Salmah Muslimah - detikNews
Jakarta - Hakim Pengadilan Militer Jakarta Anthon
Saragih mengaku bersih dan tidak pernah menerima uang dengan pihak yang
bersidang dengan dirinya. Hal itu diucapkan Anthon saat seleksi calon
hakim agung tahap IV yang dilakukan oleh Komisi Yudisial (KY) hari ini.
Tetapi,
entah 'keseleo lidah' atau apa, tiba-tiba Anthon mengatakan kepada para
panelis jika dirinya pernah menerima rokok dan nasi kotak. Para
komisioner KY yang turut mendengar celetukan itu langsung menggelengkan
kepalanya.
"Waktu itu satu RW atau RT datang ke rumah saya bawa
uang, saya tolak. Akhirnya saya minta rokok dan mereka membelikan nasi
bungkus untuk anak buah saya 27 orang. Khusus saya nasi kotak. Mereka
rakyat biasa bukan militer, kasusnya saya lupa," ucap Anthon saat
ditanya Komisioner Suparman Marzuki dalam tes seleksi calon hakim agung
di Gedung KY, Jl Kramat Raya, Jakarta, Senin (26/11/2012).
Mendengar
jawaban itu, Suparman Marzuki nampak terkejut. "Oh.. jadi bapak
terimanya rokok dan nasi kotak, kalau uang-nya tidak ya pak," jelas
Suparman.
Jawaban Suparman semacam bentuk sindiran, alasannya seorang hakim tidak
boleh menerima apa pun dari pihak yang bersidang. Hal itu juga sudah
diatur dalam kode etik hakim.
Anthon mengaku menerima nasi kotak
dan rokok dari pihak yang berperkara merupakan hal yang wajar. Dia
menerima hal itu supaya tidak membuat para pihak merasa tersinggung.
""Itu masih dalam batas kewajaran,dan semua menikmati. Mereka bilang
terima jangan sampai mereka tersinggung," jelas Anthon kepada Suparman
Marzuki.
Selain ditanya soal gratifikasi Anthon juga ditanya
seputar dunia hukum. Tetapi Anthon nampak kurang menguasai materi hukum
militer. Hal itu terlihat saat Anthon tidak bisa menjawab pertanyaan
dari seorang panelis.
"Karena Bapak backgroundnya militer coba
sebutkan 2 bentuk pertanggungjawaban kejahatan perang dan kemanusiaan?"
tanya Komisoner KY, Ibrahim.
Mendengar pertanyaan tersebut, Anthon sempat berdiam sejenak kemudian hanya bisa menjelaskan satu jawaban dari 2 pertanyaan itu.
Nama
Anthon sendiri mencuat ketika dia menyidangkan kasus korupsi helikopter
M-17 pada 2007 silam. Kala itu, Anthon bersama majelis hakim
persidangan memvonis Brigjen (Purn) Prihandono dengan kurungan empat
tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain
memvonis Prihandono, hakim juga memutuskan hal yang sama terhadap tiga
terdakwa lainnya, yaitu mantan Kepala Pusat Keuangan Dephan Tardjani,
mantan Kepala Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta VI
Mardjono, serta perwakilan Swift Air and Industrial Supply (agen Mi-17)
di Jakarta Andy Kosasih. Prihandono, Tardjani dan Mardjono masing-masig
divonis 4 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda senilai Rp 400
juta subsider tiga bulan kurungan.
Sementara Andy Kosasih
divonis 7 tahun penjara dan membayar uang pengganti sebesar Rp 29,11
miliar. Ketua Majelis Hakim menyatakan, bila para terdakwa tidak
menyanggupi membayar denda dan uang pengganti setelah satu bulan
keputusan pengadilan tersebut, maka harta mereka akan disita. Bila tidak
mencukupi, maka sebagai gantinya akan menjalani penjara selama 4 tahun.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menilai, keempat terdakwa secara
bersama-sama dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana dalam
pembayaran uang muka proses pengadaan helikopter Mi-17. Keempatnya
dinyatakan telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 joncto Pasal 18 UU 31/1999
tentang Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU 21/2001 tentang
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar