Selasa, 20 November 2012

Mundur Dari MA, Masih Tinggal Di Rumah Dinas

RMOL.Achmad Yamanie mundur dari Mahkamah Agung (MA). Hakim Agung itu salah menulis vonis dalam perkara peninjauan kembali (PK) Hengky Gunawan, gembong narkoba asal Surabaya. Yamanie beralasan mundur karena sakit.
Sejak menjadi hakim agung pada 2009 lalu, Yamanie me­nem­pati apartemen Pejabat Tinggi Negara di Kemayoran, Jakarta Pusat. Apakah bekas ketua Pe­ngadilan Tinggi Kalimantan Se­latan itu sudah berkemas-kemas meninggalkan rumah dinas? Yuk kita intip.
Apartemen Pejabat Tinggi Ne­gara Kemayoran terletak di Blok D5 Kavling 2, Kota Baru Ban­dar Kemayoran, Jakarta Pusat. Sesuai namanya, apar­temen ini menjadi rumah dinas bagi sejumlah pe­jabat lembaga negara. Di anta­ranya, Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), dan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor
Apartemen ini terdiri dari dua to­wer. Kedua tower memiliki mo­del sama. Tower A di sebelah kiri. Letaknya dekat dengan pintu ke­luar-masuk kawasan apartemen ini. Di sebelah kanan Tower B.
Yamanie mendapat jatah apar­temen di Tower B. “Dia tinggal di lantai 6 bersama istrinya saja. Kalau keluarganya tidak tinggal di sini, tapi di kampung asalnya di Banjarmasin, Kalimantan Selat­an,” jelas resepsionis wanita berkulit putih di Tower B.
Rakyat Merdeka tak diper­ke­nankan melihat apartemen yang di­tinggali Yamanie. Petugas ke­amanan beralasan Yamanie dan istrinya sudah pergi sejak se­belum jam makan siang.
“Tadi mereka lewat sini, sam­bil menunggu supirnya meng­am­bil mobil di parkiran basement,” kata staf resepsionis tadi.
Ke mana perginya? Wanita be­rambut panjang sebahu itu tidak tahu kemana Yamanie dan istri­nya pergi.
Sebab mereka pergi tanpa me­ninggalkan pesan kepada re­sep­sionis. “Kalau kemarin, dia se­harian ada di rumah.
Sebab, supirnya saja ngobrol ber­sama kami di sini karena tidak ada tugas untuk keluar rumah,” ujarnya.
Apakah Yamanie sudah me­nge­mas barang-barang dari apar­te­men dinas ini? “Dari kemarin saya belum lihat ada kegiatan pin­dahan. Tadi saja dia keluar tidak bawa apa-apa. Ya seperti sedang per­gi biasa saja,” jelasnya.
Imron Anwari, Hakim Agung yang bersama Yamanie mem­bebaskan Hengky dari hukuman mati juga mendapat jatah apar­temen di sini.
“Kalau menurut catatan yang saya punya, Pak Imron itu tinggal di Tower A (sebelah) di kamar 12A. Bukan di sini,” kata resep­sionis tadi.
Akhirnya Rakyat Merdeka pun beranjak ke tower sebelah. Pe­tugas sekuriti di tower itu mem­benarkan Hakim Agung Imron Anwari mendapat jatah apar­temen di lantai 12A. “Tapi sejak awal, beliau tidak menggunakan kamar tersebut,” kata dia. Selama ini apartemen itu kosong. Sebab, Imron memilih tinggal di rumah pribadinya.
“Di mana alamatnya, itu yang saya tidak tahu. Tapi sejak awal memang dia tidak tinggal disini. Setiap pejabat tinggi negara me­mang berhak memakai atau tidak menggunakan fasilitas kamar yang dipakainya,” terangnya.
“Ada pejabat negara yang se­ha­ri-hari memang tinggal dan menetap disini. Ada juga yang sesekali saja datang ke sini. Dan ada juga yang tidak me­man­faat­kanya seperti Pak Imron,” tam­bahnya.
Imron menjabat Ketua Muda Peradilan Militer Mahkamah Agung. Ia memang berlatar bela­kang hakim militer. Imron dike­tahui memiliki rumah di kom­pleks Hankam, Slipi, Jakarta.
Para hakim agung bisa me­nempati apartemen yang dikelola Sekretariat Negara ini secara gra­tis. Biaya listrik, air dan telepon setiap apartemen dipatok Rp 1,4 juta. Itu dibayari negara pula.
Hakim Agung Yamanie mun­dur  setelah terungkap adanya “kor­ting” hukuman untuk Heng­ky Gunawan. Sebelumnya, Pe­nga­dilan Negeri Surabaya men­jatuhkan vonis 17 tahun untuk Hengky. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jawa Timur mem­­berat hukuman untuk pe­milik pabrik ekstasi di Surabaya itu. Jadi 18 tahun.
Mahkamah Agung (MA) menganulirkan hukuman itu di tingkat kasasi. Hengky pun dija­tuhi hukuman mati. Hengky lalu mengajukan peninjauan kembali (PK). PK ditangani majelis hakim agung Imron Anwari, Achmad Yamanie dan Nyak Pha. Hidup Hengky tak jadi berakhir di depan regu tembak. Ia mendapat ke­ringanan hukuman jadi 15 tahun penjara. Namun di salinan pu­tusan, Yamanie menulis vonis 12 tahun penjara.
“Hakim Agung Achmad Ya­ma­­nie mengajukan permo­honan pe­ngunduran diri dengan alasan sakit. Suratnya sudah sampai ke Pak Ketua pada Rabu tanggal 14 No­vember 2012,” kata Kepala Bi­ro Hukum dan Humas MA Rid­­wan Mansyur.
KPK Dan Polri Siap Mengusut
Dugaan Jual-Beli Putusan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pihak kepolisian siap pun turun tangan untuk menye­li­diki korting hukuman untuk gem­bong narkoba. Dugaan jual-beli putusan pun menyeruak. Sebab, hukuman untuk Hengky Gu­na­wan lebih ringan dibandingkan putusan pengadilan-pengadilan se­belumnya.
Wakil Ketua KPK Adnan Pan­du Praja mengatakan, pihaknya selalu siap untuk mengungkap ka­sus KKN yang melibatkan pe­jabat tinggi negara, termasuk Ya­manie ini. Hanya untuk bekerja, KPK masih menunggu adanya pihak yang melaporkan dugaan suap tersebut.
“Kalau ada (laporan), ya tidak ada alasan bagi KPK untuk tidak mengusutnya dong. Yang pasti kita siap,” kata Adnan.
Setali dua uang, Mabes Polri juga menyatakan kesiapannya untuk turun tangan dalam kasus tersebut. Hal tersebut disam­pai­kan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Boy Rafli Amar.
“Apabila dari internal MA perlu dilakukan penyelidikan, kalau memang secara pidana bisa saja penyidik Polri menangani,” kata Boy.
Bila ada pelaporan, polisi tidak segan-segan untuk bergerak. “Me­mang perlu dari pihak MA ada pelaporan adanya tindak pi­dana kami bisa melangkah,” tuturnya.
Sekadar informasi, Hengky Gunawan yang diperingankan hu­kumannya merupakan pemilik pab­rik ekstasi di Surabaya. Karena kasusnya ini, Pengadilan Ne­geri Surabaya menjatuhkan hu­kuman 17 tahun penjara terha­dap­nya.
Tidak terima, kemudian Heng­ky mengajukan banding dan Pengadilan Tinggi Surabaya, na­mun hukumannya malah ditam­bah menjadi 18 tahun penjara.
Produsen narkoba itu kemu­di­an mengajukan kasasi ke MA. Akhir­nya putusan peradilan ter­tinggi itu menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Hengky lalu mengajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali.
Majelis Hakim PK terdiri dari Hakim Agung Imron Anwari, Nyak Pha dan Ahmad Yamani, kemudian mengabulkan sehingga hukumannya menjadi 15 tahun penjara.
Tapi dalam salinan putusannya tersebut, ternyata hukuman yang di­ter­ima Hengky bukan 15 tahun me­lainkan 12 tahun.
MA Anggap Kasus Salah Vonis Selesai
Mahkamah Agung me­nya­takan Hakim Agung Imron An­wari dan Hakim Agung Nyak Pha tidak bersalah dalam kesalahan putusan putusan PK Hengky Gunawan.
Kabiro Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan, setelah melakukan pemeriksaan, MA tidak menemui adanya ke­sa­lahan pada dua hakim agung ter­sebut. Hanya Hakim Agung Achmad Yamanie yang lalai.
“Dengan terbuktinya temuan ini maka kasus ini dinyatakan selesai. Kesalahan ada di hakim agung Yamani,” kata Ridwan.
Karena itu, menurut dia, MA sudah menanggap selesai per­soalan salah tulis hukuman ini. “Ketua majelisnya tidak ter­bukti bersalah. Dari pihak MA sendiri sudah tidak akan me­la­kukan pemeriksaan lagi ter­hadap perkara ini,” tuturnya. Ketua majelis PK Hengky Gunawan adalah Hakim Agung Imron Anwari.
Meski demikian, lanjut Rid­wan, pembatalan vonis mati gem­bong narkoba tersebut ma­sih boleh diperiksa Komisi Yu­disial (KY). Pihaknya terbuka bagi siapa saja yang ingin me­ne­lisik dugaan pidana dalam pu­tusan tersebut. “Kalau KY masih mau periksa silakan. Yang jelas dari MA ini sudah selesai,” sambunnya.
Ridwan juga menegaskan ha­kim Imron maupun hakim Nyak Pa tetap diperbolehkan ber­si­dang. “Mereka tidak terbukti ber­salah jadi mereka tetap boleh bertugas sebagaimana fung­sinya,” ungkap Ridwan.
Untuk Achmad Yamanie, lan­jut Ridwan, MA sudah men­ja­tuhkan sanksi terhadapnya. Sanksi itu berupa permintaan agar yang bersangkutan me­ngun­­durkan diri dari jabatannya sebagai hakim agung.
Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika geram dengan kor­ting hukuman untuk gem­bong narkoba. Politisi De­mok­rat ini menganggap sanksi ad­ministratif bagi Yamanie, terlalu ringan. Mengingat apa yang dila­kukan Yamanie merupakan kejahatan peradilan yang me­rusak harga diri sistem hukum di negeri ini.
“(Cuma) disuruh mundur. Enak sekali jadi hakim agung. Siapapun yang salah, harus dihu­kum. Tidak boleh sanksi ad­mi­nistratif. Sanksi ad­ministratif hanya cocok untuk yang salah ketik,” kata dia.
Pasek mendesak agar sanksi terhadap Yamanie dilanjutkan ke proses hukum. Tak cukup ha­nya selesai dengan dia mundur dari hakim agung . “Ini sangat fun­damental, dan MA harus minta maaf. Harus dibuka, di­proses. Tumor jangan dibiarkan di dalam,” katanya.
“Saya yakin banyak case di dalamnya, tapi karena sorotan saja. Ini kejahatan peradilan. Ini serius jangan dianggap mundur lalu selesai. Ini pintu masuk un­tuk mengecek yang lain. Data base MA harus dicek semua,”  kata Pasek.
Pernah Bebaskan Bandar Narkoba
Siapa sebenarnya Hakim Agung Achmad Yamanie? Pria ke­lahiran Birayang, 8 Maret 1945 ini memulai kariernya se­bagai hakim di kampung hal­aman­nya. Dia tercatat se­ba­gai hakim di Pengadilan Negeri Amuntai, Kalimantan Selatan.
Lantas kariernya menanjak de­ngan menjadi ketua penga­dil­an di beberapa pengadilan ne­geri, seperti di Pengadilan Ne­geri Kota Baru, Slawi, Batam dan Sidoarjo.
Jejak karier bapak satu anak ini ternyata terus meningkat. Setelah beberapa kali menjadi ha­kim di PN, dia pun dipro­mo­sikan ke jabatan yang lebih tinggi. Dia diangkat sebagai ha­kim tinggi dan pernah bertugas di Pengadilan Tinggi (PT) Ma­nado dan PT Denpasar. Bahkan dia pun pernah merasakan juga posisi puncak sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kali­mantan Selatan di Banjar­masin.
Berbekal pengalaman terse­but, Yamanie pun mem­bera­ni­kan diri ikut seleksi calon hakim agung pada akhir 2009. Setelah melalui seleksi di Komisi Yu­disial (KY) dan DPR, Yamani pun melenggang ke pucuk per­adilan tinggi di Indonesia pada 18 Februari 2010.
Dalam rapat pleno di Komisi III DPR, Yamanie ditetapkan seb­agai hakim agung dengan men­dapat 39 suara atau pe­ring­kat terakhir dari 5 calon lainnya.
Wakil  Ketua Komisi Yudisial Iman Anshari Saleh menilai, tidak ada yang aneh dalam sosok Yamanie saat men­ca­lon­kan diri sebagai hakim agung. Semua persyaratan menjadi hakim agung, kata Iman, sudah dipenuhi Yamanie.
“Saya sudah hubungi Pak Busyro (bekas Ketua KY), dan beliau bilang memang tidak ada yang aneh. Dalam artian dia sudah memenuhi semua kriteria dari KY,” jelas Iman.
Yamanie mengikuti seleksi calon hakim agung di KY saat Ko­misi itu masih dipimpin Busyro Muqoddas.
Saat melakukan investigasi hakim, KY juga menemukan hal positif mengenai sepak ter­jang Yamanie itu. Investigasi hakim yang dilakukan KY di Pengadilan Tinggi (PT) Ban­jarmasin menemukan fakta bila Yamanie itu polos dan lugu.
“Kata temannya di PT Ban­jarmasin, dia baik-baik saja dan ter­kenal lugu. Makanya kami tidak mempermasalahkan pen­calonannya,” ungkap Imam.
Koordinator Komisi Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (Kontras) Hariz Azhar juga pu­nya catatan sepak terjang Ya­manie. Dalam catatan Kontras, Ya­manie bersama Andi Abu Ayyub Saleh dan M Zaharuddin Uta­ma menolak kasasi yang di­ajukan terdakwa Su An dan Ang Ho.
Kedua menjadi terdakwa kasus pembunuhan pengusaha Kho Wie To (34) dan istrinya, Lim Chi Chi alias Dora Halim (30), di Kelurahan Durian, Me­dan Timur, Medan pada 29 Maret 2011.
Dalam kasus tersebut, kedua terdakwa menganggap ada re­kayasa yang dilakukan polisi se­hingga mereka dituduh seba­gai pelaku pembunuhan itu.
Namun, kasasi keduanya di­tolak majelis hakim Mah­ka­mah Agung yang dipimpin Achmad Yamanie saat itu. Amar putusan yang ditetapkan pada 18 Okto­ber 2012 itu membuat kedua­nya tetap menerima vonis penjara seumur hidup yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi Medan.
Tak hanya itu, Yamanie juga pernah memvonis bebas bandar narkoba, Naga Sariawan Cipto Rimba alias Liong-long dari hukuman 17 tahun menjadi bebas pada tahun 2010. [Harian Rakyat Merdeka]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar