Fajar Pratama - detikNews
Jakarta
Menkum HAM Amir Syamsuddin menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
memberi grasi kepada Deni Setia Maharwa karena terpidana kasus narkoba
itu dalam kondisi kepepet terkait kondisi ekonominya. Ketua Majelis
Hakim yang memvonis hukuman mati Deni, Asep Irawan menyebut alasan itu
sama sekali tidak relevan.
Dalam pernyataanya, Menteri Amir
menyatakan, Deni dalam kondisi terdesak secara ekonomi, apalagi dia
harus melunasi cicilan mobil. Menurut Asep, alasan itu sama sekali tidak
ada hubungannya, apalagi jika dikaitkan dengan bahaya narkoba bagi
masyarakat luas.
"Cicilan mobil bagaimana. Sekarang bagaimana
dengan nasib ribuan orang yang mati karena narkoba," ujar Asep dalam
perbincangan dengan detikcom, Selasa (16/10/2012).
Menurut Asep,
persoalan ini merupakan persoalan hukum dan tidak bisa dikaitkan dengan
kelas sosial seorang terpidana itu. Asep sendiri memastikan, Deni bukan
berasal dari kalangan menengah ke bawah.
"Dia itu seorang pamong, lulusan STPDN. Tidak bisa begitu saja disebut kelas bawah," ujarnya.
Pemerintah
sebelumnya mengungkapkan pemberian grasi kepada Deni dilatarbelakangi
kondisi ekonomi Deny yang lemah, yaitu dia harus mencicil mobil.
"Di
sini dia terpaksa menerima (jadi kurir) karena dia ingin mencoba
mengatasi permasalahan ekonominya," ujar Menkum HAM Amir Syamsuddin.
Hal
ini disampaikan Amir saat jumpa pers di Ruang Bima Kantor Kemenko
Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat No 15, Jakarta Pusat, Selasa
(16/10/2012). Jumpa pers ini digelar usai rapat menteri bidang polkam
membahas grasi presiden.
Amir melanjutkan permasalahan ekonomi
yang memaksa Deny menjadi kurir narkoba adalah tagihan cicilan mobil.
"Karena pada saat itu dia harus membayar cicilan mobil Rp 40 juta. Jadi
di sini kita melihat dia adalah orang dari ekonomi rendah," kata pria
yang memulai karier sebagai pengacara ini.
Sebelumnya, Amir juga
mengatakan bahwa pemberian grasi ini dilakukan Presiden dengan
mempertimbangkan beberapa latar belakang. Di antaranya adalah tunanetra,
anak di bawah umur, dan orang-orang yang berekonomi rendah.
Selain
itu, Amir menjelaskan bahwa penerima grasi bukanlah gembong narkoba.
"Karena mereka rata-rata adalah kurir yang berada di level ekonomi
rendah," tuturnya.
Seperti diberitakan, Presiden SBY memberikan
grasi kepada dua terpidana narkoba yaitu Deni Setia Maharwa dan Meirika
Franola. Keduanya lolos dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup.
Deni
ditangkap oleh petugas di Bandara Soekarno-Hatta pada tahun 2000 karena
membawa 3,5 kg heroin dan 3 kg kokain. Pada saat ditangkap pada 12
tahun lampau itu, anak tunggal Deni baru berusia 3 tahun. Sejak PN
Tangerang menjatuhkan hukuman mati pada 2001, istri Deni yang
sehari-hari adalah guru SMP berulang kali mengusahakan keringanan
hukuman. Mulai tingkat banding, kasasi, PK hingga grasi pada 2010 silam.
Selain Deni, dibekuk juga dua anggota sindikat lainnya, Meirika Franola
dan Rani Andriani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar