Senin, 21 Februari 2011

KPK Bantah Pemanggilan Megawati Untuk Kepentingan SBY


"Kalau beliau nggak bisa datang, tapi beliau memberi respons, ya kita bisa datang ke tempat kerja atau ke rumahnya, seperti pernah kita lakukan terhadap Pak Boediono dan Ibu Sri Mulyani. Kita fleksibel saja"

Surabaya (ANTARA News) - Wakil Ketua KPK M Jasin membantah pemanggilan Megawati merupakan "special treatment" (perlakuan khusus) untuk kepentingan penguasa atau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Nggak ada yang istimewa dan berlebihan atau tebang pilih, kita juga nggak sedang memberikan `special treatment` kepada yang berkuasa, tapi justru untuk kepentingan kader PDIP sendiri yang sedang ada masalah hukum," katanya di Surabaya, Senin.

Ia mengemukakan hal itu di sela-sela "Sosialisasi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dari Perspektif UU Nomor 8 Tahun 2010" yang dihadiri 172 peserta dari kalangan Polri, Kejaksaan, dan praktisi hukum.

Di sela-sela acara yang juga dihadiri Kabareskrim Polri Komjen Ito Sumardi, Wakil Ketua Jakgung Darmono, dan Kepala PPATK Yunus Husein itu, ia menjelaskan Megawati dipanggil sebagai saksi "a de charge" (meringankan) atas permintaan tersangka Max Moein dan Poltak Sitorus.

"Kalau beliau nggak bisa datang, tapi beliau memberi respons, ya kita bisa datang ke tempat kerja atau ke rumahnya, seperti pernah kita lakukan terhadap Pak Boediono dan Ibu Sri Mulyani. Kita fleksibel saja," katanya.

Apalagi, katanya, Megawati bukan dipanggil terkait fakta kasus dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, melainkan sebagai saksi yang meringankan kader PDIP sendiri yakni Max Moein dan Poltak Sitorus.

"Kita nggak akan melakukan upaya paksa, tapi seharusnya kader PDIP itu sendiri yang berkoordinasi dengan Ibu Megawati untuk mau memenuhi panggilan KPK, apakah datang sendiri atau didatangi, sebab kader PDIP itu yang berkepentingan dengan kesaksian Ibu Megawati," katanya.

Menurut dia, bila Megawati memberi respons keinginan KPK justru akan memberi poin bagus bagi PDIP karena parpol besar itu memberikan posisi yang sama di depan hukum bagi siapapun, sehingga menjadi pendidikan hukum yang baik pula untuk masyarakat.

"Jadi, kita nggak fokus kepada parpol tertentu atau untuk special treatment kepada orang tertentu, tapi kebetulan orang-orang itu merupakan orang-orang partai," katanya.

Secara terpisah, Ketua Departemen Pemuda DPD PDIP Jawa Timur Aven Januar menilai ada politisasi terhadap Megawati dan PDIP sudah melampaui batas dengan adanya rencana pemanggilan Megawati sebagai saksi meringankan oleh KPK dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI.

"Jelas, penegakan hukum dilakukan secara tebang pilih tanpa adanya skala prioritas, karena ketika penegak hukum dipaksa untuk menuntaskan kasus Century yang jelas mengarah pada kesaksian Wapres Boediono, tidak ada proses pemanggilan kepada yang bersangkutan," katanya.

Secara etika politik, katanya, pemanggilan ketua partai sebagai saksi perlu dipertimbangkan kembali, karena pemanggilan itu berdampak psikologis kepada para kader, simpatisan, dan pendukung partai.

"Itu bisa memicu aksi besar-besaran yang justru semakin menurunkan kepercayaan publik terhadap proses penegakan hukum maupun kepada pemerintahan," katanya.

Oleh karena itu, seluruh aktivis DPC Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) se-Jatim sepakat untuk melakukan aksi serentak, 21 Februari.

"Aksi itu untuk menegaskan sikap bahwa pola pemberantasan serta penegakan hukum masih tebang pilih. Hal itu juga dibuktikan dengan belum tuntasnya kasus Century dan pemberantasan mafia pajak yang terkesan lamban," katanya.
(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar