Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Coreng-moreng wajah peradilan di Indonesia
diakui oleh Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta, Ansyahrul. Menurut
Ansyahrul, banyaknya praktik suap, pungutan liar, arogansi aparat
pengadilan dan berbagai kecurangan yang terungkap di berbagai media
massa sebagian besar tidak terbantahkan.
"Demikianlah opini
publik mengenai wajah dunia peradilan di Indonesia yang telah terpatri
dan hingga hari ini belum dirasakan perubahannya. Kita (hakim) tidak
boleh putus asa, harus ada tekad bersama untuk memperbaiki citra buruk
tersebut," kata Ansyahrul.
Hal ini dituangkan dalam buku terbaru
Ansyahrul, "Pemuliaan Peradilan" terbitan Mahkamah Agung (MA) halaman
135 yang dikutip detikcom, Selasa (27/11/2012).
Bagi juris
(pengadil) yang mengawali karier di Pengadilan Negeri Jayapura tahun
1971, era reformasi adalah masa transisi. Seharusnya dunia peradilan
dapat berbuat banyak di masa transisi tersebut. Sebab masa transisi
dapat menimbulkan kekosongan-kekosongan hukum dan peradilan yang
diharapkan mampu untuk mengisi kekosongan tersebut.
"Ternyata
dunia peradilan tidak dapat mengambil peran dalam momentum tersebut.
Bahkan sebalinya, dalam kondisi bangsa yang mengalami krisis di berbagai
bidang, justru aparat pengadilan punya andil untuk memperparah krisis
tersebut," ungkap alumnus Universitas Indonesia (UI) angkatan 1970 ini.
Seakan
sepakat dengan berbagai analisa para ahli hukum di berbagai media
massa, Ansyahrul mengakui solusi lembaga peradilan ada di tangan aparat
peradilan sendiri. Dibutuhkan kebulatan tekat untuk memperbaiki citra
peradilan dengan mengubah mind set (pola pikir) dan pola tingkah laku
serta etos kerja. Tapi Ansyahrul menyayangkan pengawasan internal yang
lancar didengungkan sejak 5 tahun terakhir oleh Mahkamah Agung (MA).
"Berbagai
tindakan penertiban telah dilakukan, ratusan personel dikenai hukuman
disiplin, namun bak menggantung asap dan membenahi dunia peradilan
serasa bagaikan mengejar bayang-bayang. Semakin dikejar semakin jauh,"
cetus Ansyahrul dalam buku setebal 457 ini.
"Ini bukan sikap
pesimis namun kesimpulan tentang kondisi objektif yang tengah kita
hadapi agar tidak menyesatkan dalam menentukan strategi dan terapi yang
dilakukan," pungkas hakim yang menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta
sejak 2009 lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar