Jpnn
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) harus membuat
Surat Keputusan (SK) pelantikan baru untuk pimpinan kabupaten
Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah.
Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Mendagri sehingga belum
ada pengesahan untuk pemenang pemilu yang sudah digelar sejak 2010 itu.
MA menolak kasasi yang diajukan oleh Mendagri sebagai pemohon I. Kasasi
itu diajukan terkait Surat Keputusan (SK) yang menetapkan pasangan Ujang
Iskandar - Bambang Purwanto sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kobar yang
sah.
Seperti dilansir di situs resmi MA, kemarin, putusan itu dijatuhkan pada
22 Januari 2013 oleh majelis Kasasi yang diketuai Hakim Agung Imam
Soebechi dengan dua anggota yaitu Hakim Agung, Supandi dan Hary
Djatmiko. Majelis menjatuhkan putusan ini secara bulat tanpa terjadi
dissenting opinion (perbedaan pendapat).
Permohonan kasasi itu diajukan setelah SK Nomor 131.62-584 tertanggal 8
Agustus 2011 yang dikeluarkan Kemendagri yang menyatakan pasangan Ujang -
Bambang sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kobar dibatalkan oleh
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
PTUN Jakarta membatalkan SK tersebut setelah menerima surat permohonan
gugatan dari Sugianto - Eko Soemarno, pasangan pesaing Ujang - Bambang.
Dalam pilkada itu memang hanya ada dua pasangan kontestan.
Dengan penolakan oleh MA terhadap kasasi itu maka memperkuat putusan
PTUN Jakarta sehingga SK untuk melantik Ujang - Bambang gugur. Ujang
sendiri turut menjadi pemohon dalam upaya kasasi itu selaku pemohon II
dan Bambang sebagai pemohon III.
Pilkada Kobar tahun 2010 sebenarnya dimenangkan oleh pasangan Sugianto
Sabran - Eko Sumarno. Namun Ujang - Bambang menggugat ke Mahkamah
Konstitusi (MK) dan dikabulkan. Sebab pasangan Sugianto - Eko dinilai
terbukti melakukan kecurangan sistematis, terstruktur, dan massif.
MK tidak memerintahkan pilkada ulang namun langsung mendiskualifikasi
Sugianto - Eko dan menetapkan Ujang - Bambang sebagai pemenang. Sebab
kontestannya hanya ada dua pasangan dan pasangan satunya sudah
didiskualifikasi sehingga tidak boleh ikut lagi seandainya pun digelar
pemilu ulang.
Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, mengatakan penolakan kasasi
oleh MA itu berarti bahwa tindakan penerbitan SK pelantikannya salah.
"Tindakan hukum dalam arti menerbitkan pengesahan bupati terpilih itu
tidak berdasar dalam arti salah. Nah sekarang apa konsekuensi dengan
ditolaknya kasasi mendagri itu? Mendagri harus memperbaiki keputusan
pengesahan pengangkatan bupati yang sedang berkuasa itu. Itu konsekuensi
hukumnya," ujarnya, saat dihubungi, kemarin.
Margarito menjelaskan, ada dua kemungkinan apakah prosedur pengesahannya
yang tidak sah atau kah materi yang jadi dasasarnya tidak sah. "Saya
berpendapat bahwa boleh jadi yang dinyatakan oleh MA tidak sah itu
adalah prosedur pengesahannya, bukan substantinya," terangnya.
Secara substansi, tidak dapat diganggu gugat bahwa pemenangnya adalah
pasangan Ujang -Bambang sesuai putusan MK. Terlebih kasus gugatan yang
bermula dari PTUN sampai ke MA itu merupakan kasus administrasi negara,
bukan kasus sengketa pilkadanya. Sehingga tidak ada hubungan dengan
hasil pemilunya itu sendiri.
"Konsekuensinya Mendagri harus revisi pengesahan pengangkatan bupati yang sekarang ini," tegasnya.(gen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar