Salmah Muslimah - detikNews
Jakarta
Hakim agung Brigjen TNI (Purn) Imron Anwari dkk membatalkan hukuman
mati dengan alasan melanggar HAM dan UUD 1945. Putusan Imron ini dinilai
melanggar konstitusi karena hukuman mati belum dinyatakan bertentangan
dengan UUD 1945 dan masih ada dalam UU.
Berikut wawancara
detikcom dengan juru bicara MA, Djoko Sarwoko di kantornya, Jalan Medan
Merdeka Utara, Jakarta Pusat dengan detikcom, Kamis (11/10/2012):
Langkah dari MA seperti apa ke depannya?
Lha itu tanyakan langsung pada Imron, saya nggak tahu.
Dari MA bagaimana?
MA kan bukan saya sendiri, banyak pimpinan lain.
Anda selaku juru bicara MA?
Sampai saat ini belom ada pembicaraan mengenai itu dari pimpinan.
Mahkamah
Konstitusi (MK) menyatakan hukuman mati masuk konstitusional. Tapi
majelis hakim MA menyatakan sebaliknya. Pendapat Anda?
Saya
selaku juru bicara MA menyatakan pendapat MK itu betul karena MA juga
wajib berpendapat bahwa pidana mati itu masih merupakan hukum positif
yang diatur di beberapa UU pidana khusus, narkotika, terorisme, korupsi
dan sebagainya. Artinya hukum positif masih mengakui adanya pidana mati.
Itu resmi jawaban dari lembaga MA.
Hakim agung Imron menilai hukuman mati melanggar HAM, menurut Anda?
Ya kalau mau dipertanyakan, pertanyakan pada Imron. Kalau janggal apa tidak, tanyakan pada Imron.
Sikap MA atas banyaknya pembatalan hukuman mati oleh MA?
Itu
yang tidak bisa saya jawab. Kok bisa gembong narkoba pidana mati
kemudian diturunkan menjadi 12 tahun. Itu yang bisa jawab Pak Imron,
bukan saya.
Kalau dari MA sendiri nggak ada ketentuan bagi hakim atau pengarahan bahwa hukuman mati masih berlaku?
Itu kan nanti akan diperdebatkan di kamar pidana. Tapi kapannya saya tidak tahu. Ada langkah ke sana untuk mempersatukan.
Hakim agung Imron akan dipanggil?
Yahtidak
dipanggil. Nanti kita undang untuk rapat pleno, diundang sama dipanggil
kan lain. Untuk ke depan supaya tidak ada lagi putusan serupa itu. Jadi
kita tunggu perintah Pak Ketua MA, Imron sedang dipanggil. Biar Imron
yang menjelaskan karena saya nggak bisa menjawab hal yang tadi.
Bisakah MA menyatakan hakim agung Imron salah membuat putusan?
Sekalipun MA menyatakan ini putusan keliru atau tidak tepat, keputusan itu kan tidak bisa diubah lagi.
Untuk hakim agungnya sendiri bisa dikenai sanksi?
Saya
kira bukan hanya sanksi. Kalau nanti terbukti, misalnya ada unsur-unsur
lain yang menjadi petunjuk bahwa yang bersangkutan melakukan
palanggaran kode etik atau menerima suap, ya bisa kena sanksi. Bahkan
bisa diajukan ke pengadilan kalau memang ada bukti-bukti yang kuat.
Tapi sejauh ini MA akan mencari dan menyelidiki?
MA
itu kan tugasnya memutus perkara-perkara di tingkat kasasi dan PK. Nah
kalau sekarang saya sebagai jubir. Kewenangannya lembaga lain yaitu
Komisi Yudisial (KY) mengenai kode etik. Kita juga punya kewenangan itu
badan pengawas.
Dari badan pengawas sendiri sudah mulai melakukan penyelidikan?
Lha nanti tanyakan sama badan pengawasan. Dia di bawah Ketua Muda Pengawas, saya tidak bisa mengendalikan mereka.
Kalau disinyalir ada suap atau apa nggak bisa dijawab oleh Anda?
Badan pengawas yang bisa menjawab. Badan pengawas pun harus periksa dulu, tidak bisa menuduh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar