Selasa, 14 Agustus 2012

Mantan Kepala BPN divonis enam tahun penjara

Bandarlampung (ANTARA News) - Mahkamah Agung memvonis enam tahun penjara kepada Mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tulangbawang, Syukri Hidayat, dalam kasus korupsi senilai Rp1,2 miliar.

"Sidang putusan berlangsung Rabu, 27 Juni 2012 lalu, dipimpin oleh Ketua majelis hakim Komariah Emong Sapardjaja, dan tepidana merupakan pelaku korupsi pengadaan program nasional sertifikasi tanah senilai Rp1,2 miliar," kata Panitera Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Renilda, di Bandarlampung, Senin.

Dia menjelaskan, salinan vonis MA tersebut telah diterima pada Rabu (8/8), setelah dalam sidang sebelumnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang, terpidana divonis bersalah dan dihukum tiga tahun, pada 19 Maret 2012.

Namun, terpidana tidak menerima vonis tersebut dan mengajukan banding.

Ternyata, di Mahkamah Agung, dia justru dikenai hukuman yang lebih tinggi, enam tahun penjara, dan wajib membayar denda Rp500 juta atau diganti pidana penjara enam bulan.

"Terdakwa menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang pada Rabu (7/9/2011), dengan agenda pembacaan dakwaan," kata dia pula.

Ia melanjutkan, dakwaan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agustina di hadapan Ketua majelis hakim Ida Ratnawati, didampingi hakim anggota Sri Suharini dan Haridi.

Tersangka Syukri Hidayat dituduh melakukan korupsi dalam pelaksanaan prona itu di beberapa desa, Trirejo Mulyo, Setiataman, Pancajaya, Mekartitama, Hendarloka I, Pujoagung, dan Rawajitu.

Sebanyak tujuh desa sasaran prona tersebut, terdapat sekitar sembilan ribu bidang tanah, dengan setiap pemilik tanah dikenakan biaya sertifikat per bidang sebesar Rp400 ribu hingga Rp450 ribu.

Program nasional pembuatan sertifikat lahan tersebut bersumber dari dana APBN Kabupaten Tulangbawang tahun 2008 sebesar Rp2 miliar.


Berita Terkait :

Jumat, 10 Agustus 2012

KY: Putusan MA Tak Menghukum Penjara Korupsi Rp 5 Juta Mengecewakan

Andi Saputra - detikNews

Jakarta Komisi Yudisial (KY) menghormati putusan Mahkamah Agung (MA) atas Agus Siyadi, terpidana korupsi senilai Rp 5 juta yang tidak dihukum penjara. Namun putusan kasasi ini mengecewakan dan tidak mencerminkan semangat pemberantasan korupsi.

"Kami menghormati putusan ini namun putusan ini mengecewakan masyarakat," kata Wakil Ketua KY, Imam Anshori Saleh, saat berbincang dengan detikcom, Senin (16/7/2012).

Sebagai lembaga yang dibentuk berdasar UUD 1945 yang berfungsi mengawasi dan menegakkan kehormatan hakim, KY memahami keinginan masyarakat yang berharap korupsi diberantas total tanpa memandang besaran nilai kerugian korupsi. Apalagi masyarakat membandingkan dengan fakta maling ayam atau pencopet dihukum penjara meski kerugian yang ditimbulkan hanya bernilai ratusan ribu rupiah.

"Kalau pencopet saja dipenjara, kok ini koruptor tidak. Ini putusan aneh. Untuk itulah, MA harus menjelaskan kepada masyarakat mengapa ada putusan ini supaya MA tidak mendapat cemoohan masyarakat," pinta Imam.

Imam mengakui hakim punya wewenang melakukan terobosan hukum dan independen dalam memutus perkara. Namun kewenangan ini harus digunakan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. "Kalau kasus seperti ini kan malah sebaliknya. Saya harap ini tidak menjadi yurisprudensi, tidak diikuti oleh hakim-hakim lainnya dalam memutus untuk kasus serupa," kata Imam berharap.

Seperti diketahui Agus adalah Sekretaris Desa Gili Ketapang, Kecamatan Sumberasih, Probolinggo, Jawa Timur, yang mempergunakan dana Alokasi Dana Desa (ADD) tidak sesuai peruntukannya sebesar Rp 5,795 juta.

PN Probolinggo dan PT Surabaya mengganjar Agus Siyadi dengan hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta dan uang pengganti sebesar uang yang dikorupsi. Tidak terima, Agus pun kasasi dan dikabulkan.

"Menjatuhkan pidana selama 2 bulan. Pidana itu tidak usah dijalankan kecuali di kemudian hari selama 4 bulan berakhir apabila terdakwa dipersalahkan," demikian bunyi putusan yang diketok pada 25 Januari 2012 oleh majelis hakim Imron Anwari, Surachmin dan MS Lumme.

"Hukuman percobaan diambil karena keuangan negara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan relatif sedikit yakni Rp 5,795 juta," sambung majelis hakim memberikan alasan dalam putusan bertanggal 25 Januari 2012 itu.

Testimoni Hakim tentang Dunia Peradilan: Wani Piro?

Andi Saputra - detikNews

Jakarta Harapan masyarakat terhadap lembaga peradilan sebagai benteng terakhir pencari keadilan belum sepenuhnya terpenuhi. Salah satunya karena faktor banyaknya mafia hukum. Hal ini diakui oleh hakim Pengadilan Agama Kota Baru, Kalimantan Selatan, Achmad Fauzi.

"Memang tidak semua penegak hukum (bermain), tapi tidak bisa dipungkiri itu memang masih ada," kata Fauzi saat berbincang dengan detikcom, Kamis (9/8/2012).

Kegundahan hati Fauzi dituangkan dalam sebuah buku berjudul 'Pergulatan Hukum di Negeri Wani Piro'. Meski sebagai hakim, dia tidak risih mengakui jika di institusinya masih ada jual beli perkara.

"Ini sebagai otokritik bagi lembaga peradilan sebab selama ini banyak yang risih dengan dirinya sendiri," papar Fauzi.

Buku terbitan Leutikaprio yang berpusat di Yogyakarta ini, memiliki tebal 145 halaman dan berisi kumpulan artikel Fauzi yang terserak di berbagai media massa. Kemudian dikumpulkan berdasarkan tema yang senada hingga akhirnya menghasilkan tiga pokok pembahasan.

Bab I buku tersebut menyoroti problem pemberantasan korupsi. Bab II menelaah ekspektasi publik terhadap integritas dan kualitas hakim yang membumbung tinggi. Bab III menyajikan berbagai problematika hukum keluarga dan aspek hukum lainnya. Termasuk skeptisisme pelaku ekonomi terhadap kapabilitas hakim agama dalam menangani sengketa ekonomi syariah.

Buku ini telah diluncurkan di internal lembaga peradilan agama dalam rangka memperingati 130 tahun hari jadi Pengadilan Agama beberapa waktu lalu.

"Saat bicara permasalahan perkara di pengadilan, maka orang akan berpikir, wani piro?" ujar Fauzi.
"Kosakata wani piro itu untuk menggambarkan takaran harga diri hukum juga autokritik terhadap penegak hukum supaya introspeksi sebelum dikoreksi oleh publik," tandas Fauzi.
'Wani Piro' atau yang berarti 'Berani Bayar Berapa' selama ini menjadi sindiran di kalangan penegak hukum. Belakangan juga menjadi tagline iklan rokok yang wira-wiri tayang di televisi.

Rabu, 01 Agustus 2012

Sejak 10 Tahun, Baru Ini KPK Sentuh Polri

INILAH.COM, Jakarta - Indonesia Police Watch (IPW) memberikan apresiasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan petinggi Polri, Djoko Susilo sebagai tersangka kasus korupsi.

IPW menilai langkah KPK ini cukup berani, terlebih sejak 10 tahun KPK dibentuk baru kali ini berani menyentuh Polri. "Terkait penetapan Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka kasus korupsi, menurut Indonesia Police Watch (IPW) adalah fenomena baru, tidak biasanya KPK seberani itu. Sejak berdirinya KPK 10 tahun lalu, baru kali ini KPK berani menyentuh Polri," kata Ketua Presidium IPW, Neta S Pane di Jakarta, Selasa, (30/7/2012).

Dengan adanya gebrakan baru tersebut IPW berharap KPK konsisten. Kita tidak ingin KPK justru diperalat oleh 'perang bintang' dan persaingan tidak sehat yang terjadi di Polri menjelang pergantian Kapolri.

”IPW berharap, jika terjadi korupsi, KPK harus mengusut tuntas kasusnya, sehingga tidak ada kesan KPK hanya diperalat untuk menjatuhkan citra perwira tinggi tertentu dalam persaingan calon kapolri pasca Timur Pradopo," pungkasnya.

Sebelumnya KPK menetapkan Irjen Pol Djoko Susilo sebagai tersangka dalam kasus penggelapan dana pengadaan barang simulator kemudi motor dan mobil untuk membuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Mabes Polri senilai Rp 196,87 miliyar saat menjadi pimpinan Korps Lalu Lintas Polri.[dit]

BPKP siap hitung korupsi Angkasa Pura I

Makassar (ANTARA News) - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulawesi Selatan siap menghitung kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pemeliharaan taman dalam dan luar Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar.

"Kami sudah menyiapkan tim khusus untuk melakukan penghitungan kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pemeliharaan bandara itu," ujar Kepala Bidang Investigasi, Joko Supriyanto di Makassar, Selasa.

Penegasan kesiapan penghitungan itu diutarakan usai membentuk dua tim yang menangani kerugian pada jenis pekerjaan pemeliharaan taman luar serta tim khusus yang menangani bagian interior seperti pengharum ruangan.

Meskipun sudah menyatakan sudah mulai bekerja, namun dirinya belum bisa memastikan kapan penghitungan itu akan dirampungkan yang selanjutnya diserahkan kepada penyidik pidana khusus (Pidsus) Kejati Sulselbar.

"Tidak ada target penyelesaian penghitungan. Kami berusaha secepatnya mendapatkan hasil penghitungan," kata Joko.

Sebelumnya, BPKP menolak audit proyek itu karena laporan tim ahli yang diserahkan penyidik Kejaksaan Tinggi tidak menyertakan syarat formal berupa berita acara pemeriksaan yang ditandatangani pelaksana dan pemilik proyek.

Asisten Pidana Khusus, Chaerul Amir mengatakan tim ahli menemukan kekurangan volume pekerjaan taman bandara karena pekerjaaan berupa penataan parkir, rumput, dan drainase air tidak sesuai dengan perencanaan.

Sebelumnya, proyek dugaan kasus korupsi pemeliharaan taman Bandara Internasional Sultan Hasanuddin itu ditaksir telah merugikan negara karena proyek itu dianggarkan dengan nilai Rp3 miliar.

Ia menyatakan pekerjaan yang dilakukan oleh salah satu pengelola bandara yang menjadi kontraktor itu dinyatakan telah rampung 100 persen sedangkan hasil temuan di lapangan jika proyek itu baru selesai sekitar 60 persen.

Dalam kasus ini, penyidik kejaksaan sudah menetapkan empat orang tersangka, dua di antaranya dari pihak Angkasa Pura I Makassar yang masing-masing menjabat sebagai asisten manajer.

Adapun pejabat yang dimaksud adalah Asisten Manager Teknik Landasan dan Tata Lingkungan MM dan Asisten Manager pada bidang lainnya yakni Spr.

Selain kedua tersangka dari pihak PT Angkasa Pura I, dua lainnya yang bertugas sebagai kontraktor juga ditetapkan sebagai tersangka. Namun, pihak penyidik masih merahasiakan identitas dari kedua tersangka itu dengan alasan akan melarikan diri.

Adapun peran keduanya dalam kasus yang sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan oleh tim pidana khusus Kejati Sulsel ini masing-masing untuk MM bertindak selaku tim pengawas pada proyek pemeliharaan taman diluar bandara yang disinyalir merugikan negara senilai Rp1,5 miliar pada 2009-2011 lalu.

Sementara Spr menjabat dalam proyek itu sebagai tim pengawas proyek pemeliharaan dalam bandara seperti pengadaan parfum di setiap ruangan bandara yang ditaksir menimbulkan kerugian keuangan negara senilai Rp3 miliar lebih.

Selain proyek pemeliharaan gedung yang diusut, kejaksaan juga tengah menelusuri serta memonitoring dugaan penyelewengan dana pengadaan dan perawatan Air Traffic Control (ATC) yang disinyalir ikut menimbulkan kerugian miliaran dari total anggaran Rp24 miliar 2005-2011.  (MH/F003)

KY-UGM kerjasama awasi kinerja hakim

Yogyakarta (ANTARA News) - Komisi Yudisial (KY) menjalin kerjasama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta untuk mengawasi kinerja dan perilaku hakim dalam proses peradilan.

Nota kesepahaman ditandatangani oleh Ketua Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman dan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Pratikno di Fakultas Hukum UGM di Yogyakarta, Selasa.

Eman Suparman mengatakan, masyarakat tidak hanya mengawasi perilaku para hakim tetapi juga mengawasi perilaku pengacara yang sering memberi "iming-iming" kepada hakim untuk memengaruhi putusan hakim dalam suatu perkara.

"Perilaku menyimpang yang dilakukan para hakim sebagian besar disebabkan oleh praktik suap yang dilakukan pengacara untuk memenangkan peradilan. Jika penyuapan terhadap hakim masih terjadi, maka perilaku hakim tidak akan berubah," katanya.

Ia mengatakan, KY memiliki wewenang untuk mengawasi hakim, tetapi tidak bisa memberi sanksi tegas, meskipun sudah mendapat laporan dari masyarakat dan memeriksa hakim bersangkutan.

"Tidak mudah memeriksa hakim. Hakim sering tidak mau datang saat di panggil KY, dipanggil pun malah saling tuding, alasannya `conflict of interest`," katanya.

Pihaknya berharap, para pengacara dan yang berperkara tidak melakukan praktik suap menyuap. Masyarakat jangan mau menyuap dan hakim jangan mau disuap.

Menurut dia, jika selama ini ada anggapan hakim kurang sejahtera karena gaji yang sangat minim, tetapi setelah dinaikkan minimal Rp10 juta per bulan, seharusnya menjadikan hakim lebih bersikap adil dan tidak melakukan praktik menyimpang.

"Kita lihat saja nanti, apakah hakim tetap tidak mau berubah meskipun gajinya sudah naik," kata Erman.

Pratikno mengatakan, kerja sama selama dua tahun ke depan tersebut direalisasikan dalam bentuk kuliah kerja nyata (KKN) tematik pemberdayaan masyarakat pengguna peradilan.

Menurut dia, keberadaan KY tidak hanya mengawasi perilaku hakim tetapi juga mengemban keinginan masyarakat agar proses peradilan berjalan adil dan transparan.

"Selama ini yang dihadapi adalah `kefrustrasian` dari kualitas peradilan. Masyarakat memiliki optimisme ketika KY ada," katanya.

Ia mengatakan, UGM menjalin kerja sama untuk memperkuat peran KY dalam mengawasi sistem peradilan.

"Pengawasan terhadap proses peradilan tidak hanya dilakukan oleh KY tetapi juga harus melibatkan masyarakat secara luas. Pengawasan dari masyarakat itulah yang paling penting," katanya.

Terdakwa penusukkan Raafi divonis bebas

Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa kasus pembunuhan Raafi Aga Winasya Benjamin di Shy Roofstop, Kemang, Jakarta Selatan, Sher Mohammad Febry Awan, divonis bebas majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan.

"Membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan dan memerintahkan terdakwa dikeluarkan dari tahanan serta memulihkan harkat dan martabatnya," kata pimpinan majelis hakim Muhammad Razzad, dalam pembacaan vonis kasus dugaan tindak pembunuhan tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa.

Terdakwa Sher Mohammad Febry Awan dituntut penuntut umum dengan 12 tahun kurungan karena dinilai melanggar Pasal 338 tentang pembunuhan dan Pasal 351 ayat (1) tentang Penganiayaan.

Di dalam pembacaan vonisnya, majelis hakim menyatakan dalam kejadian tersebut, tidak ada saksi baik dari teman Raafi serta Sher Mohammad Febry Awan adanya tindak penusukan tersebut.

Sekaligus dengan vonis itu, majelis hakim tidak menggunakan keterangan dari saksi Sanuri yang mengaku tetah dititipi pisau berdarah oleh terdakwa, demikian juga mengenyampingkan keterangan dari saksi Robby Syarif yang mengaku melihat terdakwa menyerahkan pisau tersebut ke Sanuri.

"Pisau itu tidak pernah diperlihatkan dalam persidangan," kata majelis hakim.

Ia menambahkan, dari pengakuan saksi Sanuri yang mengaku tidak begitu dekat dengan terdakwa, hingga tidak mungkin terdakwa menitipkan pisau berdarah itu ke orang yang tidak dikenal secara akrab.

Seusai persidangan, Febri menyatakan puas dengan putusan majelis hakim itu.

"Ternyata hukum di tanah air itu masih ada," katanya.

Menanggapi putusan tersebut, penuntut umum Dedy Sukarno menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut apakah akan mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atau tidak.

"Kami akan pikir-pikir dahulu," katanya.

Seperti diketahui, Raafi Aga Winasya Benjamin merupakan pelajar SMU Pengudi Luhur dan menjadi korban tindak penganiayaan hingga tewas di Shy Roofstop, Kemang, Jakarta Selatan pada 5 November 2011.
(R021)