TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Wakil
Ketua MPR RI Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, sangat menyedihkan
putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan
hukuman mati bagi pemilik pabrik narkoba, Hengky Kurniawan.
"Menyedihkan! Karena itu sungguh merupakan tamparan keras bagi kita semua para pencari dan penegak keadilan," tegas Lukman dalam rilisnya ke Tribunnews.com, Kamis (4/10/2012).
Wakil Ketua Umum PPP ini menilai putusan MA itu tak hanya cacat prosedur, tapi juga naif dasar hukumnya, dan amat mengusik rasa keadilan masyarakat luas.
"Bagaimana mungkin ketiga Hakim Agung itu menyalahi prosedur dengan tidak terlebih dahulu membawa perkara yang ditanganinya itu ke rapat pleno Hakim Agung? Ini ada apa, kelalaian atau kesengajaan?" ujar Lukman.
Dikatakan PK yang akan mengubah putusan banding atau kasasi itu harus terlebih dahulu dibawa ke rapat pleno Hakim Agung. "Dasar hukum yang digunakan pun naif dan tak tepat," ujarnya.
Lukman kembali mempertanyakan, bagaimana mungkin ada Hakim Agung yang tak memahami UU 39/1999 tentang HAM, UUD 1945, dan tak mengikuti Putusan MK terkait dengan perkara yang sedang ditangani?
"Hukuman mati itu dimungkinkan diterapkan di negara kita dan tak menyalahi UU HAM maupun UUD 1945. MK bahkan telah menguatkan hal itu dengan putusannya yang menegaskan bahwa hukuman mati tidak menyalahi konstitusi," katanya.
Lebih jauh, menurut Lukman, putusan PK MA itu sungguh bertolak belakang dengan upaya kita bersama memerangi Narkoba.
"Bila sikap pelaku kekuasaan kehakiman kita terhadap yang memproduksi Narkoba itu begitu lemah, maka Indonesia akan kian menjadi lahan subur berdirinya pabrik-pabrik zat yang menghancurkan satu-dua generasi itu," katanya.
Lukman berharap Komisi Yudisial mendalami kasus ini. "Adakah pelanggaran perilaku dan kode etik pada ketiga Hakim Agung itu," katanya.
Diberitakan, MA membatalkan hukuman mati bagi pemilik pabrik ekstasi Hengky Kurniawan.
Pemilik pabrik ekstasi Hengky Kurniawan ditangkap 23 Mei 2006 laly di Surabaya.
Hengky dijatuhi hukuman 15 tahun penjara oleh PN Surabaya. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Surabaya memperberat hukuman jadi 18 tahun penjara.
Di tingkat kasasi hukuman jadi hukuman mati namun MA menganulir dan mengubah hukuman mati Hengky menjadi 15 tahun penjara.
"Menyedihkan! Karena itu sungguh merupakan tamparan keras bagi kita semua para pencari dan penegak keadilan," tegas Lukman dalam rilisnya ke Tribunnews.com, Kamis (4/10/2012).
Wakil Ketua Umum PPP ini menilai putusan MA itu tak hanya cacat prosedur, tapi juga naif dasar hukumnya, dan amat mengusik rasa keadilan masyarakat luas.
"Bagaimana mungkin ketiga Hakim Agung itu menyalahi prosedur dengan tidak terlebih dahulu membawa perkara yang ditanganinya itu ke rapat pleno Hakim Agung? Ini ada apa, kelalaian atau kesengajaan?" ujar Lukman.
Dikatakan PK yang akan mengubah putusan banding atau kasasi itu harus terlebih dahulu dibawa ke rapat pleno Hakim Agung. "Dasar hukum yang digunakan pun naif dan tak tepat," ujarnya.
Lukman kembali mempertanyakan, bagaimana mungkin ada Hakim Agung yang tak memahami UU 39/1999 tentang HAM, UUD 1945, dan tak mengikuti Putusan MK terkait dengan perkara yang sedang ditangani?
"Hukuman mati itu dimungkinkan diterapkan di negara kita dan tak menyalahi UU HAM maupun UUD 1945. MK bahkan telah menguatkan hal itu dengan putusannya yang menegaskan bahwa hukuman mati tidak menyalahi konstitusi," katanya.
Lebih jauh, menurut Lukman, putusan PK MA itu sungguh bertolak belakang dengan upaya kita bersama memerangi Narkoba.
"Bila sikap pelaku kekuasaan kehakiman kita terhadap yang memproduksi Narkoba itu begitu lemah, maka Indonesia akan kian menjadi lahan subur berdirinya pabrik-pabrik zat yang menghancurkan satu-dua generasi itu," katanya.
Lukman berharap Komisi Yudisial mendalami kasus ini. "Adakah pelanggaran perilaku dan kode etik pada ketiga Hakim Agung itu," katanya.
Diberitakan, MA membatalkan hukuman mati bagi pemilik pabrik ekstasi Hengky Kurniawan.
Pemilik pabrik ekstasi Hengky Kurniawan ditangkap 23 Mei 2006 laly di Surabaya.
Hengky dijatuhi hukuman 15 tahun penjara oleh PN Surabaya. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Surabaya memperberat hukuman jadi 18 tahun penjara.
Di tingkat kasasi hukuman jadi hukuman mati namun MA menganulir dan mengubah hukuman mati Hengky menjadi 15 tahun penjara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar