Andi Saputra - detikNews
Jakarta
Mahkamah Agung (MA) yang mengobral pembatalan vonis mati dapat
mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum. Sedikitnya MA
membatalkan tiga vonis mati untuk gembong narkoba secara berturut-turut,
Hillary K Chimezie, Hengky Gunawan dan yang terakhir Deni Setia Maharwa
alias Rapi Mohammed Majid.
"Putusan-putusan memberikan lisensi
diam-diam kepada masyarakat untuk main hakim sendiri setiap kejahatan.
Sebab putusan ini membuat orang tidak percaya kembali hukum," kata pakar
hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Dr
Mudzakir, saat berbincang dengan detikcom, Rabu (10/10/2012).
Obral
pembatalan vonis mati ini juga membuat masyarakat beradab menjadi
masyarakat barbar. Sebab penyelesaian kejahatan lewat hukum tidak lagi
bisa menjadi harapan.
"Kalau seperti ini, masyarakat malah
berharap polisi menembak mati saja pelaku gembong narkoba di TKP. Tembak
mati di tempat akan memperoleh justifikasi dengan putusan-putusan ini.
Buat apa dibawa ke pengadilan jika ujung-ujungnya malah tidak divonis
mati," tandasnya.
Selain memicu amarah warga, putusan ini juga
membuat Indonesia malu di dunia internasional. Sebab masyakarat di dunia
akan memandang remeh serta menilai di Indonesia gampang memroduksi
narkoba.
"Imej negara Indonesia menjadi tidak keras dan tidak
tegas terhadap pelaku narkoba dan malah bersikap lunak kepada pelaku
narkoba. Putusan ini juga tidak mempunyai rasa nasionalisme yaitu
melindungi bangsa dari serangan bahaya narkoba," ujar Mudzakir geram.
Seperti
diketahui, setelah Hillary K Chimezie dan Hengky Gunawan, Deni mendapat
anugerah dari MA. Sebab vonis mati dari kasasi dianulis oleh MA sendiri
dan diganti dengan hukuman penjara seumur hidup.
"Mengabulkan
permohonan PK Deni berupa perubahan dari pidana mati yang dijatuhkan
kepadanya menjadi pidana penjara seumur hidup," demikian lansir website
panitera MA, Rabu (10/10/2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar