REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim pada Pengadilan
Tipikor menyatakan anggota non-aktif Komisi VII DPR RI, Wa Ode
Nurhayati, terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pembahasan
alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID).
Putusan itu didasarkan pada keterpenuhan tiga unsur yang termuat dalam dakwaan kesatu primer.
Politisi PAN itu dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Wa Ode dinilai menerima suap sebesar Rp6,25 miliar yang diperoleh dari pengurusan DPID di Kabupaten Aceh Besar, Bener Meriah dan Pidie Jaya (Rp5.5 miliar) dan Kabupaten Minahasa (Rp750 juta).
Hakim Anggota, Tati Hadiyanti, menjelaskan, pasal dalam dakwaan kesatu primer memuat tiga unsur. Ketiganya adalah penyelenggara negara, menerima hadiah atau janji, dan patut diduga pemberian itu menggerakkan untuk tidak dan melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kewajibannya.
Tati menilai, Wa Ode Nurhayati adalah seorang penyelenggara negara lantaran dirinya adalah anggota DPR RI. Terdakwa juga terbukti menerima hadiah senilai Rp6,25 juta yang didapat dari pengurusan DPID di empat kabupaten.
"Penerimaan itu sesuai dengan fakta persidangan yang menyatakan bahwa Wa Ode menerima uang melalui asisten pribadinya yang menempatkan dana di rekening terdakwa," ujar Tati saat membacakan putusannya.
Majelis Hakim, ungkap Tati, kemudian menilai, penerimaan uang itu berkaitan dengan upaya terdakwa dalam pengurusan DPID di empat kabupaten. Sehingga, unsur terakhir itu dinyatakan terpenuhi.
"Oleh karenanya, majelis hakim memutuskan semua unsur dalam dakwaan korupsi terpenuhi," tegas Tati.
Putusan itu didasarkan pada keterpenuhan tiga unsur yang termuat dalam dakwaan kesatu primer.
Politisi PAN itu dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Wa Ode dinilai menerima suap sebesar Rp6,25 miliar yang diperoleh dari pengurusan DPID di Kabupaten Aceh Besar, Bener Meriah dan Pidie Jaya (Rp5.5 miliar) dan Kabupaten Minahasa (Rp750 juta).
Hakim Anggota, Tati Hadiyanti, menjelaskan, pasal dalam dakwaan kesatu primer memuat tiga unsur. Ketiganya adalah penyelenggara negara, menerima hadiah atau janji, dan patut diduga pemberian itu menggerakkan untuk tidak dan melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kewajibannya.
Tati menilai, Wa Ode Nurhayati adalah seorang penyelenggara negara lantaran dirinya adalah anggota DPR RI. Terdakwa juga terbukti menerima hadiah senilai Rp6,25 juta yang didapat dari pengurusan DPID di empat kabupaten.
"Penerimaan itu sesuai dengan fakta persidangan yang menyatakan bahwa Wa Ode menerima uang melalui asisten pribadinya yang menempatkan dana di rekening terdakwa," ujar Tati saat membacakan putusannya.
Majelis Hakim, ungkap Tati, kemudian menilai, penerimaan uang itu berkaitan dengan upaya terdakwa dalam pengurusan DPID di empat kabupaten. Sehingga, unsur terakhir itu dinyatakan terpenuhi.
"Oleh karenanya, majelis hakim memutuskan semua unsur dalam dakwaan korupsi terpenuhi," tegas Tati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar