Rabu, 17 Oktober 2012

Hakim Pesta Narkoba dan Bobroknya Sistem Pengawasan MA

Andi Saputra - detikNews

Jakarta Muka hakim Pengadilan Negeri (PN Bekasi) Puji Wijayanto tenang. Padahal Puji baru saja digelandang anggota BNN beserta 4 perempuan pemandu karoke karena kedapatan pesta sabu-sabu dan ekstasi di tempat hiburan di bilangan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat.

"Saya minta maaf kepada pimpinan MA," kata Puji dengan nada kacau di bawah pengaruh ekstasi kepada wartawan, Rabu (17/10/2012) dini hari.

Tertangkapnya Puji seakan membuka bobroknya sistem karier dan pembinaan hakim Mahkamah Agung (MA). Sebab berdasarkan catatan Komisi Yudisial (KY), Puji telah diperiksa lima kali terkait aduan pelanggaran kode etik. Namun PW lolos dari hukuman karena tidak ada bukti terkait pelanggaran tersebut.

"Laporan pertama kali tahun 2010, dua kali dilaporkan pada tahun 2011 dan 2 kali dilaporkan pada tahun 2012. Secara garis besar kesimpulan akhir laporan tidak lengkap dan tidak ada pelanggaran kode etik untuk laporan tahun 2010 dan 2011. Sedangkan untuk yang tahun 2012 masih dalam proses investigasi dan pemeriksaan," kata Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY), Imam Anshari Saleh.

Meski mendapati banyak aduan, MA malah mempromosikan Puji menjadi hakim pengadilan kelas IA. Mengantongi kategori kelas pengadilan ini, maka PN Bekasi masuk dalam kelas pengadilan khusus sebab banyak perkara besar yang ditangani. Sehingga harusnya hakim berkualitas kelas wahid yang duduk di PN ini.

Tetapi bukannya membuang ke pengadilan 'miskin' perkara, MA malah menjadikan Puji hakim di pengadilan bergelimang kasus besar ini.

Tidak sensitifnya MA dalam menilai moral para hakim juga tercermin saat Ketua Pengadilan Negeri Semarang, Sutjahjo Padmo Wasono yang terendus kasus korupsi. MA bukannya meng-grounded Sutjahtjo tapi malah menaikan karier Sutjahjo menjadi hakim tinggi. Tidak tanggung-tanggung, Sutjahjo jadi hakim tinggi Lampung, sebuah pengadilan dengan perkara bergelimang kasus besar.

Kasus ini seakan mencoreng arang di muka sendiri. Sebab Hatta Ali dalam pidato usai terpilih menjadi Ketua MA pada akhir Maret 2012 lalu berjanji akan memberantas hakim nakal. Hatta juga mengatakan dalam seratus hari masa kepemimpinannya di MA, dia berjanji akan meningkatkan kualitas pengawasan para hakim di seluruh Indonesia sehingga tidak ada lagi hakim-hakim nakal yang bisa memainkan kasus yang sedang ditanganinya.

Saat itu dia sesumbar, sebagai mantan Ketua MA Bidang Pengawasan, Hatta sudah hapal permainan para hakim sehingga MA bisa semakin bersih di bawah kepemimpinannya. Tapi apa lacur, lagi-lagi anak buahnya tidak terkontrol, sistem yang dibangun tidak bisa menjadi benteng bagi hakim-hakim bermasalah.

Sayangnya, di saat MA diterpa 'badai tsunami' ini, Hatta Ali bergeming. Pria kelahiran Sulawesi Selatan ini memilih menghindar, diam seribu bahasa. Wartawan yang menunggu Hatta berjam-jam untuk mengkonfirmasi hal ini di beberapa kesempatan dibiarkan bak angin lalu. Kebiasaan yang tidak pernah dilakukan dua Ketua MA sebelumnya, Bagir Manan dan Harifin Tumpa.

Selaku penanggungjawab tertinggi peradilan Indonesia, dia melempar badan kepada juru bicaranya, Djoko Sarwoko untuk menepis semua isu miring tentang institusi warisan kolonial Belanda ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar