Salmah Muslimah - detikNews
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) kembali 'cuci tangan'
terkait pembatalan vonis mati. Apalagi belakangan terdakwa mengulangi
perbuatannya. Hal ini menyikapi perbuatan Hillary K Chimize yang
mendapatkan keringanan hukuman dari vonis mati menjadi 12 tahun penjara.
Hillary saat ini kembali menjalankan bisnis haramnya dari balik Lapas Pasir Putih Nusakambangan dan ditangkap oleh BNN.
"Yang
kecolongan bukan MA, tetapi hakim yang memutus itu yang seharusnya
merasa kecolongan. Berapa banyak generasi muda kita yang rusak akibat
peredaran narkoba dari Hillary," kata juru bicara MA, Djoko Sarwoko
melalui pesan singkatnya kepada wartawan, Selasa (27/11/2012).
Majelis hakim yang dimaksud yaitu Imron Anwari, Timur P Manurung dan Suwardi.
Juru
Bicara MA, Djoko Sarwoko, mengapresiasi penangkapan yang dilakukan oleh
BNN dan mengatakan ini kesempatan yang baik untuk mengungkap kasus
narkoba yang lebih besar.
"Bagus kalau Hillary ketangkap lagi. BNN ada kesempatan mengorek Hillary," tambah Djoko.
Dengan tertangkapnya Hillary, menurut Djoko merupakan momentum yang baik untuk membersihkan MA dari korupsi yudisial.
"Ini
momentum yang baik untuk bersih bersih MA ke bawah. MA dan KY, KPK dan
ICW serta LSM lain untuk bekerja sama memberantas korupsi yudisial,"
katanya.
Hillary terbebas dari hukuman mati dan akhirnya hanya
dihukum 12 tahun penjara. Penangkapan Hillary sendiri dimulai dari
tertangkapnya jaringan pengedar sabu yang melibatkan oknum wartawan
nasional berininisial AC, beberapa waktu lalu di Jakarta.
Barang
bukti yang disita dari tangan sang wartawati tersebut tidak
tanggung-tanggung, 2,6 kilogram sabu yang disembunyikan di dalam sebuah
bantal guling. Dari penyidikan BNN didapati bila kelompok pemasok sabu
itu dikendalikan Hillary.
"Barang bukti yang ditemukan adalah
rekening transaksi dari oknum yang berprofesi sebagai wartawan kepada
Hillary," kata Deputi Penindakan, Irjen Benny J Mamoto, di
Nusakambangan, Cilacap, Selasa (27/11/2012).
Namun Benny tidak mengetahui persis berapa jumlah uang yang dimiliki tersangka oknum watawati itu dengan Hillary.
Usut
punya usut, seorang penyidik di BNN menyebutkan bila rekening yang
dimiliki wartawati tersebut berjumlah lebih dari sepuluh dan berasal
dari beberapa bank nasional dan luar negeri.
"Uang yang dimiliki lebih dari ratusan juta," kata penyidik tersebut kepada detikcom.
Dia
menceritakan, dari transaksi yang kerap dilakukan wartawati tersebut,
terlihat dia sering mengirimkan sejumlah uanh antara Rp 52 juta sampai
Rp 60 juta sekali transaksi.
"Melalui fasilitas mobile banking dia (wartawati) melaporkan ke Hillary bila dia sudah mentrasfer uang itu," kata penyidik itu.
Namun,
saat dikonfirmasi kepada Hillary saat dijemput penyidik BNN, dia
membantahnya. Dia mengatakan bila dirinya tidak mengenal nama wartawati
yang dimaksud sebagai jaringan atau kaki tangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar