan itu melalui kerjasama yang dibuat antara PT IM2 dengan Indosat Tbk. Padahal, IM-2 adalah anak usaha Indosat. "Jadi sebetulnya, dia itu jaringannya internet," kata dia.

Hal inilah, kata Noor yang menyebabkan IM2 dinilai menyalah gunakan jaringan dan tanpa izin dari pemerintah.

"Kita tidak tahu dimensubkan atau meritelkan, akhirnya dia kerjasama dengan IM2. IM2 notabene tidak punya hak memanfaatkan jalur tadi, karena tak pernah ikut lelang, tak pernah membayar kewajiban-kewajiban," kata dia.

Atas perbuatannya, IA dikenakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (eh)

Jumat, 20 Januari 2012

Suami Malinda Divonis Empat Tahun

Jpnn
JAKARTA —Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman empat tahun penjara kepada Andhika Gumilang. Hakim menilai suami Inong Malinda tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam tindak pidana pencucian uang serta pemalsuan dokumen.

‘’Menjatuhkan pidana  kepada terdakwa selama empat tahun dan denda 350 juta rupiah,’’ ujar Yonisman, hakim yang memimpin sidang tersebut di PN Jakarta Selatan, Kamis (19/1).

Andhika dinyatakan terbukti melakukan pidana pencucian uang dari aliran dana yang diterimanya melalui istrinya, Inong Malinda. Dimana dana tersebut diduga bersumber dari hasil kejahatan yang dilakukan Malinda selama menjadi karyawan Citibank.

‘’Terdakwa Andika Gumilang alias Juan Farero terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencucian uang  secara berulang menggunakan surat palsu,’’ tambah hakim.

Surat palsu yang dimaksud majelis adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu yang sengaja dibikin atas nama Juan Farero. KTP abal-abal ini berdomisili di Senayan, Jakarta dan digunakan untuk membuat rekening BCA. Melalui rekening inilah hakim menyebut Andhika menerima aliran dana dari Malinda.

‘’KTP yang digunakan terdakwa adalah palsu karena identitas yang tertera adalah tidak benar dan tidak dikeluarkan oleh Kelurahan Senayan karena tidak terdapat pengajuan pembuatan KTP,’’ pungkas majelis.

Terkait putusan ini majelis memberikan waktu bagi Andhika untuk mempertimbangkan, menerima atau menempuh upaya banding atas vonis majelis itu.

‘’ Saya menerima,’’ ujar Andhika di hadapan majelis. Namun demikian pengacara Andhika menyebut keputusan menerima vonis itu belum final. Pihaknya masih akan merundingkan kembali apakah akan menempuh upaya banding atau tidak.

‘’Saya takut Andika menerima itu emosional saja, tapi itukan itu belum tanda tangan. Nanti kita bicarakan lagi untuk banding,’’ kata Devi Waluyo, salah seorang kuasa hukum Andhika.(zul/jpnn)

Kamis, 19 Januari 2012

Kewenangan Konstitusional KY Strategis Bagi Reformasi Peradilan



Jakarta (Komisi Yudisial) - Dua kewenangan konstitusional yang dimiliki KY yaitu mengusulkan pengangkatan hakim agung ke DPR, dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim mempunyai arti penting dan strategis dalam kerangka reformasi peradilan.
Mengingat masalah yang terjadi di peradilan utamanya terkait dua aspek yang menjadi kewenangan konstitusional KY. Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial, Drs. Muzayyin Mahbub, M.Si ketika menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Dr. Sutomo, Surabaya di kantor KY, Senin (16/01).
Muzayyin mengatakan, sebelum ada KY, proses pengangkatan hakim agung melalui mekanisme pengusulan ke DPR yang dilakukan oleh Pemerintah dan Mahkamah Agung. Namun, tambah dia, proses ini belum jelas mekanisme dan ukurannya sehingga menimbulkan kesan kurang transparan.
Tetapi dengan diserahkannya tugas pengusulan pengangkatan hakim agung ke KY dengan mekanisme yang transparan diharapkan hakim agung yang terpilih adalah yang profesional dan mempunyai moral bagus. Selain itu hakim agung yang dihasilkan oleh KY juga diharapkan menjadi agen perubahan dan menjadi panutan bagi para hakim di pengadilan tingkat pertama dan banding.
“Alhamdulillah selama pelaksanaan seleksi calon hakim agung sejak 2006 hingga 2011 tidak ada isu-isu tentang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh Komisi Yudisial,” ujar Muzayyin.
Sementara menyangkut wewenang KY dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim, menurut Muzayyin, ketentuan ini justru dengan jelas menempatkan KY sebagai pengawas eksternal perilaku hakim. (KY/Dinal)

Rabu, 18 Januari 2012

Adang Daradjatun selesai diperiksa KPK

Jakarta (ANTARA News) - Mantan Wakapolri Adang Daradjatun selesai diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan suap pemberian cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI) dengan tersangka istrinya sendiri, Nunun Nurbaeti.

Dalam pemeriksaa KPK, pada Senin, Adang mengatakan ada beberapa pertanyaan yang diajukan tim penyidik.

"Pertama adalah apakah saya kenal Miranda Goeltom? Ya, saya kenal," kata Adang kepada para wartawan setelah selesai diperiksa di Gedung KPK pada Selasa.

Adang juga ditanya sejak kapan mengetahui kasus tersebut.

"Saya tahu kasus ini sejak pertama kali ibu (Nunun Nurbaeti) dipanggil ke KPK," kata Adang.

Nunun menjadi tersangka kasus dugaan suap cek perjalanan terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004.

Dia diduga memberikan cek perjalanan kepada anggota DPR 1999-2004 untuk meloloskan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI).

Adang, ketika masih menjabat Wakapolri, diduga mengarahkan Fraksi TNI/Polri DPR 1999-2004 agar memilih Miranda sebagai DGSBI.

Adang meninggalkan gedung KPK dengan mobil Kijang Innova berwana hitam dan bernomor polisi B 289 MA setelah menjawab pertanyaan para wartawan.
(A059)

Ari Sigit diperiksa terkait dugaan penipuan

Jakarta (ANTARA News) - Cucu mantan Presiden Soeharto, Ari Sigit memenuhi panggilan penyidik Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya), terkait laporan dugaan penggelapan dan penipuan uang senilai Rp2,5 miliar.

"Saya diperiksa sebagai saksi," kata Ari Sigit di Markas Polda Metro Jaya, Selasa.

Ari mengatakan penyidik meminta keterangan dirinya selaku komisaris PT Dinamika Daya Andalan terkait dugaan penggelapan dana.

Ari menyebutkan pihaknya tidak mengetahui kasus penggelapan dan penipuan dana sebesar Rp2,5 miliar, karena Direktur Utama (Dirut) PT Dinamika Daya Andalan berinisial S yang bertanggung jawab atas proyek kerja sama perusahaannya.

Tanggung jawab Dirut PT Dinamika Daya Andalan berdasarkan surat pernyataan yang ditandatangani pejabat bersangkutan, termasuk operasional perusahaan tersebut, tutur Ari.

Saat pemeriksaan, Ari mengenakan kemeja batik didampingi pengacara dan pengawal, serta menumpang mobil bernomor polisi B-1797-SJA.

Sebelumnya, pimpinan anak perusahaan PT Krakatau Wajatama, Sutrisno dan Mariati melaporkan Ari Sigit sebagai pimpinan PT Dinamika Daya Andalan (Dinamika) terkait dugaan penggelapan dan penipuan dana mencapai Rp2,5 miliar, 27 Oktober 2011.

PT Krakatau Wajatama menunjuk perusahaan milik Ari Sigit tersebut, sebagai pelaksana proyek pengurugan tanah di Cilegon, Banten.

Pihak PT Krakatau Wajatama sudah membayarkan uang sebesar Rp2,5 miliar kepada perusahaan Ari Sigit sebagai jaminan pelaksanaan proyek pengurugan tanah.

Penyidik telah dua kali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Ari Sigit pada Jumat (13/1), namun cucu mantan Soeharto tersebut tidak memenuhi panggilan.
(T014/R010)

KPK Tetap Lindungi Orang Besar?

NILAH.COM, Jakarta - Mengikuti persidangan kasus korupsi Wisma Atlit SEA Games publik disajikan data terang benderang yang cukup mencengangkan. Bahwa orang-orang besar yang sering tampil seperti orang bijak, ternyata merupakan para koruptor kakap.Orang besar seperti Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, Angelina Sondakh, Mirwan Amir - semuanya dari Partai Demokrat, kemudian Alex Noerdin dari Golkar, sejak awal sudah disebut mendapatkan aliran dana dari hasil korupsi di proyek tersebut. Nama-nama mereka tidak pernah hilang dari setiap kesaksian oleh orang kecil seperti Mindo Rosalinda Manulang, Yulianis dan Wafid Muharam.
Sejak pemeriksaan pertama hingga hasil pemeriksaan menjadi berita acara pemeriksaan (BAP), nama-nama yang disebutkan di atas, tidak pernah berubah. Artinya ada konsistensi dan keberanian dari orang-orang kecil itu untuk mengungkap keterlibatan orang-orang besar di atas dalam kasus korupsi tersebut.
Bahkan Mindo Rosalinda, sekalipun mendapat ancaman pembunuhan beberapa hari sebelum persidangannya, ketika bersaksi Senin (16/1/2012), tetap tegar menyebut nama-nama di atas.
Tetapi dari peta situasi yang ada, kelihatannya, nama-nama itu bakal tak tersentuh oleh kekuatan hukum sama sekali. Orang-orang besar itu hanya mengangkangi hukum dan keadilan Indonesia. Padahal kalau dicermati dan KPK mau menggunakan logika, lembaga ini punya alasan yang cukup kuat untuk menindak lanjuti keterlibatan orang-orang besar itu dalam skandal korupsi.
Soalnya konsistensi dari orang-orang kecil ini, bukan sebuah kebetulan. Tetapi konsistensi itu sudah merupakan sikap. Bahwa mereka berani menghadapi risiko apapun, dengan menyebut nama orang-orang besar tersebut.
Dari persidangan jelas terlihat, orang-orang kecil itu sesungguhnya bukanlah aktor-aktor penentu dari proyek tersebut. Mereka hanya pekerja yang dibayar gaji bulanan atau honorarium tertentu. Dari BAP yang ada juga terungkap, mereka tidak menikmati aliran dana korupsi tersebut. Mereka sekadar sebagai "juru bayar", pesuruh atau tempat penitipan. Namun ironisnya, merekalah pihak pertama yang menjadi korban. Mereka yang lebih dahulu dihukum.
Nama baik mereka hancur di mata publik dan keluarga. Mereka diberitakan di media dengan berbagai tuduhan, kemudian diperiksa, ditahan dan diadili. Berbulan-bulan nama mereka disebut sebagai orang yang terlibat dalam skandal korupsi pembangunan Wisma Atlit SEA Games. Sementara orang-orang besar, aktor-aktor riil yang pundi-pundi keuangan mereka mendapatkan aliran dana, tidak atau hanya disebut sambil lalu saja.
Oleh sebab itu keterangan orang-orang kecil ini menjadi hal yang penting. Sebab mereka tidak sama dengan Mohammad Nazaruddin. Kalau yang satu ini, bekas Bendahara Umum Partai Demoktrat, wajar jika kecipratan masalah. Sebab dia bagian dari aktor.
Soal benar tidaknya tudingan dia terhadap teman-temannya di atas, tapi Nazar tetap saja orang yang ikut punya besar sehingga terjadilah korupsi tersebut. Jadi segenting apapun tudingannya terhadap bekas teman-temannya kebenarammya masih bisa diragukan atau dipertanyakan.
Masalahnya karena Nazar selain politisi, dia juga seorang pengusaha. Sebagai politisi, bisa saja ia menuding orang-orang besar di atas, karena kepentingan politik dengan mereka sudah berbeda. Atau sebagai pegusaha, bisa saja berseberangan dengan teman-temannya di atas, karena antara dia dengan orang-orang besar iu sudah pecah kongsi.
Dan kalau Nazaruddin berusaha menjaring agar teman-temannya bisa ikut ditahan seperti dia, masuk akal. Soalnya orang-orang besar di atas tetap duduk manis sambil, menikmati kehidupan normal. Sementara nasib Nazar semakin tidak jelas. Selain kemungkinan Nazar bakal dipenjara, isterinya sampai sekarang masih menjadi buronan.
Sehingga dari segi psikologi dan kemanusiaan, sangat ajar jika Nazar semakin berang, berseberangan atau bermusuhan dengan orang-orang besar di atas. Kalau perasaan orang awam terhadap hukum yang digunakan, sejatinya pengadilan terhadap Mindo Rosalinda, sungguh sangat tidak adil.
Penegakkan keadilan dalam kasus korupsi Wisma Atlit ini, sangat pincang. Orang besar dilindungi, orang kecil dikorbankan. Dalam kasus ini cukup terlihat atau dirasakan, siapa yang mempunyai posisi tawar secara politik, akan dilindungi atau terlindungi.
Terlalu mencolok pemanfaatan kekuasaan atas kekuatan hukum dalam kasus ini. Selain itu tanpa disadari para penegak hukum dalam kasus ini seolah menganggap masyarakat terlalu bodoh. Tidak paham dengan perilaku-prilaku politik yang ikut mengorupsi hukum dan kekuasaan.
Bagaimana tidak? Sekalipun nama-nama orang besar itu sudah disebut berkali-kali, status mereka tetap saja seperti orang yang tidak bermasalah. Sudah lebih dari dua bulan, nama-nama orang besar itu disebut-sebut. Tetapi sampai saat ini tidak ada tanda-tanda bahwa KPK akan menjadikan mereka sebagai tersangka. Emangnya KPK akan bubar kalau orang-orang besar itu ditangkap?
Anas dan Angelina serta Andi Mallarangeng memang pernah diperiksa oleh KPK. Tetapi kelanjutan dari pemeriksaan itu, tidak ada. Sehingga kesan sementara, pemeriksaan itu hanya sebatas kosmetik. Tujuannya agar pemberantasan kourpsi di Indonesia kelihatan dikerjakan secara baik.
Kita tidak tahu apakah setelah kesaksian Mindo Rosalinda kemarin, akan ada tindak lanjut dari KPK atau bagaimana. Apakah KPK masih tetap membiarkan orang-orang besar itu seperti orang suci?
Mungkinkah kesaksian orang kecil itu oleh KPK hanya dianggap sebagai "masukan" saja. Logika hukum dan logika orang awam terhadap logika para penegak hokum, dalam menghadapi kasus Wisma Atlit ini semakin tidak bersesuaian.
Para ahli hukum begitu banyak dalih yang mereka gunakan untuk mematahkan sebuah fakta. Mereka lupa yang tidak bisa dipatahkan oleh ahli hukum manapun, adalah suara hati nurani, suara rakyat.
Dalam kasus korupsi Wisma Atlit, jika KPK sungguh-sungguh mau melakukan investigasi terhadap orang-orang besar tersebut, sebetulnya tidak sulit. Audit saja kekayaan mereka. Mudah sekali menemukan fakta valid. Bahwa kekayaan orang-orang besar itu melonjak drastis setelah ada kasus korupsi.
Lihat gaya hidup mereka. Seperti yang dilansir oleh berbagai media. Dengan pendapatan di DPR di bawah Rp100 juta per bulan tetapi bisa gonta-ganti kendaraan pribadi yang harganya ratusan juta bahkan di atas Rp1 miliar.
Bandingkan kehidupan mereka sebelum menjadi wakil rakyat. Sangat drastis lonjakan kemewahannya. Kehidupan mereka dengan saat kasus korupsi terbongkar, sangat domplang.
Persepsi tentang pengadilan korupsi akan berbeda apabila orang-orang besar yang disebutkan di atas dijadikan tersangka. Jadi tidak seperti sekarang, KPK hanya diam, menjadi penonton atas sandiwara peradilan. [mdr]

Senin, 16 Januari 2012

Dikonfrontir dengan Nazar, Rosa Tak Menangis Lagi

Febrina Ayu Scottiati - detikNews

Jakarta - Mindo Rosalina Manulang kembali menjadi saksi sidang kasus suap Wisma Atlet SEA Games Palembang untuk terdakwa M Nazaruddin. Kali ini dia tidak menangis lagi seperti pada kesempatan pertama pekan lalu yang juga dihadiri oleh Nazaruddin.

Wanita yang akrab dipanggil Rosa itu masuk ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, pada pukul 09.55 WIB, Senin (16/1/2012). Rosa yang mengenakan blazar warna coklat muda tersebut hadir bersama dua orang saksi lainnya untuk kasus yang sama, yaitu El Idris dan Dudung.

Pada saat itu di dalam ruang sidang, sudah ada Nazaruddin yang duduk berdampingan dengan tim kuasa hukumnya. Nazaruddin yang berkemeja batik lengan panjang warna biru, terlihat beberapa kali menundukkan kepalanya ketika majelis hakim mulai minta keterangan Rosa.

"Kapan pertama kali kenal Nazaruddin?" tanya Ketua Majelis Hakim, Dharmawati.

"April 2008, waktu itu saya melamar pekerjaan di PT Anugerah Nusantara. Saya lalu dikenalkan oleh Ibu Neneng ke Nazaruddin bahwa saya karyawan baru," jawab Rosa.

Selama menjawab pertanyaan hakim, Rosa terlihat tenang. Kondisi ini berbeda jauh dibandingkan pada sidang dua pekan lalu. Pada waktu itu Rosa tidak mampu menjawab pertanyaan majelis hakim karena terus menangis begitu mengetahui ada Nazaruddin hadir di ruangan sidang.

Akhir pekan lalu Rosa melalui kuasa hukumnya mengaku mendapat ancaman keselamatan dari seseorang yang diyakini sebagai suruhan Nazaruddin. Ancaman tersebut diduga tidak lepas dari kesaksian yang akan Rosa paparkan dalam sidang kali ini.

Apa saja yang akan Rosa ungkap sampai-sampai keselamatannya terancam? 

Rosa: Anas Urbaningrum Pemilik Permai Group, Sering Ikut Rapat

Fajar Pratama - detikNews

Jakarta - Selain Nazaruddin, Mindo Rosalina Manulang menyebut Anas Urbaningrum sebagai salah seorang pemilik Permai Group. Rosa mengatakan Ketua Umum Partai Demokrat itu sering ikut rapat.

"Pemilik Permai Group setahu saya, Pak Nazaruddin," kata Rosa saat bersaksi untuk Nazaruddin di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (16/1/2012). Sidang dipimpin hakim Dharmawati Ningsih.

"Lalu, siapa lagi pemiliknya?" kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, I Kadek Wiradana.

"Tahun 2008, ada Anas Urbaningrum," jawab Rosa.

"Kok bisa tahu dia pemilik juga," ujar Wiradana.

"Pak Anas sering ikut rapat di sana," kata Rosa.

Kesaksian Rosa tidak berbeda dengan 'nyanyian' Nazaruddin. Sejak masa pelariannya di luar negeri, Nazaruddin sudah cukup sering menuding Anas turut terlibat dalam kasus suap wisma atlet dan kasus lain. Anas juga disebut Nazaruddin, ikut memiliki saham di Permai Group.

"Saya ditanya soal posisi kantor di Mampang, saya jelaskan bahwa pimpinan di sana adalah Anas Urbaningrum," kata Nazaruddin usai menjalani pemeriksaan di Kantor KPK, Jakarta, pada Rabu 12 November 2011.

Selain mengungkap posisi Anas di kantor itu, Nazaruddin juga menyebut bahwa Yulianis menjabat sebagai Direktur Keuangan. Ia menunjukkan bukti kepada penyidik bahwa Yulianis adalah Direktur Keuangan di kantor itu.

Rosa sebut Anas Urbaningrum pemilik Grup Permai

Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa kasus suap Wisma Atlet Sea Games Mindo Rosalina Manulang, dalam kesaksiannya di persidangan menyebut Anas Urbaningrum sebagai salah satu pemilik Grup Permai selain Muhammad Nazaruddin.

"Setahu saya (selain M.Nazaruddin) adalah pak Anas Urbaningrum.... bapak sering hadir dalam rapat pada 2008," kata Rosa dalam kesaksiannya di persidangan kasus suap Wisma Atlet Sea Games di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin.

Dalam kesaksiannya, Rosa menyebutkan M. Nazaruddin dan Anas Urbaningrum sebagai pemilik Grup Permai pada 2008.

Rosa mengatakan Grup Perma telah mengeluarkan uang sebesar 20 milyar rupiah untuk proyek Hambalang dan Wisma Atlet Sea Games.

Rosa juga menyebutkan bahwa Anggota Dewan Angelina Sondakh meminta uang ke Rosa untuk mendapatkan dana untuk proyek Wisma Atlet yang juga untuk diberikan ke sejumlah anggota Banggar DPR-RI.

Jumat, 13 Januari 2012

Bendahara pemkab Langkat divonis bersalah

Medan (ANTARA News) - Mantan bendahara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat, Buyung Ritonga, divonis 2 tahun 8 bulan penjara di Pengadilan Tipikor Medan, Selasa, karena terbukti bersalah melakukan korupsi senilai Rp98,7 miliar terhadap dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2000-2007.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor diketuai Sugianto dalam amar putusannya menyebutkan, Buyung Ritonga diwajibkan membayar denda senilai Rp50 juta atau subsider tiga bulan penjara.

Selain itu, kata majelis hakim, terdakwa dipersalahkan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Hal-hal yang memberatkan terhadap terdakwa adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Sedangkan, hal-hal yang meringankan terdakwa berlaku sopan dalam persidangan dan tidak mempersulit jalannya pemeriksaan.

Terdakwa tersebut terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama, sehingga merugikan keuangan negara, kata Sugianto.

Perbuatan korupsi itu, menurut hakim, terjadi pada Februari 2000 hingga Desember 2007 ketika Buyung Ritonga menjadi pemegang kas dan kuasa BUD atas perintah

Bupati Langkat Syamsul Arifin melalui Surya Jahisa (Kabag Keuangan) telah mencairkan dana APBD Langkat secara bertahap sehingga seluruhnya mencapai Rp98,7 miliar.

Bahkan, kata majelis hakim, uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi Syamsul Arifin dan keluarganya, serta dibagi-bagikan kepada pihak lain.

Dengan perincian pada tahun 2005-2007 sebesar Rp52 miliar lebih, kas bon Tata Pemerintahan tahun 2000-2001 Rp249 juta, kas bon Bagian Keuangan 2000-2006 Rp6 miliar, kas bon Dinas PU 2005-2007 Rp22,8 miliar dan pinjaman untuk membeli 43 mobil dinas anggota DPRD Langkat 2002 - 2004 Rp10,2 miliar.

Sementara itu, menanggapi putusan majelis hakim tersebut, penasihat hukum menyatakan akan berkoordinasi dengan kliennya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Rehulina Purba menuntut hukuman 4 tahun penjara terhadap mantan Bendahara Pemkab Langkat Buyung Ritonga dan denda Rp50 juta atau subsider lima tahun penjara.

KP2KKN desak KY periksa hakim tipikor

Semarang (ANTARA News) - Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah mendesak Komisi Yudisial segera memeriksa majelis hakim di Pengadilan Tipikor Semarang yang membebaskan terdakwa kasus korupsi Jatirunggo, Agus Soekmaniharto.

"Surat desakan tersebut kami tujukan kepada Ketua Komisi Yudisial di Jakarta dan mengharapkan agar majelis hakim yang membebaskan terdakwa segera diperiksa," kata Koordinator KP2KKN Jawa Tengah Windy Setyawan Putra di Semarang, Kamis.

Majelis hakim yang menyidangkan terdakwa adalah Lilik Nuraini sebagai hakim ketua serta dua hakim anggota yakni Sinintha Sibarani dan Lazuardi Tobing.

Ia mengatakan, pada saat sidang dengan agenda pembacaan putusan terhadap terdakwa, hakim Lilik Nuraini dan Lazuardi Tobing menilai perbuatan terdakwa bukan termasuk tindak pidana korupsi, sedangkan hakim Sinintha Sibarani mempunyai pendapat yang sebaliknya.

"Akibat ada perbedaan pendapat dalam majelis hakim pada sidang yang berlangsung Senin (9/1) maka putusan majelis hakim tidak bulat dan kontroversial karena telah mencederai rasa keadilan," ujarnya.

Dua terdakwa lain dalam kasus pemindahbukuan uang ganti rugi pengadaan tanah yang terkena proyek pembangunan jalan tol Semarang-Solo milik puluhan warga Desa Jatirunggo, Hamid dan Suyoto, divonis masing-masing selama lima tahun penjara, Selasa (10/1).

Selain menyurati Komisi Yudisial, KP2KKN juga mengirim surat permohonan kepada Ketua Pengadilan Tipikor Semarang untuk mendapatkan salinan putusan perkara Nomor 58/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg dengan terdakwa Agus Soemaniharto.

"Permohonan data yang akan kami gunakan sebagai bahan monitoring tersebut berdasarkan Pasal 24 Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana KOrupsi dan UU Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik," katanya.

Dalam penanganan kasus Jatirunggo, Kejati Jateng telah menahan tiga terdakwa di Lembaga Pemasyarakatan Kedungpane Semarang, yakni Hamid dan Agus Soekmaniharto yang berperan sebagai perantara dan seorang ketua tim pembebasan tanah (TPT) pengadaan tanah pengganti yang terkena proyek pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo di Desa Jatirunggo bernama Suyoto.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Jawa Tengah menyatakan, kerugian negara dalam kasus pemindahbukuan uang ganti rugi pengadaan tanah yang terkena proyek pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo milik puluhan warga Desa Jatirunggo mencapai Rp12 miliar.

Modus yang dilakukan para pelaku penyimpangan adalah pemindahbukuan dari rekening warga pemilik lahan dan hanya sekitar Rp1 miliar yang telah diterima warga sebagai ganti rugi lahan dan pajak.

Kerugian dalam kasus Jatirunggo bisa dikategorikan kerugian hilang total (total lost) karena sebagian besar ganti rugi lahan tidak diterima warga sehingga tidak dapat dialihkan haknya menjadi milik negara.

Mantan kalapas narkotika Nusakambangan divonis 13 tahun

Cilacap (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Negeri Cilacap, Kamis malam, menjatuhkan vonis 13 tahun penjara dan denda Rp10 miliar subsider delapan bulan kurungan kepada mantan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Narkotika, Pulau Nusakambangan, Marwan Adli.

Majelis hakim yang diketuai Wilhelmus Hubertus Van Keeken menyatakan terdakwa Marwan Adli terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang dan terlibat dalam perdagangan narkoba.

Kamis, 12 Januari 2012

NASIONAL - HUKUM
Kamis, 12 Januari 2012 , 00:32:00

Mindo Rosalina Manulang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/1). Foto : Arundono W/JPNN
JAKARTA - Saksi kunci kasus suap Wisma Atlet, Rosa Manulang, terpaksa diinapkan di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu setelah Rosa membuat laporan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait ancaman dari pihak tertentu.

Rosa yang mengenakan sweater warna kombinasi merah dan putih, tiba di KPK sekitar pukul 22.30 dengan kawalan ketat penyidik KPK. Setidaknya ada empat mobil yang beriring-iringan membawa Rosa dari LPSK ke KPK. Semestinya, Rosa menempati salah satu sel di  Rutan Wanita Pondok Bambu.

Setibanya di KPK, perempuan yang sudah divonis bersalah karena menyuap Sesmenpora Wafid Muharam itu langsung dimasukkan ke gedung KPK melalui pintu samping. Rosa sendiri tak buka mulut saat ditanya wartawan.

Namun seorang penyidik mengatakan bahwa Rosa baru saja melapor ke LPSK. "Tidak ada apa-apa. Cuma barusan dari LPSK," kata salah seorang penyidik KPK.

Sedangkan kuasa hukum Rosa, Muhammad Iskandar, mengungkapkan bahwa ada pihak yang mengancam mantan anak buah M Nazaruddin di PT Anak Negeri itu. "Ada tindakan penekanan dari pihak tertentu berkaitan yang disampaikan Bu Rosa dalam perkara yang ditangani KPK," ujar Iskandar saat dihubungi tadi malam.

Seperti diketahui, sebelumnya Rosa berjanji tak akan menutupi sosok "Ketua Besar" yang disebut meminta jatah "apel".  Rosa mengaku siap membeber kesaksian di persidangan Nazaruddin.

Namun saat ditanya tentang kesediannya membongkar identitas "Ketua Besar", Rosa memberi jawaban tegas. "Pasti," kata Rosa saat ditemui di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/1).

Seperti diketahui, dalam beberapa kali kesempatan  Nazaruddin sering berkoar tentang "ketua besar" yang meminta "apel" ke Rosa Manulang melalui Angelina Sondakh. Nazaruddin bahkan membuka sosok yang disebut "ketua besar" dalam transkrip pembicaraan melalui BlackBerry Messenger (BBM) antara Rosa dan Angelina itu duduk di Badan Anggaran DPR.(ara/jpnn)

RELATED NEWS



Terbukti Korupsi, Kader Demokrat Divonis 17 Bulan

INILAH.COM, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis 17 bulan penjara dan denda Rp50juta subsidair tiga bulan kurungan terhadap Amrun Daulay.
Anggota Komisi II DPR (Fraksi Partai Demokrat) itu terbukti korupsi dan menyalahgunakan wewenang dalam kasus pengadaan mesin jahit dan sapi.
Menurut majelis hakim, dalam keputusannya Kamis (12/1/2012), Amrun menyalahi aturan tindak korupsi sebagaimana diatur Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 jo pasal 55 ayat
1 ke 1 KUHP.

Mantan Dirjen Bantuan Jaminan Sosial Departemen Sosial itu menunjuk langsung pengadaan mesin jahit kepada PT Ladang Sutera Indonesia dan sapi impor kepada PT Atmadhira Karya. Padahal, apa yang dilakukannya bertentangan dengan peraturan pengelolaan keuangan negara

"Apa yag dilakukan saudara terdakwa tidak sesuai dengan Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa," tandas hakim anggota, Tatik Hadianti.

Hal yang memberatkan, perbuatan Amrun Daulay menindaklanjuti arahan Bachtiar Chamsyah. Ini merupakan perbuatan yang tidak profesional, sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat dalam departemen sosial.

Hal yang meringankan, terdakwa dinilai sopan dan belum pernah berurusan dengan perkara hukum sebelumnya.

Atas vonis tersebut, terdakwa Amrun menyatakan pikir-pikir apakah ingin mengajukan banding atau menerima. [yeh]

PTUN diminta tolak gugatan Walhi

Banda Aceh (ANTARA News) - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh diminta menolak gugatan Walhi terkait terbitnya izin yang diberikan kepada perusahaan perkebunan sawit di hutan gambut Rawa Tripa, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh.

Permintaan penolakan tersebut disampaikan pengacara para tergugat, Pemerintah Aceh dan PT Kalista Alam, perusahaan yang mendapat izin perkebunan sawit tersebut, di PTUN Banda Aceh, Rabu.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh TM Zulfikar dalam keterangan persnya usai persidangan, mengatakan sidang PTUN tersebut mengagendakan mendengarkan jawaban tergugat atas gugatan lembaga peduli lingkungan hidup tersebut.

"Para tergugat menyampaikan keberatan mereka atas gugatan yang dilancarkan oleh Walhi Aceh terhadap pemberian izin pembukaan lahan oleh PT Kalista Alam," ungkap TM Zulfikar.

Ia mengatakan, pengacara PT Kalista Alam diwakili oleh Firman Azuar Lubis, SH, Marihut Simbolon SH, Ahmad Syukri Lubis SH, Fadillah Hutri Lubis, SH, menyampaikan jawaban setebal 24 halaman.

Sedangkan, pengacara pemerintah diwakili delapan pengacara memberikan jawaban tujuh halaman. Kedua tergugat meminta majelis hakim PTUN yang menyidangkan perkara agar menolak gugatan tersebut, katanya.

TM Zulfikar menyebutkan, dalam jawaban tergugat menyatakan tidak ada kerusakan lingkungan dalam pembukaan lahan di hutan gambut Rawa Tripa. Kalaupun ada yang rusak, mereka mengatakan masyarakat Rawa Tripa yang berhak menuntut, bukan Walhi Aceh.

"Sidang tersebut dihadiri puluhan massa dari mahasiswa Nagan Raya, berlangsung sekitar 20 menit. Sidang dilanjutkan pada 25 Januari 2012 pukul 10.00 WIB," ujar dia.

TM Zulfikar mengatakan, Walhi Aceh mewakili Tim Koalisi Tim Koalisi Penyelamatan Rawa Tripa (TKPRT) dan Forum Tataruang Sumatera (For Trust) mengajukan gugatan terhadap Gubernur Aceh terkait izin perkebunan sawit di hutan gambut Rawa Tripa.

Menurut dia, Walhi menilai Gubernur Aceh telah melawan hukum dengan mengeluarkan Surat Izin Gubernur Aceh No 525/BP2T/5322/2011 tanggal 25 Agustus 2011 tentang izin usaha perkebunan budi daya kepada PT Kalista Alam.

"Lahan yang diizinkan tersebut berada di Desa Pulo Kruet Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, dengan luas areal sekitar 1.605 Hektare," papar TM Zulfikar. (HSA/D009)

Rabu, 11 Januari 2012

Pengadilan Tipikor Padang sidangkan 27 kasus korupsi

Padang (ANTARA News) - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Padang telah menyidangkan 27 kasus korupsi sejak terbentuk pada April 2011.

Dari 27 kasus tersebut, menurut Humas Pengadilan Tipikor Padang Jon Effreddi di Padang, Rabu, 10 kasus telah diputus (vonis) oleh majelis hakim.

Kasus-kasus yang telah disidangkan di antaranya kasus korupsi dengan terdakwa Wakil Bupati Agam, Umar yang divonis satu tahun lima bulan penjara pada 5 Oktober 2011.

Kemudian, kasus korupsi Pertamina dengan terdakwa Tengku Agustin, Suhatril, dan Firman Syakban yang divonis masing-masing dua tahun penjara.

Lalu, kasus korupsi mobil pemadam kebakaran dengan terdakwa Bambang Hermanto dan kawan-kawan yang divonis dua tahun enam bulan penjara, serta terdakwa Rudi Hartono yang divonis empat tahun penjara dan denda Rp50 juta.

Menurut dia, Pengadilan Tipikor juga telah menjatuhkan vonis terhadap mantan Wali Kota Bukittinggi Djufri dan mantan Sekretaris Kota Bukittinggi Khairul masing-masing empat tahun penjara dalam kasus penggelembungan anggaran pengadaan lahan.

Kasus-kasus korupsi yang masih dalam proses persidangan di antaranya kasus dugaan peralihan tanah negara di Bukit Berkicut Nagari Koto Gaek Guguak, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok yang melibatkan mantan Bupati Solok, Gusmal serta enam terdakwa lainnya.

"Kemudian juga kasus korupsi penggelembungan harga pembelian tanah untuk pembangunan RSUD Dharmasraya dengan terdakwa Sekretaris Daerah Kabupaten Dharmasraya, Busra, serta ada beberapa kasus lagi yang masih dalam tahap persidangan," ujarnya.

Ia menyebutkan, di Pengadilan Tipikor Padang saat ini terdapat enam hakim. Jumlah itu dinilai masih sangat kurang.

Pengadilan Tipikor Padang berencana membangun gedung sendiri di kawasan Bypass Kota Padang, sementara saat ini masih menumpang di gedung Pengadilan Negeri Padang. (ZON/R014)

Senin, 09 Januari 2012

Survei Penegakan Hukum Buruk, Ini Kata Istana

VIVAnews - Survei terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyatakan kinerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono di bidang penegakan hukum pada 2011, sangat buruk. Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan tidak membantah survei persepsi publik itu.

"Memang harus diakui banyak hal yang harus diperbaiki," kata Julian di Kompleks Istana Negara, Senin 9 Januari 2012.

Menurut dia, pemerintah selalu mengevaluasi dan memperbaiki lubang-lubang yang terlihat dalam penegakan hukum. "Kami tahu sekarang justice sector reform sedang digalakkan, dikelola lebih baik," kata dia.

Julian mengungkapkan, banyak kasus yang belum tuntas atau penyelesaiannya kurang. Beberapa dari kasus-kasus ini merupakan warisan masa lalu. "Peninggalan-peninggalan masa lalu yang belum digarap atau diselesaikan secara hukum dengan baik," katanya tanpa menyebutkan kasus apa saja.

Pemaparan data longitudinal LSI dari 2008 - 2011, nilai di bidang ini selalu di atas 50 persen. Baru 2011, persepsi publik turun sampai di bawah 50 persen. Tanggapan? "Saya pelajari dulu ya secara utuh, nanti biar lebih tepat."
Direktur Eksekutif LSI, Dodi Ambardi mengungkapkan, proporsi publik yang menilai bahwa kondisi penegakan hukum di Indonesia buruk atau sangat buruk, jauh lebih besar ketimbang yang menilai sebaliknya.

Demikian juga proporsi publik yang menilai kinerja pemerintahan dalam pemberantasan korupsi buruk atau sangat buruk, yang mencapai level di bawah 50 persen. "Ini pertama kali terjadi dalam pemerintahan Yudhoyono sejak memenangkan Pemilu Presiden 2004," kata Dodi di Jakarta, kemarin.

LSI merilis hasil survei pada Desember 2011 dengan pertanyaan, "Bagaimana Ibu/Bapak melihat penegakan hukum secara nasional sekarang? sangat baik, baik, sedang, buruk, atau sangat buruk?"

Hasilnya hanya 1,9 persen responden menjawab sangat baik. Yang menjawab baik 31,3 persen, kategori sedang 18 persen, buruk 32,6 persen, sangat buruk 9,8 persen dan tidak jawab/tidak tahu sebanyak 6,3 persen.

Survei itu mengambil sample sebanyak 1.220 responden. Diperkirakan margin of error plus-minus 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden diwawancara pada 8-17 Desember 2011. (eh)

MA Tolak Kasasi Pengimpor Sabu Asal Inggris

VIVAnews - Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh warga negara Inggris, Khuram Antonio Khan Garcia. Khuram adalah terdakwa pengimpor 3,1 kilogram shabu ke Bali.

Putusan perkara dengan nomor 2319 K/PID.SUS/2011 diputus melalui rapat permusyawaratan majelis hakim yang terdiri dari R. Imam Harjadi, Surya Jaya dan Hatta Ali pada 29 Desember 2011 lalu.

"Tolak," demikian bunyi putusan MA, sebagaimana dilansir situs resmi MA, Senin, 9 Januari 2012.

Dengan ditolaknya kasasi ini, maka MA memperkuat putusan pengadilan tingkat banding dan pengadilan tingkat pertama yang telah menjatuhkan hukuman penjara selama 20 tahun.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Denpasar telah menjatuhkan vonis 20 tahun kepada Khuram Antonio Khan Garcia karena terbukti bersalah mengimpor 3,1 kilogram shabu ke Bali.

Warga negara Inggris ini terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah mengimpor narkotika golongan I yang beratnya melebihi lima gram sebagaimana diatur dalam pasal 113 ayat 2 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Majelis hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp1 miliar. Jika tidak dibayar dapat diganti dengan hukuman penjara satu tahun.

Garcia ditangkap setelah mendarat di Bandara Ngurah Rai, Bali  dengan menumpang pesawat Qatar Airways QR 636 dari Doha, 11 November 2010 dan telah ditemukan shabu yang disembunyikan di rongga dinding koper miliknya.

Petugas Bea Cukai Ngurah Rai bekerja sama dengan Polda Bali kemudian melakukan pengembangan dan berhasil menangkap Yan Zacharia Santoso.

Yan datang langsung dari Jakarta untuk mengambil sabu senilai Rp6 miliar ini juga telah divonis majelis hakim selama 18 tahun penjara.

Dalam persidangan, Garcia mengaku sebagai kurir atas perintah seseorang bernama Beny saat berada di Douala, Kamerun. Garcia disuruh membawa sabu ke Bali dengan imbalan 3.000 Poundsterling atau sekitar Rp42 juta. (sj)

Jumat, 06 Januari 2012

Mantan Walikota Bukittingi divonis empat tahun penjara

Padang (ANTARA News) - Majelis hakim Tindak Pinda Korupsi (Tipikor) memvonis Mantan Walikota Bukittinggi, Sumatera Barat, Djufri empat tahun penjara serta denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.

Mantan Walikota Bukittinggi terdakwa dugaan tindak pidana korupsi penggelembungan dana pembelian lahan tanah sejumlah proyek di Kota Bukittinggi.

Kasus itu terjadi pada 2007 saat Djufri menjabat sebagai Walikota Bukittinggi.

Sidang vonis mantan Walikota Bukittinggi diketuai Hakim tipikor, Asmuddin, dua hakim ad hok Sapta diharja, Embria Fitrianin, Jaksa penuntut umum (JPU), Dewi Pertama, Cs, sedangkan penasehat hukum (PH) Tumbur Simanjuntak, Anisda Nasition.

Putusan majelis Hakim yang diketuai Asmuddin dalam lanjutan persidangan kasus korupsi penggelembungan dana pembelian lahan tanah sejumlah proyek di Kota Bukittinggi.

"Berdasarkan fakta hukum, segenap unsur dakwaan pertam telah terpenuhi sehingga dakwaan tidak perlu dibuktikan lagi,"kata Ketua Majelis hakim Tipikor, Asmuddin.

Dia menambahkan, terdakwa telah mengembalikan uang honorarium pembelian lahan tahan di kota Bukittinggi.

"Terkdakwa hanya menandatangi telaah staf dalam pembelian tanah,"katanya.

Menanggapi vonis hakim, Mantan Walikota Bukittinggi Djufri, semua putusan hakim akan dibicarakan oleh penasehat hukum.

"Sebagai warga negara, akan bicarakan penasehat hukum besar kemungkinan melakukan banding terhadap putusan hakim Tipikor,"katanya.

Sementara itu penasehat hukum terdakwa, Tumbur Simanjuntak mengatakan pihaknya akan melakukan banding terhadap putusan hakim Tipikor yang telah memvonis klennya empat tahun penjara.

"Tetap melakukan upaya sesuai dengan hak terdakwa yakni akan melakukan banding terhadap putusan Majelis hakim Tipikor,"katanya.

Dia menambahkan, kliennya tidak pernah menerima uang dalam pembelian tanah yang berada di Kota Bukittinggi untuk kantor pemerintahan.

"Semua uang diterima pemilik tanah tanpa ada sedikitpun potongan dilakukan klien (Djufri),"katanya.
Hakim: Kepengurusan Yayasan Trisakti Tidak Sah
Headline
Foto: Ilustrasi
Oleh: Renny Sundayani
Metropolitan - Kamis, 5 Januari 2012 | 23:40 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam amar putusannya menyatakan bahwa Kepengurusan Yayasan Trisakti tidak sah.

Sehingga, PN Jaksel memutuskan bahwa Anggaran Dasar Yayasan Trisakti sebagai Akta Tidak Sah dan Batal Demi Hukum.

”Dalam Putusan No 40/PDT.G/2011/PN Jaksel pada tanggal 5 Januari 2012 menyatakan bahwa Anggaran Dasar Yayasan Trisakti yang termuat dalam Akta Notaris No.22 tertanggal 7 September 2005 yang dibuat oleh /dihadapan Notaris Sucipto SH adalah Akta yang tidak sah dan batal demi hukum,“ ucap majelis hakim yang diketuai oleh hakim Kusno di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,Kamis (5/1/2012).

Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Karyawan Universitas Trisakti yang ditemui wartawan seusai sidang pembacaan putusan mengaku putusan tersebut adil demi hukum. ”Ini Putusan yang memenuhi rasa keadilan ‘’ ujar Advendi Simangunsong SH.

Sementara,ditempat yang sama, Kuasa Hukum Universitas Trisakti Effendy Saragih,SH menegaskan bahwa dengan adanya Putusan ini maka para pihak yang selama ini menyebut dirinya sebagai pengurus Yayasan Trisakti tidak berhak melakukan tindakan hukum apapun juga atas nama Yayasan Trisakti terhadap Yayasan Trisakti maupun pihak lainnya.

”Ini semakin memperkuat kedudukan kami dimata hukum secara formal karena amar putusannya jelas menyatakan bahwa Universitas Trisakti lah yang merupakan pembina dan pengelola satuan pendidikan tinggi Universitas Trisakti dan bukan Yayasan seperti yang mereka sampaikan selama ini, ujarnya.

Apalagi, katanya, secara faktual selama ini sama sekali tidak ada peran Yayasan Trisakti dalam membesarkan Universitas Trisakti.

”Apalagi dari sisi sejarah pendiriannya Universitas Trisakti dibangun dan didirikan oleh Pemerintah melalui Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan No 014/dar Th 1965 hingga sejatinya Universitas Trisakti adalah milik negara,“ pungkasnya. [mar]

Gayus dituntut delapan tahun penjara

Kamis, 5 Januari 2012 20:49 WIB | 1195 Views
Terdakwa kasus dugaan korupsi Ditjen Pajak, Gayus Halomoan Tambunan mendengarkan pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/1). (FOTO ANTARA/Yudhi Mahatma)
Berita Terkait
Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menuntut mantan pegawai Ditjen Pajak Gayus Halomoan Tambunan delapan tahun penjara karena terbukti menyalahgunakan wewenang hingga pencucian uang.

Jaksa dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Khusus Tipikor Jakarta, Kamis, menyebutkan, selain harus menjalani hukuman delapan tahun penjara Gayus juga harus membayar denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Lebih lanjut jaksa menilai bahwa Gayus terbukti bersalah melanggar Pasal 12 b Undang-Undang (UU) Nomor 20 tahun 2001, subsider Pasal 5 ayat 2 Nomor 20 tahun 2001, karena menerima sesuatu terkait dengan wewenang dan jabatannya.

Ia juga dijerat Pasal 2 huruf 1 a UU 25 tahun 2003 tentang pencucian uang. Jaksa menyebut bahwa Gayus menempatkan 659,8 ribu dolar AS dan 9,68 juta dolar Singapura ke dalam penyedia jasa keuangan.

Pasal lain yang juga dikenakan Gayus yakni Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 20 tahun 2001, subsider Pasal 5 ayat 1 huruf b, karena diduga memberikan suap kepada sejumlah polisi yang bertugas di rumah tahanan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok.

Selain menuntut delapan tahun penjara, jaksa juga meminta Majelis Hakim menyita barang bukti Rp206 juta, 34 juta dolar Singapura, 659 ribu dolar AS, dan tabungan sebagaimana tersebut dalam barang bukti dirampas untuk negara.

Barang bukti lain yang dimintakan jaksa kepada Majelis Hakim untuk disita yakni mobil Honda Jazz dan Ford Everest.

(V002/I007)

Hari Sabarno divonis bersalah dalam pengadaan damkar

Kamis, 5 Januari 2012 20:18 WIB | 882 Views
Mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno menjalani sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (5/9). Hari didakwa melakukan korupsi dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran tahun 2002-2005 di 22 daerah yang menyebabkan kerugian negara Rp97 miliar. (ANTARA/Fanny Octavianus)
Berita Terkait
Jakarta (ANTARA News) - Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis bersalah terhadap mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno atas tindak pidana korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran di sejumlah daerah.

Ketua Majelis Hakim Tipikor Suhartoyo dalam persidangan di Pengadilan Khusus Tipikor Jakarta Kamis menyatakan bahwa Hari Sabarno terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi bersama-sama.

Atas vonis bersalah tersebut, mantan Menteri Dalam Negeri ini harus menerima hukuman 2,5 tahun penjara dan denda Rp150 juta atau subsidair tiga bulan kurungan.

Berdasarkan fakta persidangan, menurut Hakim, Hari telah mengarahkan 22 kepala daerah agar mengadakan mobil pemadam kebakaran dengan spesifikasi yang hanya diproduksi perusahaan milik Hengky Samuel Daud, dengan menerbitkan radiogram yang ditandatangani Oentarto.

Hakim juga menganggap Hari mengetahui dan menyetujui penerbitan surat pembebasan bea masuk untuk mobil damkar yang diproduksi PT Istana Sarana Raya milik Hengky Samuel Daud.

Selain itu, Majelis Hakim juga menilai Hari terbukti menerima mobil Volvo senilai Rp808 juta dan perabot rumah tangga yang pembeliannya dibayar oleh istri Chenny Kolondam.

Tindakan Hari tersebut, menurut Hakim, memberatkan Hari karena jelas tidak mendukung program pemberantasan tindak pidana korupsi yang digalakkan pemerintah.

Hal yang meringankan adalah Hari belum pernah menjadi terpidana, berjasa atas pengabdiannya pada negara, serta selalu sopan saat menjalani persidangan.

Atas vonis tersebut Hari pun langsung menyatakan banding.