REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Jaksa Agung dinilai harus turun tangan dalam
pembatalan vonis mati terhadap bandar narkoba yang juga terbukti
memiliki pabrik pembuatan narkotika, Hanky Gunawan. Penilaian itu
ditegaskan Hakim Mahkamah Konstitusi, Akil Mokhtar dengan alasan putusan
hakim sangat aneh dan mencederai rasa keadilan masyarakat.
"Karena
pemilik pabrik narkoba hanya dihukum 15 tahun penjara sementara banyak
pelaku narkoba yang hanya rakyat kecil dan cuma membawa ganja seberat 5
gram dihukum mencapai 5-6 tahun," ujarnya. Selain itu, kata Akil,
putusan Majelis Hakim PK yang diketuai M Imron Anwari tidak berdasarkan
novum atau bukti baru.
Putusan hakim, imbuhnya, hanya
berdasarkan pendapat hakim agung yang menilai bahwa hukuman mati
inskonstitusonal karena melanggar HAM. Padahal MK telah berkali-kali
melakukan uji materil hukuman mati dan hasilnya hukuman mati itu
konstitusional.
"Kalau itu merupakan pertimbangan hakim PK,
sebenarnya putusan itu salah. Kenapa? karena PK itu harus ada bukti
baru. sementara itu pendapat hakim bukan bukti baru," terang Akil.
Meski
pendapat Hakim Agung Imron dalam putusan tersebut berbeda dengan
putusan MK soal hukuman mati, sayangnya MK tidak bisa menganulir
keputusan tersebut. "Putusannya berbeda. MK itu undang-undangnya yang
diuji. Tapi itu sudah diuji dua sampai tiga kali, hukuman mati menurut
MK itu konstitusional," tegas Akil.
Karena itu, Akil berharap
Kejaksaan Agung mau mengajukan peninjauan kembali terhadap pencabutan
vonis mati gembong narkoba. Setelah itu, Mahkamah Agung bisa mengabulkan
PK tersebut dan menganulir putusan Hakim Agung Imron yang dianggap aneh
tersebut.
Karena sebelumnya MA juga menganulir keputusan kasasi
MA sendiri yang menghukum mati Hanky Gunawan menjadi 15 penjara, sesuai
putusan pertama di Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar