Kamis, 29 November 2012

Kasasi Misbakhun Diadili 3 Hakim yang Terseret Skandal Pemalsuan Vonis

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Majelis hakim agung yang terseret kasus skandal pemalsuan vonis mati gembong narkoba Hengky Gunawan ternyata juga mengadili kasasi Misbakhun. Oleh ketiganya, Misbakhun tetap dihukum 2 tahun penjara.

Belakangan, penggagas dibukanya kasus Bank Century ini dibebaskan di tingkat Peninjauan Kembali (PK).

"Menolak permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Terdakwa I dan II," demikian bunyi putusan kasasi bernomor 599 K/Pid.Sus/2011 yang dilansir oleh website Mahkamah Agung (MA), Kamis (29/11/2012).

Majelis kasasi tersebut adalah hakim agung Imron Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani. Dalam putusan kasasi tertanggal 5 April 2011 ketiganya menolak permohonan kasasi karena putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta tidak salah dalam menerapkan hukum.

Nah, belakangan hakim agung Imron Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani terseret skandal pemalsuan vonis mati gembong narkoba Hengky Gunawan. Bahkan Ahmad Yamani sudah dipastikan diadili di pengadilan etik Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk mempertanggungjawabkan pemalsuan vonis dari 15 tahun menjadi 12 tahun penjara. Adapun Imron Anwari dan Hakim Nyak Pha hingga hari ini dinyatakan masih bersih.

Setelah tetap divonis bersalah oleh Imron Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani, MA kemudian membebaskan Misbakhun dalam Peninjauan Kembali (PK). Duduk dalam majelis PK tersebut Artidjo Alkotsar, Zaharuddin Utama dan Mansyur Kertayasa.

Apakah ada kaitan kualitas putusan PK Hengky Gunawan dengan kasasi bersalah Misbakhun? Saat dikonfirmasi, Misbakhun tidak mau berandai-andai. Dirinya memilih untuk menghormati proses hukum yang telah berjalan.

"Apakah janggal vonis bersalah saya di kasasi karena yang memvonis kasasi saya adalah majelis hakimnya Hengky Gunawan? Saya tidak mau berandai-andai. Semua saya serahkan kepada proses hukum dan Allah," ujar Misbakhun lewat pesan pendek.

Seperti diketahui, Misbakhun yang juga Komisaris PT Selalang Prima dan Dirut PT Selalang Prima, Franky Ongkowardjojo, divonis 1 tahun penjara. Hakim menyatakan keduanya terbukti memalsukan surat gadai untuk memperoleh kredit di Bank Century sehingga melanggar Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat. Jaksa dan Misbakhun sama-sama mengajukan banding dan hakim tinggi menambah hukuman menjadi 2 tahun.

Lantas, JPU dan Misbakhun sama-sama kasasi tetapi ditolak. Lantas, Misbakhun pun menggunakan pilihan terakhir yaitu mengajukan PK dan dikabulkan MA

Rabu, 28 November 2012

Hillary Edarkan Narkoba Usai Lolos Vonis Mati, MA: Itu Kesalahan Hakim

Salmah Muslimah - detikNews

Jakarta - Mahkamah Agung (MA) kembali 'cuci tangan' terkait pembatalan vonis mati. Apalagi belakangan terdakwa mengulangi perbuatannya. Hal ini menyikapi perbuatan Hillary K Chimize yang mendapatkan keringanan hukuman dari vonis mati menjadi 12 tahun penjara.

Hillary saat ini kembali menjalankan bisnis haramnya dari balik Lapas Pasir Putih Nusakambangan dan ditangkap oleh BNN.

"Yang kecolongan bukan MA, tetapi hakim yang memutus itu yang seharusnya merasa kecolongan. Berapa banyak generasi muda kita yang rusak akibat peredaran narkoba dari Hillary," kata juru bicara MA, Djoko Sarwoko melalui pesan singkatnya kepada wartawan, Selasa (27/11/2012).

Majelis hakim yang dimaksud yaitu Imron Anwari, Timur P Manurung dan Suwardi.

Juru Bicara MA, Djoko Sarwoko, mengapresiasi penangkapan yang dilakukan oleh BNN dan mengatakan ini kesempatan yang baik untuk mengungkap kasus narkoba yang lebih besar.

"Bagus kalau Hillary ketangkap lagi. BNN ada kesempatan mengorek Hillary," tambah Djoko.

Dengan tertangkapnya Hillary, menurut Djoko merupakan momentum yang baik untuk membersihkan MA dari korupsi yudisial.

"Ini momentum yang baik untuk bersih bersih MA ke bawah. MA dan KY, KPK dan ICW serta LSM lain untuk bekerja sama memberantas korupsi yudisial," katanya.

Hillary terbebas dari hukuman mati dan akhirnya hanya dihukum 12 tahun penjara. Penangkapan Hillary sendiri dimulai dari tertangkapnya jaringan pengedar sabu yang melibatkan oknum wartawan nasional berininisial AC, beberapa waktu lalu di Jakarta.

Barang bukti yang disita dari tangan sang wartawati tersebut tidak tanggung-tanggung, 2,6 kilogram sabu yang disembunyikan di dalam sebuah bantal guling. Dari penyidikan BNN didapati bila kelompok pemasok sabu itu dikendalikan Hillary.

"Barang bukti yang ditemukan adalah rekening transaksi dari oknum yang berprofesi sebagai wartawan kepada Hillary," kata Deputi Penindakan, Irjen Benny J Mamoto, di Nusakambangan, Cilacap, Selasa (27/11/2012).

Namun Benny tidak mengetahui persis berapa jumlah uang yang dimiliki tersangka oknum watawati itu dengan Hillary.

Usut punya usut, seorang penyidik di BNN menyebutkan bila rekening yang dimiliki wartawati tersebut berjumlah lebih dari sepuluh dan berasal dari beberapa bank nasional dan luar negeri.

"Uang yang dimiliki lebih dari ratusan juta," kata penyidik tersebut kepada detikcom.

Dia menceritakan, dari transaksi yang kerap dilakukan wartawati tersebut, terlihat dia sering mengirimkan sejumlah uanh antara Rp 52 juta sampai Rp 60 juta sekali transaksi.

"Melalui fasilitas mobile banking dia (wartawati) melaporkan ke Hillary bila dia sudah mentrasfer uang itu," kata penyidik itu.

Namun, saat dikonfirmasi kepada Hillary saat dijemput penyidik BNN, dia membantahnya. Dia mengatakan bila dirinya tidak mengenal nama wartawati yang dimaksud sebagai jaringan atau kaki tangannya.

Gila! Lolos Vonis Mati MA, Hillary Masih Edarkan Narkoba di Bui

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Temuan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang mendapati Hillary K Chimize menjadi pengendali narkoba dari balik jeruji LP Pasir Putih Nusakambangan sangat mengejutkan. Apalagi, Hillary merupakan gembong narkoba kelas internasional yang sempat divonis mati oleh Mahkamah Agung (MA) tetapi malah dibatalkan.

"Subhanallah," kata Wakil Ketua KY Imam Anshari Saleh dalam pesan pendek kepada detikcom, Rabu (28/11/2012).

Imam sendiri belum sempat mempelajari kasus tersebut karena masih konsentrasi menyeleksi calon hakim agung dan menyelidiki temuan skandal pembatalan vonis mati gembong narkoba Hengky Gunawan.

Di lain pihak, kenyataan ini juga membuat penggiat antinarkoba geram. Salah satunya LSM Gerakan Anti Narkotika Nasional (Granat) yang mengaku sangat kecewa terhadap proses hukum yang berjalan di Indonesia.

"Ini gila dan menyedihkan. Ini membuat saya semakin marah," ujar Ketua Umum DPP Granat, Henry Yosodiningrat singkat lewat blackberry messenger.

Menurut Henry, hal ini merupakan kesalahan seluruh bangsa Indonesia yang bisa menyuburkan bisnis narkoba. Namun secara khusus, hal ini merupakan tangung jawab aparat penegak hukum.

"Ini kesalahan kita semua, khususnya hakim dalam perkara PK dan advokat yang mengurus PK terhadap pelaku kejahatan sindikat narkoba, serta kesalahan terhadap pengawasan dan pembinaan dalam LP," ujarnya.

Penangkapan Hillary sendiri dimulai dari tertangkapnya perempuan dengan barang bukti sabu-sabu 2,6 kg beberapa waktu lalu di Jakarta. Dari penyidikan BNN didapati bila kelompok pemasok sabu itu dikendalikan Hillary. Namun, Hillary saat dijemput penyidik BNN, dia membantah semua tudingan BNN.

"Saya berharap peristiwa demi peristiwa yang terjadi belakangan ini, kasus Hilary, Ola, Adam dan lain-lain, menjadi pelajaran dan perhatian bagi semua pihak terkait agar tidak lagi mencari makan dengan menghisap darah anak bangsa," kata Henry geram.

Hillary merupakan warga negara Nigeria yang divonis mati di tingkat kasasi. Namun dalam peninjauan kembali (PK), MA mengubah hukuman Hillary menjadi 12 tahun penjara. Putusan PK itu diketuk di sidang majelis hakim PK yang diketuai Brigjen TNI (Purn) Imron Anwari dengan hakim anggota Mayjen TNI (Purn) Timur P Manurung dan Suwardi selaku anggota majelis.

"Yang kecolongan bukan MA, tetapi hakim yang memutus itu yang seharusnya merasa kecolongan. Berapa banyak generasi muda kita yang rusak akibat peredaran narkoba dari Hillary. Bagus kalau Hillary ketangkap lagi. BNN ada kesempatan mengorek Hillar," kata juru bicara MA, Djoko Sarwoko.

Selasa, 27 November 2012

KY: Ada Faktor X di Balik Korting Vonis Gembong Narkoba

VIVAnews - Ketua Komisi Yudisial (KY) Eman Suparman mengungkapkan bahwa Hakim Agung Achmad Yamanie baru akan memasuki masa pensiun dua tahun mendatang. Namun, Hakim Yamanie tiba-tiba mengundurkan diri setelah diduga terlibat kasus pemalsuan vonis terpidana narkoba.

Dalam rapat pimpinan MA dan Komisioner KY kemarin, Ketua MA Hatta Ali mempersilakan kasus Hakim Yamanie diseret ke ranah pidana. "Tapi waktunya tinggal dua tahun sebelum pensiun. Sementara pidana sampai inkracht perlu waktu lama," kata Eman di gedung KY, Jakarta, Selasa, 27 November 2012.

Hakim Yamanie merupakan salah satu anggota majelis yang memeriksa perkara peninjauan kembali (PK) kasus Hengky Gunawan, seorang pemilik pabrik serta pengedar narkoba jenis ekstasi di Surabaya. Pada pertengahan Agustus 2011, majelis ini memutuskan untuk mendiskon vonis Hengky, dari pidana mati menjadi 15 tahun penjara. Tapi, Yamanie belakangan diketahui malah mengubah lagi angka 15 menjadi 12 tahun.

KY mencium ada aroma tak sedap di balik korting putusan untuk Hengky Gunawan tersebut. "Kami punya dugaan kuat ada faktor X. Kami akan buktikan ada sesuatu yang mempengaruhi independensi mereka," Eman menegaskan.

KY dan MA sepakat membawa kasus Hakim Yamanie ke Majelis Kehormatan Hakim. Selain itu, KY juga akan memeriksa Hakim Imron Anwari dan Hakim Nyak Pha yang memutus kasus Hengky Gunawan. (kd)

Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta: Peradilan Belum Berubah, Masih Buruk!

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Coreng-moreng wajah peradilan di Indonesia diakui oleh Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta, Ansyahrul. Menurut Ansyahrul, banyaknya praktik suap, pungutan liar, arogansi aparat pengadilan dan berbagai kecurangan yang terungkap di berbagai media massa sebagian besar tidak terbantahkan.

"Demikianlah opini publik mengenai wajah dunia peradilan di Indonesia yang telah terpatri dan hingga hari ini belum dirasakan perubahannya. Kita (hakim) tidak boleh putus asa, harus ada tekad bersama untuk memperbaiki citra buruk tersebut," kata Ansyahrul.

Hal ini dituangkan dalam buku terbaru Ansyahrul, "Pemuliaan Peradilan" terbitan Mahkamah Agung (MA) halaman 135 yang dikutip detikcom, Selasa (27/11/2012).

Bagi juris (pengadil) yang mengawali karier di Pengadilan Negeri Jayapura tahun 1971, era reformasi adalah masa transisi. Seharusnya dunia peradilan dapat berbuat banyak di masa transisi tersebut. Sebab masa transisi dapat menimbulkan kekosongan-kekosongan hukum dan peradilan yang diharapkan mampu untuk mengisi kekosongan tersebut.

"Ternyata dunia peradilan tidak dapat mengambil peran dalam momentum tersebut. Bahkan sebalinya, dalam kondisi bangsa yang mengalami krisis di berbagai bidang, justru aparat pengadilan punya andil untuk memperparah krisis tersebut," ungkap alumnus Universitas Indonesia (UI) angkatan 1970 ini.

Seakan sepakat dengan berbagai analisa para ahli hukum di berbagai media massa, Ansyahrul mengakui solusi lembaga peradilan ada di tangan aparat peradilan sendiri. Dibutuhkan kebulatan tekat untuk memperbaiki citra peradilan dengan mengubah mind set (pola pikir) dan pola tingkah laku serta etos kerja. Tapi Ansyahrul menyayangkan pengawasan internal yang lancar didengungkan sejak 5 tahun terakhir oleh Mahkamah Agung (MA).

"Berbagai tindakan penertiban telah dilakukan, ratusan personel dikenai hukuman disiplin, namun bak menggantung asap dan membenahi dunia peradilan serasa bagaikan mengejar bayang-bayang. Semakin dikejar semakin jauh," cetus Ansyahrul dalam buku setebal 457 ini.

"Ini bukan sikap pesimis namun kesimpulan tentang kondisi objektif yang tengah kita hadapi agar tidak menyesatkan dalam menentukan strategi dan terapi yang dilakukan," pungkas hakim yang menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta sejak 2009 lalu.

Senin, 26 November 2012

Polisi Diminta Pro Aktif Usut Kasus Hakim Yamanie

VIVAnews - Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial berharap pihak Kepolisian bisa pro aktif menindaklanjuti dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan Hakim Agung Achmad Yamanie.

"Itu kan sebenarnya bukan delik aduan, jadi Kepolisian bisa saja bertindak tanpa perlu menunggu dari MA dan KY," kata Komisioner KY Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Suparman Marzuki di gedung MA, Jakarta, Senin, 26 November 2012.

Hal senada disampaikan oleh juru bicara Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko. Ia mengatakan sebenarnya Kepolisian bisa pro aktif meminta data-data hasil pemeriksaan Hakim Achmad Yamanie ke MA.

"Tetapi kalau nanti memang MA dan KY memandang perlu lebih menegaskan bahwa ini perlu dilakukan maka akan dilaporkan, kita lihat saja perkembangannya," kata Djoko.

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial akan melakukan pemeriksaan terhadap majelis hakim yang menangani perkara PK Hengky Gunawan. Majelis hakim tersebut terdiri dari Hakim Agung Imron Anwari dan Hakim Agung Nyak Pha. Sementara Hakim Agung Achmad Yamanie akan dibawa ke Majelis Kehormatan Hakim.

Ketua KY Eman Suparman mengatakan, pihaknya akan melaporkan Hakim Achmad Yamanie ke Bareskrim Mabes Polri atas dugaan pemalsuan dokumen negara. Menurutnya, pemalsuan dokumen masuk ranah pidana. Eman pun mendesak Hakim Yamanie untuk membongkar kebobrokan MA yang sebenarnya.

"Saya ingin mendengar juga, dan ingin tahu seberapa jauh nyali dia. Supaya rakyat Indonesia tahu apa kebobrokan itu, bukan hanya menebak-nebak dan menuduh-nuduh," ujar Eman.

Kasus ini mencuat setelah Hakim Agung Achmad Yamanie dilaporkan masyarakat ke KY atas perubahan putusan pemilik pabrik ekstasi, Hengky Gunawan.

Hengky yang seharusnya dihukum mati, akhirnya hanya dihukum 15 tahun penjara, karena alasan hukuman mati melanggar hak asasi manusia.

Putusan bernomor 39/PK/Pid.Sus/2011 itu jelas menuai kritik karena pertimbangan 'diskon' tersebut dinilai tak masuk akal. Majelis berpendapat, pidana mati melanggar hak asasi manusia. Aneh, sebab hukum positif Indonesia masih mengenal vonis mati untuk kejahatan-kejahatan serius, termasuk narkoba.

Selain itu, Achmad Yamanie merupakan anggota majelis hakim yang membatalkan hukuman mati terhadap warga Nigeria, Hillary K Chimezie, atas kepemilikan 5,8 kilogram heroin. Chimezie yang dihukum 15 tahun penjara mendapat diskon tiga tahun, menjadi 12 tahun penjara.

Calon Hakim Agung Hamdi Tak Tahu Arti Concurring Opinion

Salmah Muslimah - detikNews

Jakarta - Seleksi hakim agung mulai bergulir di Komisi Yudisial (KY), satu per satu peserta harus siap menjawab pertanyaan para komisioner KY serta akademisi di bidang hukum. Salah satu kontenstan ialah hakim Pengadilan Tinggi Yogyakarta, Hamdi. Saat ditanyai oleh panelis, Hamdi tidak bisa menjelaskan apa itu Concurring opinion.

Hal itu terlihat saat seleksi calon hakim agung tahap IV. Kala itu, Hamdi ditanyai oleh panelis Saldi Isra tentang arti Concurring opinion. Tetapi Hamdi malah menjelaskan dissenting opinion (beda pendapat).

"Kapan Concurring opinion bisa digunakan?" tanya Saldi Isra. Lantas Hamdi pun menjawab bahwa Concurring opinion bisa dilakukan apabila majelis hakim tidak bisa memberikan keputusan yang sama.

Mendengar jawaban itu, Saldi Isra nampak geleng-geleng. "Itu namanya dissenting opinion, Pak," ucap Saldi. Sekadar diketahui, Concurring opinion adalah majelis hakim memiliki keputusan yang sama tapi alasan pertimbangannya berbeda.

Selain ditanyai soal istilah hukum, para calon hakim agung juga ditanyai tentang harta kekayaan pribadi serta motivasi untuk menjadi 'wakil Tuhan' nan agung itu. Hamdi menjelaskan bahwa dia ingin menjadi hakim agung karena kebanggaan pribadi dan motivasi untuk melakukan perubahan di lembaga peradilan.

Hamdi juga mengaku orang yang sederhana. Saat ditanyai soal kendaraan pribadinya, Hamdi yang juga masih bekerja sebagai hakim tipikor PT Yogyakarta ini mengaku bahwa mobilnya masih kredit.

"Kendaraan terakhir masih kredit, pertama Honda City Rp 4 juta/bulan, satu lagi 2,5 juta/bulan cicilannya," terang Hamdi usai ditanya wakil Ketua KY Imam Ansari Saleh.

Hakim Pengadilan Militer Minta Dibelikan Rokok ke Pihak Berperkara Salmah Muslimah - detikNews

Salmah Muslimah - detikNews

Jakarta - Hakim Pengadilan Militer Jakarta Anthon Saragih mengaku bersih dan tidak pernah menerima uang dengan pihak yang bersidang dengan dirinya. Hal itu diucapkan Anthon saat seleksi calon hakim agung tahap IV yang dilakukan oleh Komisi Yudisial (KY) hari ini.

Tetapi, entah 'keseleo lidah' atau apa, tiba-tiba Anthon mengatakan kepada para panelis jika dirinya pernah menerima rokok dan nasi kotak. Para komisioner KY yang turut mendengar celetukan itu langsung menggelengkan kepalanya.

"Waktu itu satu RW atau RT datang ke rumah saya bawa uang, saya tolak. Akhirnya saya minta rokok dan mereka membelikan nasi bungkus untuk anak buah saya 27 orang. Khusus saya nasi kotak. Mereka rakyat biasa bukan militer, kasusnya saya lupa," ucap Anthon saat ditanya Komisioner Suparman Marzuki dalam tes seleksi calon hakim agung di Gedung KY, Jl Kramat Raya, Jakarta, Senin (26/11/2012).

Mendengar jawaban itu, Suparman Marzuki nampak terkejut. "Oh.. jadi bapak terimanya rokok dan nasi kotak, kalau uang-nya tidak ya pak," jelas Suparman.
Jawaban Suparman semacam bentuk sindiran, alasannya seorang hakim tidak boleh menerima apa pun dari pihak yang bersidang. Hal itu juga sudah diatur dalam kode etik hakim.

Anthon mengaku menerima nasi kotak dan rokok dari pihak yang berperkara merupakan hal yang wajar. Dia menerima hal itu supaya tidak membuat para pihak merasa tersinggung. ""Itu masih dalam batas kewajaran,dan semua menikmati. Mereka bilang terima jangan sampai mereka tersinggung," jelas Anthon kepada Suparman Marzuki.


Selain ditanya soal gratifikasi Anthon juga ditanya seputar dunia hukum. Tetapi Anthon nampak kurang menguasai materi hukum militer. Hal itu terlihat saat Anthon tidak bisa menjawab pertanyaan dari seorang panelis.

"Karena Bapak backgroundnya militer coba sebutkan 2 bentuk pertanggungjawaban kejahatan perang dan kemanusiaan?" tanya Komisoner KY, Ibrahim.

Mendengar pertanyaan tersebut, Anthon sempat berdiam sejenak kemudian hanya bisa menjelaskan satu jawaban dari 2 pertanyaan itu.

Nama Anthon sendiri mencuat ketika dia menyidangkan kasus korupsi helikopter M-17 pada 2007 silam. Kala itu, Anthon bersama majelis hakim persidangan memvonis Brigjen (Purn) Prihandono dengan kurungan empat tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Selain memvonis Prihandono, hakim juga memutuskan hal yang sama terhadap tiga terdakwa lainnya, yaitu mantan Kepala Pusat Keuangan Dephan Tardjani, mantan Kepala Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta VI Mardjono, serta perwakilan Swift Air and Industrial Supply (agen Mi-17) di Jakarta Andy Kosasih. Prihandono, Tardjani dan Mardjono masing-masig divonis 4 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda senilai Rp 400 juta subsider tiga bulan kurungan.

Sementara Andy Kosasih divonis 7 tahun penjara dan membayar uang pengganti sebesar Rp 29,11 miliar. Ketua Majelis Hakim menyatakan, bila para terdakwa tidak menyanggupi membayar denda dan uang pengganti setelah satu bulan keputusan pengadilan tersebut, maka harta mereka akan disita. Bila tidak mencukupi, maka sebagai gantinya akan menjalani penjara selama 4 tahun. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menilai, keempat terdakwa secara bersama-sama dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana dalam pembayaran uang muka proses pengadaan helikopter Mi-17. Keempatnya dinyatakan telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 joncto Pasal 18 UU 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU 21/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

2 Majelis Beda Putusan, Korban Century Pertanyakan Keilmuan Hakim Agung

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara nasabah Bank Century terbelah. Korban Bank Century pun mempertanyakan kualitas keilmuan hakim agung, yang beda pendapat atas satu kasus.

Perkara yang dimaksud yaitu kasus Bank Century Cabang Solo, Jawa Tengah, di mana MA memerintahkan membayar 27 uang nasabah sebesar Rp 35 miliar. Tapi dalam perkara serupa untuk Bank Century Cabang Surabaya, MA menyatakan Bank Century tidak perlu membayar uang nasabah Wahyudi Prasetio sebesar Rp 66 miliar.

Padahal kasusnya sama yaitu dana nasabah yang ditempatkan dalam produk reksadana PT Antaboga Delta Sekuritas.

"Dalam kasus pertama, MA menilai kasus ini perbuatan melawan hukum yaitu Bank Century memperdagangkan reksadana illegal. Namun dalam putusan kedua, kasus ini dibuat menjadi masalah wanprestasi saja, yaitu menjadi cidera janji antara dua belah pihak yaitu Wahyudi dengan Antaboga," kata koordinator nasabah korban Bank Century (kini Bank Mutiara), Anton Ziput saat berbincang dengan detikcom, Senin (26/11/2012).

Dua majelis hakim yang mempunyai dua pandangan membuat Ziput geleng-geleng kepala. Dalam putusan yang pertama, majelis kasasi beranggotakan Abdul Kadir Mappong, Abdullah Gani Abdullah dan Suwardi. Dalam putusan setebal 153 halaman tersebut disebut bahwa Bank Century telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Putusan bertanggal 16 April 2012 ini tidak diikuti oleh majelis hakim pada kasus kedua yang diketok belakangan yaitu pada 2 Mei 2012. Yaitu majelis hakim yang terdiri dari hakim agung Prof Rehngena Purba dengan anggota Syamsul Maarif dan Djafni Djamal. Rehngena dkk juga menjadikan putusan itu yang harus diikuti oleh hakim lain pada kasus yang serupa (yurisprudensi).

"Apakah MA tidak bisa membedakan antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum?," tanya Ziput.

Yamanie Ancam MA, Hakim Agung Saling Sandera

VIVAnews - Wakil Ketua Komisi Yudisial, Imam Anshori Saleh membenarkan jika hakim Achmad Yamanie pernah melontarkan ancaman akan membongkar permainan kotor di Mahkamah Agung jika sampai diseret ke polisi atau Majelis Kehormatan Hakim.

"Saya pernah mendengar dari sumber yang dekat dengan MA seperti itu (ada ancaman). Jadi kesan saya ada saling menyandera antara hakim agung dan kalangan pimpinan," kata Imam di gedung KY, Jakarta, Senin, 26 November 2012

Oleh karena itu, siang ini Komisi Yudisial akan menyambangi Mahkamah Agung untuk membahas nasib Hakim Agung Achmad Yamanie. Juga untuk mendengar langsung mengenai ancaman itu.

"Apa yang terjadi sebenarnya, kok sampai bisa mengancam seperti itu, berarti ada yang ditutup-tutupi," kata Imam.

Pekan lalu, kata Imam, Komisi Yudisial telah mengirim surat ke Presiden SBY dan meminta Presiden menolak pengunduran diri Hakim Yamanie. "Kami berharap Presiden mendengar saran KY," kata Imam.

Sebelumnya, Juru Bicara Djoko Sarwoko menegaskan, tidak ada ancaman dari hakim Yamanie akan membongkar permainan kotor di MA jika sampai diseret ke polisi atau Majelis Kehormatan Hakim.

Hal itu didengarkan langsung dari hakim Yamanie dalam pemeriksaan internal di MA. "Nggak ada kata-kata seperti itu waktu pemeriksaan internal," tegas dia.

Hakim Agung Yamanie diminta mengundurkan diri oleh MA karena terbukti mengubah putusan PK Hengky Gunawan.

Hengky yang seharusnya dihukum mati, akhirnya hanya dihukum 15 tahun penjara, karena alasan hukuman mati melanggar hak asasi manusia.

Selain itu, Achmad Yamanie merupakan anggota majelis hakim yang membatalkan hukuman mati terhadap warga Nigeria, Hillary K Chimezie, atas kepemilikan 5,8 kilogram heroin. Chimezie yang dihukum 15 tahun penjara mendapat diskon tiga tahun, menjadi 12 tahun penjara. (eh)

Mahendradatta: investor Antaboga harus hormati putusan MA

Jakarta (ANTARA News) - Kuasa hukum Bank Mutiara meminta agar investor Antaboga menghormati putusan kasasi Mahkamah Agung yang memenangkan Bank Mutiara dengan memerintahkan Bank tersebut untuk tidak membayar gugatan investor Antaboga di Surabaya, belum lama ini.

"Putusan MA menyebutkan Bank Century tidak perlu membayar uang investor Antaboga di Surabaya, atas nama Wahyudi Prasetio sebesar Rp66 miliar," kata kuasa hukum Bank Mutiara, Mahendradatta saat dihubungi, Senin.

Kasus Wahyudi ini, kata Mahendradatta serupa dengan gugatan 27 investor reksadana PT Antaboga Delta Sekuritas di Solo. Bedanya, dalam kasus di Solo, MA justru memerintahkan Bank Century Cabang Solo, Jawa Tengah, membayar uang 27 nasabah sebesar Rp35 miliar.

Mahendrata mengatakan, apabila terdapat putusan MA yang berbeda maka yang dipergunakan putusan terakhir yang dalam hal ini menolak semua tuntutan untuk membayar investor Antaboga.

"Kalau dalam istilah hukum ada perbaikan dalam putusan sebelumnya maka putusan yang paling baru itu yang berlaku," ujar dia.

Putusan terakhir MA pada Jumat (23/11) menyebutkan BPSK dan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tidak berwenang mengadili perkara.

Putusan ini diketok oleh ketua majelis hakim agung Prof Rehngena Purba dengan anggota Syamsul Maarif dan Djafni Djamal pada 2 Mei 2012.

Mahendrata mengatakan, putusan ini dijadikan putusan yang harus diikuti oleh hakim lain pada kasus yang serupa (yurisprudensi).

Wahyudi adalah nasabah yang menempatkan dana sebesar Rp66,250 miliar di Bank Century Cabang Panglima Sudirman, Surabaya, Jawa Timur.

Menurut Mahendradatta, putusan MA terhadap Wahyudi seharusnya menggugurkan putusan MA No 2838/K/Pdt/2011. Dalam putusan yang diketok oleh ketua majelis, Abdul Kadir Mappong dan 2 hakim agung Abdullah Gani Abdullah dan Suwardi, MA menghukum Bank Century untuk mengembalikan uang pembelian produk Reksadana secara tunai dan sekaligus kepada 27 nasabah sejumlah Rp35,437 miliar. Putusan itu dijatuhkan 19 April 2012. (G001/A020)

Jumat, 23 November 2012

Kapolri Pasang Badan Buat Eks Penyidik KPK yang Buka-bukaan di DPR

Mega Putra Ratya - detikNews


Jakarta - Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo pasang badan buat anak buahnya yang juga mantan penyidik KPK yang buka-bukaan di DPR. Timur menilai apa yang dilakukan mantan penyidik itu membeberkan soal jeroan KPK sesuai prosedur.

"Saya kira semua sesuai prosedur," kata Timur di usai menyambut SBY di Lanud Halim, Jaktim, Jumat (23/11/2012).

Belasan penyidik membuka bagaimana proses penyadapan dan penetapan tersangka di KPK kepada politisi DPR. Mereka juga menceritakan soal adanya konflik internal di KPK.

"Ya itu bagian dari pengawasan DPR. Kan ada undangan dari DPR," jelasnya.

Pertemuan penyidik dengan DPR itu digelar pada Rabu (21/11) di ruang rapat Komisi III DPR. Rapat berlangsung tertutup. Para penyidik itu didampingi Kabareskrim Komjen Pol Sutarman dan Dirtipikor Mabes Polri Brigjen Pol Nur Ali. Sedang dari Komisi III DPR antara lain Gede Pasek, Nudirman Munir, dan Trimedya Panjaitan.

Ketua BNN: Buat Apa Ada Hukuman Mati Jika Tidak Dilaksanakan

Rina Atriana - detikNews

Jakarta - Pro kontra pemberlakuan hukuman mati bagi terdakwa kasus narkoba datang dari berbagai pihak. Apalagi belakangan terakhir hukuman mati sering dianulir baik oleh Mahkamah Agung (MA) atau oleh grasi presiden.

Ketua Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Gories Mere menilai hukuman mati harus dilaksanakan karena hal itu adalah hukum positif.

"Hukuman mati itu adalah hukum positif karena itu harus dilaksanakan. Jika UU tidak dilaksanakan, untuk apa UU itu ada," kata Gories.

Hal tersebut disampaikan Gories di sela-sela acara seminar implementasi hak pecandu narkoba untuk mendapatkan pengobatan rehabilitasi medis dan sosial. Seminar tersebut diaksanakan oleh fraksi Partai Demokrat DPR RI, di Gedung DPR RI, Jl Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Kamis (22/11/2012).

Menurut Gories, tugas dari warga negara adalah mengikuti aturan perundang-undangan yang belaku.

Gories kemudian bercerita mengenai berkumpulnya para pembela hak asasi manusia dan pengacara-pengacara yang berasal dari Amerika, Australia, dan Inggris beberapa waktu lalu. Mereka menyerukan membela sembilan tersangka kasus narkoba Australia (Bali Nine) dan sindikatnya agar tidak dihukum mati. Namun hukuman mati tetap dilaksanakan karena memang hal itu termasuk kejahatan antar negara.

"Ternyata di judicial review ditolak karena narkoba termasuk kasus luar biasa. Mereka tidak mengenal batas negara," ujar Gories.

Skandal Pembatalan Vonis Mati Bos Narkoba Tanda Runtuhnya Institusi MA

Rivki - detikNews

Jakarta - Kasus pemalsuan dokumen putusan yang dilakukan oleh hakim agung Ahmad Yamani dalam skandal pembatalan vonis mati gembong narkoba menandakan bahwa Mahkamah Agung (MA) sedang diuji. Profesor Emeritus Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Soetandyo Wignjosoebroto kasus ini menandakan sebuah keruntuhan dalam institusi MA.

"Inilah yang namanya runtuhnya institusi MA. Belakangan ini memang MA sedang lagi disorot publik dan memang belum ada perbaikan sendiri, masalah datang bertubi-tubi," ujar Soetandyo saat berbincang dengan detikcom, Jumat (23/11/2012).

Guru Besar Sosiologi Hukum ini meminta agar MA tidak serta merta menyalahkan Ahmad Yamani saja. Dia mengatakan, jika MA mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan kasus ini sesuai rasa keadilan di masyarakat, sebaiknya MA melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian.

"Kalau memang ada itikad baik sebaiknya MA lapor polisi serahkan berkas-berkas yang ada supaya polisi bisa temukan ranah pidananya. Nanti akan ketahuan siapa-siapa saja yang terlibat," paparnya.

Mantan anggota Komnas HAM ini sanksi yang diberikan kepada Yamani juga tidak cukup hanya pengunduran diri. Namun apa daya, surat pengunduran diri Yamani sudah sampai ke pimpinan MA dan akan segera diteruskan ke presiden cepat atau lambat.

Oleh karena itu, pemegang Yap Thiam Hien Award 2011 menyarankan agar Komisi Yudisial (KY) bergerak cepat untuk menyeret Yamani ke Majelis Kehormatan Hakim (MKH).

"Sebaiknya KY segera bekerja, seret dia ke MKH lalu telaah juga majelisnya supaya ini jangan jadi kesalahan individu saja. Kalau sekarang ini kan kita masih belum bisa simpulkan, apakah ini kesalahan individu atau kesalahan majelis," ucapnya.

Seperti diketahui, Henky Gunawan adalah pemilik pabrik ekstasi di Surabaya. PN Surabaya memvonis Hengky dengan 17 tahun penjara, Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menghukum 18 tahun penjara dan kasasi MA mengubah hukuman Hengky menjadi hukuman mati. Namun oleh Imron Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani, hukuman Hengky menjadi 15 tahun penjara.

Belakangan, pimpinan MA meminta Ahmad Yamani untuk mengundurkan diri karena terbukti lalai dalam menuliskan putusan untuk gembong narkoba Hengky Gunawan. Vonis untuk Hengky yang diputuskan 15 tahun penjara, ditulis oleh Yamani yang menjadi anggota majelis menjadi 12 tahun saja. Pimpinan MA menyebut kesalahan Yamani itu kelalaian semata.

Skandal Pembatalan Vonis Mati Bos Narkoba, Yamani Dirawat di RS

Rivki - detikNews

Jakarta - Hakim agung Ahmad Yamani yang memalsukan putusan pembatalan vonis mati gembong narkoba, Hengky Gunawan, masih terbaring di rumah sakit. Dirinya menjalani rawat inap di RS Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Seorang perawat yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa Ahmad Yamani sedang tidur bersama istrinya sehingga tidak bisa dibesuk.

"Bapaknya sedang tidur, ibu juga sedang tidur," ucap perawat tersebut kepada detikcom, di RS Pondok Indah, Jalan Metro Pondok Indah, Jakarta, Jumat (23/11/2012).

Yamani sendiri dirawat di lantai 5 RS Pondok Indah. Sang perawat mengatakan bahwa Ahmad Yamani sudah dirawat sejak lima hari silam, dia dirawat karena mengidap penyakit vertigo.

"Sedang menjalani perawatan untuk jenis penyakit vertigo. Sudah dari 5 hari yang lalu bapak di sini," ungkap perawat itu.

Kondisi di depan kamar Yamani pun tampak lengang. Tidak ada karangan atau pun penjagaan layaknya pasien pada umumnya. Perawat tersebut mengatakan, sampai saat ini hanya pihak keluarga saja yang membesuk Yamani.

"Cuma istri dan anak-anaknya saja yang datang ke sini. Kalau yang lainnya belum pernah lihat," ujarnya.

Seperti diketahui, Henky Gunawan adalah pemilik pabrik ekstasi di Surabaya. PN Surabaya memvonis Hengky dengan 17 tahun penjara, Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menghukum 18 tahun penjara dan kasasi MA mengubah hukuman Hengky menjadi hukuman mati. Namun oleh Imron Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani, hukuman Hengky menjadi 15 tahun penjara.

Belakangan, pimpinan MA meminta Ahmad Yamani untuk mengundurkan diri karena terbukti lalai dalam menuliskan putusan untuk gembong narkoba Hengky Gunawan. Vonis untuk Hengky yang diputuskan 15 tahun penjara, ditulis oleh Yamani yang menjadi anggota majelis menjadi 12 tahun saja. Pimpinan MA menyebut kesalahan Yamani itu kelalaian semata.

Kamis, 22 November 2012

Ini Pengakuan Yamani Soal Pemalsuan Vonis Mati Bos Narkoba

Rivki - detikNews

Jakarta - Mahkamah Agung (MA) membeberkan peran hakim agung Ahmad Yamani dalam kasus pemalsuan putusan pembatalan vonis mati bos narkoba Hengky Gunawan. Vonis ini sempat dipalsukan menjadi 12 tahun penjara oleh Yamani, sebelum terungkap bahwa putusan sebenarnya adalah 15 tahun.

Menurut juru bicara MA Djoko Sarwoko, Yamani membujuk pegawai MA dan bertanggung jawab apabila di belakang hari pemalsuan itu terungkap.

"Yamani ngomong ke operator 'sudah tenang saja, nanti yang tanggung ke majelis saya saja,'. Tapi nyatanya yang naik di putusan yang di website 15 tahun," kata Djoko kepada wartawan dalam jumpa pers di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (21/11/2012) petang.

"Jadi tulisan 12 tahun itu tidak ke-save (di komputer). Makanya yang 12 tahun ke Surabaya aja," sambung Djoko.

Nah, setelah belakangan putusan Hengky 15 tahun penjara ini meledak di berbagai media massa, MA segera menelusuri putusan ini. Di depan tim investigasi MA, Yamani mengaku dengan jujur.

"Saya juga tanya langsung ke Yamani, ini tulisan siapa?" tanya Djoko ke Yamani.

"Ini tulisan saya kayaknya," jawab Yamani seperti ditirukan Djoko.

"Kalau saya mau jawaban jujur," tanya Djoko lagi.

"Ini tulisan saya," jawab Yamani.

Tapi Yamani tidak nggak menjawab saat ditanya alasannya. Yamani cuma bilang "Saya lalai, Pak," jawab Yamani.

Menurut Ketua Muda MA bidang Pidana Khusus ini, dua majelis hakim agung lainnya, Nyak Pha dan Imron Anwari, tidak terlibat. Begitu juga panitera pengganti, Dwi Tomo.

"Panmud dan Askor tidak tahu, mereka tahunya 15 tahun. Karena yang diteken Panmud dan Askor 15 tahun. Jadi Pak Nyak Pha memilih 18 tahun, lalu Pak Imron 16 tahun," beber Djoko.

Siapa Pegawai MA yang Bekerjasama Palsukan Vonis Mati Gembong Narkoba?

Rivki - detikNews

Jakarta - Teka-teki nama operator, pegawai Mahkamah Agung (MA) bagian pengetikan putusan, yang bekerja sama dalam memalsukan vonis mati gembong narkoba Hengky Gunawan terungkap. Nantinya operator yang bekerjasama dengan hakim agung Ahmad Yamani langsung diproses dan segera diberi sanksi.

Menurut sumber terpercaya detikcom di lembaga peradilan, nama operator tersebut ialah Muhammad Halim. Halim dan Yamani diduga sudah sering bekerjasama dalam memalsukan dokumen putusan.

"Dia memang sering bekerjasama dalam memalsukan dokumen. Nama operatornya Muhammad Halim," kata sumber tersebut, saat ditemui detikcom di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (21/11/2012).

Tidak hanya itu, hakim agung Ahmad Yamanie juga sering melakukan kelalaian yang sama saat dirinya masih menjabat di Pengadilan Tinggi Banjarmasin. Hingga saat ini detikcom belum bisa menemui dan meminta konfirmasi ke Muhammad Halim.

"Dia pernah melakukan hal yang sama di PT Banjarmansin," ucap sumber tersebut.

Sebelumnya, menurut juru bicara MA Djoko Sarwoko, Yamani membujuk pegawai MA dan bertanggung jawab apabila di belakang hari pemalsuan itu terungkap.

"Yamani ngomong ke operator 'sudah tenang saja, nanti yang tanggung ke majelis saya saja,'. Tapi nyatanya yang naik di putusan yang di website 15 tahun," kata Djoko.

"Itu tadi memang ada kerjasama operator itu. Dia diperiksa juga oleh kita. Sanksinya urusan Badan Pengawasan (Bawas). Setelah sebelumnya yang ramai kan Pak imron. Belakangan kan jejaknya ketahuan Pak Yamani," tuntas Djoko.
Soal keterlibatan Muhammad Halim, Djoko tidak mau berkomentar.

Rabu, 21 November 2012

Putusan pengadilan mayoritas tidak memihak korban

Denpasar (ANTARA News) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat masih banyak saksi dan korban yang mengalami serangan balik dan putusan pengadilan yang tidak memihak kepada korban.

"Fenomena tersebut menunjukkan masih minimnya respon aparat penegak hukum dan minimnya tingkat pemahaman mengenai urgensi perlindungan saksi dan korban selama ini," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai di sela rapat Koordinasi Aparat Penegak Hukum untuk Wilayah Tengah dan Timur di Sanur, Bali, Rabu.

Ia mengatakan, pihak terus berupaya untuk memaksimalkan dan meningkatkan pemahaman aparat penegak hukum mengenai arti penting pemberian perlindungan saksi dan korban.

"Kami mencatat potret aparat penegak hukum dalam upaya pemberian restitusi terhadap korban," ujarnya.

Abdul Harris lebih lanjut mengatakan, berdasarkan data LPSK terhadap pengajuan restitusi menunjukkan respon pengadilan yang cukup beragam, yaitu sejumlah permohonan restitusi yang diterima sebanyak 26 orang.

"Jumlah restitusi yang diajukan sebanyak itu yang telah diputuskan ditingkat pengadilan 21 orang dengan amar putusan mengabulkan permohonan restitusi satu korban sebesar Rp11.600.000," katanya.

Begitu juga amar putusan Pengadilan Negeri Menggala Lampung yang mengabulkan permohonan restitusi satu orang korban sebesar Rp14.700.000. Begitu juga PN Jakarta Timur mengabulkan permohonan restitusi tujuh orang korban perdagangan manusia (trafficking) sebesar Rp300 juta.

Sedangkan di PN Bukitinggi, Sumatera Utara menolak permohonan restitusi seorang korban pembunuhan. Sementara di PN Jakarta Utara menolak permohonan restitusi 10 orang korban penganiayaan dan PN Magetan menerima permohonan restitusi seorang korban pembunuhan.

"Kami juga mencatat modus serangan balik yang dialamatkan saksi pun beragam sepanjang tahun 2012, mulai dari laporan balik tindak pidana pencemaran nama baik, pemalsuan keterangan sampai jebak kepemilikan narkoba," ujarnya.

Dikatakan semua ini mengacu pada pasal 36 UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang menyatakan bahwa instansi terkait sesuai dengan kewenangan wajib melaksanakan keputusan LPSK sesuai dengan ketentuan UU tersebut.

"Walau sudah ada UU tersebut dan bahkan diperkuat dengan Pasal 37 sampai dengan Pasal 43, namun aparat penegak hukum nyaris tak pernah menggunakan," kata Abdul Harris.

Selasa, 20 November 2012

Boediono Tak Kebal Hukum

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Mahfud MD angkat bicara terkait pernyataan Ketua KPK Abraham Samad yang menyatakan institusinya tak bisa memeriksa Wakil Presiden Boediono.

"KPK itu keliru. Korupsi dalam arti hukum pidana itu beda dengan korupsi dalam arti hukum tata negara. KPK boleh memeriksa korupsi siapapun, tanpa harus lewat MK," kata Mahfud dalam rilisnya kepada wartawan, Selasa (20/11/2012).

Kalau korupsi menurut hukum konstitusi itu, tambahnya, terkait impeachment yang produk vonisnya dari MK hanya berupa pendapat MK, tanpa ada hukuman pidana dan bersifat final.

"Follow up-nya hukuman politik dari MPR. Sedangkan korupsi dalam hukum pidana itu, produknya bisa hukuman penjara, bisa banding, bisa kasasi, dan ada masa penahanan sebelumnya. Waktunya bisa bertahu-tahun baru selesai," jelasnya.

Kalau pemeriksaan korupsi dalam hukum konstitusi itu hanya 90 hari dan tak ada penahanan atau penghukuman melainkan pemberhentian, itu pun, katanya lagi, tergantung MPR.

"Abraham itu salah kalau berpendapat seperti yang dikatakan di DPR tadi," kata Mahfud.

Ketua MK: KPK Bisa Periksa Wakil Presiden

VIVAnews --Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menegaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa saja memeriksa Presiden dan Wakil Presiden jika mereka tersandung dalam sebuah kasus pidana.

"Di dalam sistem hukum kita, sangatlah jelas bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum," ujar Mahfud usai deklarasi Press Commite For Democracy Empowerment (PressCode) di gedung RRI, Jakarta, Selasa, 20 November 2012.

Mahfud menegaskan bahwa dalam 37 Pasal di UUD 1945 beserta amandemennya, tidak ada aturan bahwa KPK tidak bisa memeriksa Presiden ataupun Wakil Presiden yang tersangkut kasus pidana.
"Perlakuan-perlakuan khusus itu memang ada, tapi tidak spesifik menyebutkan bahwa kalau pejabat melakukan tindak pidana, dia tidak bisa ditangani," kata Mahfud.

Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad menjelaskan pihaknya sesuai ketentuan UUD 1945 tidak memiliki kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap Mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono yang saat ini menjadi Wakil Presiden RI.

“Dalam teori hukum konstitusi, ada Warga Negara Indonesia istimewa, yaitu wakil presiden dan presiden. Maka kalau yang melakukan pelanggaran itu warga negara istimewa, maka yang harus melakukan penyelidikan itu DPR," kata Abraham saat rapat dengn Tim Pengawas Kasus Century di gedung DPR hari ini.

Menurut Abraham, yang memiliki kewenangan tersebut justru DPR melalui mekanisme Hak Menyatakan Pendapat, untuk dibawa ke pengadilan Mahkamah Konstitusi.


Hakim Dipidana Narkoba, PT Banda Aceh: Iskandar Tak Pernah Ngantor

Andi Saputra - detikNews

 Jakarta - Hakim Iskandar Agung pernah dihukum 1 tahun pidana karena memakai narkoba jenis sabu-sabu. Saat ini dia menjadi hakim yustisial Pengadilan Tinggi Banda Aceh.

"Sudah lama dia tidak pernah ngantor. Sudah lama sekali," kata Wakil Ketua Pengadilan Tinggi (Waka PT) Banda Aceh, Soedarmadji saat dihubungi detikcom, Selasa (20/11/2012). Tapi Soedarmadji tidak merinci berapa lama Iskandar tidak masuk kerja.

Soedarmadji membenarkan Iskandar pernah dihukum dan diberi sanksi non palu oleh Mahkamah Agung (MA). Tapi pihak PT Banda Aceh belum mengetahui akhir persidangan Iskandar di meja hijau. Apakah sudah berkekuatan hukum tetap atau masih ada kasasi.

Pihak PT Banda Aceh hingga hari ini juga masih terus menelusuri keberadaan Iskandar Agung. "Kemarin orang tua dia ke kantor, menanyakan status Iskandar," ungkap hakim tinggi penyandang doktor ini.

Seperti diketahui, Iskandar yang saat itu hakim PN Takengon, Aceh Tengah, tertangkap aparat kepolisian di Pelabuhan Bakauheni, Lampung pada 23 November 2010. Dari tangan terdakwa didapati dua paket sabu-sabu yang diselipkan dalam bungkus rokok yang disimpan di tas kecil warna cokelat .

Lantas, pria kelahiran Gunung Sugih, Lampung ini pun ditahan dan diadili di Pengadilan Negeri Kalianda. Pada 11 April 2011, PN Kalianda menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara. Majelis hakim PN Kalianda yakin jika Iskandar melanggar Pasal 127 huruf a UU No 35/2009 tentang Narkotika.

Pada 5 Mei 2011, putusan ini lalu dikuatkan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Lampung. Namun majelis hakim yang beranggotakan Solbaiti Sesunan, Sutoyo dan Russedar mengubah amar putusan. Yaitu menjadi memerintahkan Iskandar segera dikeluarkan dari penjara dan diganti dengan rehabilitasi.

Iskandar sendiri saat ini masih terdaftar sebagai hakim yustisial di PT Banda Aceh.

Mundur Dari MA, Masih Tinggal Di Rumah Dinas

RMOL.Achmad Yamanie mundur dari Mahkamah Agung (MA). Hakim Agung itu salah menulis vonis dalam perkara peninjauan kembali (PK) Hengky Gunawan, gembong narkoba asal Surabaya. Yamanie beralasan mundur karena sakit.
Sejak menjadi hakim agung pada 2009 lalu, Yamanie me­nem­pati apartemen Pejabat Tinggi Negara di Kemayoran, Jakarta Pusat. Apakah bekas ketua Pe­ngadilan Tinggi Kalimantan Se­latan itu sudah berkemas-kemas meninggalkan rumah dinas? Yuk kita intip.
Apartemen Pejabat Tinggi Ne­gara Kemayoran terletak di Blok D5 Kavling 2, Kota Baru Ban­dar Kemayoran, Jakarta Pusat. Sesuai namanya, apar­temen ini menjadi rumah dinas bagi sejumlah pe­jabat lembaga negara. Di anta­ranya, Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), dan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor
Apartemen ini terdiri dari dua to­wer. Kedua tower memiliki mo­del sama. Tower A di sebelah kiri. Letaknya dekat dengan pintu ke­luar-masuk kawasan apartemen ini. Di sebelah kanan Tower B.
Yamanie mendapat jatah apar­temen di Tower B. “Dia tinggal di lantai 6 bersama istrinya saja. Kalau keluarganya tidak tinggal di sini, tapi di kampung asalnya di Banjarmasin, Kalimantan Selat­an,” jelas resepsionis wanita berkulit putih di Tower B.
Rakyat Merdeka tak diper­ke­nankan melihat apartemen yang di­tinggali Yamanie. Petugas ke­amanan beralasan Yamanie dan istrinya sudah pergi sejak se­belum jam makan siang.
“Tadi mereka lewat sini, sam­bil menunggu supirnya meng­am­bil mobil di parkiran basement,” kata staf resepsionis tadi.
Ke mana perginya? Wanita be­rambut panjang sebahu itu tidak tahu kemana Yamanie dan istri­nya pergi.
Sebab mereka pergi tanpa me­ninggalkan pesan kepada re­sep­sionis. “Kalau kemarin, dia se­harian ada di rumah.
Sebab, supirnya saja ngobrol ber­sama kami di sini karena tidak ada tugas untuk keluar rumah,” ujarnya.
Apakah Yamanie sudah me­nge­mas barang-barang dari apar­te­men dinas ini? “Dari kemarin saya belum lihat ada kegiatan pin­dahan. Tadi saja dia keluar tidak bawa apa-apa. Ya seperti sedang per­gi biasa saja,” jelasnya.
Imron Anwari, Hakim Agung yang bersama Yamanie mem­bebaskan Hengky dari hukuman mati juga mendapat jatah apar­temen di sini.
“Kalau menurut catatan yang saya punya, Pak Imron itu tinggal di Tower A (sebelah) di kamar 12A. Bukan di sini,” kata resep­sionis tadi.
Akhirnya Rakyat Merdeka pun beranjak ke tower sebelah. Pe­tugas sekuriti di tower itu mem­benarkan Hakim Agung Imron Anwari mendapat jatah apar­temen di lantai 12A. “Tapi sejak awal, beliau tidak menggunakan kamar tersebut,” kata dia. Selama ini apartemen itu kosong. Sebab, Imron memilih tinggal di rumah pribadinya.
“Di mana alamatnya, itu yang saya tidak tahu. Tapi sejak awal memang dia tidak tinggal disini. Setiap pejabat tinggi negara me­mang berhak memakai atau tidak menggunakan fasilitas kamar yang dipakainya,” terangnya.
“Ada pejabat negara yang se­ha­ri-hari memang tinggal dan menetap disini. Ada juga yang sesekali saja datang ke sini. Dan ada juga yang tidak me­man­faat­kanya seperti Pak Imron,” tam­bahnya.
Imron menjabat Ketua Muda Peradilan Militer Mahkamah Agung. Ia memang berlatar bela­kang hakim militer. Imron dike­tahui memiliki rumah di kom­pleks Hankam, Slipi, Jakarta.
Para hakim agung bisa me­nempati apartemen yang dikelola Sekretariat Negara ini secara gra­tis. Biaya listrik, air dan telepon setiap apartemen dipatok Rp 1,4 juta. Itu dibayari negara pula.
Hakim Agung Yamanie mun­dur  setelah terungkap adanya “kor­ting” hukuman untuk Heng­ky Gunawan. Sebelumnya, Pe­nga­dilan Negeri Surabaya men­jatuhkan vonis 17 tahun untuk Hengky. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jawa Timur mem­­berat hukuman untuk pe­milik pabrik ekstasi di Surabaya itu. Jadi 18 tahun.
Mahkamah Agung (MA) menganulirkan hukuman itu di tingkat kasasi. Hengky pun dija­tuhi hukuman mati. Hengky lalu mengajukan peninjauan kembali (PK). PK ditangani majelis hakim agung Imron Anwari, Achmad Yamanie dan Nyak Pha. Hidup Hengky tak jadi berakhir di depan regu tembak. Ia mendapat ke­ringanan hukuman jadi 15 tahun penjara. Namun di salinan pu­tusan, Yamanie menulis vonis 12 tahun penjara.
“Hakim Agung Achmad Ya­ma­­nie mengajukan permo­honan pe­ngunduran diri dengan alasan sakit. Suratnya sudah sampai ke Pak Ketua pada Rabu tanggal 14 No­vember 2012,” kata Kepala Bi­ro Hukum dan Humas MA Rid­­wan Mansyur.
KPK Dan Polri Siap Mengusut
Dugaan Jual-Beli Putusan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pihak kepolisian siap pun turun tangan untuk menye­li­diki korting hukuman untuk gem­bong narkoba. Dugaan jual-beli putusan pun menyeruak. Sebab, hukuman untuk Hengky Gu­na­wan lebih ringan dibandingkan putusan pengadilan-pengadilan se­belumnya.
Wakil Ketua KPK Adnan Pan­du Praja mengatakan, pihaknya selalu siap untuk mengungkap ka­sus KKN yang melibatkan pe­jabat tinggi negara, termasuk Ya­manie ini. Hanya untuk bekerja, KPK masih menunggu adanya pihak yang melaporkan dugaan suap tersebut.
“Kalau ada (laporan), ya tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak mengusutnya dong. Yang pasti kita siap,” kata Adnan.
Setali dua uang, Mabes Polri juga menyatakan kesiapannya untuk turun tangan dalam kasus tersebut. Hal tersebut disam­pai­kan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Boy Rafli Amar.
“Apabila dari internal MA perlu dilakukan penyelidikan, kalau memang secara pidana bisa saja penyidik Polri menangani,” kata Boy.
Bila ada pelaporan, polisi tidak segan-segan untuk bergerak. “Me­mang perlu dari pihak MA ada pelaporan adanya tindak pi­dana kami bisa melangkah,” tuturnya.
Sekadar informasi, Hengky Gunawan yang diperingankan hu­kumannya merupakan pemilik pab­rik ekstasi di Surabaya. Karena kasusnya ini, Pengadilan Ne­geri Surabaya menjatuhkan hu­kuman 17 tahun penjara terha­dap­nya.
Tidak terima, kemudian Heng­ky mengajukan banding dan Pengadilan Tinggi Surabaya, na­mun hukumannya malah ditam­bah menjadi 18 tahun penjara.
Produsen narkoba itu kemu­di­an mengajukan kasasi ke MA. Akhir­nya putusan peradilan ter­tinggi itu menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Hengky lalu mengajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali.
Majelis Hakim PK terdiri dari Hakim Agung Imron Anwari, Nyak Pha dan Ahmad Yamani, kemudian mengabulkan sehingga hukumannya menjadi 15 tahun penjara.
Tapi dalam salinan putusannya tersebut, ternyata hukuman yang di­ter­ima Hengky bukan 15 tahun me­lainkan 12 tahun.
MA Anggap Kasus Salah Vonis Selesai
Mahkamah Agung me­nya­takan Hakim Agung Imron An­wari dan Hakim Agung Nyak Pha tidak bersalah dalam kesalahan putusan putusan PK Hengky Gunawan.
Kabiro Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan, setelah melakukan pemeriksaan, MA tidak menemui adanya ke­sa­lahan pada dua hakim agung ter­sebut. Hanya Hakim Agung Achmad Yamanie yang lalai.
“Dengan terbuktinya temuan ini maka kasus ini dinyatakan selesai. Kesalahan ada di hakim agung Yamani,” kata Ridwan.
Karena itu, menurut dia, MA sudah menanggap selesai per­soalan salah tulis hukuman ini. “Ketua majelisnya tidak ter­bukti bersalah. Dari pihak MA sendiri sudah tidak akan me­la­kukan pemeriksaan lagi ter­hadap perkara ini,” tuturnya. Ketua majelis PK Hengky Gunawan adalah Hakim Agung Imron Anwari.
Meski demikian, lanjut Rid­wan, pembatalan vonis mati gem­bong narkoba tersebut ma­sih boleh diperiksa Komisi Yu­disial (KY). Pihaknya terbuka bagi siapa saja yang ingin me­ne­lisik dugaan pidana dalam pu­tusan tersebut. “Kalau KY masih mau periksa silakan. Yang jelas dari MA ini sudah selesai,” sambunnya.
Ridwan juga menegaskan ha­kim Imron maupun hakim Nyak Pa tetap diperbolehkan ber­si­dang. “Mereka tidak terbukti ber­salah jadi mereka tetap boleh bertugas sebagaimana fung­sinya,” ungkap Ridwan.
Untuk Achmad Yamanie, lan­jut Ridwan, MA sudah men­ja­tuhkan sanksi terhadapnya. Sanksi itu berupa permintaan agar yang bersangkutan me­ngun­­durkan diri dari jabatannya sebagai hakim agung.
Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika geram dengan kor­ting hukuman untuk gem­bong narkoba. Politisi De­mok­rat ini menganggap sanksi ad­ministratif bagi Yamanie, terlalu ringan. Mengingat apa yang dila­kukan Yamanie merupakan kejahatan peradilan yang me­rusak harga diri sistem hukum di negeri ini.
“(Cuma) disuruh mundur. Enak sekali jadi hakim agung. Siapapun yang salah, harus dihu­kum. Tidak boleh sanksi ad­mi­nistratif. Sanksi ad­ministratif hanya cocok untuk yang salah ketik,” kata dia.
Pasek mendesak agar sanksi terhadap Yamanie dilanjutkan ke proses hukum. Tak cukup ha­nya selesai dengan dia mundur dari hakim agung . “Ini sangat fun­damental, dan MA harus minta maaf. Harus dibuka, di­proses. Tumor jangan dibiarkan di dalam,” katanya.
“Saya yakin banyak case di dalamnya, tapi karena sorotan saja. Ini kejahatan peradilan. Ini serius jangan dianggap mundur lalu selesai. Ini pintu masuk un­tuk mengecek yang lain. Data base MA harus dicek semua,”  kata Pasek.
Pernah Bebaskan Bandar Narkoba
Siapa sebenarnya Hakim Agung Achmad Yamanie? Pria ke­lahiran Birayang, 8 Maret 1945 ini memulai kariernya se­bagai hakim di kampung hal­aman­nya. Dia tercatat se­ba­gai hakim di Pengadilan Negeri Amuntai, Kalimantan Selatan.
Lantas kariernya menanjak de­ngan menjadi ketua penga­dil­an di beberapa pengadilan ne­geri, seperti di Pengadilan Ne­geri Kota Baru, Slawi, Batam dan Sidoarjo.
Jejak karier bapak satu anak ini ternyata terus meningkat. Setelah beberapa kali menjadi ha­kim di PN, dia pun dipro­mo­sikan ke jabatan yang lebih tinggi. Dia diangkat sebagai ha­kim tinggi dan pernah bertugas di Pengadilan Tinggi (PT) Ma­nado dan PT Denpasar. Bahkan dia pun pernah merasakan juga posisi puncak sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kali­mantan Selatan di Banjar­masin.
Berbekal pengalaman terse­but, Yamanie pun mem­bera­ni­kan diri ikut seleksi calon hakim agung pada akhir 2009. Setelah melalui seleksi di Komisi Yu­disial (KY) dan DPR, Yamani pun melenggang ke pucuk per­adilan tinggi di Indonesia pada 18 Februari 2010.
Dalam rapat pleno di Komisi III DPR, Yamanie ditetapkan seb­agai hakim agung dengan men­dapat 39 suara atau pe­ring­kat terakhir dari 5 calon lainnya.
Wakil  Ketua Komisi Yudisial Iman Anshari Saleh menilai, tidak ada yang aneh dalam sosok Yamanie saat men­ca­lon­kan diri sebagai hakim agung. Semua persyaratan menjadi hakim agung, kata Iman, sudah dipenuhi Yamanie.
“Saya sudah hubungi Pak Busyro (bekas Ketua KY), dan beliau bilang memang tidak ada yang aneh. Dalam artian dia sudah memenuhi semua kriteria dari KY,” jelas Iman.
Yamanie mengikuti seleksi calon hakim agung di KY saat Ko­misi itu masih dipimpin Busyro Muqoddas.
Saat melakukan investigasi hakim, KY juga menemukan hal positif mengenai sepak ter­jang Yamanie itu. Investigasi hakim yang dilakukan KY di Pengadilan Tinggi (PT) Ban­jarmasin menemukan fakta bila Yamanie itu polos dan lugu.
“Kata temannya di PT Ban­jarmasin, dia baik-baik saja dan ter­kenal lugu. Makanya kami tidak mempermasalahkan pen­calonannya,” ungkap Imam.
Koordinator Komisi Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (Kontras) Hariz Azhar juga pu­nya catatan sepak terjang Ya­manie. Dalam catatan Kontras, Ya­manie bersama Andi Abu Ayyub Saleh dan M Zaharuddin Uta­ma menolak kasasi yang di­ajukan terdakwa Su An dan Ang Ho.
Kedua menjadi terdakwa kasus pembunuhan pengusaha Kho Wie To (34) dan istrinya, Lim Chi Chi alias Dora Halim (30), di Kelurahan Durian, Me­dan Timur, Medan pada 29 Maret 2011.
Dalam kasus tersebut, kedua terdakwa menganggap ada re­kayasa yang dilakukan polisi se­hingga mereka dituduh seba­gai pelaku pembunuhan itu.
Namun, kasasi keduanya di­tolak majelis hakim Mah­ka­mah Agung yang dipimpin Achmad Yamanie saat itu. Amar putusan yang ditetapkan pada 18 Okto­ber 2012 itu membuat kedua­nya tetap menerima vonis penjara seumur hidup yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi Medan.
Tak hanya itu, Yamanie juga pernah memvonis bebas bandar narkoba, Naga Sariawan Cipto Rimba alias Liong-long dari hukuman 17 tahun menjadi bebas pada tahun 2010. [Harian Rakyat Merdeka]

Senin, 19 November 2012

Skandal Vonis Mati Bos Narkoba, MA Dituntut Serius Bersih-bersih

Mega Putra Ratya - detikNews

Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan vonis mati pemilik pabrik narkoba Hengky Gunawan penuh dengan kontroversi. Oleh karena itu, MA dituntut serius untuk terus melakukan bersih-bersih di tubuh internal lembaga hukum tertinggi ini.

"MA harus bersikap tegas dan siap untuk bersih-bersih ke dalam. Sekaligus menjadikan ini sebagai bukti untuk mendorong reformasi di tubuh MA yang selama ini terkesan agak tertutup," ujar anggota Komisi III DPR Didi Irawadi Syamsuddin saat berbincang, Senin (19/11/2012).

Didi mengatakan hukuman mati gembong narkoba menjadi hanya 12 tahun, memang menjadi pertanyaan besar. Komisi Yudisial (KY) harus turun tangan memeriksa Hakim Agung Ahmad Yamani, sebab ada kejanggalan dalam putusan yang dibuatnya.

"Oleh karenanya tidak cukup mengundurkan diri, lalu selesai masalah. Ia tetap harus diselidiki atas dugaan tindak pidana pemalsuan putusan Peninjauan Kembali terhadap terpidana narkoba Hengky Gunawan," imbuh politisi partai Demokrat ini.

Menurut Didi, perubahan dari hukuman mati ke hukuman 12 tahun jelas sangat timpang dan menodai rasa keadilan masyarakat. Dan celakanya diberikan untuk terpidana yang jelas-jelas merupakan gembong narkoba tersebut.

"Dan ternyata terungkap, sebagaimana yang dikatakan Juru bicara Mahkamah Agung Djoko Sarwoko yang mengatakan Ahmad Yamani sempat memalsukan putusan Peninjauan Kembali atas terpidana narkoba, Hengky Gunawan. Tentu ini suatu hal yang telah mencoreng citra MA di mata publik. Apalagi kejahatan Narkoba adalah kejahatan yang luar biasa," tuturnya.

Mahkamah Agung, lanjut Didi, tidak boleh menerima begitu saja pengunduran diri Hakim Agung Ahmad Yamanie. Yang lebih penting adalah mengungkapkan fakta di balik permintaan mundur Hakim Agung Yamani, yakni menjelaskan secara terbuka keterlibatannya dalam pemalsuan putusan PK terhadap gembong pidana narkoba tersebut.

Seperti diketahui, Henky adalah pemilik pabrik ekstasi di Surabaya. PN Surabaya memvonis 17 tahun penjara, Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menghukum 18 tahun penjara dan kasasi MA mengubah hukuman Hengky menjadi hukuman mati. Namun oleh Imron Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani, hukuman Hengky menjadi 15 tahun penjara.

Mahkamah Agung akhirnya berbicara apa adanya mengenai alasan mundurnya Ahmad Yamani dari posisi hakim agung. Setelah sebelumnya menyebut Yamani mundur karena sakit maag akut, kini MA mengakui adanya alasan lain: Yamani lalai dalam menuliskan vonis untuk gembong narkoba Hengky Gunawan.

(mpr/rmd) 

Saat Mendaftar Hakim Agung, Pembatal Vonis Mati Gembong Narkoba Lugu

Rivki - detikNews

Jakarta - Nama hakim agung Ahmad Yamani tiba-tiba menjadi buah bibir di kalangan penegak hukum. Sebab Mahkamah Agung (MA) menyatakan Yamani memalsu putusan pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan dan MA meminta mundur.

Menurut catatan Komisi Yudisial (KY), saat seleksi hakim agung pada 2009, Yamani memenuhi standar KY. Oleh karena itu, KY meluluskan Yamani ke jenjang tes berikutnya. Selain itu, Yamani juga dikenal lugu.

Pernyataan itu diungkapkan Imam Anshari usai dirinya menghubungi mantan Ketua KY Busyro Muqodas yang memimpin langsung seleksi Yamani.

"Saya sudah hubungi Pak Busyro, dan Pak Busyro bilang tidak ada yang aneh. Dalam artian dia sudah memenuhi semua kriteria dari KY," tutur Iman kepada wartawan di kantor KY, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Senin (19/11/2012).

Tidak sampai situ, KY pun melakukan investigasi hakim Yamani dengan menghubungi Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin. Hasilnya, para pejabat PT Banjarmasin juga mengatakan hal yang sama yaitu Yamani terkenal polos dan lugu.

"Kata temannya di PT Banjarmasin, dia baik-baik saja dan terkenal lugu," tutur Imam.

Imam pun mengaku aneh mengapa Yamani bisa berbuat demikian. "Tapi yang namanya manusia kan bisa berubah. Tapi kita meragukan hal ini (alasan MA)," tutup Imam.

Seperti yang diketahui, MA akhirnya berbicara apa adanya mengenai alasan mundurnya Ahmad Yamani dari posisi hakim agung. Setelah sebelumnya menyebut Yamani mundur karena sakit maag akut, kini MA mengakui adanya alasan lain: Yamani lalai dalam menuliskan vonis untuk gembong narkoba Hengky Gunawan.

"Tim pemeriksa MA telah melakukan pemeriksaan terhadap majelis atas nama Hengky Gunawan. Ditemukan adanya tulisan tangan dari hakim agung Ahmad Yamani yang menuliskan hukuman pidana penjara 12 tahun. Dan kedua hakim lainnya tidak setuju pidana 12 tahun melainkan 15 tahun," ujar Kepala Biro Humas MA Ridwan Mansyur.

Seperti diketahui, Henky adalah pemilik pabrik ekstasi di Surabaya. PN Surabaya memvonis 17 tahun penjara, Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menghukum 18 tahun penjara dan kasasi MA mengubah hukuman Hengky menjadi hukuman mati. Namun oleh Imron Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani, hukuman Hengky menjadi 15 tahun penjara.

Cerita Hakim Tinggi Jambi: Mafia Hukum di MA Sistematis

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Skandal putusan pembatalan vonis mati pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan terus terkuak. Padahal, setahun lalu hakim tinggi Pengadilan Agama Jambi, M Yamin Awie sudah menyatakan ada mafia perkara di pengadilan.

Dalam catatan detikcom, Senin (19/11/2012), pernyataan Awie dilontarkan saat mengikuti fit and proper test calon hakim agung di DPR. "Faktanya itu memang ada (mafia peradilan)," kata Yamin Awie.

Dalam wawancara yang dilaksanakan pada 26 September lalu, Awei menyatakan praktik mafia peradilan di MA dinilai sudah sistematis. Bila tidak langsung berhubungan dengan para hakim agung, dapat melalui para asistennya.

"Walaupun sudah ada instruksi bagi pejabat hakim untuk tidak menyelesaiakan kasus di luar peradilan. Namun malah berkembang anekdot, tidak boleh menyelesaikan pekerjaan di luar kecuali membawa uang," lanjut Awie.

Awie sendiri mengaku terbiasa dengan ancaman ilmu hitam alias santet. Apalagi dia sudah terbiasa bertugas di pedalaman Kalimantan.

"Kalau soal diancam disantet, sudah biasa. Kan lama tugas di pedalaman Kalimantan," kata Awie .

Dia mengaku saat menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Agama di Kalimantan sudah beberapa kali ia diancam santet. Dengan terang-terangan sejumlah orang menyatakan akan mengirimkan santet pada Yamin.

"Terus terang saya nggak berani pukul Bapak secara fisik, tunggulah saya akan kirimkan ilmu lain ke diri Bapak," ucap Yamin menirukan kata‑kata orang yang mengancamnya.

Setelah melalui proses seleksi yang cukup panjang, Awie tidak lolos menuju kursi hakim agung. Awie tersisih. Setelah setahun berlalu, skandal pembatalan vonis mati Hengky Gunawan terkuak.

Apakah skandal Hengky masuk dalam kategori pernyataan Awie? Hingga kini belum terjawab. MA dan KY masih terus menelusuri berbagai kemungkinan yang ada.

"Ya memang aneh kalau ketua majelis (Imron Anwari) nggak tahu. Bisa tahu, merestui, atau malah jadi inisiatornya," kata Wakil Ketua KY, Imam Anshari Saleh.

Skandal Vonis Mati Hengky Gunawan, Keterlibatan Mafia Narkoba di MA Kuat

Mega Putra Ratya - detikNews


Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan vonis mati pemilik pabrik narkoba Hengky Gunawan penuh dengan kontroversi. Diyakini putusan tersebut karena adanya keterlibatan mafia narkoba di tubuh MA.

"Saya menduga putusan gembong narkoba Hengky Gunawan sangat kental keterlibatan mafia narkoba dalam pengaturan putusan dan patut diduga terjadi praktek suap dan pemalsuan," ujar anggota Komisi III DPR Indra SH saat berbincang, Senin (19/11/2012).

Indra mengatakan dirinya yakin pengunduran diri Hakim Agung Ahmad Yamani terkait dengan Putusan Peninjauan Kembali (PK) gembong narkoba Hengky Gunawan. Putusan Majelis PK MA atas gembong narkoba Hengky Gunawan, menurutnya memang penuh dengan kontroversi.

"Pertama, persoalan putusan PK MA yang membatalkan putusan mati menjadi 15 tahun, dengan alasan yang terkesan dipaksakan dan diadakan. Alasan HAM yang dipakai Majelis Hakim PK untuk membatalkan hukuman mati patut diduga sangat keliru. Karena justru terpidana narkoba tersebut telah melakukan pelanggaran HAM yang lebih besar, yakni HAM jutaan generasi penerus bangsa telah menjadi korban dari bandar narkoba tersebut. Tentunya putusan PK tersebut sangat mungkin mencederai rasa keadilan publik, terutama jutaan korban narkotika & keluarganya," papar politisi PKS ini.

Kedua, lanjut Indra, persoalan dugaan pemalsuan salinan putusan dari 15 tahun dirubah menjadi 12 tahun. Oleh karena itu, MA dan KY semestinya melakukan investigasi/penyelidikan atas putusan gembong narkoba Hengky Gunawan. Seluruh majelis hakim PK yang menyidangkan kasus gembong narkoba Hengky Gunawan dan juga panitera pengganti kasus tersebut harus diperiksa.

"Selain itu pihak aparat penegak hukum harus memproses dugaan pidananya. Kepolisian menyelidiki dugaan pemalsuan putusannya, sedangkan KPK juga menyelidiki dugaan suapnya," ungkapnya.

"Jadi dengan mundurnya Hakim Agung Ahmad Yamani, bukan berarti skandal atas putusan PK MA atas gembong narkoba Hengky Gunawan selesai. MA tidak boleh lepas tangan dari skandal tersebut sampai segala sesuatunya jelas dan tuntas diperiksa," tutupnya.

Seperti diketahui, Henky adalah pemilik pabrik ekstasi di Surabaya. PN Surabaya memvonis 17 tahun penjara, Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menghukum 18 tahun penjara dan kasasi MA mengubah hukuman Hengky menjadi hukuman mati. Namun oleh Imron Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani, hukuman Hengky menjadi 15 tahun penjara.

Mahkamah Agung akhirnya berbicara apa adanya mengenai alasan mundurnya Ahmad Yamani dari posisi hakim agung. Setelah sebelumnya menyebut Yamani mundur karena sakit maag akut, kini MA mengakui adanya alasan lain: Yamani lalai dalam menuliskan vonis untuk gembong narkoba Hengky Gunawan.

(mpr/rmd)

KY: Putusan MA Meminta Hakim Agung Mundur Itu Tidak Fair

Septiana Ledysia - detikNews

Jakarta - Komisi Yudisial menilai putusan Mahkamah Agung meminta secara Hakim Agung Ahmad Yamani untuk mundur dinilai tidak tepat. Menurut KY yang berwenang meminta dan menilai seorang hakim agung harus mundur hanyalah majelis sidang.

"Mestinya itu gak fair. Kecuali ada indikasi suap baru putusan itu benar," kata Komisioner Komisi Yudisial, Taufiqurrahman Sahuri kepada detikcom, Minggu (18/11/2012).

Menurut Taufiq, jika alasan MA meminta mundur Hakim Agung Yamani hanya karena kelalaian itu sangat salah. Karena itu melanggar indepedensi hakim. Karena seharusnya Hakim Agung Yamani hanya Tinggal mengaku salah.

"Tidak pantas langsung disuruh mundur," ujarnya.

Taufiq pun mengatakan selama ini jika KY yang menilai bahwa keputusan Hakim Agung salah, MA selalu tidak menggubris dan memasang badan. Selain keputusan MA meminta Hakim Agung Yamani mundur karena masalah sakit pun tidak pas.

"Logikanya manajemennya salah. Karena awalnya alasannya sakit, lalu tiba-tiba karena kelalaian," ujar Taufiq

Taufiq menambahkan seharusnya keinginan mundur seorang Hakim Agung itu harus dari keinginan diri sendiri. Bukan karena penilaian dan paksaan MA sebagai pimpinan."Mungkin karena desakan publik dan pemberitaan, jadinya keputusan ini cepat-cepat diambil," imbuhnya.

Seperti yang diketahui, Mahkamah Agung akhirnya berbicara apa adanya mengenai alasan mundurnya Ahmad Yamani dari posisi hakim agung. Setelah sebelumnya menyebut Yamani mundur karena sakit maag akut, kini MA mengakui adanya alasan lain: Yamani lalai dalam menuliskan vonis untuk gembong narkoba Hengky Gunawan.

"Tim pemeriksa Mahkamah Agung telah melakukan pemeriksaan terhadap majelis atas nama Hengki Gunawan. Di temukan adanya tulisan tangan dari Hakim Agung Ahmad Yamani yang menuliskan hukuman pidana penjara 12 tahun. Dan kedua hakim lainnya tidak setuju pidana 12 tahun melainkan 15 tahun," ujar Kepala Biro Humas MA Ridwan Mansyur.

Skandal Vonis Mati Bos Narkoba, KY Bidik Brigjen TNI (Purn) Imron Anwari

Andi Saputra - detikNews


Jakarta -
Temuan pemalsuan putusan pembatalan vonis mati gembong narkoba Hengky Gunawan menggoncang sistem peradilan. Jika Mahkamah Agung (MA) menetapkan hakim agung Ahmad Yamani sebagai pelaku pemalsuan, maka Komisi Yudisial (KY) akan membidik seluruh pihak terkait keluarnya vonis tersebut.
Tidak terkecuali ketua majelis hakim peninjauan kembali (PK), Brigjen TNI (Purn) Imron Anwari.
"Ya memang aneh kalau ketua majelis nggak tahu. Bisa tahu, merestui, atau malah jadi inisiatornya," kata Wakil Ketua KY, Imam Anshari Saleh dalam pesan pendeknya ke detikcom, Senin (19/11/2012).

KY mengakui banyak kejanggalan dalam putusan yang mengembalikan nyawa Hengky Gunawan. Temuaan MA yaitu Ahmad Yamani mengubah putusan, menimbulkan banyak pertanyaan dan dugaan spekulatif adanya permainan perkara. Oleh sebab itu, KY akan mengusut seluruh pihak yang ikut memproduksi putusan itu.

"KY akan mengusut mulai dari Ahmad Yamani, lalu anggota lainnya," papar Imam.

Seperti yang diketahui, Mahkamah Agung akhirnya berbicara apa adanya mengenai alasan mundurnya Ahmad Yamani dari posisi hakim agung. Setelah sebelumnya menyebut Yamani mundur karena sakit maag akut, kini MA mengakui adanya alasan lain: Yamani lalai dalam menuliskan vonis untuk gembong narkoba Hengky Gunawan.

"Tim pemeriksa Mahkamah Agung telah melakukan pemeriksaan terhadap majelis atas nama Hengki Gunawan. Di temukan adanya tulisan tangan dari Hakim Agung Ahmad Yamani yang menuliskan hukuman pidana penjara 12 tahun. Dan kedua hakim lainnya tidak setuju pidana 12 tahun melainkan 15 tahun," ujar Kepala Biro Humas MA Ridwan Mansyur.

Seperti diketahui, Henky adalah pemilik pabrik ekstasi di Surabaya. PN Surabaya memvonis 17 tahun penjara, Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya menghukum 18 tahun penjara dan kasasi MA mengubah hukuman Hengky menjadi hukuman mati. Namun oleh Imron Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani, hukuman Hengky menjadi 15 tahun penjara.
(asp/mpr)

Minggu, 18 November 2012

Siapa Berbohong di Putusan Pembatalan Vonis Mati Hengky Gunawan?

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menyatakan hakim agung Ahmad Yamani lalai karena menuliskan hukuman bagi gembong narkoba 12 tahun penjara dari yang seharusnya 15 tahun penjara. Atas hal ini MA meminta Yamani mengundurkan diri. Benarkah demikian?

Dalam putusan peninjauan kembali (PK) bernomor 39 PK/Pid.Sus/2011 yang dikantongi detikcom, Minggu (18/11/2012), Hengky Gunawan dihukum 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada 17 April 2007. Selain itu Hengky juga di denda Rp 500 juta dan apabila tidak mau membayar maka diganti dengan 4 bulan penjara.

Nah, dalam tingkatan PK, majelis hakim agung yang terdiri dari Brigjen TNI (Purn) Imron Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani mengubah putusan mati yang telah dijatuhkan majelis kasasi menjadi hukuman penjara dalam waktu tertentu. Dalam pertimbangan di halaman 54 secara jelas tertulis:

"Menimbang bahwa oleh karena pertimbangan Judex Facti (Pengadilan Negeri) telah tepat dan benar maka Mahkamah Agung mengambil alih putusan pertimbangan hukum Pengadilan Negeri tersebut sebagai pertimbangan Mahkamah Agung sendiri," tulis majelis hakim dalam paragraf kedua.

Meski mengambilalih semua pertimbangan hukum PN Surabaya, tetapi majelis PK berkehendak tidak menjatuhkan vonis yang sama seperti yang dijatuhkan oleh PN Surabaya.

"Kecuali sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan perlu diperbaiki sehingga amarnya berbunyi sebagaimana tersebut di bawah ini," lanjut putusan yang ditandatangani pada 16 November 2011 lalu ini.

Meski dalam pertimbangannya MA berkehendak memperbaiki lamanya masa pidana pemilik pabrik ekstasi ini, ternyata dalam halaman 56 tertulis majelis hakim tetap menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara bagi Hengky. Amar putusan ini sama seperti amar putusan di PN Surabaya.

Artinya kutipan 'kecuali sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan perlu diperbaiki' tidak selaras dengan lamanya vonis yang dijatuhkan.

"Menghukum Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsudaur selama 4 bulan kurungan," demikian bunyi putusan dalam halaman 56.

Belakangan mencuat hukuman bagi Hengky Gunawan 12 tahun penjara. Tetapi hal ini dinilai kesalahan dari Ahmad Yamani. Lalu rapim MA pun meminta Yamani mundur karena kelalaiannya tersebut.

"Tim pemeriksa MA telah melakukan pemeriksaan terhadap majelis atas nama Hengky Gunawan. Ditemukan adanya tulisan tangan dari hakim agung Ahmad Yamani yang menuliskan hukuman pidana penjara 12 tahun. Kedua hakim lainnya tidak setuju pidana 12 tahun melainkan 15 tahun," ujar Kepala Biro Humas MA Ridwan Mansyur.

Padahal jika menggunakan pertimbangan PK yang ingin mengubah lamanya hukuman seperti tertulis dalam halaman 54, maka Yamani-lah yang benar!.

Siapa yang berbohong? Apakah Yamani dikorbankan? Siapa yang mengorbankan?

Mengapa Hanya Hakim Agung Yamani yang Disalahkan?

Andi Saputra - detikNews


Jakarta - Mahkamah Agung (MA) meminta hakim agung Ahmad Yamani mengundurkan diri karena mengubah hukuman bagi gembong narkoba Hengky Gunawan. Yaitu seharusnya vonis yang dijatuhkan 15 tahun penjara tetapi disulap menjadi 12 tahun penjara.

Anehnya, putusan tersebut ditandatangani oleh seluruh majelis hakim agung dan lolos hingga ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

"Komisi Yudisial (KY) juga berharap agar MA tidak mengelabui rakyat dan tidak protektif terhadap hakim agung yang bersalah," kata Wakil Ketua KY, Imam Anshari Saleh dalam pesan pendeknya kepada detikcom, Minggu (18/11/2012).

Berdasarkan Keputusan Ketua MA No 138/KMA/SK/IX/2009, urutan pemeriksaan perkara cukup panjang. Penyelesaian proses tersebut:

1. Penelaahan
2. Registrasi
3. Penetapan Tim oleh Ketua MA/Waka MA bidang Yudisial
4. Pendistribusian perkara
5. Penetapan majelis hakim oleh ketua tim
6. Pendelegasian pelaporan Panitera Muda Tim (Askor) ke Panitera Muda
7. Pendelegasaian berkas perkara kepada majelis untuk pemeriksaan berkas perkara
8. Musyawarah dan pemutusan (oleh Majelis Hakim)
9. Minutasi dan pengiriman berkas ke kembali dari Panitera Muda Tim/Askor kepada Panitera Muda
10. Pengiriman berkas kembali oleh Panitera Muda Pengadilan Pengaju

Berdasarkan alur di atas, ketika musyawarah dan pemufakatan majelis selesai, maka putusan sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Lalu bagaimana caranya Yamani mengubah putusan menjadi 12 tahun dan lolos hingga sampai ke PN Surabaya?

"Katakanlah yang sebenarnya walau terasa pahit," ujar Imam.

MA mengakui ada kesalahan dalam menulis putusan. Meski begitu, MA tidak menemukan adanya unsur penerimaan suap kepada Yamani.

"Tim pemeriksa MA telah melakukan pemeriksaan terhadap majelis atas nama Hengky Gunawan. Ditemukan adanya tulisan tangan dari hakim agung Ahmad Yamani yang menuliskan hukuman pidana penjara 12 tahun. Kedua hakim lainnya tidak setuju pidana 12 tahun penjara melainkan 15 tahun penjara," ujar Kepala Biro Humas MA Ridwan Mansyur.

Ridwan tidak menjelaskan mengapa ada dua hakim yang tidak setuju pidana 12 tahun melainkan 15 tahun, tetapi putusan tetap bisa keluar dari MA. Bahkan sampai ke PN Surabaya.

Belakangan terkuak, dalam pertimbangan PK, majelis hakim akan mengubah lamanya hukuman PN Surabaya, tetapi dalam amar tetap saja yaitu 15 tahun penjara.

Ada orang lain yang berperan selain Yamani?

Jumat, 16 November 2012

KY Tetap Periksa Dugaan Pemalsuan Vonis Hanky Gunawan

Penulis : Agus Utantoro

SLEMAN--MICOM: Komisi Yudisial (KY) memastikan tetap memeriksa anggota majelis hakim agung yang tersisa karena telah membatalkan vonis mati terhadap terpidana kasus narkoba Hanky Gunawan alias Hanky.

"Kebetulan saja, yang mundur itu anggota majelis, bukan ketua majelis. Kami akan memeriksa dua hakim agung menangani kasus itu," kata Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh di Sleman, Kamis (15/11).

Menurut Imam, pemeriksaan KY itu dilakukan terkait dugaan pemalsuan putusan peninjauan kembali (PK) atas Hanky. Dia menambahkan, kasus itu bermula dari putusan Mahkamah Agung (MA) tentang yang diunggah ke laman MA yang menyebutkan putusan pemidanaan selama 12 tahun. Padahal, putusan yang resmi adalah 15 tahun penjara. "Dan yang dijalankan adalah putusan kasasi versi laman," ujarnya.

Salah satu hakim agung yang membatalkan hukuman mati terpidana gembong narkoba Hanky Gunawan, Achmad Yamanie, mengundurkan diri. Tetapi, MA enggan berspekulasi pengunduran diri itu terkait vonis PK yang membatalkan vonis mati Hanky.

Pada 16 Agustus 2011, majelis hakim PK yang diketuai Imron Anwari dengan anggota Achmad Yamanie dan Hakim Nyak Pha memutus perkara bernomor 39 PK/Pid.Sus/2011 dalam perkara terpidana Hanky Gunawan alias Hanky. Hanky ditangkap pada 23 Mei 2006 di Perumahan Yani Golf, Jalan Gunung Sari, Surabaya, Jawa Timur. Ia ditangkap karena memproduksi dan mengedarkan ekstasi dalam jumlah besar.

Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan hukuman selama 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta. Pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi Surabaya memperberat hukuman menjadi 18 tahun penjara dan denda sebesar Rp600 juta. Kemudian di tingkat kasasi hal itu berubah menjadi hukuman mati. Akan tetapi, hukuman mati itu dianulir majelis PK MA dan hukumannya menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta.

Imam menambahkan, setelah pengunduran diri hakim agung itu, KY hanya berwenang memeriksa majelis hakim yang tersisa. Sedangkan pemeriksaan terhadap Achmad Yamanie, sudah menjadi kewenangan kepolisian. "Komisi Yudisial hanya akan memeriksa yang masih menjadi kewenangannya, yakni dua hakim yang masih ada," katanya. (AU/OL-04)
 

Pengakuan Sakit Tidak Otomatis Hakim Agung Bisa Mengundurkan Diri

Prins David Saut - detikNews

Jakarta - Hakim Agung Prof Gayus Lumbuun menyatakan pengunduran Ahmad Yamani sebagai hakim agung tidak cukup dengan alasan sakit secara sepihak. Oleh sebab itu, Mahkamah Agung (MA) harus memastikan kebenaran sakitnya Yamani tersebut.

"Hakim agung sebagai pejabat tinggi negara tidak bisa dengan mudah mengundurkan diri seperti alasan sakit," kata Gayus Lumbuun kepada wartawan, Jumat (16/11/2012).

Pendapat mantan anggota DPR ini bukannya tanpa alasan. Sebab pengunduran diri untuk hakim agung diatur jelas pada pasal 11 UU No 3/2009 tentang MA. Dalam pasal tersebut mensyaratkan sakit jasmani atau rohani terus menerus selama tiga bulan terus menerus.

"Apa benar Yamani sakit secara terus menerus? Ini harus dibuktikan oleh keterangan dokter," beber Gayus.

Ditambahkan Gayus, syarat lain pengunduran diri diatur dalam pasal 11 A yang mengatur hakim agung diberhentikan apabila bersalah melakukan tindak pidana.

"Atau (diberhentikan karena) perbuatan tercela," kata Gayus lagi.

Sebelumnya MA menyatakan perihal pengunduran diri Ahmad Yamani karena sakit.

"Hakim agung Ahmad Yamani mengajukan permohonan pengunduran diri dengan alasan sakit. Surat permohonan telah diterima Ketua MA selanjutnya akan dirapatkan di rapat pimpinan untuk diteruskan kepada Presiden Republik Indonesia," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur kepada wartawan, Kamis (15/11/2012).

Alasan kesehatan ini sayangnya menimbulkan kecurigaan banyak pihak. Berbagai sumber kuat dan terpercaya detikcom menyebutkan Yamani mengundurkan diri terkait vonis narkoba.

Atas berbagai kesimpangsiuran ini, juru bicara MA Djoko Sarwoko baru bisa memastikan pada Senin (19/11) esok. Sedangkan Komisi Yudisial (KY) menyerahkan sepenuhnya kepada MA untuk menjelaskan kepada publik. Tapi KY meyakini ada alasan lain selain masalah kesehatan.

"Mungkin kata MA begitu. Tapi saya sampaikan itu karena mundurnya ada hal lain. Di balik mundur itu ada hal lain. Tapi yang jelas info saya valid soal hal lain itu. Kalau tidak saya tidak berani ngomong ke media," kata Wakil Ketua KY, Imam Anshari Saleh.

Hakim Agung Yamani, Dua Kali Batalkan Vonis Mati Gembong Narkoba

Jakarta - Ahmad Yamani yang mengundurkan diri dari jabatan hakim agung menghentak dunia peradilan. Meski Mahkamah Agung (MA) menyatakan alasan Yamani mundur karena sakit, tetapi tersiar kabar dia mengundurkan diri karena kasus vonis narkoba.

Berdasarkan catatan detikcom, Kamis (15/11/2012), Yamani diketahui pernah membatalkan hukuman mati pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan. Hengky pun akhirnya divonis hukuman penjara selama 15 tahun. Alasannya, hukuman mati melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam perkara tersebut, Yamani menjadi hakim anggota. Sedang ketua majelis dipegang oleh Hakim Agung Brigjen TNI (Purn) Imron Anwari dan hakim anggota lainnya, Hakim Nyak Pha.

Selain meringankan hukuman Hengky Gunawan, Yamani juga tercatat sebagai anggota majelis hakim yang membatalkan hukuman mati terhadap warga Nigeria Hillary K Chimezie atas kepemilikan 5,8 kilogram heroin. Hukuman Hillary pun dianulir dari hukuman mati menjadi pidana 12 tahun penjara.

Di luar gembong narkoba tersebut, Yamani juga sebagai anggota majelis hakim pernah membebaskan bandar sabu-sabu asal Kalimantan, Naga Sariawan Cipto Rimba alias Liong-liong. Lewat tangannya, dia menyulap putusan 17 tahun penjara menjadi bebas terkait kepemilikan sabu seberat 1 kg.

Di kasus ini, Yamani duduk bersama hakim agung lainnya, Imron Anwari dan Mayjen (TNI) Timur Manurung.

Hakim Agung Ahmad Yamani Palsukan Vonis Mati Gembong Narkoba?

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Kabar menggoncangkan datang dari Mahkamah Agung (MA). Seorang hakim agung, Ahmad Yamani tiba-tiba mengundurkan diri dengan alasan kesehatan. Tapi berbagai pihak mempercayai pengunduran ini terkait vonis terhadap gembong narkoba.

"Hakim agung Ahmad Yamani mengajukan permohonan pengunduran diri dengan alasan sakit. Surat permohonan telah diterima Ketua MA selanjutnya akan dirapatkan di rapat pimpinan untuk diteruskan kepada Presiden Republik Indonesia," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur kepada wartawan, Kamis (15/11/2012).

Alasan kesehatan ini sayangnya menimbulkan kecurigaan banyak pihak. Berbagai sumber kuat dan terpercaya detikcom menyebutkan Yamani mengundurkan diri terkait vonis narkoba.

Atas berbagai kesimpangsiuran ini, juru bicara MA Djoko Sarwoko baru bisa memastikan pada Senin (19/11) esok. Sedangkan Komisi Yudisial (KY) menyerahkan sepenuhnya kepada MA untuk menjelaskan kepada publik. Tapi KY meyakini ada alasan lain selain masalah kesehatan.

"Mungkin kata MA begitu. Tapi saya sampaikan itu karena mundurnya ada hal lain. Di balik mundur itu ada hal lain. Tapi yang jelas info saya valid soal hal lain itu. Kalau tidak saya tidak berani ngomong ke media," kata Wakil Ketua KY, Imam Anshari Saleh.

Informasi tandingan yang beredar kuat yaitu terkait vonis gembong narkoba Hengky Gunawan. Oleh Yamani cs, sang pemilik pabrik narkotika ini diubah hukuman matinya lewat putusan pamungkas peninjauan kembali (PK).

Yamani dkk menyulap hukuman mati menjadi hukuman 15 tahun penjara dengan dalih Hak Asasi Manusia (HAM). Anggota majelis yang lain adalah Brigjen TNI (Purn) Imron Anwari dan Hakim Nyak Pha.

Atas hal di atas, MA berjanji akan mengusut tuntas sesaat setelah kejanggalan vonis tersebut terkuak.

"MA menjanjikan untuk memeriksa yang bersangkutan secara efektif. Sudah dimulai hari ini mulai dari bawah dulu. Kemudian mungkin besok Senin atau Selasa. Mungkin mulai dari hakim agung Imron Anwari dan anggotanya dua orang itu," kata juru bicara MA, Djoko Sarwoko pada 12 Oktober 2012 lalu.

Djoko sendiri saat ini mengakui ada keanehan dalam putusan tersebut. Sebab vonis 15 tahun ini berubah saat salinan putusan diterima oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Bukannya 15 tahun tetapi 12 tahun penjara atau terjadi penyunatan hukuman 3 tahun.

"Saya kira bukan hanya sanksi. Kalau nanti terbukti, misalnya ada unsur-unsur lain yang menjadi petunjuk bahwa yang bersangkutan melakukan palanggaran kode etik atau menerima suap, ya bisa kena sanksi. Bahkan bisa diajukan ke pengadilan kalau memang ada bukti-bukti yang kuat," ujar Djoko berjanji kepada masyarakat.

Lantas MA membentuk tim pemeriksa yang pimpin oleh Wakil Ketua MA Abdul Kadir Mappong dan Kepala Badan Pengawasan (Bawas) Timur Manurung. Tim ini memulai melakukan pemeriksaan intensif mulai dari struktur terbawah pengambil keputusan tersebut yaitu para operator. Kemudian melangkah pada hakim anggota majelis yaitu Hakim Nyak Pha dan Ahmad Yamani, baru kemudian Imron sebagai ketua majelis.

Namun setelah beberapa lama berlalu, tim investigasi ini perlahan tak terdengar. Sebulan setelah tim investigasi dibentuk, Ketua MA Hatta Ali saat dimintai konfirmasi memberikan jawaban mengambang.

"Ya iya lah (lama), kan yang terkait (putusan itu) semua diproses. Jadi sudah kita bentuk tim (pemeriksa), sudah kita lakukan," kata Hatta Ali kepada wartawan pada 6 November 2012.

Komisi III DPR: Audit Kinerja dan Investigasi MA!

Ahmad Toriq - detikNews

akarta - Kegaduhan di lembaga peradilan tertinggi di Indonesia diminta untuk segera diselesaikan. Hal ini menanggapi berbagai kritikan terhadap Mahkamah Agung (MA), termasuk oleh salah satu hakim agungnya sendiri, Prof Gayus Lumbuun.

"Saya setuju adanya audit kinerja, jadi harus diteliti lebih jauh, apakah ke-sekjen-an benar-benar sebagai supporting system, bukan malah sebagai bos," kata anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari kepada detikcom, Rabu (14/11/2012).

Menurut Eva, apa yang dialami oleh MA juga hampir terjadi di seluruh lembaga yang ada. Ke-sekjen-an bisa lebih berkuasa dibanding organ inti. Sehingga audit investigasi tidak hanya dilakukan ke MA, tetapi ke berbagai lembaga yang ada.

"Perlu audit investigatif, tapi tidak hanya ke MA, tapi seluruh lembaga," tegas Eva.

Apalagi, Eva mengaku keluhan di lembaga MA bukan pertama kali disuarakan oleh Gayus Lumbuun. Tetapi berbagai pihak dan berulang kali sering terjadi atas kinerja MA.

"Saya memang dapat laporan, masukan dan keluhan bahwa manajemen MA tidak responsif memperhatikan kesejahteraan hakim terutama hakim ad hoc, kesejahteraan itu hanya bagus di ma tapi tidak di pengadilan tinggi dan pengadilan negeri," tandas Eva.

Dalam kolom detikcom, Selasa (13/11), Gayus Lumbuun menyerukan reformasi MA secara total. Menurut Gayus, agenda reformasi di MA mendapat resistensi yang sangat dahsyat di lingkungan MA. Pembentukan Komisi Yudisial (KY) serta upaya berbagai organisasi masyarakat pemantau lembaga peradilan tidak mampu membongkar dan membenahi persoalan-persoalan mendasar dan laten di MA.

Sebelumnya Anggota IV BPK Ali Masykur Musa mengatakan MA memiliki masalah dalam pengelolaan aset. "Bermasalah dari aset dan yang kedua tentang sistem pengendalian keuangan intern di MA perlu diperbaiki lebih lanjut karena begitu entitas besar di MA yang hakimnya seluruh Indonesia," kata Ali Masykur Musa.

Di luar berbagai kritikan di atas, MA sendiri optimis dapat segera memperbaiki sistem kelembagaan peradilan.

"Karena untuk sistem sekarang masih pakai manual, jadi lama. Sekarang masih kita data satu per satu," ungkap Kabiro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur.

Adapun upaya MA untuk memperbaiki sistem pengelolaan asetnya ialah dengan membangun sistem informasi berbasis teknologi yang akan berintegrasi dengan satuan kerjanya di daerah. Sistem itu diharapkan mulai bekerja pada Maret tahun depan.

"Tapi kalau sudah pakai sistem informasi yang terintegrasi pendataan jadi mudah. Mudah-mudahan Maret nanti bisa diberlakukan," tuturnya.

MA: Masyarakat Cukup Puas dengan Putusan Pengadilan

Rivki - detikNews

Jakarta - Kritikan terus ditujukan kepada lembaga peradilan tertinggi di Indonesia, Mahkamah Agung (MA). Kabiro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, menyatakan MA terus melakukan optimalisasi dan pembenahan secara maksimal.

Ridwan mengaku MA merupakan lembaga yang gemuk. Mengawasi 8 ribu hakim dan 800-an satuan perangkat kerja. Alhasil MA mengaku kewalahan mengawasi lembaga-nya sendiri.

"Kita terus bekerja dari dulu, sekarang hingga menuju pembaruan. Ada banyak program yang kita lakukan untuk menuju pembenahan," kata Ridwan kepada wartawan, Rabu, (14/11/2012).

Terkait kritikan terhadap lembaga bekas peninggalan Belanda ini, MA mengaku senang. Sebab kritikan tersebut bersifat membangun. Bahkan MA pun tidak akan segan-segan mengajak masyarakat, LSM dan segala unit untuk melakukan pengawasan.

"Karena kita tidak mungkin mengawasi itu semua dengan pelupuk mata sendiri. Jadi kalau ada yang salah kita minta untuk segera laporkan ke kita. Nanti biar ditindak lanjuti oleh Bawas kita," sambung Ridwan.

MA pun mengaku menerima kritikan dari pihak internal. "Kita juga suka dengan agen-agen perubahan untuk mewujudkan MA yang lebih baik," lanjut Ridwan.

Namun MA mengaku telah melakukan perubahan. Lantas Ridwan memaparkan kinerja berdasarkan angka statistik yaitu hampir semua pencari keadilan mengaku puas dengan kinerja dunia pengadilan.

"Kita sudah lakukan perubahan meskipun belum maksimal. Tapi, jika berdasarkan angka tahun 2011, ada 5 juta perkara di pengadilan tapi hanya sekitar 11 ribu yang mengajukan tingkat banding. Artinya, mereka cukup puas dengan pengadilan pertama," tutur Ridwan.

KY Minta MA Tindaklanjuti Kritikan Hakim Agung Gayus Lumbuun

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Komisi Yudisial (KY) meminta Mahkamah Agung (MA) menanggapi dengan serius berbagai kritikan dari masyarakat. Termasuk oleh salah satu hakim agungnya sendiri, Prof Gayus Lumbuun.

"Sudah saatnya ada penataan yang ideal tentang main organ dengan organ penunjang di semua lembaga negara seperti MA, DPR, DPD, MK, KY dan lainnya," kata Wakil Ketua KY, Imam Anshari Saleh, kepada detikcom, Rabu (14/11/2012).

Khusus dalam kasus MA, Imam menilai permasalahan berawal dari campur aduknya kekuasaan kehakiman dengan birokrasi. Pembagian kerja yang tidak profesional mengakibatkan kinerja lembaga tidak maksimal.

"Persoalan MA karena bercampurnya kekuasaan mengadili dan birokrasi sehingga energi pimpinan MA terbagi. Tidak terfokus pada manajemen peradilannya. Akibatnya aparat yang diserahi me-manage urusan nonperadilan dapat berjalan tanpa kontrol yang baik dari pimpinan MA," ujar Imam.

"Bahkan ada kesan mereka, organ penunjang, tapi justru mendikte pimpinan MA," sambung mantan anggota DPR ini.

Kinerja yang tidak profesional ini yang membuat hakim agung Gayus gerah. Kritikan yang dilontarkan di internal tidak membuahkan hasil sehingga hakim agung Gayus pun bersuara ke luar.

"Ini mungkin yang kemudian, ada semacam kecemburuan dari para hakim agung termasuk Pak Gayus kepada birokrasi penunjang yang notabene di bawah kekuasaan eksekutif," terang Imam.

Sebagai mantan anggota DPR, Imam menilai permasalahan MA pun terjadi di semua lembaga negara lain. Tumpang tindih pekerjaan dan birokrasi yang tidak efektif membuat kinerja tidak maksimal.

"Ini bukan hanya persoalan di MA, tapi juga di lembaga-lembaga negara lainnya. Dimana pengendali birokrasi penunjangnya dan aturan-aturan di bawah kendali eksekutif," ungkap Imam.

Dalam kolom detikcom, Selasa (13/11), Gayus Lumbuun menyerukan reformasi MA secara total. Menurut Gayus, agenda reformasi di MA mendapat resistensi yang sangat dahsyat di lingkungan MA. Pembentukan Komisi Yudisial (KY) serta upaya berbagai organisasi masyarakat pemantau lembaga peradilan tidak mampu membongkar dan membenahi persoalan-persoalan mendasar dan laten di MA.

"Ada kesan penetapan majelis memiliki pola yang tidak saja berdasarkan kompetensi, tetapi didasarkan “like and dislike”. Ada kecendrungan kegiatan studi banding hanya diikuti oleh hakim agung yang sama (yang itu-itu saja). Tidaklah jelas apa yang menjadi alasannya, apakah karena memang setiap kegiatan tersebut substansinya sama dengan tugas dan kewenangan yang bersangkutan atau ada pertimbangan lainnya, tidalah jelas," tulis Gayus.

Pertama di Indonesia, Seorang Hakim Agung Mengundurkan Diri!

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Kabar mengejutkan datang dari lembaga peradilan tertinggi di Indonesia, Mahkamah Agung (MA). Seorang hakim agung mengundurkan diri dari jabatannya sebelum masa tugasnya berakhir.

"Seorang hakim agung mengajukan pengunduran diri, diajukan Rabu, (14/11) kemarin," kata sumber kuat dan terpercaya detikcom di lembaga peradilan yang tidak mau disebut nama dan meminta dirahasiakan identitasnya, Kamis (15/11/2012).

Mendapati informasi ini, detikcom melacak ke berbagai pejabat resmi di MA tetapi tidak ada yang berani memberikan pernyataan. Juru bicara MA yang juga Ketua Muda MA bidang Pidana Khusus, Djoko Sarwoko juga belum merespon saat dimintai konfirmasi.

Untuk menguatkan informasi ini, detikcom meminta konfirmasi ke berbagai pejabat negara di lembaga negara lain, khususnya lembaga negara yang bergerak di sektor yudisial. Tidak sedikit dari mereka yang baru mendengar informasi tersebut.

Saat detikcom meminta konfirmasi ke Komisi Yudisial (KY), hal ini dibenarkan. KY adalah lembaga negara yang dibentuk UUD 1945 untuk mengawasi dan menjaga kehormatan hakim serta lembaga peradilan Indonesia.

"Ya saya mendengar hal tersebut," kata Wakil Ketua KY, Imam Anshari Saleh kepada detikcom pagi ini. Namun, siapa hakim agung yang dimaksud, Imam tidak mau membocorkan.

Alhasil, pengunduran diri ini menjadi sejarah pertama di MA sejak Indonesia merdeka. Bahkan sejak MA dibentuk pertama kali oleh Belanda.

"Namun biar MA yang mengumumkan hal ini," sambung Imam saat didesak siapa yang hakim agung yang mundur.