Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara
nasabah Bank Century terbelah. Korban Bank Century pun mempertanyakan
kualitas keilmuan hakim agung, yang beda pendapat atas satu kasus.
Perkara
yang dimaksud yaitu kasus Bank Century Cabang Solo, Jawa Tengah, di
mana MA memerintahkan membayar 27 uang nasabah sebesar Rp 35 miliar.
Tapi dalam perkara serupa untuk Bank Century Cabang Surabaya, MA
menyatakan Bank Century tidak perlu membayar uang nasabah Wahyudi
Prasetio sebesar Rp 66 miliar.
Padahal kasusnya sama yaitu dana nasabah yang ditempatkan dalam produk reksadana PT Antaboga Delta Sekuritas.
"Dalam
kasus pertama, MA menilai kasus ini perbuatan melawan hukum yaitu Bank
Century memperdagangkan reksadana illegal. Namun dalam putusan kedua,
kasus ini dibuat menjadi masalah wanprestasi saja, yaitu menjadi cidera
janji antara dua belah pihak yaitu Wahyudi dengan Antaboga," kata
koordinator nasabah korban Bank Century (kini Bank Mutiara), Anton Ziput
saat berbincang dengan detikcom, Senin (26/11/2012).
Dua majelis
hakim yang mempunyai dua pandangan membuat Ziput geleng-geleng kepala.
Dalam putusan yang pertama, majelis kasasi beranggotakan Abdul Kadir
Mappong, Abdullah Gani Abdullah dan Suwardi. Dalam putusan setebal 153
halaman tersebut disebut bahwa Bank Century telah melakukan perbuatan
melawan hukum.
Putusan bertanggal 16 April 2012 ini tidak diikuti
oleh majelis hakim pada kasus kedua yang diketok belakangan yaitu pada 2
Mei 2012. Yaitu majelis hakim yang terdiri dari hakim agung Prof
Rehngena Purba dengan anggota Syamsul Maarif dan Djafni Djamal. Rehngena
dkk juga menjadikan putusan itu yang harus diikuti oleh hakim lain pada
kasus yang serupa (yurisprudensi).
"Apakah MA tidak bisa membedakan antara wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum?," tanya Ziput.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar