Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Temuan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang
mendapati Hillary K Chimize menjadi pengendali narkoba dari balik jeruji
LP Pasir Putih Nusakambangan sangat mengejutkan. Apalagi, Hillary
merupakan gembong narkoba kelas internasional yang sempat divonis mati
oleh Mahkamah Agung (MA) tetapi malah dibatalkan.
"Subhanallah," kata Wakil Ketua KY Imam Anshari Saleh dalam pesan pendek kepada detikcom, Rabu (28/11/2012).
Imam
sendiri belum sempat mempelajari kasus tersebut karena masih
konsentrasi menyeleksi calon hakim agung dan menyelidiki temuan skandal
pembatalan vonis mati gembong narkoba Hengky Gunawan.
Di lain
pihak, kenyataan ini juga membuat penggiat antinarkoba geram. Salah
satunya LSM Gerakan Anti Narkotika Nasional (Granat) yang mengaku sangat
kecewa terhadap proses hukum yang berjalan di Indonesia.
"Ini
gila dan menyedihkan. Ini membuat saya semakin marah," ujar Ketua Umum
DPP Granat, Henry Yosodiningrat singkat lewat blackberry messenger.
Menurut
Henry, hal ini merupakan kesalahan seluruh bangsa Indonesia yang bisa
menyuburkan bisnis narkoba. Namun secara khusus, hal ini merupakan
tangung jawab aparat penegak hukum.
"Ini kesalahan kita semua,
khususnya hakim dalam perkara PK dan advokat yang mengurus PK terhadap
pelaku kejahatan sindikat narkoba, serta kesalahan terhadap pengawasan
dan pembinaan dalam LP," ujarnya.
Penangkapan Hillary sendiri
dimulai dari tertangkapnya perempuan dengan barang bukti sabu-sabu 2,6
kg beberapa waktu lalu di Jakarta. Dari penyidikan BNN didapati bila
kelompok pemasok sabu itu dikendalikan Hillary. Namun, Hillary saat
dijemput penyidik BNN, dia membantah semua tudingan BNN.
"Saya
berharap peristiwa demi peristiwa yang terjadi belakangan ini, kasus
Hilary, Ola, Adam dan lain-lain, menjadi pelajaran dan perhatian bagi
semua pihak terkait agar tidak lagi mencari makan dengan menghisap darah
anak bangsa," kata Henry geram.
Hillary merupakan warga negara
Nigeria yang divonis mati di tingkat kasasi. Namun dalam peninjauan
kembali (PK), MA mengubah hukuman Hillary menjadi 12 tahun penjara.
Putusan PK itu diketuk di sidang majelis hakim PK yang diketuai Brigjen
TNI (Purn) Imron Anwari dengan hakim anggota Mayjen TNI (Purn) Timur P
Manurung dan Suwardi selaku anggota majelis.
"Yang kecolongan
bukan MA, tetapi hakim yang memutus itu yang seharusnya merasa
kecolongan. Berapa banyak generasi muda kita yang rusak akibat peredaran
narkoba dari Hillary. Bagus kalau Hillary ketangkap lagi. BNN ada
kesempatan mengorek Hillar," kata juru bicara MA, Djoko Sarwoko.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar