Rabu, 19 Februari 2014

MA Tegaskan BPSK Tak Berwenang Adili Kasus Raibnya Investasi Rp 88 Miliar

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menegaskan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) tidak berwenang menyelesaikan kasus raibnya investasi Rp 88 miliar di Bestprofit Futures. Uang tersebut merupakan milik warga Malang, Jawa Timur, Titin Sutriyani.

Kasus bermula saat Titin tergiur investasi berjangka lewat Bestprofit pada 2012 silam. Lantas, Titin menggelontorkan uang sebesar Rp 88 miliar ke Bestprofit. Namun dalam perjalannya, investasi tersebut macet dan uangnya raib. Tidak terima atas hal itu, lalu Titin menggugat ke BPSK Malang.

Pada 25 Maret 2013, BPSK mengabulkan gugatan Titin dan memerintahkan Bestprofit mengembalikan uang Rp 88 miliar ke Titin. Putusan ini tidak dihadiri pihak Bestprofit atau dikenal dengan istilah putusan verstek.

Atas putusan itu, Bestprofit keberatan dan mengajukan banding ke Pengadilan Negeri (PN) Malang. Dalam keberatannya, Bestprofit menilai BPSK tidak berwenang mengadili karena sesuai kesepakatan, jika ada sengketa investasi, maka kedua belah pihak akan menyelesaikannya di Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi/Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pada 12 Juni 2013, PN Malang mengabulkan sebagian keberatan Bestprofit. Majelis hakim yang diketuai Harini dengan anggota Wadji Parmono dan MN Kusindiardi menyatakan BPSK tidak berwenang menyelesaikan permasalahan tersebut. Majelis hakim juga memutuskan sengketa itu diselesaikan sesuai kesepakatan yang telah dibuat.

Atas vonis ini, Titin tidak terima dan mengajukan kasasi. Namun lagi-lagi pengadilan menegaskan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili sengketa itu.

"Karena di dalam perjanjian telah disebutkan jika ada sengketa maka permasalahan tersebut wajib diselesaikan terlebih dahulu secara musyawarah. Dan apabila musyawarah tidak tercapai maka para pihak wajib memanfaatkan sarana penyelesaian perselisihan di bursa berjangka. Dan jika tidak juga berhasil maka diselesaikan berdasarkan prosedur Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditas/PN Jakpus," putus majelis kasasi seperti dilansir website Mahkamah Agung (MA), Rabu (19/2/2014).

Vonis kasasi ini diketok oleh 3 hakim agung yaitu ketua majelis I Made Tara, Syamsul Maarif PhD dan Prof Dr Takdir Rahmadi.

"Bahwa karenanya apabila ada klausul perjanjian seperti tersebut di atas, maka BPSK harusnyalah menyatakan tidak berwenang mengadili perkara tersebut," putus majelis kasasi pada 17 September 2013 lalu.

Jumat, 07 Februari 2014

MA Bebaskan Dr Ayu dan Kawan-kawan

VIVAnews - Mahkamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali yang diajukan dokter Dewa Ayu Sasiari Prawani dan kawan-kawan. MA pun meminta martabat dan nama baik dokter Dewa Ayu Sasiari Prawani dan kawan-kawannya dipulihkan. 

"MA juga membatalkan putusan kasasi MA sebelumnya," kata Karo Humas MA Ridwan Mansyur saat dihubungi VIVAnews,Jumat 7 Februari 2014.

Dia menjelaskan, putusan dengan nomor perkara 79 PK/PID/2013 itu diketuk tadi siang oleh Majelis Hakim PK MA yang diketuai Dr M Saleh.  Adapun anggota dalam majelis ini adalah Prof Dr Surya Jaya, Maruap Dohmatiga Pasaribun, M Syarifudin, dan Margono. 

MA juga memerintahkan agar para dokter itu dikeluarkan dari lembaga pemasyarakatan. "Hak-hak dan martabat mereka pun harus dipulihkan," kata dia. 

Sebelumnya, Ayu dan dua dokter lainnya, yaitu Hendry Simanjuntak, dan dokter Hendy Siagian divonis oleh Majelis Kasasi MA 10 bulan penjara karena terbukti melakukan malpraktek saat mengoperasi caesar pasien bernama Siska Makatey.

Siska yang dirawat di Rumah Sakit Umum Kandouw Malalayang, Manado itu akhirnya meninggal dunia. Kasasi MA menyebut, kealpaan ketiga dokter tersebut menyebabkan orang lain meninggal dunia.

Vonis ini mendapat reaksi keras dari Ikatan Dokter Indonesia. November 2013, para dokter di Indonesia kemudian turun ke jalan dan berdemonstrasi menentang vonis MA itu. (sj)

Alasan Majelis PK MA Bebaskan Dr Ayu dan Kawan-kawan

VIVAnews - Mahkamah Agung (MA) membebaskan tiga dokter dari tuduhan malpraktik, yaitu Dewa Ayu Sasiari Prawani, Hendry Simanjuntak, dan dokter Hendy Siagian, Jumat 7 Februari 2014. MA juga memerintahkan agar martabat para dokter itu dipulihkan. 

Karo Humas MA Ridwan Mansyur saat dihubungi VIVAnewsmenegaskan, pembebasan dr Ayu dkk sama sekali bukan karena tuntutan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Pada 27 November 2013, para dokter yang tergabung dalam IDI turun ke jalanan dan berdemo. Kala itu, Kasasi MA memvonis dr Ayu dkk 10 bulan bui karena tuduhan malpraktik. 

"Ini murni pertimbangan hukum," kata Ridwan saat dihubungi VIVAnews. Dia menjelaskan, Majelis PK mengoreksi putusan Majelis Kasasi MA yang sebelumnya tidak memasukkan sejumlah keterangan ahli dalam putusan.

Padahal, imbuhnya, ada sejumlah ahli yang menyatakan bahwa dr Ayu dkk sudah melaksanakan standar operasional prosedur saat mengoperasi sesar pasien bernama Siska Makatey. Siska yang dirawat di Rumah Sakit Umum Kandouw Malalayang, Manado itu akhirnya meninggal dunia.

"Dalam putusan PK ini, Majelis Hakim memasukkan pertimbangan para ahli itu. Ditambah dengan keputusan MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) yang menyebutkan bahwa dr Ayu dkk sudah melaksanakan prosedur yang benar saat mengoperasi pasien Siska," jelas Ridwan.  (eh)

Selasa, 04 Februari 2014

Permen Soal Mobil Murah Resmi Diuji Materi di MA

Rina Atriana - detikNews

Jakarta - Dinilai tidak pro rakyat, kebijakan mobil murah digugat ke Mahkamah Agung (MA) pada 17 Januari 2014. Dua minggu berselang, MA resmi menerima registrasi berkas permohonan.

"Kamis, 30 Januari 2014, Tim Advokasi Pengguna Angkutan Umum (Tapau) mendapatkan surat dari Mahkamah Agung (MA) perihal Penerimaan dan registrasi berkas Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil," kata salah satu anggota Tapau, Silas Dutu, dalam rilis yang diterima detikcom, Selasa (4/2/2014).

Surat MA Nomor: 7/PR/I/7 P/HUM/TH.2014 tersebut memberitahukan bahwa berkas permohonan uji materi atas Permen soal mobil murah telah diregistrasi dengan register No. 7 P/HUM/Th.2014 pada tanggal 24 Januari 2014. Meski begitu, MA belum akan menggelar sidang uji materi ini karena alasan tertentu.

"Pihak MA mengatakan jika mereka masih menunggu keputusan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Tapi kita belum diberi tahu UU apa yang sedang diuji itu," ujar Silas.

Tapau mempekirakan UU yang sedang diuji materi di MK adalah terkait peraturan pemerintah daerah. Rencananya, mereka akan mempertanyakan kembali hal tersebut langsung ke MA.

"Rencananya hari ini kita akan ke MA untuk mencari tahu hal tersebut. Karena belum ada kejelasan kapan sidang uji materi (mobil murah) ini akan dilaksanakan.

Tapau beranggapan bahwa Permen Mobil Murah harus dibatalkan oleh MA karena tiga alasan. Pertama karena Permen mobil murah memperparah kemacetan. Kedua memperparah polusi udara dan memperburuk kesehatan masyarakat. Serta ketiga adalah menimbulkan ketidakharmonisan antar penyelenggara negara (Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah).

"Adapun dasar TAPAU mengajukan uji materiil terhadap Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 ayat (1) huruf E Permen mobil murah adalah karena kedua ketentuan Pokok Permen tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," jelasnya.