Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah masyarakat Desa Ampean Rotan, Rokan Hilir, Riau, melaporkan salah satu hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA), terkait dugaan menjadi korban perampasan lahan perkebunan.

"Masyarakat meminta KY meneliti putusan hakim ISA yang mengabulkan perkara praperadilan atas nama TS terhadap Polda Riau," kata Kepala Desa Ampean Rotan, Selamat AR di Jakarta, Kamis.

Selamat mengatakan, penyidik Polda Riau menyidik kasus pemalsuan surat dan pengambilan hasil perkebunan yang diduga melibatkan Timbang Sianipar berdasarkan laporan Amin Harijani.

Selanjutnya, TS mengajukan gugatan praperadilan terhadap proses hukum yang ditangani Polda Riau tersebut kepada PN Pekanbaru dan majelis hakim setempat mengabulkan gugatan pelapor.

Selamat menyebutkan pihaknya juga mengadukan hakim PN Pekanbaru ke MA, karena terdapat kejanggalan pada putusan gugatan praperadilan diajukan TS.

Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar menyatakan akan menindaklanjuti dan mendalami laporan masyarakat Desa Ampean Rotan.

Asep mengungkapkan laporan masyarakat akan diteliti tim pemeriksa dari pengawas hakim yang dibahas pada rapat panel komisioner berdasarkan standar prosedur operasional.

"Tim pemeriksa akan memutuskan apakah ditindaklanjuti dengan investigasi atau tidak, termasuk memeriksa beberapa pihak dan hakimnya," ujar Asep seraya menambahkan agenda terakhir pleno komisioner menyimpulkan terjadi pelanggaran kode etik hakim atau tidak.

Sebelumnya, masyarakat Ampean Rotan juga telah mengadukan dugaan perampasan lahan perkebunan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Senin (29/10).

Pelapor Amin Harijani kehilangan lahan tanah perkebunan seluas 212 hektare, setelah pihak TS memanen lahan kepala sawit tersebut karena alasan termasuk lahan sengketa antara TS dengan Santoso.

Sebelumnya diberitakan, Kuasa Hukum TS (Timbang Sianipar), Junimart Girsang, membantah tuduhan masyarakat Ampean Rotan. menurutnya sengketa tanah yang terjadi antara Timbang Sianipar dan warga Ampaian Rotan ini, sebenarnya Timbang sudah membeli tanah dengan Surat Keterangan Ganti Tugi (SKGR) dan Akta jual beli tanah dengan Santoso sebagai pemilik. Menurutnya, setelah tanah tersebut dibeli ada warga yang mengklaim.

"Pertanyannya adalah mereka yang melapor ke Komnas HAM itu membawa SKGR dari lurah setempat mengenai tanah-tanah yang mereka klaim," ujarnya.

Dia juga menegaskan, dalam sengketa tanah tersebut ini Timbang sudah dinyatakan menang di pengadilan tingkat pertaaama sampai dengan Peninjauan Kembali (PK). Sementara, lanjut dia, Amin yang mengklaim  tanah tersebut kalah dipengadilan perdata. Dia juga menambahkan, putusan pengadilan terkait status Timbang sudah inkrah bahwa dia menang tetapi dia ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Riau,kemudian kita gugat polda Riau dan kita menang.

"Perdata Amin ini kalah, tapi mengapa pidana dia punya legalstanding untuk melapor, ini tidak boleh sengketa tanah itu masuk perdata bukan pidana," tandasnya. (*)
(T014/Z002)