RMOL.Achmad Yamanie mundur dari Mahkamah Agung (MA). Hakim
Agung itu salah menulis vonis dalam perkara peninjauan kembali (PK)
Hengky Gunawan, gembong narkoba asal Surabaya. Yamanie beralasan mundur
karena sakit.
Sejak menjadi hakim agung pada 2009 lalu, Yamanie menempati
apartemen Pejabat Tinggi Negara di Kemayoran, Jakarta Pusat. Apakah
bekas ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan itu sudah
berkemas-kemas meninggalkan rumah dinas? Yuk kita intip.
Apartemen Pejabat Tinggi Negara Kemayoran terletak di Blok D5
Kavling 2, Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta Pusat. Sesuai namanya,
apartemen ini menjadi rumah dinas bagi sejumlah pejabat lembaga
negara. Di antaranya, Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK),
Komisi Yudisial (KY), dan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor
Apartemen ini terdiri dari dua tower. Kedua tower memiliki model
sama. Tower A di sebelah kiri. Letaknya dekat dengan pintu keluar-masuk
kawasan apartemen ini. Di sebelah kanan Tower B.
Yamanie mendapat jatah apartemen di Tower B. “Dia tinggal di lantai 6
bersama istrinya saja. Kalau keluarganya tidak tinggal di sini, tapi di
kampung asalnya di Banjarmasin, Kalimantan Selatan,” jelas resepsionis
wanita berkulit putih di Tower B.
Rakyat Merdeka tak diperkenankan melihat apartemen yang
ditinggali Yamanie. Petugas keamanan beralasan Yamanie dan istrinya
sudah pergi sejak sebelum jam makan siang.
“Tadi mereka lewat sini, sambil menunggu supirnya mengambil mobil di parkiran basement,” kata staf resepsionis tadi.
Ke mana perginya? Wanita berambut panjang sebahu itu tidak tahu kemana Yamanie dan istrinya pergi.
Sebab mereka pergi tanpa meninggalkan pesan kepada resepsionis. “Kalau kemarin, dia seharian ada di rumah.
Sebab, supirnya saja ngobrol bersama kami di sini karena tidak ada tugas untuk keluar rumah,” ujarnya.
Apakah Yamanie sudah mengemas barang-barang dari apartemen dinas
ini? “Dari kemarin saya belum lihat ada kegiatan pindahan. Tadi saja
dia keluar tidak bawa apa-apa. Ya seperti sedang pergi biasa saja,”
jelasnya.
Imron Anwari, Hakim Agung yang bersama Yamanie membebaskan Hengky dari hukuman mati juga mendapat jatah apartemen di sini.
“Kalau menurut catatan yang saya punya, Pak Imron itu tinggal di
Tower A (sebelah) di kamar 12A. Bukan di sini,” kata resepsionis tadi.
Akhirnya Rakyat Merdeka pun beranjak ke tower sebelah.
Petugas sekuriti di tower itu membenarkan Hakim Agung Imron Anwari
mendapat jatah apartemen di lantai 12A. “Tapi sejak awal, beliau tidak
menggunakan kamar tersebut,” kata dia. Selama ini apartemen itu kosong.
Sebab, Imron memilih tinggal di rumah pribadinya.
“Di mana alamatnya, itu yang saya tidak tahu. Tapi sejak awal memang
dia tidak tinggal disini. Setiap pejabat tinggi negara memang berhak
memakai atau tidak menggunakan fasilitas kamar yang dipakainya,”
terangnya.
“Ada pejabat negara yang sehari-hari memang tinggal dan menetap
disini. Ada juga yang sesekali saja datang ke sini. Dan ada juga yang
tidak memanfaatkanya seperti Pak Imron,” tambahnya.
Imron menjabat Ketua Muda Peradilan Militer Mahkamah Agung. Ia memang
berlatar belakang hakim militer. Imron diketahui memiliki rumah di
kompleks Hankam, Slipi, Jakarta.
Para hakim agung bisa menempati apartemen yang dikelola Sekretariat
Negara ini secara gratis. Biaya listrik, air dan telepon setiap
apartemen dipatok Rp 1,4 juta. Itu dibayari negara pula.
Hakim Agung Yamanie mundur setelah terungkap adanya “korting”
hukuman untuk Hengky Gunawan. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Surabaya
menjatuhkan vonis 17 tahun untuk Hengky. Di tingkat banding, Pengadilan
Tinggi Jawa Timur memberat hukuman untuk pemilik pabrik ekstasi di
Surabaya itu. Jadi 18 tahun.
Mahkamah Agung (MA) menganulirkan hukuman itu di tingkat kasasi.
Hengky pun dijatuhi hukuman mati. Hengky lalu mengajukan peninjauan
kembali (PK). PK ditangani majelis hakim agung Imron Anwari, Achmad
Yamanie dan Nyak Pha. Hidup Hengky tak jadi berakhir di depan regu
tembak. Ia mendapat keringanan hukuman jadi 15 tahun penjara. Namun di
salinan putusan, Yamanie menulis vonis 12 tahun penjara.
“Hakim Agung Achmad Yamanie mengajukan permohonan pengunduran
diri dengan alasan sakit. Suratnya sudah sampai ke Pak Ketua pada Rabu
tanggal 14 November 2012,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA
Ridwan Mansyur.
KPK Dan Polri Siap Mengusut
Dugaan Jual-Beli Putusan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pihak kepolisian siap pun
turun tangan untuk menyelidiki korting hukuman untuk gembong narkoba.
Dugaan jual-beli putusan pun menyeruak. Sebab, hukuman untuk Hengky
Gunawan lebih ringan dibandingkan putusan pengadilan-pengadilan
sebelumnya.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan, pihaknya selalu siap
untuk mengungkap kasus KKN yang melibatkan pejabat tinggi negara,
termasuk Yamanie ini. Hanya untuk bekerja, KPK masih menunggu adanya
pihak yang melaporkan dugaan suap tersebut.
“Kalau ada (laporan), ya tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak mengusutnya dong. Yang pasti kita siap,” kata Adnan.
Setali dua uang, Mabes Polri juga menyatakan kesiapannya untuk turun
tangan dalam kasus tersebut. Hal tersebut disampaikan Kepala Biro
Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Boy Rafli Amar.
“Apabila dari internal MA perlu dilakukan penyelidikan, kalau memang
secara pidana bisa saja penyidik Polri menangani,” kata Boy.
Bila ada pelaporan, polisi tidak segan-segan untuk bergerak. “Memang
perlu dari pihak MA ada pelaporan adanya tindak pidana kami bisa
melangkah,” tuturnya.
Sekadar informasi, Hengky Gunawan yang diperingankan hukumannya
merupakan pemilik pabrik ekstasi di Surabaya. Karena kasusnya ini,
Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan hukuman 17 tahun penjara
terhadapnya.
Tidak terima, kemudian Hengky mengajukan banding dan Pengadilan
Tinggi Surabaya, namun hukumannya malah ditambah menjadi 18 tahun
penjara.
Produsen narkoba itu kemudian mengajukan kasasi ke MA. Akhirnya
putusan peradilan tertinggi itu menjatuhkan hukuman mati kepadanya.
Hengky lalu mengajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali.
Majelis Hakim PK terdiri dari Hakim Agung Imron Anwari, Nyak Pha dan
Ahmad Yamani, kemudian mengabulkan sehingga hukumannya menjadi 15 tahun
penjara.
Tapi dalam salinan putusannya tersebut, ternyata hukuman yang diterima Hengky bukan 15 tahun melainkan 12 tahun.
MA Anggap Kasus Salah Vonis Selesai
Mahkamah Agung menyatakan Hakim Agung Imron Anwari dan Hakim Agung
Nyak Pha tidak bersalah dalam kesalahan putusan putusan PK Hengky
Gunawan.
Kabiro Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan, setelah melakukan
pemeriksaan, MA tidak menemui adanya kesalahan pada dua hakim agung
tersebut. Hanya Hakim Agung Achmad Yamanie yang lalai.
“Dengan terbuktinya temuan ini maka kasus ini dinyatakan selesai. Kesalahan ada di hakim agung Yamani,” kata Ridwan.
Karena itu, menurut dia, MA sudah menanggap selesai persoalan salah
tulis hukuman ini. “Ketua majelisnya tidak terbukti bersalah. Dari
pihak MA sendiri sudah tidak akan melakukan pemeriksaan lagi terhadap
perkara ini,” tuturnya. Ketua majelis PK Hengky Gunawan adalah Hakim
Agung Imron Anwari.
Meski demikian, lanjut Ridwan, pembatalan vonis mati gembong
narkoba tersebut masih boleh diperiksa Komisi Yudisial (KY). Pihaknya
terbuka bagi siapa saja yang ingin menelisik dugaan pidana dalam
putusan tersebut. “Kalau KY masih mau periksa silakan. Yang jelas dari
MA ini sudah selesai,” sambunnya.
Ridwan juga menegaskan hakim Imron maupun hakim Nyak Pa tetap
diperbolehkan bersidang. “Mereka tidak terbukti bersalah jadi mereka
tetap boleh bertugas sebagaimana fungsinya,” ungkap Ridwan.
Untuk Achmad Yamanie, lanjut Ridwan, MA sudah menjatuhkan sanksi
terhadapnya. Sanksi itu berupa permintaan agar yang bersangkutan
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai hakim agung.
Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika geram dengan korting
hukuman untuk gembong narkoba. Politisi Demokrat ini menganggap
sanksi administratif bagi Yamanie, terlalu ringan. Mengingat apa yang
dilakukan Yamanie merupakan kejahatan peradilan yang merusak harga
diri sistem hukum di negeri ini.
“(Cuma) disuruh mundur. Enak sekali jadi hakim agung. Siapapun yang
salah, harus dihukum. Tidak boleh sanksi administratif. Sanksi
administratif hanya cocok untuk yang salah ketik,” kata dia.
Pasek mendesak agar sanksi terhadap Yamanie dilanjutkan ke proses
hukum. Tak cukup hanya selesai dengan dia mundur dari hakim agung .
“Ini sangat fundamental, dan MA harus minta maaf. Harus dibuka,
diproses. Tumor jangan dibiarkan di dalam,” katanya.
“Saya yakin banyak case di dalamnya, tapi karena sorotan saja.
Ini kejahatan peradilan. Ini serius jangan dianggap mundur lalu
selesai. Ini pintu masuk untuk mengecek yang lain. Data base MA harus dicek semua,” kata Pasek.
Pernah Bebaskan Bandar Narkoba
Siapa sebenarnya Hakim Agung Achmad Yamanie? Pria kelahiran
Birayang, 8 Maret 1945 ini memulai kariernya sebagai hakim di kampung
halamannya. Dia tercatat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Amuntai,
Kalimantan Selatan.
Lantas kariernya menanjak dengan menjadi ketua pengadilan di
beberapa pengadilan negeri, seperti di Pengadilan Negeri Kota Baru,
Slawi, Batam dan Sidoarjo.
Jejak karier bapak satu anak ini ternyata terus meningkat. Setelah
beberapa kali menjadi hakim di PN, dia pun dipromosikan ke jabatan
yang lebih tinggi. Dia diangkat sebagai hakim tinggi dan pernah
bertugas di Pengadilan Tinggi (PT) Manado dan PT Denpasar. Bahkan dia
pun pernah merasakan juga posisi puncak sebagai Wakil Ketua Pengadilan
Tinggi Kalimantan Selatan di Banjarmasin.
Berbekal pengalaman tersebut, Yamanie pun memberanikan diri ikut
seleksi calon hakim agung pada akhir 2009. Setelah melalui seleksi di
Komisi Yudisial (KY) dan DPR, Yamani pun melenggang ke pucuk peradilan
tinggi di Indonesia pada 18 Februari 2010.
Dalam rapat pleno di Komisi III DPR, Yamanie ditetapkan sebagai
hakim agung dengan mendapat 39 suara atau peringkat terakhir dari 5
calon lainnya.
Wakil Ketua Komisi Yudisial Iman Anshari Saleh menilai, tidak ada
yang aneh dalam sosok Yamanie saat mencalonkan diri sebagai hakim
agung. Semua persyaratan menjadi hakim agung, kata Iman, sudah dipenuhi
Yamanie.
“Saya sudah hubungi Pak Busyro (bekas Ketua KY), dan beliau bilang
memang tidak ada yang aneh. Dalam artian dia sudah memenuhi semua
kriteria dari KY,” jelas Iman.
Yamanie mengikuti seleksi calon hakim agung di KY saat Komisi itu masih dipimpin Busyro Muqoddas.
Saat melakukan investigasi hakim, KY juga menemukan hal positif
mengenai sepak terjang Yamanie itu. Investigasi hakim yang dilakukan KY
di Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin menemukan fakta bila Yamanie itu
polos dan lugu.
“Kata temannya di PT Banjarmasin, dia baik-baik saja dan terkenal
lugu. Makanya kami tidak mempermasalahkan pencalonannya,” ungkap Imam.
Koordinator Komisi Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (Kontras)
Hariz Azhar juga punya catatan sepak terjang Yamanie. Dalam catatan
Kontras, Yamanie bersama Andi Abu Ayyub Saleh dan M Zaharuddin Utama
menolak kasasi yang diajukan terdakwa Su An dan Ang Ho.
Kedua menjadi terdakwa kasus pembunuhan pengusaha Kho Wie To (34) dan
istrinya, Lim Chi Chi alias Dora Halim (30), di Kelurahan Durian,
Medan Timur, Medan pada 29 Maret 2011.
Dalam kasus tersebut, kedua terdakwa menganggap ada rekayasa yang
dilakukan polisi sehingga mereka dituduh sebagai pelaku pembunuhan
itu.
Namun, kasasi keduanya ditolak majelis hakim Mahkamah Agung yang
dipimpin Achmad Yamanie saat itu. Amar putusan yang ditetapkan pada 18
Oktober 2012 itu membuat keduanya tetap menerima vonis penjara seumur
hidup yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi Medan.
Tak hanya itu, Yamanie juga pernah memvonis bebas bandar narkoba,
Naga Sariawan Cipto Rimba alias Liong-long dari hukuman 17 tahun menjadi
bebas pada tahun 2010. [Harian Rakyat Merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar