Indra Subagja - detikNews
Jakarta - Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi belum
juga memberikan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Padahal
posisi Nurhadi sudah menjabat sebagai eselon 1. Nurhadi menjabat posisi
itu sejak Desember 2011.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto
berbicara soal ketaatan pejabat melapor LHKPN menyebutkan bahwa sesuai
aturan UU No 28 Tahun 1999, seorang penyelenggara negara wajib
melaporkan harta kekayaannya.
"Kalau di dalam aturannya
disebutkan bahwa penyelenggara wajib menyerahkan LHKPN. Dalam penjelasan
Pasal 2 angka 7 butir 4 disebutkan secara eksplisit penyelenggara
negara termasuk pejabat yang funya fungsi strategis yang salah satunya
Eselon 1," jelas Bambang saat berbincang dengan detikcom, Rabu
(31/10/2012).
Bambang menegaskan, selain melaporan dan
mengumumkan kekayaannya, pejabat itu juga mesti bersedia diperiksa asal
usul hartanya. Semua untuk transparansi.
"Penyelenggara negara
itu wajib melaporkan dan mengumumkan kekayaannya serta bersedia
diperiksa, sesuai pasal 5 angka 3 UU No. 28 Thn 1999. Bahkan, jangankan
eselon 1, di Dirjen Pajak Depkeu, eselon 3 saja oleh aturan Depkeu
dikualifikasi sebagai penyelenggara negara sehingga diwajibkan membuat
LHKPN," tuturnya.
Nah, bagi yang pejabat yang tidak melaporkan
harta kekayaannya, maka sesuai pasal 20 ayat 1 bisa diberi sanksi. "Di
MA, sanksinya promosi jabatan dan kenaikan pangkat seseorang ditunda
jika belum serahkan LHKPN," tutur Bambang.
Merujuk pada data
LHKPN di bagian informasi publik di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, yang diakses pada Senin
(29/10), tercantum nama Nurhadi sebagai penyelenggara negara yang wajib
melaporkan kekayaannya.
Dalam data itu tertulis tanggal
(6/1/2012) sebagai tanggal wajib lapor. Dan ternyata sampai data itu
diakses pada hari Senin, atau 10 bulan berselang sejak dia wajib lapor,
Nurhadi tercatat belum pernah melaporkan kekayaanya. "Status form
terakhir: belum lapor," demikian tertulis dalam data tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar