Seputar Indonesia
JAKARTA– Putusan Hakim Agung Imron Anwari mencederai rasa keadilan
masyarakat. Hakim ini telah dua kali membatalkan vonis mati terhadap
gembong narkoba.
Kaukus Masyarakat Peduli Anak dari
Kejahatan Narkoba kemarin melaporkan Imron Anwari ke Komisi Yudisial
(KY). Imron dinilai telah melakukan upaya tindakan tidak profesional
dalam memutuskan sebuah perkara. Anggota Kaukus,Ikhsan Abdulah, dalam
laporannya meminta KY melakukan investigasi, apabila terbukti ada
pelanggaran kode etik dan perilaku yangdilakukanImronterkaitputusannya
yang membebaskan vonis mati para gembong narkoba.
“
KetuaKYagarmemberikan sanksi yang berat padanya,” ujarnya di Gedung KY
kemarin. DiajugamemintaKYbekerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) untukmemeriksarekening para hakim agung
tersebut karena biasanya bisnis narkotika dekat dengan kegiatan
pencucian uang. Imron diketahui dua kali membatalkan vonis mati terhadap
sindikat narkoba. Saat menjadi ketua majelis peninjauan kembali (PK)
Mahkamah Agung (MA) dalam kasus vonis mati terhadap gembong narkoba
Hangky Gunawan,Imron menganulirnya dan menjadikan vonis Hangky hanya 15
tahun penjara.
Imron juga membatalkan vonis mati terhadap
gembong narkoba Hillary K Chimezie pada 2010. Imron saat itu menjadi
salah satu anggota majelis PK dan memutus pemilik 5,8 kilogram heroin
itu 12 tahun penjara. Belakangan diketahui, MA ternyata juga membatalkan
vonis mati seorang bandar narkotika internasional,Deni Setia Maharwan
alias Rapi Mohammed Majid.MA mengubah hukuman pada Deni menjadi hukuman
seumur hidup melalui upaya hukum peninjauan kembali (PK).
Namun,
hakim yang memutus perkara ini belum dicantumkan. Deni ditangkap
bersama sepupunya, Rani Andriani, di Bandara Soekarno-Hatta pada 12
Januari 2000 sesaat sebelum berangkat ke London dengan pesawat Cathay
Pacific. Dari dalam koper dan tas tangan Deni ditemukan 3 kilogram
kokain dan 3,5 kg heroin,sedangkan dari koper dan tas tangan Rani
ditemukan 3,5 kg heroin. Pengadilan Negeri (PN) Tangerang menghukum Deni
dengan hukuman mati. Kasus ini menjadikan hukuman mati pertama yang
dijatuhkan ke WNI dalam kasus narkotika.Putusan ini kemudian dikuatkan
hingga putusan kasasi MA yang dijatuhkan pada 18 April 2001.
Komisioner
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) AsrorunNiamSholehmengatakan,
Imron tidakkonsistendalammenerapkan hukum.Hal ini karena Imron juga
pernah menjadi anggota hakim perkara pabrik ekstasi terbesar di Asia
yang berlokasi di Cikande,Tangerang denganterdakwaduawarganegara asing
yaitu Nocolas Garnick Josephus Geradus (Belanda) dan Serge Areski
Atloavi (Prancis). Imron adalah anggota majelis kasasi yang ikut
mengubah hukuman dari penjara seumur hidup menjadi hukuman mati.
“Imron
inkonsisten dalam menilai hukuman mati yang menurutnya melanggar HAM
dan konstitusi,”katanya. Wakil Ketua KY Imam Ansori Saleh mengatakan,
pihaknya sudah berkoordinasi dengan MA untuk menyelidiki dugaan aroma
suap putusan ini.”Menurut kewenangannya tidak bisa mengurangi hukuman.
Tapi, KY akan menelusuri. Bukan putusannya sendiri mungkin aroma suap
janganjangan ada tekanan dan imingiming suap. Kita punya biro
investigasi,” ucapnya. Juru Bicara MA Djoko Sarwoko saat dikonfirmasi
mengatakan, Imron bersedia untuk klarifikasi dan menjelaskan semua
alasan vonis tersebut. Sikap itu menurutnya pantas dihargai.
“
Putusan itu kanputusan majelis,tetapi selama ini publik seolah-olah
menyalahkan Pak Imron. Kita hargai sebagai ketua majelis, dia minta
diperiksa. Pemeriksaan akan dilakukan dalam waktu dekat oleh majelis
yang dibentuk ketua MA,”ujarnya. ●mnlatief
Tidak ada komentar:
Posting Komentar