Rabu, 19 Desember 2012

Kepala Pengadilan Terima Uang 'Siluman', ICW: KY Harus Laporkan ke KPK!

Rivki - detikNews

Jakarta - Komisi Yudisial (KY) siap memecat Kepala Pengadilan Negeri (KPN) yang meminta uang kepada advokat untuk peresmian gedung pengadilan Tipikor di daerah Kalimantan. Selain memecat, KY diharapkan melaporkan kejadian ini ke KPK supaya KPN tersebut dikenakan hukuman pidana.

"Sebaiknya hal ini disampaikan juga ke KPK untuk menganilisis adanya dugaan keterlibatan suap antara KPN dengan petingginya," kata Kordinator ICW bidang hukum, Emerson Yuntho, saat berbincang dengan detikcom, Minggu (16/12/2012).

Emerson mengatakan, pemecatan saja tidak cukup untuk memberi efek jera kepada pejabat peradilan. ICW mendesak KY supaya KPN tersebut dihukum. Tidak hanya itu, Emerson juga meminta agar KY menelusuri siapa saja petinggi dari KPN tersebut yang terlibat dugaan pemerasan tersebut.

"Jangan-jangan pemerasan itu memang karena disuruh petingginya. Makanya harus dilapor ke KPK atau ditelusuri karena kita kan tidak tahu," sambungnya.

Lanjut, Emerson mengatakan kalau terbukti bersalah maka langkah pemecatan bukanlah hal yang solutif. Dia menambahkan, siapapun pejabat publik harus dihukum pidana supaya ada efek jera.

"Pemecatan bagus tapi bukan solutif, harus dihukum supaya ada efek jera," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Komisi Yudisial (KY) menyatakan akan memecat seorang Ketua Pengadilan Negeri (KPN) karena menerima sejumlah uang dari advokat untuk acara peresmian gedung Pengadilan Tipikor. Namun, KY masih belum memutuskan apakah pimpinan KPN terlibat atau tidak.

Segera Dipecat, Penerima Uang 'Siluman' Ketua Pengadilan dari Kalimantan

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Komisi Yudisial (KY) menyatakan akan memecat seorang Ketua Pengadilan Negeri (KPN) karena menerima sejumlah uang dari advokat untuk acara peresmian gedung Pengadilan Tipikor. Namun, KY masih belum memutuskan apakah pimpinan KPN terlibat atau tidak.

"Ketua PN tersebut berasal dari Kalimantanm," kata Wakil KY Imam Ansari Saleh, kepada detikcom, Minggu (16/12/2012). Sayangnya Imam belum memberikan secara jelas, identitas KPN tersebut.

Dalam penelusuran KY, KPN tersebut terbukti telah meminta sejumlah uang kepada advokat. Dia beralasan ditekan oleh pimpinannya untuk bisa menyetor sejumlah uang untuk membiayai peresmian gedung pengadilan Tipikor di daerah Kalimantan.

"Dia ditarget untuk mencari setoran oleh Ketua Pengadilan Tinggi (KPT)," sambung Imam.

Meski menyebut KPT terlibat, KY belum mau gegabah untuk memberikan sanksi kepadanya. KY tetap berpegang teguh kepada prinsip kehati-hatian.

"Kami masih menyiapkan alasan pengusutan yang bersangkutan, seperti apakah KPT tersebut secara tegas memberi arahan untuk menyuruh mencari uang dari mana saja," jelas Imam.

"Kapan akan dipecat KPN tersebut? Tanya detikcom."

"Secepatnya kami akan menggelar rapat pleno KY dan merekomendasikan ke Mahkamah Agung (MA)," jawab Imam. Rekomendasi KY berdasarkan kesepakatan bersama tidak bisa ditolak MA.

Siapa Ketua Pengadilan yang Minta Uang 'Siluman' & Segera Dipecat?

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Komisi Yudisial (KY) akan segera memberikan sanksi berat kepada Ketua Pengadilan Negeri (KPN) terkait penerimaan uang 'siluman' dari advokat. Mirisnya, uang panas tersebut akan digunakan sebagai biaya ceremony gedung baru Pengadilan Tipikor.

"Infonya seperti itu. Tapi belum ada masukan dari Komisi Yudisial (KY) untuk membentuk Majelis Kehormatan Hakim (MKH) sebab kalau memecat harus lewat MKH," ungkap juru bicara MA, Djoko Sarwoko singkat, kepada detikcom, Senin (17/12/2012).

Pihak KY menyatakan KPN yang akan dipecat dari Kalimantan. Tapi KY tidak merinci, KPN mana yang akan dipecat tersebut.

"Dia dari Kalimantan," kata Wakil KY Imam Ansari Saleh yang enggan memberikan secara jelas identitas KPN tersebut.

Berdasarkan catatan detikcom, KPN di Kalimantan yang pernah ramai diperbincangkan di media massa adalah KPN di Kalimantan Tengah. Saat itu terungkap rekaman KPN itu tengah menerima uang Rp 20 juta dari seorang advokat pada awal 2012.

Sang KPN bercerita jika akan ada peresmian gedung Pengadilan Tikior di Palangkaraya, Kalteng. Lantas, advokat tersebut mengirimkan uang Rp 20 juta ke KPN itu.

Belakangan sang advokat mempunyai klien yang terjerat kasus dan disidang di PN tersebut. Oleh pengadilan setempat, terdakwa dihukum bersalah. Tidak terima atas kasus ini, rekaman tersebut disebar dan ramai diperbincangkan.

Apakah benar yang akan dipecat adalah KPN tersebut?

Anulir Kasasi Korupsi Bupati, Ketua Pengadilan Ambon Terancam Dipecat

Jakarta - Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Ambon terancam dipecat karena menganulir putusan kasasi terhadap terdakwa korupsi Bupati Aru, Theddy Tengko. Belakangan, eksekusi atas Bupati Kepulauan Aru ricuh di Bandara Soekarno-Hatta dan Theddy gagal dijebloskan ke penjara.

"Informasinya, Badan Pengawas (Bawas) merekomendasikan yang dari Ambon untuk diberhentikan," ungkap juru bicara MA Djoko Sarwoko singkat, kepada detikcom, Senin (17/12/2012).

Awalnya, Mahkamah Agung (MA) memvonis Bupati Aru selama 4 tahun penjara lewat putusan 61K/Pid.Sus/2012 tanggal 10 April 2012. Namun kuasa hukum Bupati Aru melihat celah hukum dan mengajukan permohonan putusan kasasi ini tidak dapat dieksekusi. Hal ini diamini oleh KPN Ambon dengan Penetapan PN Ambon Nomor 37/Pdt.P/2012/PN AB tanggal 12 September 2012.

Mendapati penetapan ini, MA segera membatalkan Penetapan tersebut dengan mengeluarkan Penetapan Nomor 01/WK.MA.Y/Pen/X/2012 yang ditetapkan dalam persidangan yang dipimpin Prof Dr Paulus Effendie Lotulung dengan para anggota majelis Djoko Sarwoko dan Suwardi.

Belakangan, menjadi polemik sebab saat kejaksaan akan menjebloskan Bupati Aru terjadi kericuhan di Bandara Soekarno-Hatta.

"Harus lewat Majelis Kehormatan Hakim (MKH) apabila diberhentikan dengan tidak hormat," ujar Djoko.

Kuasa hukum Bupati Aru, Yusril Ihza Mahendra mempunyai alasan tersendiri mengapa kliennya tidak bisa dieksekusi.

"Kami hanya ingin mengetahui dasar yang dipakai Kejaksaan Agung dalam upaya eksekusi itu. Jika dasar yang dipakai adalah putusan non-eksekutable PN Ambon yang telah dibatalkan MA maka jelas dalam hal ini MA yang melanggar hukum," ujar Yusril.

"Itu kesalahan luar biasa. Saya tantang dua hakim agung MA yaitu Profesor Paulus dan Profesor Joko Sarwoko untuk berdebat. Tantangan ini serius saya layangkan. Kedua orang ini yang telah mempermalukan MA selaku lembaga hukum tertinggi dengan kebodohan keduanya," lanjut Yusril.

Yusril: Justru Djoko Sarwoko yang Harus Dipecat Jadi Hakim Agung

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) lewat juru bicara (jubir) MA Djoko Sarwoko merekomendasikan Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Ambon untuk diberhentikan karena menganulir putusan kasasi MA. Putusan yang dimaksud yaitu putusan perkara korupsi dengan terdakwa Bupati Kepulauan Aru, Theddy Tengko.

Menanggapi hal ini kuasa hukum Theddy, Yusril Ihza Mahendra, balik mengatakan yang sepantasnya dipecat justru Djoko Sarwoko.

"Karena telah mempermainkan institusi MA untuk menutupi kesalahan dirinya sendiri sebagai hakim agung," kata Yusril dalam siaran pers yang diterima detikcom, Senin (17/12/2012).

Yusril menegaskan bahwa Penetapan PN Ambon No 37/Pdt.P/2012/PN.AB sama sekali tidak pernah menganulir putusan kasasi MA terkait perkara Theddy Tengko. Putusan MA jelas menjatuhkan pidana kepada Theddy Tengko, tetapi putusan tersebut batal demi hukum. Hal ini berdasarkan Pasal 197 ayat (2) KUHAP karena tidak mencantumkan Pasal 197 ayat (1) huruf k.

"Jadi, UU-lah yang menyatakan putusan tersebut batal demi hukum, bukan PN Ambon," ungkap mantan Menteri Sekretaris Negara ini.

Mantan Menteri Kehakiman ini balik mempertanyakan apakah jaksa dapat mengeksekusi terhadap putusan yang batal demi hukum. Sebab ada silang pendapat atas masalah ini. Maka Theddy Tengko meminta penetapan kepada pengadilan mengenai status dirinya, apakah bisa dieksekusi atau tidak.

"Dengan demikian, akan ada kepastian hukum, karena dalam KUHAP tidak ada ketentuan mengenai akibat dari putusan yang batal demi hukum itu," ujar Yusril.

Dalam sidang Penetapan itu, PN Ambon telah memeriksa melalui sidang dengan memanggil pemohon, ahli yaitu Yahya Harahap, Dr Mudzakkir dan Dr Chairul Huda dan juga memanggil Kepala Kejaksaan tinggi (Kajati) Ambon untuk didengar keterangannya. Namun Kajati Ambon tidak mau hadir dengan alasan mereka bukan pihak.

Akhirnya PN Ambon menetapkan bahwa terhadap putusan pengadilan yang batal demi hukum, jaksa tidak dapat melakukan eksekusi.

"Jadi penetapan PN Ambon sama sekali tidak menganulir putusan MA yang dalam pemeriksaan tingkat kasasi telah memutus Theddy Tengko bersalah," tandas Yusril.

"Pertimbangan hukum penetapan PN Ambon mengatakan mereka tidak membatalkan putusan kasasi MA. Putusan kasasi MA itu dinyatakan batal oleh Pasal 197 ayat (2) KUHAP, bukan oleh pengadilan," lanjut Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) ini.

Atas penetapan PN Ambon itu, Ketua Kejaksaan Negeri (Kajari) Dobo, Maluku, menulis surat keberatan dan meminta MA membatalkan penetapan PN Ambon tersebut.

"Surat tersebut adalah surat biasa, sama sekali bukan perlawanan (verzet) atau pun permohonan kasasi kepada MA, yang seharusnya menurut hukum acara, harus dilakukan melalui PN Ambon," cetus Yusril.

Menurut Yusril, PN Ambon dan pihak Theddy Tengko sama sekali tidak mengetahui adanya surat Kajari Dobo yang langsung ditujukan kepada MA. Namun anehnya, MA membentuk majelis hakim yang diketuai Paulus Lotulung dan Djoko Sarwoko untuk memeriksa surat permohonan Kajari Dobo. Majelis hakim MA, kemudian melalui Penetapan No 01/WK.MA.Y/PEN/X/2012 tanggal 25 Oktober 2012 membatalkan Penetapan PN Ambon No 37/Pdt.P/2012/PN.AB tanggal 12 September 2012.

"Hakim PN Ambon telah bekerja secara profesional, yang ngawur justru Djoko Sarwoko dan kawan-kawan," pungkas Yusril.

1 Hakim Agung Bebaskan Antasari, Apakah Edo Dkk Pembunuh Nasrudin?

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Upaya hukum mantan Ketua KPK, Antasari Azhar telah habis dan harus menjalani hukuman penjara selama 18 tahun. Namun dari 14 hakim yang mengadili dari tingkat pertama hingga peninjuan kembali (PK) terdapat satu hakim agung yang menyatakan Antasari bukan otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.

"Menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan pembunuhan sebagaimana didakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Membebaskan terdakwa dari segala dakwaan," demikian kata hakim agung Surya Jaya saat menjadi hakim anggota kasasi Antasari.

Hal ini tertulis lengkap dalam salinan kasasi yang dilansir dalam website Mahkamah Agung (MA), Rabu (18/12/2012).

Berikut alasan hakim Surya Jaya yang kalah suara dengan dua hakim agung lainnya, Artidjo Alkostar dan Moegihardjo dalam putusan kasasi halaman 58:

Hakim dapat saja mengenyampingkan keterangan ahli sepanjang keterangan tersebut tidak relevan ataukah merupakan bidang kompetensi dari hakim yang memeriksa perkara.

Sebaliknya dapat menjadi imperatif manakala keterangan ahli tersebut menentukan misalnya keterangan ahli pemeriksaan sidik jari, forensik atau balistik tidak dapat dikesampingkan.

Oleh sebab itu keterangan ahli dalam perkara a quo tidak dapat dikesampingkan berhubung sangat urgen dan bersifat guna menentukan siapa pelaku sesunguhnya. Konsekuensi hukum yang ditimbulkan dengan tidak digunakannya keterangan ahli balistik dan forensk oleh judex factie (PN Jaksel), merupakan suatu kekeliruan.

Karena telah mengesampingkan tujuan dari pemeriksaan perkara pidana untuk mencapai kebenaran materiil atau kebenaran yang sesungguhnya.

Adapun urgensinya hal tersebut adalah untuk mengilangkan keragu-raguan mengenai siapa sesunguhnya orang yang melakukan penembakan terhadap korban Nasaruddin, apakah Edo dan kawan-kawan?

Hal ini harus dijelaskan secara benar, jujur dan objektid dalam perkara aquo, sebab menjadi dasar bagi JPU mendakwa Antasari dalam perannya sebagai 'penganjur pembunuhan berencana'
.

Meski demikian, Surya Jaya kalah suara dengandua hakim agung lainnya. Sehingga Antasari tetap divonis 18 tahun penjara. Di tingkat PK, lima hakim agung yaitu Harifin Tumpa, Djoko Sarwoko, Komariah E Sapardjaya, Imron Anwari dan Hatta Ali bergeming.

Jumat, 14 Desember 2012

Kejagung Eksekusi Bupati Kepulauan Aru ke Ambon

Suara Pembaharuan
[AMBON] Tim dari Kejaksaan Agung akan mengeksekusi Bupati Kepulauan Aru, Theddy Tengko, yang menjadi terpidana kasus dugaan korupsi Rp42,5 miliar, ke Ambon, menyusul penangkapannya di Jakarta Pusat, Rabu (12/12) siang.

Sumber ANTARA di Kejaksaan Tinggi Maluku, Rabu malam, mengatakan, terpidana kasus dugaan korupsi dana APBD Kepulauan Aru senilai Rp42,5 miliar tahun anggaran 2006-2007 itu dievakuasi dengan memanfaatkan jasa pesawat Batavia Air.

"Jadi terpidana dijadwalkan tiba di bandara Internasional Pattimura Ambon, Kamis (13/12) pagi dan penanganan selanjutnya telah diatur," ujarnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi di Jakarta, Rabu membenarkan Theddy ditangkap di Hotel Menteng, Jalan Cik Ditiro, Jakarta Pusat, Rabu (12/12) siang.

Pihak Kejaksaan menyatakan Theddy sempat melakukan perlawanan saat hendak ditangkap satuan intelijen.

"Namun, Theddy berhasil diamankan dan dibawa oleh satuan Intel ke Kejaksaan Agung," katanya.

Theddy merupakan buronan yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Tinggi Maluku setelah Mahkamah Agung melalui putusan nomor 161 K/PID.SUS/2012 menyatakan dia bersalah dan divonis empat tahun penjara.

Kejati Maluku akan mengeksekusi Theddy menindaklanjuti putusan tertanggal 10 April 2012 itu. Namun, pihak Theddy melakukan perlawanan karena menilai pada putusan MA itu tidak dicantumkan pasal 197 huruf k.

Yusril Izha Mahendra sebagai kuasa hukum Theddy Tengko menegaskan, pihaknya tetap memberikan perlawanan terhadap penangkapan yang diindikasi ilegal.

"Tidak ada dasar hukum untuk kejaksaan mengeksekusi Theddy setelah Hakim Syahfruddin saat sidang pada 12 September 2012 mengabulkan permohonan penetapan non executable, menyusul persidangan pada 10 September 2012," katanya.

Begitu pun Mahkamah Konstitusi (MK) dalam amar putusan atas permohonan penjelasan putusan Yusril Izha Mahendra menyatakan, apabila surat putusan pemidanaan yang tidak membuat ketentuan KUHAP Pasal 97 ayat (1) huruf k, maka mengakibatkan batal demi hukum.

"Jadi jaksa jangan arogan karena Kemendagri melalui SK ditandatangani oleh Susilo selaku Sekretaris DITJEN OTDA a/n Ditjen OTDA dengan No. 131.81-763 tertanggal 31 Oktober 2012 tentang pengaktifan kembali Bupati Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, Theddy Tengko adalah sah demi hukum," kata Yusril.

Tengko yang berstatus sebagai bupati nonaktif Kepulauan Aru diputus bebas oleh majelis hakim PN Ambon melalui putusan No 62/Pid.B/2011/PN.AB.- tertanggal 25 Oktober 2011.

Kejati Maluku mengancam mengeksekusi Theddy guna menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung No.161 K/ Pid.sus/2012 tertanggal 10 April 2012 Namun, Yusril melakukan perlawanan karena menilai putusan MA No.161 K/ Pid.sus/2012 tertanggal 10 April 2012 yang pasal 197 huruf k tidak dicantumkan, maka atas ketaatan kepada norma hukum dinyatakan batal demi hukum dan harus dianggap tidak pernah ada.

Hakim tunggal PN Ambon, Syahfruddin saat sidang pada 12 September 2012 mengabulkan permohonan penetapan non executable, menyusul persidangan pada 10 September 2012.

Theddy Tengko dinyatakan sebagai tersangka pada 10 Maret 2010, selanjutnya dinonaktifkan Mendagri Gamawan Fauzi pada 2 Maret 2011.

SK pemberhentian sementara Teddy Tengko tertuang dalam surat keputusan Mendagri bernomor 131.81-151, berlaku sampai proses hukum terhadap yang bersangkutan selesai dan mempunyai kekuatan hukum tetap. [Ant/L-9]

MA Belum Jadi Garda Depan Peradilan Bersih

 Suara Pembaharuan
[JAKARTA] Institusi Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga peradilan paling terhormat dituntut untuk selalu menjaga kewibawaan di hadapan aturan hukum dan publik, baik terkait moral putusan yang dikeluarkannya, maupun dalam menjaga integritas para hakim agungnya.  

Sementara itu, masih adanya kasus yang mencoreng lembaga tersebut membuktikan MA belum berhasil menjadi garda depan bagi peradilan yang bersih dan dibanggakan keberadaannya.  

Demikian disampaikan Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan di Jakarta, Rabu (12/12).  

Menurutnya, kasus pemberhentian Hakim Agung MA, Ahmad Yamani secara tidak hormat melalui Sidang Majelis Kehormatan Hakim Mahkamah Agung, Selasa (11/12), merupakan contoh yang merendahkan kredibilitas lembaga MA dengan terang-benderang.  

Lebih lagi, katanya, hal itu menyangkut perbuatan sangat tercela dalam ukuran seorang hakim MA yang sepatutnya menjadi teladan para hakim serta mengutamakan kehati-hatian prinsip hukum, karena sengaja memalsukan amar putusan PK (Peninjauan Kembali) terhadap gembong narkoba asal Surabaya, Hengky Gunawan dari 15 tahun  ke 12 tahun dalam penyampaian berkas putusan PK ke Pengadilan Negeri Surabaya.

Sebelumnya, Hengky diganjar vonis 17 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, kemudian di tingkat Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya kasusnya mendapatkan vonis hakim 18 tahun dan setelah pada tingkat Kasasi MA, Hengky justru divonis hukuman mati.  

Akibat PK yang diajukan Hengky, Yamani bersama hakim agung lainnya, Imron Anwari dan  Nyak Pha pun memutuskan Hengky dengan vonis jauh berbeda yaitu 15 tahun. Dari putusan PK inilah terjadi pengubahan menjadi 12 tahun yang dilakukan Yamani.  

“Ini pelajaran amat berharga untuk direnungi khususnya oleh para penegak hukum, akibat suatu tindakan pelacuran moral dengan mengorbankan kelembagaan MA menjadi tidak kredibel, sekaligus merupakan kejahatan memperdagangkan hukum di lembaga peradilan yang sesungguhnya agung itu,” jelas Syahganda.  

Ia menyebutkan, dengan memutuskan 15 tahun hukuman bagi Hengky saja, vonis produk Yamani dan dua rekannya itu sulit untuk diterima, mengingat terlalu aneh jika suatu putusan dari kasasi MA yang menjatuhkan hukuman mati telah terkoreksi sedemian rendah.   

Syahganda juga mengaku, kasus Yamani boleh jadi menggambarkan masih bercokolnya jaringan mafia peradilan di tanah air, yang kerap bisa menembus jantung keadilan di MA serta mendapat pelayanan sempurna dari okum tertentu di lembaga itu.  

“Karenanya, kasus Yamani ini harus betul-betul menjadi momentum pembenahan serius di lingkungan MA, yakni agar pimpinan dan para hakim agung MA mengembalikan kedudukan lembaga terhormat itu sebagai benteng keadilan paling puncak untuk memenuhi harapan mayarakat luas, baik sebagai pencari keadilan ataupun yang meletakkannya dalam aspek kewibawaan hukum nasional,” ungkapnya. [E-8]

Kamis, 13 Desember 2012

Pakai Sandal Jepit, Kasdi Gagal Minta Keadilan di MA

VIVAnews – Kasdi, seorang bapak berusia 51 tahun asal Desa Dukuh Babadan, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, mendatangi Mahkamah Agung untuk mengajukan kasasi bagi anaknya yang divonis lima tahun penjara atas dakwaan kepemilikan narkoba.

Kasdi mengatakan anaknya yang berusia 24 tahun, Sarmidi, dijebak atas kepemilikan narkoba oleh seorang temannya yang bernama Afianto, seorang polisi di Semarang. Sarmidi ditangkap tanggal 12 Desember 2011 dan divonis oleh Pengadilan Negeri Semarang atas narkoba yang, menurut Kasdi, bukan milik anaknya itu.

“Anak saya disuruh beli ganja oleh temannya, Afianto. Anak saya tidak mau, tapi teman Afianto pinjam ponsel anak saya untuk menelepon penjual ganja. Tidak lama kemudian, anak saya malah ditangkap oleh polisi dan langsung ditahan. Anak saya sudah satu tahun lebih ditangkap. Saya datang ke Jakarta ini untuk menuntut keadilan,” ujar Kasdi di halaman gedung MA, Kamis 13 Desember 2012.
Malang nasib Kasdi. Setelah menjual sepeda ontel dan ayamnya untuk membeli tiket kereta ekonomi dari Demak ke Jakarta, ia dan keluarganya tidak diperbolehkan masuk ke gedung MA oleh petugas keamanan. Alasannya, Kasdi tidak memakai sepatu dan kemeja. Kasdi yang berjalan kaki dari Stasiun Pasar Senen ke gedung MA itu memang hanya memakai sandal jepit.

Dengan mata berkaca-kaca, Kasdi pun mengungkapkan kekecewaannya terhadap aparat hukum di Indonesia. Ia mengatakan, ia sampai menjual rumahnya seharga Rp9 juta untuk memperjuangkan keadilan bagi anaknya yang ditahan polisi. Bahkan kini ia sudah tidak punya uang dan harta benda lagi karena ayam dan sepeda ontelnya juga telah dijual untuk ongkos ke gedung MA.

“Anak saya yang ditahan polisi itu tulang punggung keluarga. Dia kerja di pabrik pemotongan kayu di Semarang dengan gaji Rp29 ribu per hari. Dia bantu saya mencari ikan di rawa kalau malam,” kata Kasdi.

Kasdi mengaku telah berjuang ke sana-sini untuk memperjuangkan keadilan bagi anaknya, mulai dari mengajukan banding sampai berusaha mengajukan kasasi. Ia mengaku pernah mendatangi DPRD Semarang dan minta bantuan hukum ke Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, namun tidak ada perkembangan signifikan.

“Saya sudah datang ke DPRD Semarang tanggal 27 Juli 2012. Saya juga sudah mengajukan banding ke Pengadilan Negeri. Saya juga lapor juga ke Propam Polda Jateng karena anak saya menerima kekerasan dan dipaksa mengaku salah. Semua bilang kasusnya masih diproses terus, dan saya disuruh tunggu saja di rumah,” ucap Kasdi.

Saat ini Kasdi bersama keluarganya yang terkatung-katung di Jakarta diarahkan oleh para wartawan untuk menemui Ketua YLBHI, Alfon Kurnia Palma, dengan harapan YLBHI bisa membantu proses hukum anak Kasdi, Sarmidi. Kasdi pun dicarikan bajaj oleh wartawan untuk menuju ke kantor YLBHI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.

Rabu, 05 Desember 2012

MA Bebaskan Achmad Rowa dalam Sengketa Bisnis Kantong Semen

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Mahkamah Agung (MA) memutus bebas Achmad Rowa terkait sengketa bisnis yang terjadi pada 2005 silam. Hal ini disampaikan Achmad Rowa dalam surat tertulis.

"Sesuai dengan data dan putuasan MA dan telah dinyatakan bebas murni dan sudah inkrah dengan nomor putusan 394/K/PID/2008 yang memutuskan bahwa saya tidak terbukti melakukan tindak pidana," demikian tulis Achmad Rowa, Rabu (5/12/2012). Surat ini juga ditembuskan kepada David Arfansya Low Firm.

Kasus ini bermula dari kerjasama bisnis pada 2002 lalu antara Rowa dengan teman bisnisnya. Keduanya menjalankan bisnis untuk pengadaan kantong semen sebanyak 4-5 juta lembar per bulan. Dalam perjalanannya, kontrak bisnis ini bermasalah.

Minggu, 02 Desember 2012

MA Dinilai Tebang Pilih Usulkan Nama Calon Hakim

INILAH.COM, Jakarta - Mahkamah Agung dinilai belum maksimal dalam mengusulkan nama-nama Calon Hakim Agung (CHA) ke Komisi Yudisial (KY). Pasalnya sejumlah nama yang pernah gagal dalam seleksi sebelumnya, karena dinilai memiliki rekam jejaknya yang kurang baik, justru kembali dicalonkan oleh MA.

“Menurut saya MA belum melakukan penilaian yang bagus ya dalam mengusulkan nama-nama tertentu ke KY,” ujar juru bicara Koalisi Pemantau Peradilan, Choky Ramadhan, di Jakarta, Minggu (2/12/2012) .

Ia menilai, banyak hakim tinggi di daerah yang sebenarnya memenuhi kualifikasi untuk menjadi hakim agung, namun sayangnya mereka tidak mendapat persetujuan MA. Justru, nama-nama yang dicalonkan MA adalah nama-nama yang pernah gagal di seleksi sebelumnya. Atas dasar itulah Choky menilai, MA masih melakukan tebang pilih dalam mengusulkan CHA ini.

“Penilaian harusnya berdasarkan kualitas, integritas, dan kompetensi. Bukan berdasarkan unsur kedekatan, atau karena ia berasal dari kota-kota yang besar saja,” ujarnya.

Selain itu, ia juga meminta agar DPR segera memproses para CHA yang akan diberikan KY nanti. Pasalnya, kekosongan posisi hakim agung saat ini tentu akan merugikan banyak pihak yang berperkara di MA.

“Semakin DPR menunda untuk melakukan seleksi atau pemilihan, akan semakin banyak perkara yang terbengkalai, akibatnya akan semakin banyak juga putusan-putusan yang menurun kualitasnya,” kata dia. [mvi]