Biaya promosi dan penjualan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk industri rokok dan farmasi. Ketentuan ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 104/PMK.03/2009 yang berlaku mulai 1 Januari 2009.
Biaya promosi dan atau penjualan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto tersebut adalah untuk mempertahankan dan atau meningkatkan penjualan, dikeluarkan secara wajar, menurut adat kebiasaan pedagang yang baik, dapat berupa barang, jasa, dan fasilitas dan diterima oleh pihak lain.
Menurut siaran pers Depkeu, Selasa (30/6/2009), biaya promosi tersebut, baik untuk industri rokok maupun farmasi, hanya dapat dibiayakan satu kali oleh produsen, distributor utama, atau importir tunggal.
Untuk industri rokok yang mempunyai omzet sampai dengan Rp 500 miliar, besarnya biaya promosi tidak melebihi 3% dan paling banyak Rp 10 miliar.
Sedangkan industri rokok yang omzetnya di atas Rp miliar sampai Rp 5 triliun, biaya promosi tidak melebihi 2% dan paling banyak Rp 30 miliar.
Industri rokok dengan omzet di atas Rp 5 triliun, besarnya biaya promosi tidak melebihi 1% dan paling banyak Rp 100 miliar.
Sedangkan untuk industri farmasi, besarnya biaya promosi adalah tidak melebihi 2% dari omzet dan paling banyak Rp 25 miliar.
Dalam hal promosi yang diberikan dalam bentuk sampel produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar nilai harga pokok.
Selain itu, industri rokok dan farmasi wajib membuat daftar normatif atas pengeluaran biaya promosi dan/atau biaya penjualan yang dikeluarkan kepada pihak lain. Daftar normatif tersebut minimal memuat NPWP dan besarnya biaya yang dikeluarkan. Apabila hal ini tidak dipenuhi, maka biaya promosi dan/atau biaya penjualan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Perlu Dibaca
Jakarta - 1. Sesuai dengan protocol perubahan persetujuan dan protocol antara pemerintah republik indonesia dengan konfederasi swiss mengenai penghindaran pajak berganda yang berhubungan dengan pajak-pajak atas penghasilan, menetapkan bahwa tarif royalti yang dikenakan kepada pemilik hak atas royalti diturunkan, yang semula tidak melebihi 12,5% kini menjadi 10% dari jumlah kotor royalti, per 1 januari 2010. (PERPRES 8 Tahun 2009)
2.Perusahaan Industri (BUMN, BUMD, Koperasi atau Badan Swasta lainnya) yang berada di kawasan industri akan mendapat fasilitas kepabeanan dan perpajakan mulai 3 maret 2010 (PP no. 24 Tahun 2009)
3.Sejak 1 April 2009, Pengusaha di Kawasan Bebas tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan PKP yang telah dikukuhkan sebelum tanggal 1 April 2009 akan dicabut pengukuhannya secara bertahap. Fasilitas perpajakan bagi Pengusaha di Kawasan Bebas adalah sebagai berikut :
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Kawasan Bebas dan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lainnya, dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM.
- Pemasukan BKP berwujud dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM serta tidak dipungut PPh Pasal 22.
- Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP dari luar Daerah Pabean di Kawasan Bebas di bebaskan dari pengenaan PPN.
- Pemasukan BKP dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean atau dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas yang melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
- Penyerahan JKP dan/atau BKP tidak berwujud dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas tidak dipungut PPN. (dan tidak perlu melalui endorsement dari pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak)
- Pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat dalam hal barang merupakan barang asal luar Daerah Pabean, dibebaskan dari pengenaan PPN dan tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22.
- Fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas penyerahan BKP dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, yang diberikan apabila BKP tersebut telah benar-benar masuk ke Kawasan Bebas, yang dibuktikan dengan Pemberitahuan Pabean FTZ-03 yang telah di-endorse oleh petugas Direktorat Jenderal Pajak yang ditempatkan di Kantor pabean di Kawasan Bebas (Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-37/PJ./2009).
4. Jasa kebandarudaraan yang penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN mulai 24 Maret 2009, terdiri atas: Pelayanan jasa penerbangan, pelayanan jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara, pelayanan jasa konter, pelaynan jasa garbarata (aviobridge); dan/atau pelayanan jasa bongkar muat penumpang, kargo, dan/atau pos. Atas Pembebasan tersebut tidak memerlukan SKB PPN (PP No. 28 Tahun 2009)
5. Pendaftaran NPWP dan/atau PKP dan perubahan data oleh WP OP, WP Badan, Bendaharawan (Wajib Pungut/Potong) dan Joint Operation (JO) kini dapat dilakukan sendiri melalui aplikasi e-Registration di www.pajak.go.id (Per-24/pj./2009)
6. Besarnya PPh 21 yang Ditanggung Pemerintah adalah sebesar pajak terutang berdasarkan tarif umum UU PPh dan tidak termasuk kenaikan tarif pajak sebesar 20% lebih tinggi bagi pekerja yang belum memiliki NPWP. Kenaikan sebesar 20% tetap dipotong oleh pemberi kerja pada saat pembayaran penghasilan. Apabila jumlah pekerja yang menerima PPh 21 DTP lebih dari 30 orang, pemberi kerja WAJIB menyampaikan daftar pekerja tersebut melalui media elektronik (Peraturan Menteri Keuangan No. 49/PMK.03/2009 dan Peraturan Dirjen Pajak No.PER-26/PJ./2009)
7. Pengusaha Kena Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah Pengusaha Kena, Pajak yang telah menyampaikan SPT Tahunan PPh dan SPT Masa PPN dengan : jumlah penyerahan menurut SPT Masa PPN untuk suatu Masa Pajak paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) [Sebelumnya paling banyak Rp. 150 Juta]; dan jumlah lebih bayar menurut SPM PPN paling banyak Rp 28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah) [Sebelumnya hanya Rp.150 ribu]
8. Atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan sebelum 1 januari 2009 oleh WP badan yg usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak tanah dan bangunan dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akte, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang dan penghasilan atas pengalihan hak tersebut dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yg bersangkutan dan PPh atas penghasilan tersebut telah dilunasi sesuai ketentuan yang berlaku, TIDAK DIKENAI PPh yg dibuktikan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) pembayaran PPh Final. Permohonan SKB PPh Final diajukan kepada kepala KPP, dan harus diberikan keputusan dalam waktu 10 hari kerja atau dianggap dikabulkan.
9. Penurunan tarif bagi WP Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka dilaksanakan dengan cara self assessment melalui SPT Tahunan PPh WP Badan. Dengan demikian, WP tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh penurunan tarif tersebut.
Syaratnya SPT yang disampaikan wajib dilampiri dengan surat keterangan dari Biro Administrasi Efek, jika tidak maka dianggap menyampaikan SPT Tidak Lengkap.
PBB
1. Pengurangan PBB dapat diberikan berdasarkan permohonan Wajib Pajak, yang dapat diajukan secara : perseorangan, untuk PBB yang terutang yang tercantum dalam SKP PBB; atau perseorangan atau kolektif, untuk PBB yang terutang yang tercantum dalam SPPT. Keputusan Pengurangan ditetapkan berdasarkan hasil penelitian di kantor, dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-46/PJ./2009 tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Permohonan Pengurangan PBB ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 16 Agustus 2009. (Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-46/PJ./2009 tanggal 24 Agustus 2009)
2. Ketetapan Pajak yang salah akibat adanya kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perpajakan dapat dibetulkan baik secara jabatan oleh Dirjen Pajak maupun atas permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Syaratnya diatur bahwa permohonan pembetulan ditujukan kepada pejabat yang menerbitkan SKP, STP atau surat keputusan lain yang terkait. Keputusan atas permohonan pembetulan harus diberikan paling lama 6 bulan sejak tanggal bukti penerimaan permohonan pembetulan. (Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-48/PJ/2009 tanggal 7 September 2009 jo Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-84/PJ/2009 tanggal 7 September 2009)
3. Salah satu komponen dari Key Performance Indicator DJP adalah rasio penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) terhadap jumlah Wajib Pajak Terdaftar. Untuk mencapai target rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh tahun 2009, maka ditetapkan target minimal, yaitu 95% untuk Kanwil DJP Wajib Pajak Besar; 85% untuk Kanwil DJP Jakarta Khusus; 50% untuk Kanwil lainnya tidak termasuk KPP Madya; 95% untuk KPP Wajib Pajak Besar; 85% untuk KPP Madya dan Khusus; dan 50% untuk KPP Pratama. (Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-68/PJ./2009 tanggal 13 Juli 2009 Tentang Target Rasio Penyampaian SPT Tahunan PPh Pada Tahun 2009)
4. Mulai 1 Januari 2010 bagi Wajib Pajak yang selama 3 tahun berturut-turut tidak pernah melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak maupun penyampaian SPT Masa dan/atau SPT Tahunan; tidak diketahui/ditemukan lagi alamatnya; Wajib Pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada atau bekerja di luar negeri lebih dari 183 dalam jangka waktu 12 bulan atau Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia tetapi belum diterima pemberitahuan tertulis secara resmi dari ahli warisnya atau belum mengajukan penghapusan NPWP; Wajib Pajak badan yang telah bubar tetapi belum ada Akte Pembubarannya atau belum ada penyelesaian likuidasi (bagi badan yang sudah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang) atau secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha; dan bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi, akan mendapatkan label "NE" tetap tercantum dalam Master File, dan bagi Wajib Pajak tersebut tidak diterbitkan Surat Teguran sekalipun Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Masa atau SPT Tahunan dan tidak turut diawasi pembayaran masa/bulanannya dan tidak diterbitkan STP atas sanksi administrasi karena tidak menyampaikan SPT.
(Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-89/PJ/2009 yang ditetapkan tanggal 14 September 2009)
5. Seluruh PKP di Kawasan Bebas yang telah dikukuhkan sebelum tanggal 1 April 2009 akan dicabut pengukuhannya secara bertahap, paling lama tanggal 31 Maret 2010. Pencabutan PKP tersebut dilakukan secara jabatan dengan cara penelitian (untuk mengetahui bahwa seluruh hak dan kewajiban PKP telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan). Dan PKP di Kawasan Bebas tidak diperkenankan lagi melaporkan SPT Masa PPN untuk Masa Pajak Mei 2009 dan seterusnya.
Khusus bagi PKP yang mempunyai tempat kegiatan usaha/tempat PPN terutang di luar Kawasan Bebas yang telah mendapat ijin pemusatan tempat PPN terutang di Kawasan Bebas SPT Masa PPN dapat disampaikan sampai dengan Masa Pajak Oktober 2009. Dan dalam rangka menjamin kepastian hukum dan keadilan, sanksi administrasi tidak perlu diterbitkan STP.
(Peraturan Dirjen Pajak No.PER-50/PJ./2009 Jo Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-88/PJ/2009)
6. Wajib Pajak yang tidak setuju dengan Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan, seperti : SKPKB, kecuali SKPKB yang diterbitkan berdasarkan Pasal 13A UU KUP (SKPKB yang diterbitkan akibat WP yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/lengkap dan menimbulkan kerugian negara yang dilakukan pertama kalinya); SKPKBT; SKPN; SKPLB; dan pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan; dapat mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak.
Syaratnya melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui WP dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan. (Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-49/PJ./2009 tanggal 7 September 2009 Jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-87/PJ/2009 tanggal 7 September 2009.)
Jakarta - 1. Restitusi merupakan hak Wajib Pajak. Banyak kondisi kenapa restitusi terjadi. Salah satunya adalah atas pajak yang telah dibayar atas pembelian Barang Kena Pajak yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri. Bagi WNA yang berbelanja di Toko Retail, akan mendapat Faktur Pajak Khusus yang berfungsi sebagai surat permohonan pengembalian PPN yang nanti dapat dicairkan melalui Unit Pelaksana Restitusi PPN di Bandar Udara. Syaratnya nilai restitusi PPNnya minimal Rp.500rb dan pembelian tersebut dilakukan minimal 1 bulan sebelum keberangkatan. Pembayaran pengembalian PPN dilakukan secara langsung ke rekening Orang Pribadi ybs atau dibayarkan secara tunai, maksimal Rp.5 jt. (Peraturan Menteri Keuangan No. 18/ PMK.03/2011 tanggal 24 Januari 2011 Jo Peraturan Menteri Keuangan No. 76/PMK.03/2010)
2. Restitusi pajak atau kelebihan pembayaran PPh, PPN dan PPnBM akan dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah dikurangkan dengan utang pajak. Contoh SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar) Rp.10 milyar, tetapi punya utang pajak di DJP sebesar Rp. 8 milyar maka yang diterima nanti hanya sebesar Rp.2 milyar saja. Kelebihan Rp.2 milyar tersebut paling lambat diterima dalam jangka satu bulan sejak SKPLB diterbitkan. Atau dapat diperhitungkan dengan pajak yang AKAN terutang atau dengan Utang Pajak atas nama Wajib Pajak lain. (Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.03/2011 tanggal 24 Januari 2011)
3. Bagaimana jika SKPLB anda terlambat diterbitkan? Seharusnya SKPLB diterbitkan oleh DJP paling lambat 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, jika tidak maka permohonan restitusi WP dianggap diterima dan SKPLB diterbitkan dalam jangka waktu 1 bulan setelah jangka waktu berakhir. Jika setelah itupun, SKPLB masih belum diterbitkan juga, jangan khawatir. Karena WP berhak menikmati imbalan bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, yang dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 bulan penerbitan SKPLB, sampai dengan diterbitkannya SKPLB. Peraturan Menteri Keuangan No. 12/PMK.03/2011 tanggal 19 januari 2011)
4. Restitusi PBB dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan atau penelitian terhadap permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PBB dari Wajib Pajak. Dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan, Kepala KPP Pratama tempat Objek Pajak terdaftar, akan menerbitkan: SKKP (Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran) PBB apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata lebih besar dari jumlah PBB terutang; SPb apabila jumlah PBB yang dibayar sama dengan jumlah PBB terutang; atau SKP PBB apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah PBB terutang. Tetapi jika setelah 12 bulan tidak memberikan keputusan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan dan SKKP PBB diterbitkan paling lama 1 bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. (Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.03/2011 tanggal 24 Januari 2011)
5. Perusahaan yang menjual hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak, yang bahan bakunya berasal dari impor kemudian dijual ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL), maka perusahaan tersebut berkewajiban tidak hanya membayar PPN dan PPnBM yang semula tidak dipungut dengan dasar pengenaan pajak sebesar harga jual. Tetapi juga wajib memungut PPN dan PPnBM dari penjualan barang tersebut. (Peraturan Menteri Keuangan No. 15/PMK.011/2011 tanggal 24 Januari 2011)
6. Hati-hati, SPT yang disampaikan dalam bentuk kertas (hardcopy) oleh PKP yang wajib menyampaikan SPT dalam bentuk media elektronik (e-SPT) sesuai peraturan perundangan-undangan perpajakan, maka SPTnya dianggap tidak lengkap. (Peraturan Dirjen Pajak No.PER-2/PJ./2011 tanggal 11 Januari 2011)
7. Kabar baik bagi para importir film. Ada 2 syarat agar pembelian film impor tidak termasuk pembayaran royalti, sehingga tidak terutang PPh Pasal 26. Yaitu: Apabila atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan pembelian film impor : 1. seluruh hak cipta (termasuk hak edar di negara lain) telah berpindah tanpa persyaratan tertentu, termasuk tanpa ada kewajiban pembayaran kompensasi di kemudian hari; atau 2. diberikan hak menggunakan hak cipta tanpa hak untuk mengumumkan dan atau memperbanyak ciptaannya, maka atas penghasilan yang dibayar ke luar negeri tersebut tidak termasuk dalam pengertian royalti yang akan dipotong PPh Pasal 26. (Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-3/PJ/2011 tanggal 10 Januari 2011)
8. PINTAR itu mampu menghimpun seluruh sistem informasi dan data terkait dengan wajib pajak baik badan maupun perorangan secara nasional sekaligus menganalisis kepatuhan wajib pajak; PINTAR itu menciptakan transparansi administrasi perpajakan, termasuk koneksi dengan sistem administrasi lembaga lain seperti Bea dan Cukai. Dan menurunkan risiko penggelapan pajak karena terjaminnya transparansi. PINTAR itu Project for Indonesian Tax Administration System merupakan suatu program penyempurnaan sistem administrasi perpajakan yang dilaksanakan guna mendukung reformasi DJP sehingga memaksimalkan efisiensi sumber daya dan meningkatkan kinerja pegawai. DJP pun membentuk kelompok kerja untuk menggunakannya, yang efektif per tanggal 1 Januari 2011. (Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-7/PJ./2011 tanggal 11 Jauari 2011)
9. DJP tidak superpower lagi, kewenangannya mulai di bagi-bagi, seperti merumuskan kebijakan perpajakan, yang biasanya dilakukan oleh Direktorat Peraturan Perpajakan di DJP kini harus melibatkan juga Badan Kebijakan Fiskal dari DEPKEU. Untuk bersama-sama merumuskan rekomendasi kebijakan perpajakan yang berdampak terhadap penerimaan Negara. (Keputusan Menteri Keuangan No.9/KMK.01/2010 tanggal 10 Januari 2011)
10. Bagi oknum pejabat pajak yang telah menyalahgunakan kewenangannya akan dikenakan sanksi indisiplioner. KISDA sebagai unit pengawasan internal, setelah menerima laporan pelanggaran disiplin akan melakukan investigasi dan memberikan pertimbangan hukum kepada pebajat ybs. Jadi jangan ragu-ragu untuk melaporkan petugas pajak yang telah melakukan pemerasan, menerima pembayaran atau melakukan sesuatu untuk keuntungan diri sendiri secara melawan hukum, kepada KISDA. (Keputusan Menteri Keuangan No.10/KMK.03/2011 tanggal 10 Januari 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar