Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Kabar menggoncangkan datang dari Mahkamah
Agung (MA). Seorang hakim agung, Ahmad Yamani tiba-tiba mengundurkan
diri dengan alasan kesehatan. Tapi berbagai pihak mempercayai
pengunduran ini terkait vonis terhadap gembong narkoba.
"Hakim
agung Ahmad Yamani mengajukan permohonan pengunduran diri dengan alasan
sakit. Surat permohonan telah diterima Ketua MA selanjutnya akan
dirapatkan di rapat pimpinan untuk diteruskan kepada Presiden Republik
Indonesia," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur kepada
wartawan, Kamis (15/11/2012).
Alasan kesehatan ini sayangnya
menimbulkan kecurigaan banyak pihak. Berbagai sumber kuat dan terpercaya
detikcom menyebutkan Yamani mengundurkan diri terkait vonis narkoba.
Atas
berbagai kesimpangsiuran ini, juru bicara MA Djoko Sarwoko baru bisa
memastikan pada Senin (19/11) esok. Sedangkan Komisi Yudisial (KY)
menyerahkan sepenuhnya kepada MA untuk menjelaskan kepada publik. Tapi
KY meyakini ada alasan lain selain masalah kesehatan.
"Mungkin
kata MA begitu. Tapi saya sampaikan itu karena mundurnya ada hal lain.
Di balik mundur itu ada hal lain. Tapi yang jelas info saya valid soal
hal lain itu. Kalau tidak saya tidak berani ngomong ke media," kata
Wakil Ketua KY, Imam Anshari Saleh.
Informasi tandingan yang
beredar kuat yaitu terkait vonis gembong narkoba Hengky Gunawan. Oleh
Yamani cs, sang pemilik pabrik narkotika ini diubah hukuman matinya
lewat putusan pamungkas peninjauan kembali (PK).
Yamani dkk
menyulap hukuman mati menjadi hukuman 15 tahun penjara dengan dalih Hak
Asasi Manusia (HAM). Anggota majelis yang lain adalah Brigjen TNI (Purn)
Imron Anwari dan Hakim Nyak Pha.
Atas hal di atas, MA berjanji akan mengusut tuntas sesaat setelah kejanggalan vonis tersebut terkuak.
"MA
menjanjikan untuk memeriksa yang bersangkutan secara efektif. Sudah
dimulai hari ini mulai dari bawah dulu. Kemudian mungkin besok Senin
atau Selasa. Mungkin mulai dari hakim agung Imron Anwari dan anggotanya
dua orang itu," kata juru bicara MA, Djoko Sarwoko pada 12 Oktober 2012
lalu.
Djoko sendiri saat ini mengakui ada keanehan dalam putusan
tersebut. Sebab vonis 15 tahun ini berubah saat salinan putusan diterima
oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Bukannya 15 tahun tetapi 12 tahun
penjara atau terjadi penyunatan hukuman 3 tahun.
"Saya kira
bukan hanya sanksi. Kalau nanti terbukti, misalnya ada unsur-unsur lain
yang menjadi petunjuk bahwa yang bersangkutan melakukan palanggaran kode
etik atau menerima suap, ya bisa kena sanksi. Bahkan bisa diajukan ke
pengadilan kalau memang ada bukti-bukti yang kuat," ujar Djoko berjanji
kepada masyarakat.
Lantas MA membentuk tim pemeriksa yang pimpin
oleh Wakil Ketua MA Abdul Kadir Mappong dan Kepala Badan Pengawasan
(Bawas) Timur Manurung. Tim ini memulai melakukan pemeriksaan intensif
mulai dari struktur terbawah pengambil keputusan tersebut yaitu para
operator. Kemudian melangkah pada hakim anggota majelis yaitu Hakim Nyak
Pha dan Ahmad Yamani, baru kemudian Imron sebagai ketua majelis.
Namun
setelah beberapa lama berlalu, tim investigasi ini perlahan tak
terdengar. Sebulan setelah tim investigasi dibentuk, Ketua MA Hatta Ali
saat dimintai konfirmasi memberikan jawaban mengambang.
"Ya iya
lah (lama), kan yang terkait (putusan itu) semua diproses. Jadi sudah
kita bentuk tim (pemeriksa), sudah kita lakukan," kata Hatta Ali kepada
wartawan pada 6 November 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar