Andi Saputra - detikNews
Jakarta
Kekecewaan dan kecaman terus datang ke para hakim agung yang
membatalkan vonis mati gembong narkotika dengan alasan melanggar UUD
1945 dan HAM. Oleh sebab itu, sudah saatnya dibuka sistem constitutional complain yaitu membawa putusan Mahkamah Agung (MA) ini ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"MA
tidak mengerti tata hukuman kita kalau hukuman mati di Indonesia masih
dibolehkan. Bayangkan ada hakim agung sekacau itu. Kalau tidak dihukum
mati, kenapa tidak dihukum seumur hidup? Ini kok malah dihukum 15 tahun
penjara. Apa dia tidak tahu bahaya narkoba dan terpidana itu pemilik
pabriknya?" kata pakar hukum tata negara Dr Margarito Kamis saat
berbincang dengan detikcom, Rabu (10/10/2012).
Sayangnya, dalam
norma perundang-undangan sekarang putusan bagi gembong narkoba Hillary K
Chimezie dan Hengky Gunawan sudah tidak bisa diganggu gugat. Masyarakat
dipaksa untuk menerima putusan yang menyalahi konstitusi.
"Ini
bagaimana? Apa kita harus tunduk pada putusan yang jelas-jelas salah
tersebut? Putusan yang jelas-jelas menyalahi semangat konstitusi,
semangat bernegara? Sudah saatnya putusan MA yang menyalahi konstitusi
harus diuji ke MK," tandas Margarito.
Nah, untuk mengoreksi putusan MA ini maka MK harus membuka sistem constitutional complain. Sistem ini dikenal di berbagai negara dunia sebagai wujud mencegah kekuasaan absolut.
"Tindakan
pemerintah, legislatif maupun yudikatif tidak boleh menyalahi semangat
konstitusi. Semua harus bisa dikoreksi, jika dibiarkan maka akan membuka
absolutisme dan yang namanya absolut itu tidak bagus," beber Margarito.
Seperti
diketahui, majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) MA membebaskan hukuman
mati atas putusan kasasi MA. Pertama dijatuhkan kepada warga Nigeria
Hillary K Chimezie, pemilik 5,8 kilogram heroin, bebas dari hukuman mati
dan mengubah hukumannya menjadi penjara 12 tahun.
Adapun kasus
kedua, MA membebaskan pemilik pabrik ekstasi Hengky Gunawan dari hukuman
mati menjadi hukuman 15 tahun penjara pada 16 Agustus 2011 lalu.
Hukuman mati terhadap Hengky dijatuhkan MA dalam tingkat kasasi. Apa
alasan MA dalam kedua putusan tersebut?
"Hukuman mati
bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan melanggar pasal 4 UU No
39/1999 tentang HAM," tulis salinan PK yang ditandatangani Imron Anwari
selaku ketua majelis hakim agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar