Jumat, 11 Februari 2011

Kinerja Polisi Dalam Kasus Temanggung Patut Diapresiasi


Magelang (ANTARA) - Kinerja Kepolisian Daerah Jawa Tengah patut mendapat apresiasi karena relatif cepat menangkap sejumlah tersangka dan memeriksa puluhan saksi rusuh massa di Temanggung, kata putri KH Abdurrahman Wahid, Alissa Qotrunnada Wahid.
"Harus diapresiasi karena Polda Jateng cepat menangkap mereka," katanya usai dialog dengan sekitar 200 tokoh lintas agama di Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, di Magelang, Jumat sore.
Proses penanganan hukum atas rusuh Temanggung, Selasa (8/2), yang mengakibatkan antara lain sejumlah gereja dan sekolah Kristen rusak, katanya, harus cepat pula dilanjutkan oleh aparat.
Polda Jateng telah menetapkan delapan tersangka dan memeriksa 24 warga lainnya yang diduga terkait dengan kasus itu.
Ia menyatakan perlunya berbagai kalangan mendesak kepolisian untuk menuntaskan penanganan kasus itu.
"Informasinya pelaku diduga tidak hanya dari Temanggung, artinya ada upaya pengorganisasian sehingga harus dicari. Masyarakat Indonesia ini cenderung jadi penonton, tetapi kalau mereka melakukan sesuatu, pasti ada motornya," katanya.
Rusuh Temanggung, kata Alissa yang juga tokoh Gerakan Gusdurian itu, membuat masyarakat kecewa.
Ia mengatakan, seharusnya kepolisian tidak hanya menindaklanjuti pelanggaran hukum seperti terkait rusuh Temanggung tetapi yang lebih penting adalah mencegah kerusuhan itu.
Ia mengatakan, rusuh Temanggung telah mengakibatkan masyarakat resah karena merasa tidak aman.
"Kekerasan sangat tidak Indonesia, tetapi membuat tidak aman sehingga masyarakat tidak bisa berpikir tentang ekonomi dan kesejahteraan. Kalau masyarakat sudah resah, hal ini menjadi persoalan berat," katanya.
Wakil Ketua Rabithah Maahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Muhammad Yusuf Chudlori (Gus Yusuf), mengatakan, proses hukum atas kasus Temanggung harus sampai tuntas agar meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa kekerasan bukan jalan yang baik untuk menyelesaikan masalah.
Selain itu, kata Gus Yusuf yang juga pengasuh Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, peristiwa serupa tidak boleh terulang lagi pada masa mendatang baik di Temanggung maupun daerah lain di Indonesia.
"Bukan hanya pelaku di lapangan yang diusut, tetapi siapa pun yang salah harus diproses hukum," katanya.
Ia mengatakan, polisi tidak hanya bereaksi karena terjadi pelanggaran hukum namun juga melakukan antisipasi secara optimal.
Pada kesempatan itu ia juga menyatakan perlunya berbagai kalangan masyarakat memperkuat komitmen membangun gerakan anti-kekerasan.
Dialog lintas agama yang rencananya berlangsung di Pendopo Pengayoman Rumah Dinas Bupati Temanggung, Jumat, dibatalkan karena tidak mendapat izin dari kepolisian.
Sekitar 200 tokoh lintas agama dari Yogyakarta dan sejumlah daerah lainnya di Jateng mengalihkan kegiatan itu di aula Pondok Pesantren API Tegalrejo, Kabupaten Magelang.
Polda Jateng pada Rabu (9/2) menetapkan delapan tersangka rusuh massa di Temanggung yakni NHY, SD, AS, MY, SF, AK, AZ, dan SM. Mereka akan dikenai Pasal 170 KUHP tentang perbuatan yang dilakukan bersama-sama dengan kekerasan, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
Pada Jumat (11/2) polisi memeriksa 24 warga Desa Sigedong, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung, karena diduga terkait dengan rusuh massa pascasidang penistaan agama di pengadilan negeri setempat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar