Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana permohonan pengujian Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ke Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Pimpinan Jamaah Ashorut Tauhid Abu Bakar Ba'asyir, Jumat.

Dalam permohonannya, Bassyir menggugat pasal 21 ayat (1) dalam UU tersebut yang berisi perintah penahanan lanjutan bagi tersangka berdasarkan bukti yang cukup karena kekhawatiran dapat melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti tidak berdasar KUHAP.

"Alasan penahanan lanjutan dalam pasal tersebut tidak memiliki dasar hukum dalam KUHAP karena berdasar pada dugaan melakukan tindakan pidana berdasarkan bukti yang cukup. Pasal itu juga tidak menyebutkan secara detail pertimbangan lain yang belum terbukti," kata Kuasa Hukum Ba`asyir, Mahendradatta, saat sidang di MK.

Menurut Mahendradatta, dalam pasal tersebut juga disebutkan penahanan lanjutan dilakukan karena adanya kekhawatiran bagi tersangka akan melarikan diri dinilai terlalu subyektif.

"Aturan yang menyatakan kekhawatiran tersangka akan melarikan diri menjadi alasan subyektif," kata Mahendradatta.

Menurut dia, implementasi dari pasal tersebut tidak konsisten, sehingga pihak penyidik seenaknya saja apakah terdakwa tersebut ditahan atau tidak.

Kuasa hukum ini mencontohkan kasus video porno yang melibatkan Ariel Peterpan, artis Luna Maya dan Cut Tari.

"Dalam kasus yang sama Ariel ditahan, sedangkan Luna Maya dan Cut Tari tidak tahan. Apakah Luna Maya dan Cut Tari tdak tahan karena cantik, karena ini bentuk subyektif penegak hukum," katanya.

Pasal 21 ayat (1) berbunyi: "Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana".

Menanggapi permohonan ini, Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva mengatakan bahwa pasal ini pernah dimohonkan oleh Suwarna Abdul Fatah, Gubernur (nonaktif) Kalimantan Timur.

"UU ini sudah pernah diajukan, apabila alasannya tetap sama seperti permohonan sebelumnya maka majelis hakim akan menggunakan pertimbangan pada putusan sebelumnya," kata Hamdan.

MK telah memutuskan bahwa Pasal 21 Ayat 1 UU KUHAP masih berada dalam ranah penerapan hukum dan bukan masalah konstitusionalitas norma dan tidak bertentangan dengan UUD 1945 seperti yang dianggap oleh pemohon.

Hal sama juga diungkapkan Hakim Fadlil Sumadi meminta pemohon memperbaiki pokok permohonan karena uji materi pasal tersebut pernah ditolak MK.

"Pasal tersebut boleh diuji kembali asalkan norma batu ujinya berbeda. Pokok permohonan juga jangan bersifat argumentasi penerapan tetapi harus jelas apa tafsir pasalnya," kata Fadil Sumadi.

(ANTARA/S026)