Kamis, 11 Oktober 2012

Inilah Enam Vonis Kontroversial MA

INILAH.COM, Jakarta - Vonis Majelis Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) pada sidang peninjauan kembali (PK) yang membatalkan putusan mati sidang kasasi kasus pemilik pabrik narkoba, Henky Gunawan, menjadi hukuman 15 tahun penjara, dinilai janggal sehingga menimbulkan kecurigaan publik.

Anggota Komisi III DPR Aboebakar Alhabsyi, misalnya, menilai MA tidak paham mengenai bahaya narkoba. Ini terbukti dengan dibatalkannya vonis mati terhadap Hengky Gunawan.

"Saya lihat para hakim MA semakin permisif dengan persoalan narkoba. Seolah ini persoalan biasa saja, padahal menyangkut jutaan nasib generasi muda Indonesia. Para hakim yang duduk disana sepertinya telah mengabaikan jumlah korban narboba yang mencapat 3,8 juta pecandu, serta puluhan juta orang yang menjadi potencial victim lainnya," tegas Aboebakar di Jakarta, Kamis (11/10/2012).

Kecurigaan publik terhadap putusan MA yang dinilai janggal bukan untuk kasus Hengky saja. Menurut catatan INILAH.COM, setidaknya ada enam vonis MA dalam kasus narkoba. Inilah putusannya yang dinilai janggal dan menguntungkan para pengedar narkotik:

1. Hillary K. Chimezie (WNA Nigeria). Hukuman mati menjadi 12 tahun penjara
2. Meirika Franola alias Ola (WNI). Hukuman mati menjadi seumur hidup
3. Tan Duc Thanh Nguyen (WNA Filipina). Hukuman mati menjadi seumur hidup
4. Si Yi Chen (WNA Cina). Hukuman mati menjadi seumur hidup
5. Matthew James Norman. Hukuman mati menjadi seumur hidup
6. Henky Gunawan (WNI). Hukuman mati menjadi 15 tahun penjara.

Menyikapi hal itu, Ketua Komisi III DPR (membidangi hukum) Gede Pasek Suardika mengatakan, seharusnya hakim MA yang membatalkan vonis mati Hengky Gunawan menjelaskannya ke publik. Publik harus mengetahui alasan-alasannya.

"Silahkan hakim menjelaskan, karena dia punya hak menjelaskan. Hakim yang baik, masuk ke ranah publik, bukan berkampanye dengan hal-hal lain. Kalau ada kontroversial, harus dijelaskan," jelas Pasek disela-sela fit and proper test komisioner Komnas HAM, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (11/10/2012).

Menurut Pasek, persoalan dibatalkannya hukuman mati oleh MA sudah mendapat perhatian publik. Hakim MA tidak bisa membiarkan masalah tersebut.

Publik berhak tahu kenapa hakim MA memutuskan untuk membatalkan hukuman mati yang sebelumnya diputuskan sendiri oleh MA tersebut. "Ketika publik bertanya hal kontroversial, hakim harus jelaskan. Hakim yang menjelaskan, bukan Humas MA. Membiasakan tradisi itu penting," tutur Pasek.

Publik, lanjut politikus Partai Demokrat itu, harus diberi penjelasan rinci. Jangan membiarkan kontroversi berkembang dan membuat institusi hukum mendapat deligitimasi publik.

"Harusnya menjelaskan pertimbangan hukum ini-ini, begini-begini. Itulah kenapa dia melakukan itu (membatalkan vonis mati). Jangan bilang baca saja itu, tidak boleh. Dia harus menyampaikannya ke publik. Jangan malah hakim ngomong yang lain, yang bukan bidangnya, untuk popularitas. Sehingga wibawa hukum bagus," jelasnya.

Dalam putusan PK Hengky, Majelis Hakim Agung MA mengabulkan permohonan Henky. Sebab, menganggap hukuman mati bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan melanggar pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Karena itu, putusan tersebut dengan sendirinya menganulir putusan kasasi MA yang menghukum mati Hengky. [yeh]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar