[JAKARTA] Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan mengawasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta mulai tahun 2011 ini. Pasalnya, selain Jakarta sebagai provinsi pengguna APBD terbesar di Indonesia, juga perlu adanya transparansi pembahasan anggaran.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Dalam Negeri telah menyetujui Peraturan Daerah (Perda) No 1 Tahun 2011 dan Peraturan Gubernur (Pergub) No 13 Tahun 2011 tertanggal 13 Januari 2011 tentang APBD Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran (TA) 2011 sebesar Rp 28,5 triliun.
Meski telah disetujui, APBD DKI 2011 masih banyak menyisakan kontroversi, seperti masuknya anggaran titipan yang jumlahnya cukup fantastis. Anggaran titipan berupa pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah Rp 2,6 triliun atau sekitar 9,14 persen dari total APBD DKI 2011.
Jumlah pokir tersebar di 166 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dengan jumlah proyek sebanyak 1.793 kegiatan. Anggota DPRD yang berjumlah 94 anggota masing-masing diperkirakan mendapat Rp 27,7 miliar.
“Pelaksanaan anggaran titipan, berupa pokir harus diawasi secara ketat. Ini belum termasuk anggaran titipan yang terdapat dalam dana hibah dan bantuan sosial, ” kata Koordinator Presidium Humanika Jakarta, Syaiful Jihad kepada SP di Jakarta, Sabtu (5/2).
Jakarta Procurement Monitoring (JPM) dan sejumlah elemen masyarakat akan terus memantau anggaran tititpan dewan tersebut. Sebab, anggaran titipan itu menjadi modus baru dalam merampok uang rakyat.
“Kami akan segera berkoordinasi dengan Divisi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk secara bersama-sama mengawasi pelaksanaan anggaran titipan tersebut,” katanya.
Sejak awal pembahasan APBD Jakarta 2011 memang sudah tampak ada keganjilan karena tahun ini sebagai ajang mencari uang sebanyak-banyaknya untuk persiapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jakarta 2012. Bahkan, banyak alokasi anggaran yang tidak penting, namun dipaksakan masuk dalam pagu anggaran.
Pembahasan APBD tidak transparan diakui oleh sejumlah anggota legislatif seperti Boy Sadikin. Boy menyatakan, pihaknya tidak pernah diajak untuk membahas APBD 2011. Salah satu anggaran yang paling mencolok yang dititip oleh oknum anggota dewan adalah penyertaan modal daerah pada Perusahaan Daerah (PD) Dharma Jaya sebesar Rp 15 miliar.
Meski anggaran itu tidak ada dalam kesepakatan antara Gubernur DKI dan Pimpinan DPRD DKI tentang Program Legislasi Daerah (Prolegda) tahun 2010-2014 dan Agenda Legislasi Daerah (Alegda) tahun 2010, namun anggaran itu tiba-tiba muncul dalam APBD 2011.
Penyertaan modal ini terjadi di tengah-tengah kasus pada PD Dharma Jaya yang belum terdengar penyelesaiannya, seperti utang pada Bank DKI yang macet sebesar Rp 7,532 miliar, kurang bayar pajak kepada negara sebesar Rp 7,564 milair. Belum lagi, kekurangan penyetoran PAD dari penyisihan laba bersih perusahaan kepada
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 2,813 miliar, aset berupa tanah dan bangunan milik PD Dharma Jaya yang tidak dimanfaatkan sesuai fungsinya karena dihuni oleh orang yang tidak berhak senilai Rp 5,655 miliar, dan masih banyak kasus lainnya.
Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Prijanto juga mengakui, penyusunan dan pembahasan RAPBD Jakarta selama ini belum dilakukan secara transparan. Dia menilai, penyusunan dan pembahasan APBD DKI masih dilakukan tertutup, padahal semua penggunaan anggaran harus jelas dan memanggil semua pihak untuk mengetahui pengelolaan anggaran. [H-14]
Sebagaimana diketahui, Kementerian Dalam Negeri telah menyetujui Peraturan Daerah (Perda) No 1 Tahun 2011 dan Peraturan Gubernur (Pergub) No 13 Tahun 2011 tertanggal 13 Januari 2011 tentang APBD Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran (TA) 2011 sebesar Rp 28,5 triliun.
Meski telah disetujui, APBD DKI 2011 masih banyak menyisakan kontroversi, seperti masuknya anggaran titipan yang jumlahnya cukup fantastis. Anggaran titipan berupa pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah Rp 2,6 triliun atau sekitar 9,14 persen dari total APBD DKI 2011.
Jumlah pokir tersebar di 166 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dengan jumlah proyek sebanyak 1.793 kegiatan. Anggota DPRD yang berjumlah 94 anggota masing-masing diperkirakan mendapat Rp 27,7 miliar.
“Pelaksanaan anggaran titipan, berupa pokir harus diawasi secara ketat. Ini belum termasuk anggaran titipan yang terdapat dalam dana hibah dan bantuan sosial, ” kata Koordinator Presidium Humanika Jakarta, Syaiful Jihad kepada SP di Jakarta, Sabtu (5/2).
Jakarta Procurement Monitoring (JPM) dan sejumlah elemen masyarakat akan terus memantau anggaran tititpan dewan tersebut. Sebab, anggaran titipan itu menjadi modus baru dalam merampok uang rakyat.
“Kami akan segera berkoordinasi dengan Divisi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk secara bersama-sama mengawasi pelaksanaan anggaran titipan tersebut,” katanya.
Sejak awal pembahasan APBD Jakarta 2011 memang sudah tampak ada keganjilan karena tahun ini sebagai ajang mencari uang sebanyak-banyaknya untuk persiapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jakarta 2012. Bahkan, banyak alokasi anggaran yang tidak penting, namun dipaksakan masuk dalam pagu anggaran.
Pembahasan APBD tidak transparan diakui oleh sejumlah anggota legislatif seperti Boy Sadikin. Boy menyatakan, pihaknya tidak pernah diajak untuk membahas APBD 2011. Salah satu anggaran yang paling mencolok yang dititip oleh oknum anggota dewan adalah penyertaan modal daerah pada Perusahaan Daerah (PD) Dharma Jaya sebesar Rp 15 miliar.
Meski anggaran itu tidak ada dalam kesepakatan antara Gubernur DKI dan Pimpinan DPRD DKI tentang Program Legislasi Daerah (Prolegda) tahun 2010-2014 dan Agenda Legislasi Daerah (Alegda) tahun 2010, namun anggaran itu tiba-tiba muncul dalam APBD 2011.
Penyertaan modal ini terjadi di tengah-tengah kasus pada PD Dharma Jaya yang belum terdengar penyelesaiannya, seperti utang pada Bank DKI yang macet sebesar Rp 7,532 miliar, kurang bayar pajak kepada negara sebesar Rp 7,564 milair. Belum lagi, kekurangan penyetoran PAD dari penyisihan laba bersih perusahaan kepada
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 2,813 miliar, aset berupa tanah dan bangunan milik PD Dharma Jaya yang tidak dimanfaatkan sesuai fungsinya karena dihuni oleh orang yang tidak berhak senilai Rp 5,655 miliar, dan masih banyak kasus lainnya.
Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Prijanto juga mengakui, penyusunan dan pembahasan RAPBD Jakarta selama ini belum dilakukan secara transparan. Dia menilai, penyusunan dan pembahasan APBD DKI masih dilakukan tertutup, padahal semua penggunaan anggaran harus jelas dan memanggil semua pihak untuk mengetahui pengelolaan anggaran. [H-14]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar