Jumat, 19 Oktober 2012

Todung: Grasi Presiden untuk Kasus Narkoba Wajar

Liputan6.com, Jakarta: Praktisi Hukum Todung Mulya Lubis menilai grasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap kasus narkoba adalah wajar. Menurut Todung, hal itu merupakan hak prerogatif presiden.

"Saya hargai yang diberikan grasi presiden kepada siapapun yang mengajukan permohonan grasi narapidana," kata Todung Mulya Lubis, pada acara diskusi bulanan Kemenkum HAM di Jakarta, Kamis, (18/10).

Todung mengatakan narapidana berhak mengajukan permohonan hukum ke tingkat paling tinggi. Menurut Todung Presiden tentu mempertimbangkan aspek hukum dari lembaga penegak Hukum seperti Mahkamah Agung untuk persoalan grasi narkoba ini [baca: Langkah SBY soal Grasi Menuai Protes].

"Bahkan Kemenkumham juga diberikan kewenangan untuk memberikan masukan. Tidak ada yang salah dengan grasi presiden, jangan ada stigma, grasi presiden itu menentang pemberantasan narkoba," ujar Todung.

Menurut Todung, hukuman mati tak membuat efek jera dan itu bertentangan dengan Hak Asai Manusia (HAM) bila tidak dilakukan pemerintah maupun penegak hukum. "Saya melihat hukuman mati tidak menimbulkan efek jera. Contohnya, eksekusi mati teroris Bom Bali, Amrozi Cs tidak menyurutkan terorisme," ucap Todung.

Kendati, dirinya menolak hukuman mati dalam berbagai kasus, termasuk kasus gembong narkoba, Todung sependapat kalau pelaku kejahatan yang masuk kejahatan luar biasa, yakni kejahatan korupsi, terorisme, dan bandar narkoba dihukum seberat-beratnya.

"Saya setuju dihukum seberat-beratnya, asal tidak hukuman mati. Hukum seumur hidup tanpa remisi dan grasi. Bukan hanya kasus narkoba, tapi semua kejahatan, karena hak hidup dijamin konstitusi, konstitusi kita menjamin hak dan tidak dapat dicabut dalam situasi dan kondisi apapun," pungkas Tudung.

Seperti diketahui, sejumlah pelaku narkoba yang diberikan grasi oleh SBY di antaranya terpidana narkoba Schapelle Leigh Corby asal Australia, terpidana kasus narkoba warga Jerman, Franz Grobmann, dan Merika Pranola alias Ola alias Tania serta pemberian grasi kepada Indra Badrul Kamal dan Deni Setia Maharwan alias Rapi Mohammed Majid, gembong narkoba jaringan internasional yang tertangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Selain pemberian grasi, Mahkamah Agung juga menganulir vonis hukuman mati pemilik pabrik ekstasi, Hengky Gunawan menjadi 15 tahun penjara.(ALI/AIS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar