Rabu, 10 Oktober 2012

Hendardi: Hukuman Mati Kejam dan Tak Manusiawi, Hapuskan dari Indonesia

Jakarta LSM Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Keadilan (Imparsial) menyambut gembira vonis Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan hukuman mati terhadap gembong narkotika. Ketua Dewan Kehormatan Imparsial, Hendardi, menegaskan hukuman mati di Indonesia kejam dan tidak manusiawi.

"HAM adalah nilai penting dan fundamental sebagai anugerah dari tuhan. Hak-hak ini harus dilindungi, dewasa ini banyak kasus di Indonesia mendorong praktik hukuman mati yang kejam dan tidak manusiawi," kata Hendardi saat membuka diskusi 'Polemik Hukuman Mati dalam Tata Sistem Hukum Nasional dan Revisi KUHP' di Hotel Aryaduta, Jalan Prapatan, Jakarta Pusat, Rabu (10/10/2012). Acara ini juga dihadiri Wamenkum HAM Denny Indrayana dan anggota DPR dari Komisi III.

Menurut Hendardi, hidup seseorang tidak boleh dicabut oleh siapa pun dan dalam bentuk apa pun. Dia menyayangkan Indonesia masih menerapkan hukuman mati sehingga dia meminta hukuman tersebut dihapus dari hukum Indonesia.

"Hukuman mati adalah inkonstitusional. Penolakan hukuman mati juga tidak ditanggapi oleh pemerintah. Patut disayangkan pemerintah tidak melakukan koreksi tapi malah melakukan pembelaan diri," ujar Hendardi.

Menurutnya, hidup seseorang adalah urusan Tuhan. Oleh sebab itu manusia tidak boleh mencabut nyawa manusia yang bukan miliknya.

"Hidup dan mati urusan Tuhan, pemerintah tidak berhak menjadi palu kematian. Selamat Hari Anti Hukuman Mati Internasioanl dan selamat berdiskusi," tandas Hendardi.

Soal hukuman mati, Mahkamah Konstitusi (MK) tegas menyatakan hukuman mati konstitusional dan tidak melanggar hak asasi manusia (HAM). Juru bicara MK Akil Mochtar mengakui jika dalam masyarakat masih berkembang dua wacana terkait hukuman mati. Pertama setuju hukuman mati diterapkan dan kedua yang menolak hukuman mati dengan alasan HAM. Hingga saat ini, hukum Indonesia masih mengakui adanya hukuman mati.

"Putusan MK menyatakan hukuman mati konstitusional, masih ada di perundang-undangan Indonesia seperti di UU Teroris, KUHP, UU Narkotika," kata Akil Mochtar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar