Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi (Kak Seto) melaporkan hakim pengadilan agama Jakarta Pusat yang memutus hak asuh dua anak dari Yuli Tani yang masih berumur lima dan empat tahun kepada ayahnya karena hanya mempertimbangkan masalah ekonomi.

"Jangan sampai terjadi pelanggaran hak anak. Kalau umur 12 tahun anak bisa memilih sendiri, tapi balita itu sangat dekat dengan ibu. Banyak kasus dengan alasan bahwa ayah bisa membiayai," kata Kak Seto, saat audensi dengan Komisioner Komisi Yudisial Suparman Marzuki di Jakarta, Rabu.

Menurut Kak Seto, hakim seharusnya tidak mempertimbangkan masalah kemampuan ekonomi, tetapi masalah psikologis harus menjadi pertimbangan. "Masalahnya kan bukan mampu nggak mampu, tetapi ayah harus memberikan pertanggungjawaban," katanya.

Sedangkan Yuli sebagai korban mengatakan bahwa dirinya meminta bantuan kepada Satgas Perlindungan Anak terkait putusan pengadilan agama Jakarta Pusat.

"Anak saya mau lima dan empat tahun. Putusan pengadilan agama Jakarta pusat itu hakim menjatuhkan hak asuh anak kepada suami karena lebih berkecukupan," kata Yuli.

Menanggapi laporan ini, Suparman Marzuki mengakui bahwa KY masih minim mendapat laporan masalah putusan pengadilan yang menyangkut hak asuh anak.

"Kasus seperti ini minim dilaporkan ke KY, karena itu perlu ada koordinasi langsung dengan lembaga yang dikelola Kak Seto sehingga bisa mendapat akses," kata Suparman.

Ketua bidang pengawasan dan investigasi KY ini juga menilai sebagian besar hakim dalam memutus masih berpandangan dengan "kacamata kuda", yakni tidak melihat perspektif lain dari putusan.

"Tentunya bukan kesalahan juga, tapi hakim harus melihat aspek-aspek lain selain ekonomis seperti psikologis dan lain-lain," katanya.

Namun, Suparman mengakui bahwa KY tidak bisa membatalkan putusan pengadilan agama tersebut. "Tapi masih ada upaya hukum banding, mudah-mudahan hakim banding mampu obyektif," harap Suparman.