Jakarta (ANTARA News) - Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memvonis bersalah Direktur PT Masaro Radiokom, Putranefo, selaku terdakwa kasus korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Departemen Kehutanan tahun 2006-2007, dengan hukuman enam tahun penjara.
Ketua majelis hakim, Nani Indrawati, dalam sidang pembacaan vonis di Jakarta, Selasa, menyebutkan, Putranefo diyakini bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp89,3 miliar.
Direktur PT Masaro Radiokom yang disebut bekerjasama dengan buronan Anggoro Widjojo ini juga harus membayar denda Rp200 juta.
Putranefo dijerat dengan pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang-Undang (UU) 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, jo pasal 55 jo pasal 65 KUHP.
Hal yang memberatkana terdakwa yakni tidak mendukung upaya pemerintah memberantas tindak pidana korupsi, dan menyalahgunakan wewenang selaku Direktur Masaro Radiokom dengan melakukan penujukan langsung pengadaan SKRT.
Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Putranefo dalam dugaan korupsi program revitalisasi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan (Dephut) tahun 2006-2007, bersama pemilik PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo, Kepala Sub Bagian Sarana Khusus Biro Umum Departemen Kehutanan Joni Aliando, dan Kepala Bagian Perlengkapan Biro Umum Departemen Kehutanan Aryono diduga melakukan pidana korupsi berjamaah.
JPU menuntut Putranefo dengan tujuh tahun penjara dan membayar uang ganti rugi sebesar Rp89,329 miliar.
Sebelumnya adik dari buronan Anggoro, yakni Anggodo Widjojo telah divonis 4,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Tipikor. Di tingkat banding hukuman Anggodo bertambah menjadi lima tahun, sedangkan di tingkat kasasi hukuman menjadi 10 tahun penjara.(*)
Blog ini bersisi kumpulan berita tentang law enforcement dari kalangan Penegak Hukum, ya semacam kliping elektroniklah begitu
Rabu, 30 Maret 2011
Selasa, 29 Maret 2011
Gugatan soal lambang Garuda baru diperiksa
JAKARTA: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat secara resmi akhirnya memeriksa pokok perkara gugatan yang dilayangkan David Tobing terhadap Presiden dan empat pihak lainnya, terkait dengan penggunaan logo Garuda di kaus tim nasional sepakbola Indonesia.
"Mediasi tidak dapat dilaksanakan karena tergugat IV [Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia] tidak pernah hadir. Sehingga, perkara dilanjutkan pada pemeriksaan pokok perkara," ujar Ennid Hasanuddin, ketua majelis hakim, pada saat sidang siang ini.
"Mediasi tidak dapat dilaksanakan karena tergugat IV [Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia] tidak pernah hadir. Sehingga, perkara dilanjutkan pada pemeriksaan pokok perkara," ujar Ennid Hasanuddin, ketua majelis hakim, pada saat sidang siang ini.
Sidang siang ini, akhirnya dilanjutkan dengan agenda pembacaan gugatan oleh penggugat dan penyampaian tanggapan atas gugatan oleh para tergugat. Persidangan akhirnya ditunda hingga 7 Maret 2011 dengan agenda replik dari penggugat.
Sebelumnya, David menggugat Presiden, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Pemuda dan Olahraga, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), dan PT Nike Indonesia, yang berturut-turut ditarik sebagai tergugat I hingga tergugat V. David berpendapat bahwa penggunaan Garuda sebagai kostum tim nasional sepakbola melanggar ketentuan Pasal 57 Huruf d UU No.24/2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan.
Pasalnya, David berpendapat bahwa ketentuan dalam Undang-Undang tersebut secara limitatif (terbatas) memuat aturan mengenai lambang negara Garuda, yang dapat digunakan untuk ketentuan apa saja.
Dia berpendapat Presiden dan Mendiknas selaku penanggung jawab lambang negara harus bertanggung jawab, termasuk Menpora yang membiarkan Garuda dipasang dalam kostum tim nasional sepakbola Indonesia.
Dalam gugatannya, David a.l. menuntut agar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa para tergugat dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum terkait dengan penggunaan logo Garuda ini.
Dia juga menuntut agar pengadilan memerintahkan tergugat I, II, dan III untuk melakukan pelarangan dan pengawasan yang seksama terhadap penggunaan lambang negara di setiap penyelenggaraan olahraga, serta menuntut agar tergugat IV diperintahkan untuk menghentikan pemakaian lambang negara di seluruh kostum tim nasional Indonesia. (ea)
Rencana akuisisi Indosiar belum dikonsultasikan ke KPPU
AKARTA: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) belum siap melakukan konsultasi terkait rencana akuisisi, induk usaha PT Surya Citra Media Tbk (SCTV), terhadap PT Indosiar Karya Media Tbk (Indosiar).
Sejauh ini, dua entitas tersebut masih dalam persiapan untuk merealisasikan rencana akuisisi itu.
Komisioner KPPU Ana Maria Tri Anggraeni mengatakan hari ini EMTK telah mendatangi lembaga persaingan tersebut. Namun, dia menegaskan bahwa pertemuan tersebut bukan untuk konsultasi terkait rencana akuisisi.
"Ini terlalu dini kalau disebut konsultasi. Mereka belum dapat memenuhi syarat-syarat konsultasi," katanya, hari ini.
Dia menyebutkan kedatangan EMTK merupakan insiatif dari perusahaan tersebut.Lebih lanjut, Tri mengatakan dua entitas tersebut saat ini masih dalam proses untuk merealisasikan rencana itu.
"Data EMTK yang menyatakan kesepakatan dari kedua pihak (IDKM-SCMA) untuk merger atau akuisi belum ada dan itu masih sebatas rencana," jelasnya.
Dia juga menyarankan kepada para pihak untuk melakukan konsultasi jika telah ada kesepatan antara dua entitas tersebut untuk akuisisi.
Sementara itu, Titi Maria Rusli, Corporate Secretary EMTK menyatakan pihaknya hanya sekedar berkenjung bukan konsultasi. "Kami tidak ada pembicaraan terkait rencana akuisisi," katanya. (ea)
Sejauh ini, dua entitas tersebut masih dalam persiapan untuk merealisasikan rencana akuisisi itu.
Komisioner KPPU Ana Maria Tri Anggraeni mengatakan hari ini EMTK telah mendatangi lembaga persaingan tersebut. Namun, dia menegaskan bahwa pertemuan tersebut bukan untuk konsultasi terkait rencana akuisisi.
"Ini terlalu dini kalau disebut konsultasi. Mereka belum dapat memenuhi syarat-syarat konsultasi," katanya, hari ini.
Dia menyebutkan kedatangan EMTK merupakan insiatif dari perusahaan tersebut.Lebih lanjut, Tri mengatakan dua entitas tersebut saat ini masih dalam proses untuk merealisasikan rencana itu.
"Data EMTK yang menyatakan kesepakatan dari kedua pihak (IDKM-SCMA) untuk merger atau akuisi belum ada dan itu masih sebatas rencana," jelasnya.
Dia juga menyarankan kepada para pihak untuk melakukan konsultasi jika telah ada kesepatan antara dua entitas tersebut untuk akuisisi.
Sementara itu, Titi Maria Rusli, Corporate Secretary EMTK menyatakan pihaknya hanya sekedar berkenjung bukan konsultasi. "Kami tidak ada pembicaraan terkait rencana akuisisi," katanya. (ea)
Hakim tolak gugatan Cahaya Prima Mandala
JAKARTA: Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan gugatan CV Cahaya Prima Mandala terhadap PT Halmahera Shipping terkait perkara sewa menyewa kapal tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard atau NO).
"Gugatannya tidak dapat diterima, sementara konpensi dan rekonpensi dari tergugat juga sama-sama ditolak," ujar Albertina Ho, Ketua Majelis Hakim, pada sela-sela sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Dia menambahkan selain itu Majelis Hakim menyetujui dan menerima eksepsi dari pihak tergugat yang menyatakan CV tidak diatur dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas.
Majelis Hakim memiliki pertimbangan untuk menyatakan perkara ini tidak dapat diterima atau NO.
Penggugat yang berstatus sebagai Perseroan Komanditer (CV) tidak bisa menggunakan Undang-Undang No.40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas sebagai landasan gugatan.
Selain itu, sambungnya, CV bukan merupakan subjek hukum yang lepas dari perseroan sehingga tidak dapat melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum tersebut termasuk melakukan tindakan gugatan.
Apabila CV mengajukan gugatan, ungkapnya, maka yang berhak melakukan gugatan bukan CV tersebut melainkan pengurus dari perseronya. Dengan alasan inilah, majelis hakim akhirnya memutuskan gugatan CV Cahaya Prima Mandala sebagai penggugat tidak dapat diterima.
Perkara No.294/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel ini bermula dari gugatan CV Cahaya Prima Mandala terhadap PT. Halmahera Shipping terkait sewa menyewa ruang kapal. Penggugat menyewa ruang kapal milik tergugat untuk mengangkut sheetpile alumunium dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju pelabuhan Malahayati di Aceh.
Kapal milik tergugat tenggelam saat proses bongkar muat dilakukan di pelabuhan Tanjung Priok sehingga penggugat mengalami kerugian karena sebagian besar sheetpile alumuniumnya ikut tenggelam dan tidak dapat digunakan kembali.
Penggugat melakukan tuntutan berupa penggantian kerugian materil yang menyangkut keseluruhan biaya yang dikeluarkan penggugat disertai bunga 0,5% dari keseluruhan biaya terhitung sejak gugatan awal diserahkan. Adapun tuntutan kerugian immateril sebesar Rp2 miliar.
Chandra M. Panggabean, Kuasa Hukum CV Cahaya Prima Mandala, menyatakan pihaknya mengaku kecewa dengan putusan pengadilan tersebut. Tim Kuasa Hukum terlebih dahulu akan melakukan konsultasi dengan klien untuk menentukan langkah selanjutnya yang akan diambil.
"Masih ada waktu 14 hari lagi untuk mengajukan banding, kita menunggu untuk mendapatkan salinan putusan terlebih dahulu dan akan kita pelajari lagi," ujarnya saat ditemui Bisnis seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Sementara itu, kuasa hukum PT. Halmahera Shipping menyatakan pihaknya merasa sangat puas dengan keputusan dari majelis hakim walaupun gugatan balik atau rekonpensi mereka tidak diterima.
"Rekonpensinya ditolak tidak apa-apa karena rekonpensi kita menyangkut keterlambatan pembayaran sewa kapal," ujarnya saat ditemui Bisnis seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Dia menambahkan perseroan komanditer bukan perseroan terbatas. Tidak ada peraturan yang mengatur CV dapat mengajukan gugatan ke pengadilan, sehingga Majelis Hakim memiliki hak untuk tidak menerima gugatan.
Dalam perkara perdata tersebut CV Cahaya Prima sebagai penggugat melakukan gugatan terhadap PT Halmahera Shipping sebagai tergugat. Mereka juga menyertakan PT Vinici Intiline Tanjung Priok, Kantor Administrasi Pelabuhan Utama Tanjung Priok, PT Biro Klasifikasi Ivolo dan PT Adhim Precast Indonesia sebagai Turut tergugat I, II, III, dan IV.
Penggugat menganggap tergugat telah melakukan tipu muslihat terhadap kondisi kapal yang sebenarnya. Pada perjanjian yang disepakati oleh pihak penggugat dan tergugat yaitu Perjanjian AL No.002/HSPK/PAL/I/2010 kondisi kapal dinyatakan dalam keadaan baik.
Pada kenyataannya, ketika kapal tersebut akhirnya tenggelam, penggugat melakukan investigasi kondisi kapal yang menunjukkan fakta sebaliknya. Kondisi kapal tenggelam tersebut ditemukan banyak lubang berkarat dengan pasak yang digunakan sebagai penyumbat lubang.
Dengan ditemukannya fakta ini, penggugat merasa dirugikan oleh pihak tergugat karena telah melakukan kebohongan mengenai kondisi kapal yang sebenarnya sehingga menuntut ganti rugi materil dan immateril.
Adapun dari pihak tergugat, dalam eksepsinya menyatakan pihaknya menyatakan menolak seluruh dalil yang diajukan oleh pihak penggugat. Mereka juga tidak pernah melakukan manipulasi perjanjian karena draft perjanjian telah sesuai dengan format baku angkutan pelayaran.
Mereka juga melakukan gugatan balik dikarenakan menganggap CV Cahaya Prima Mandala menyalahi perjanjian dengan hanya membayar uang muka Rp425 juta dari total keseluruhan biaya sewa Rp900 juta. Seharusnya penggugat melakukan pembayaran 79% dari total keseluruhan biaya yaitu Rp711 juta. (ea)
"Gugatannya tidak dapat diterima, sementara konpensi dan rekonpensi dari tergugat juga sama-sama ditolak," ujar Albertina Ho, Ketua Majelis Hakim, pada sela-sela sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Dia menambahkan selain itu Majelis Hakim menyetujui dan menerima eksepsi dari pihak tergugat yang menyatakan CV tidak diatur dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas.
Majelis Hakim memiliki pertimbangan untuk menyatakan perkara ini tidak dapat diterima atau NO.
Penggugat yang berstatus sebagai Perseroan Komanditer (CV) tidak bisa menggunakan Undang-Undang No.40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas sebagai landasan gugatan.
Selain itu, sambungnya, CV bukan merupakan subjek hukum yang lepas dari perseroan sehingga tidak dapat melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum tersebut termasuk melakukan tindakan gugatan.
Apabila CV mengajukan gugatan, ungkapnya, maka yang berhak melakukan gugatan bukan CV tersebut melainkan pengurus dari perseronya. Dengan alasan inilah, majelis hakim akhirnya memutuskan gugatan CV Cahaya Prima Mandala sebagai penggugat tidak dapat diterima.
Perkara No.294/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel ini bermula dari gugatan CV Cahaya Prima Mandala terhadap PT. Halmahera Shipping terkait sewa menyewa ruang kapal. Penggugat menyewa ruang kapal milik tergugat untuk mengangkut sheetpile alumunium dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju pelabuhan Malahayati di Aceh.
Kapal milik tergugat tenggelam saat proses bongkar muat dilakukan di pelabuhan Tanjung Priok sehingga penggugat mengalami kerugian karena sebagian besar sheetpile alumuniumnya ikut tenggelam dan tidak dapat digunakan kembali.
Penggugat melakukan tuntutan berupa penggantian kerugian materil yang menyangkut keseluruhan biaya yang dikeluarkan penggugat disertai bunga 0,5% dari keseluruhan biaya terhitung sejak gugatan awal diserahkan. Adapun tuntutan kerugian immateril sebesar Rp2 miliar.
Chandra M. Panggabean, Kuasa Hukum CV Cahaya Prima Mandala, menyatakan pihaknya mengaku kecewa dengan putusan pengadilan tersebut. Tim Kuasa Hukum terlebih dahulu akan melakukan konsultasi dengan klien untuk menentukan langkah selanjutnya yang akan diambil.
"Masih ada waktu 14 hari lagi untuk mengajukan banding, kita menunggu untuk mendapatkan salinan putusan terlebih dahulu dan akan kita pelajari lagi," ujarnya saat ditemui Bisnis seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Sementara itu, kuasa hukum PT. Halmahera Shipping menyatakan pihaknya merasa sangat puas dengan keputusan dari majelis hakim walaupun gugatan balik atau rekonpensi mereka tidak diterima.
"Rekonpensinya ditolak tidak apa-apa karena rekonpensi kita menyangkut keterlambatan pembayaran sewa kapal," ujarnya saat ditemui Bisnis seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Dia menambahkan perseroan komanditer bukan perseroan terbatas. Tidak ada peraturan yang mengatur CV dapat mengajukan gugatan ke pengadilan, sehingga Majelis Hakim memiliki hak untuk tidak menerima gugatan.
Dalam perkara perdata tersebut CV Cahaya Prima sebagai penggugat melakukan gugatan terhadap PT Halmahera Shipping sebagai tergugat. Mereka juga menyertakan PT Vinici Intiline Tanjung Priok, Kantor Administrasi Pelabuhan Utama Tanjung Priok, PT Biro Klasifikasi Ivolo dan PT Adhim Precast Indonesia sebagai Turut tergugat I, II, III, dan IV.
Penggugat menganggap tergugat telah melakukan tipu muslihat terhadap kondisi kapal yang sebenarnya. Pada perjanjian yang disepakati oleh pihak penggugat dan tergugat yaitu Perjanjian AL No.002/HSPK/PAL/I/2010 kondisi kapal dinyatakan dalam keadaan baik.
Pada kenyataannya, ketika kapal tersebut akhirnya tenggelam, penggugat melakukan investigasi kondisi kapal yang menunjukkan fakta sebaliknya. Kondisi kapal tenggelam tersebut ditemukan banyak lubang berkarat dengan pasak yang digunakan sebagai penyumbat lubang.
Dengan ditemukannya fakta ini, penggugat merasa dirugikan oleh pihak tergugat karena telah melakukan kebohongan mengenai kondisi kapal yang sebenarnya sehingga menuntut ganti rugi materil dan immateril.
Adapun dari pihak tergugat, dalam eksepsinya menyatakan pihaknya menyatakan menolak seluruh dalil yang diajukan oleh pihak penggugat. Mereka juga tidak pernah melakukan manipulasi perjanjian karena draft perjanjian telah sesuai dengan format baku angkutan pelayaran.
Mereka juga melakukan gugatan balik dikarenakan menganggap CV Cahaya Prima Mandala menyalahi perjanjian dengan hanya membayar uang muka Rp425 juta dari total keseluruhan biaya sewa Rp900 juta. Seharusnya penggugat melakukan pembayaran 79% dari total keseluruhan biaya yaitu Rp711 juta. (ea)
Warga banding kasus SUTET di Banten
JAKARTA: Sebanyak 15 orang warga mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi atas putusan majelis hakim yang tidak menerima gugatan mereka terhadap PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) terkait pembangunan jarungan transmisi SUTET di Desa Kamasan, Banten, Jawa Barat. Syafruddin Makmur, kuasa hukum 15 warga tersebut, menyatakan meskipun telah melakukan pernyataan banding, pihaknya sampai saat ini belum mengumpulkan memori banding terkait hal itu.
"Pernyataan banding telah kami ajukan pada Senin, 21 Maret 2011, memori bandingnya sedang kami lakukan penyusunan dan akan menyusul untuk dikumpulkan beberapa waktu mendatang," ujarnya saat dihubungi Bisnis hari ini.
Dia mengungkapkan upaya hukum banding dilakukan dikarenakan secara keseluruhan pihaknya tidak setuju dengan keputusan pengadilan yang memutuskan gugatan tidak dapat diterima (Niet onvankelijk verklaard/NO).
Keputusan hakim ini, sambungnya, sangat mengecewakan. Pihaknya merasa dengan keputusan hakim seperti itu, seakan-akan memperlihatkan upaya pihak penggugat selama ini sia-sia dalam mempersiapkan segala gugatan, saksi, dan juga bukti.
Saksi yang kami ajukan, paparnya, juga sudah memenuhi kualifikasi dan persayaratan sebagai saksi yang berkualitas. Dia menilai saksi yang diajukan oleh tergugat malah tidak berkompeten.
Tergugat memberikan tiga saksi yang tediri dari dua saksi fakta dan satu saksi ahli. Dua saksi fakta yang diajukan tergugat tidak tinggal di lokasi kejadian sehingga kredibilitasnya dipertanyakan. Adapun saksi ahli tidak terjun ke lapangan langsung dan hanya berdasarkan riset tertulis saja.
Dia menambahkan pihaknya akan melaporkan majelis hakim ke Komisi Yudisial atau Badan Pengawasan Mahkamah Agung karena dianggap telah menyalahi prosedur. Pengadilan melakukan penggantian Ketua Majelis Hakim hanya beberapa saat sebelum putusan dibacakan.
Ketua Majelis Hakim yang memberikan keputusan perkara, ungkapnya, hanya hadir pada dua kali sidang sehingga tidak mengikuti jalannya perkara dari awal. Ini tentu saja merugikan karena Ketua Majelis Hakim yang baru tidak memiliki banyak waktu untuk mempelajari perkara.
Sebelumnya Pertimbangan Majelis Hakim yang diketuai oleh Siti Suryati untuk tidak menerima gugatan dari penggugat adalah dikarenakan penggugat telah mencampuradukkan status penggugat sebagai pemilik, penggarap, dan warga masyarakat.
Majelis Hakim juga mempertimbangkan perbedaan luas tanah yang bertentangan pada posita dan petitumnya. Menurut Petitumnya, luas tanahnya 5.832 m2, sementara dalam posita gugatan luas tanahnya 7.000 m2. (ea)
Kasus audit independen Sumalindo masuki babak akhir
JAKARTA: Perkara permohonan Imani United Ltd dan Deddy Hartawan Jamin untuk melakukan audit independen pada PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk hampir memasuki babak akhir dengan agenda pengumpulan kesimpulan yang dijadwalkan pada sidang 7 April.
Pihak pemohon maupun termohon mengaku telah siap untuk menyerahkan kesimpulannya dalam upaya menegaskan sikapnya masing-masing. Hal ini diungkapkan oleh kedua belah pihak seusai sidang penyerahan bukti tambahan oleh PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk siang tadi.
Petrus Jaru, Kuasa Hukum Imani United Ltd dan Deddy Hartawan Jamin mengungkapkan pihak pemohon dalam kesimpulannya nanti akan mempersiapkan draftnya sesuai dengan bukti-bukti yang diajukan oleh termohon.
"Kesimpulan kami tetap pada permohonan awal yaitu para pemohon telah memenuhi syarat sebagai pemohon dan sebagai pemegang saham minoritas publik kami berhak meminta untuk diadakan audit independen," ujarnya seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan siang tadi.
Pemohon, sambungnya, telah memenuhi persyaratan UU No.40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas karena memiliki saham lebih dari 10%. Dengan memiliki saham lebih dari 10%, artinya pemohon telah memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan.
Selain itu, imbuhnya, berdasarkan bukti yang diajukan termohon, pemohon memang mengajukan permohonan untuk melakukan pemeriksaan oleh auditor independen. Akan tetapi permohonan tersebut tidak dilayani oleh Sumalindo
Alasannya adalah dikarenakan hal ini harus disampaikan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sementara permintaan untuk mengadakan RUPS tidak diindahkan karena kesalahan prosedural pengajuan oleh pemohon.
Di sisi lain Liz Asnawati Kuasa Hukum PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk menjelaskan pada kesimpulan nanti, pihaknya tetap bersikukuh pada jawaban yang menyatakan pemohon tidak bisa melakukan permohonan karena tidak memiliki 10% saham, sehingga tidak memenuhi persyaratan UU PT.
"Di dalam bukti yang kami ajukan hari ini berupa daftar pemegang saham 28 Februai 2009 tidak ada nama Imani United Ltd di dalamnya, bukti ini akan memperkuat kesimpulan kami," ujarnya ketika ditemui Bisnis seusai sidang siang ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pihak termohon, sambungnya, selama ini juga telah berusaha untuk kooperatif. Penolakan yang dilakukan termohon terkait pelaksanaan RUPS dikarenakan kesalahan prosedural yang dilakukan oleh pemohon.
Liz menambahkan semua hal yang menyatakan termohon tidak kooperatif dan transparan adalah tidak benar dan termohon memiliki bukti yang dapat menguatkan hal tersebut. Sumalindo merupakan perusahaan publik yang memiliki 3.000 pemegang saham.
Artinya, paparnya, segala sesuatunya berada dalam pengawasan Badan Pengawas Penanaman Modal Nasional (BAPEPAM). Sejauh ini tidak ada teguran dari BAPEPAM. Hal ini menandakan semuanya masih sesuai dengan aturan.
Sebelumnya baik pemohon maupun termohon telah mengajukan bukti yang memperkuat pernyataan masing-masing. Pada sidang hari ini termohon telah melengkapi keseluruhan buktinya yang diserahkan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Perkara bermula dari permohonan Imani United Ltd dan Deddy Hartawan Jamin sebagai pemegang saham minoritas publik PT Sumalindo Lestari Jaya, agar perusahaan tersebut melakukan pemeriksaan keuangan yang dilakukan secara independen.
Pihak pemohon maupun termohon mengaku telah siap untuk menyerahkan kesimpulannya dalam upaya menegaskan sikapnya masing-masing. Hal ini diungkapkan oleh kedua belah pihak seusai sidang penyerahan bukti tambahan oleh PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk siang tadi.
Petrus Jaru, Kuasa Hukum Imani United Ltd dan Deddy Hartawan Jamin mengungkapkan pihak pemohon dalam kesimpulannya nanti akan mempersiapkan draftnya sesuai dengan bukti-bukti yang diajukan oleh termohon.
"Kesimpulan kami tetap pada permohonan awal yaitu para pemohon telah memenuhi syarat sebagai pemohon dan sebagai pemegang saham minoritas publik kami berhak meminta untuk diadakan audit independen," ujarnya seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan siang tadi.
Pemohon, sambungnya, telah memenuhi persyaratan UU No.40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas karena memiliki saham lebih dari 10%. Dengan memiliki saham lebih dari 10%, artinya pemohon telah memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan.
Selain itu, imbuhnya, berdasarkan bukti yang diajukan termohon, pemohon memang mengajukan permohonan untuk melakukan pemeriksaan oleh auditor independen. Akan tetapi permohonan tersebut tidak dilayani oleh Sumalindo
Alasannya adalah dikarenakan hal ini harus disampaikan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sementara permintaan untuk mengadakan RUPS tidak diindahkan karena kesalahan prosedural pengajuan oleh pemohon.
Di sisi lain Liz Asnawati Kuasa Hukum PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk menjelaskan pada kesimpulan nanti, pihaknya tetap bersikukuh pada jawaban yang menyatakan pemohon tidak bisa melakukan permohonan karena tidak memiliki 10% saham, sehingga tidak memenuhi persyaratan UU PT.
"Di dalam bukti yang kami ajukan hari ini berupa daftar pemegang saham 28 Februai 2009 tidak ada nama Imani United Ltd di dalamnya, bukti ini akan memperkuat kesimpulan kami," ujarnya ketika ditemui Bisnis seusai sidang siang ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pihak termohon, sambungnya, selama ini juga telah berusaha untuk kooperatif. Penolakan yang dilakukan termohon terkait pelaksanaan RUPS dikarenakan kesalahan prosedural yang dilakukan oleh pemohon.
Liz menambahkan semua hal yang menyatakan termohon tidak kooperatif dan transparan adalah tidak benar dan termohon memiliki bukti yang dapat menguatkan hal tersebut. Sumalindo merupakan perusahaan publik yang memiliki 3.000 pemegang saham.
Artinya, paparnya, segala sesuatunya berada dalam pengawasan Badan Pengawas Penanaman Modal Nasional (BAPEPAM). Sejauh ini tidak ada teguran dari BAPEPAM. Hal ini menandakan semuanya masih sesuai dengan aturan.
Sebelumnya baik pemohon maupun termohon telah mengajukan bukti yang memperkuat pernyataan masing-masing. Pada sidang hari ini termohon telah melengkapi keseluruhan buktinya yang diserahkan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Perkara bermula dari permohonan Imani United Ltd dan Deddy Hartawan Jamin sebagai pemegang saham minoritas publik PT Sumalindo Lestari Jaya, agar perusahaan tersebut melakukan pemeriksaan keuangan yang dilakukan secara independen.
Imani United dan Deddy Hartawan mengaku memiliki 13,78% saham PT Sumalindo. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kinerja keungan perusahaan yang terus merugi dengan lebih transparan tanpa ada yang ditutup tutupi. (ea)
Anak usaha Benua Indah gugat KPKNL
AKARTA: Empat perusahaan dari kelompok usaha Benua Indah Group kembali menggugat Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta 1 terkait dengan proses lelang yang dilakukan terhadap aset perusahaan tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Empat penggugat yang tergabung dalam Benua Indah Group (BIG) itu adalah PT Subur Ladang Andalan, PT Bangun Madya Indah, PT Duta Sumber Nabati, dan PT Antar Mustika Segara. Proses persidangan yang diketuai oleh Majelis Hakim Syarifudin tersebut masih memasuki tahap awal yaitu pemanggilan para pihak.
Kuasa hukum Benua Indah Group Habiburokman mengatakan alasan kliennya mengajukan gugatan tersebut karena proses pelelangan yang dilakukan tergugat pada 21 Februari 2011 merupakan tindakan yang menyalahi ketentuan perundang-undangan. "Proses pelelangan itu harus dibatalkan karena menyalahi perundang-undangan," katanya, hari ini.
Menurut dia, mengacu Pasal 244 Peraturan Menteri Keuangan No.128/PMK.06/2007 tergugat harus menyampaikan pemberitahuan terkait proses pelelangan paling lambat 7 hari sebelum lelang dilakukan. Namun, jelasnya, hingga 14 Februari 2011 atau 7 hari sebelum pelelangan, pihaknya belum menerima pemberitahuan tersebut.
Perkara ini bermula ketika BIG tidak dapat menyelesaikan pembayaran atas fasilitas pinjaman dari Bank Mandiri dengan nilai mencapai Rp247 miliar. Penyelesaian kredit antara BIG dan Bank Mandiri sudah berlangsung lama dan penanganannya sudah diserahkan kepada KPKNL sejak 12 April 2005.
Sebelumnya, BIG mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait perkara yang sama. Dalam putusan itu, majelis hakim memenangkan Bank Mandiri melalui putusan Nomor 262/Pdt.G/2008/PN.Jkt Sel tanggal 28 Agustus 2008.
Atas putusan PN Jakarta Selatan tersebut, Benua Indah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan dimenangkan melalui putusan Nomor 675/PDT/2008/PT.DKI tanggal 13 Maret 2009. Bank Mandiri bersama KPKNL Jakarta kemudian mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung, hingga akhirnya Mahkamah Agung memenangkan Bank Mandiri dan KPKNL. (ea)
Jumat, 25 Maret 2011
Daftar Aturan Pajak Baru
Biaya Promosi
Biaya promosi dan penjualan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk industri rokok dan farmasi. Ketentuan ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 104/PMK.03/2009 yang berlaku mulai 1 Januari 2009.
Biaya promosi dan atau penjualan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto tersebut adalah untuk mempertahankan dan atau meningkatkan penjualan, dikeluarkan secara wajar, menurut adat kebiasaan pedagang yang baik, dapat berupa barang, jasa, dan fasilitas dan diterima oleh pihak lain.
Menurut siaran pers Depkeu, Selasa (30/6/2009), biaya promosi tersebut, baik untuk industri rokok maupun farmasi, hanya dapat dibiayakan satu kali oleh produsen, distributor utama, atau importir tunggal.
Untuk industri rokok yang mempunyai omzet sampai dengan Rp 500 miliar, besarnya biaya promosi tidak melebihi 3% dan paling banyak Rp 10 miliar.
Sedangkan industri rokok yang omzetnya di atas Rp miliar sampai Rp 5 triliun, biaya promosi tidak melebihi 2% dan paling banyak Rp 30 miliar.
Industri rokok dengan omzet di atas Rp 5 triliun, besarnya biaya promosi tidak melebihi 1% dan paling banyak Rp 100 miliar.
Sedangkan untuk industri farmasi, besarnya biaya promosi adalah tidak melebihi 2% dari omzet dan paling banyak Rp 25 miliar.
Dalam hal promosi yang diberikan dalam bentuk sampel produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar nilai harga pokok.
Selain itu, industri rokok dan farmasi wajib membuat daftar normatif atas pengeluaran biaya promosi dan/atau biaya penjualan yang dikeluarkan kepada pihak lain. Daftar normatif tersebut minimal memuat NPWP dan besarnya biaya yang dikeluarkan. Apabila hal ini tidak dipenuhi, maka biaya promosi dan/atau biaya penjualan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Perlu Dibaca
Jakarta - 1. Sesuai dengan protocol perubahan persetujuan dan protocol antara pemerintah republik indonesia dengan konfederasi swiss mengenai penghindaran pajak berganda yang berhubungan dengan pajak-pajak atas penghasilan, menetapkan bahwa tarif royalti yang dikenakan kepada pemilik hak atas royalti diturunkan, yang semula tidak melebihi 12,5% kini menjadi 10% dari jumlah kotor royalti, per 1 januari 2010. (PERPRES 8 Tahun 2009)
2.Perusahaan Industri (BUMN, BUMD, Koperasi atau Badan Swasta lainnya) yang berada di kawasan industri akan mendapat fasilitas kepabeanan dan perpajakan mulai 3 maret 2010 (PP no. 24 Tahun 2009)
3.Sejak 1 April 2009, Pengusaha di Kawasan Bebas tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan PKP yang telah dikukuhkan sebelum tanggal 1 April 2009 akan dicabut pengukuhannya secara bertahap. Fasilitas perpajakan bagi Pengusaha di Kawasan Bebas adalah sebagai berikut :
4. Jasa kebandarudaraan yang penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN mulai 24 Maret 2009, terdiri atas: Pelayanan jasa penerbangan, pelayanan jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara, pelayanan jasa konter, pelaynan jasa garbarata (aviobridge); dan/atau pelayanan jasa bongkar muat penumpang, kargo, dan/atau pos. Atas Pembebasan tersebut tidak memerlukan SKB PPN (PP No. 28 Tahun 2009)
5. Pendaftaran NPWP dan/atau PKP dan perubahan data oleh WP OP, WP Badan, Bendaharawan (Wajib Pungut/Potong) dan Joint Operation (JO) kini dapat dilakukan sendiri melalui aplikasi e-Registration di www.pajak.go.id (Per-24/pj./2009)
6. Besarnya PPh 21 yang Ditanggung Pemerintah adalah sebesar pajak terutang berdasarkan tarif umum UU PPh dan tidak termasuk kenaikan tarif pajak sebesar 20% lebih tinggi bagi pekerja yang belum memiliki NPWP. Kenaikan sebesar 20% tetap dipotong oleh pemberi kerja pada saat pembayaran penghasilan. Apabila jumlah pekerja yang menerima PPh 21 DTP lebih dari 30 orang, pemberi kerja WAJIB menyampaikan daftar pekerja tersebut melalui media elektronik (Peraturan Menteri Keuangan No. 49/PMK.03/2009 dan Peraturan Dirjen Pajak No.PER-26/PJ./2009)
7. Pengusaha Kena Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah Pengusaha Kena, Pajak yang telah menyampaikan SPT Tahunan PPh dan SPT Masa PPN dengan : jumlah penyerahan menurut SPT Masa PPN untuk suatu Masa Pajak paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) [Sebelumnya paling banyak Rp. 150 Juta]; dan jumlah lebih bayar menurut SPM PPN paling banyak Rp 28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah) [Sebelumnya hanya Rp.150 ribu]
8. Atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan sebelum 1 januari 2009 oleh WP badan yg usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak tanah dan bangunan dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akte, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang dan penghasilan atas pengalihan hak tersebut dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yg bersangkutan dan PPh atas penghasilan tersebut telah dilunasi sesuai ketentuan yang berlaku, TIDAK DIKENAI PPh yg dibuktikan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) pembayaran PPh Final. Permohonan SKB PPh Final diajukan kepada kepala KPP, dan harus diberikan keputusan dalam waktu 10 hari kerja atau dianggap dikabulkan.
9. Penurunan tarif bagi WP Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka dilaksanakan dengan cara self assessment melalui SPT Tahunan PPh WP Badan. Dengan demikian, WP tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh penurunan tarif tersebut.
Syaratnya SPT yang disampaikan wajib dilampiri dengan surat keterangan dari Biro Administrasi Efek, jika tidak maka dianggap menyampaikan SPT Tidak Lengkap.
PBB
1. Pengurangan PBB dapat diberikan berdasarkan permohonan Wajib Pajak, yang dapat diajukan secara : perseorangan, untuk PBB yang terutang yang tercantum dalam SKP PBB; atau perseorangan atau kolektif, untuk PBB yang terutang yang tercantum dalam SPPT. Keputusan Pengurangan ditetapkan berdasarkan hasil penelitian di kantor, dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-46/PJ./2009 tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Permohonan Pengurangan PBB ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 16 Agustus 2009. (Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-46/PJ./2009 tanggal 24 Agustus 2009)
2. Ketetapan Pajak yang salah akibat adanya kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perpajakan dapat dibetulkan baik secara jabatan oleh Dirjen Pajak maupun atas permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Syaratnya diatur bahwa permohonan pembetulan ditujukan kepada pejabat yang menerbitkan SKP, STP atau surat keputusan lain yang terkait. Keputusan atas permohonan pembetulan harus diberikan paling lama 6 bulan sejak tanggal bukti penerimaan permohonan pembetulan. (Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-48/PJ/2009 tanggal 7 September 2009 jo Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-84/PJ/2009 tanggal 7 September 2009)
3. Salah satu komponen dari Key Performance Indicator DJP adalah rasio penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) terhadap jumlah Wajib Pajak Terdaftar. Untuk mencapai target rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh tahun 2009, maka ditetapkan target minimal, yaitu 95% untuk Kanwil DJP Wajib Pajak Besar; 85% untuk Kanwil DJP Jakarta Khusus; 50% untuk Kanwil lainnya tidak termasuk KPP Madya; 95% untuk KPP Wajib Pajak Besar; 85% untuk KPP Madya dan Khusus; dan 50% untuk KPP Pratama. (Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-68/PJ./2009 tanggal 13 Juli 2009 Tentang Target Rasio Penyampaian SPT Tahunan PPh Pada Tahun 2009)
4. Mulai 1 Januari 2010 bagi Wajib Pajak yang selama 3 tahun berturut-turut tidak pernah melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak maupun penyampaian SPT Masa dan/atau SPT Tahunan; tidak diketahui/ditemukan lagi alamatnya; Wajib Pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada atau bekerja di luar negeri lebih dari 183 dalam jangka waktu 12 bulan atau Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia tetapi belum diterima pemberitahuan tertulis secara resmi dari ahli warisnya atau belum mengajukan penghapusan NPWP; Wajib Pajak badan yang telah bubar tetapi belum ada Akte Pembubarannya atau belum ada penyelesaian likuidasi (bagi badan yang sudah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang) atau secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha; dan bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi, akan mendapatkan label "NE" tetap tercantum dalam Master File, dan bagi Wajib Pajak tersebut tidak diterbitkan Surat Teguran sekalipun Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Masa atau SPT Tahunan dan tidak turut diawasi pembayaran masa/bulanannya dan tidak diterbitkan STP atas sanksi administrasi karena tidak menyampaikan SPT.
(Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-89/PJ/2009 yang ditetapkan tanggal 14 September 2009)
5. Seluruh PKP di Kawasan Bebas yang telah dikukuhkan sebelum tanggal 1 April 2009 akan dicabut pengukuhannya secara bertahap, paling lama tanggal 31 Maret 2010. Pencabutan PKP tersebut dilakukan secara jabatan dengan cara penelitian (untuk mengetahui bahwa seluruh hak dan kewajiban PKP telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan). Dan PKP di Kawasan Bebas tidak diperkenankan lagi melaporkan SPT Masa PPN untuk Masa Pajak Mei 2009 dan seterusnya.
Khusus bagi PKP yang mempunyai tempat kegiatan usaha/tempat PPN terutang di luar Kawasan Bebas yang telah mendapat ijin pemusatan tempat PPN terutang di Kawasan Bebas SPT Masa PPN dapat disampaikan sampai dengan Masa Pajak Oktober 2009. Dan dalam rangka menjamin kepastian hukum dan keadilan, sanksi administrasi tidak perlu diterbitkan STP.
(Peraturan Dirjen Pajak No.PER-50/PJ./2009 Jo Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-88/PJ/2009)
6. Wajib Pajak yang tidak setuju dengan Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan, seperti : SKPKB, kecuali SKPKB yang diterbitkan berdasarkan Pasal 13A UU KUP (SKPKB yang diterbitkan akibat WP yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/lengkap dan menimbulkan kerugian negara yang dilakukan pertama kalinya); SKPKBT; SKPN; SKPLB; dan pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan; dapat mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak.
Syaratnya melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui WP dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan. (Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-49/PJ./2009 tanggal 7 September 2009 Jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-87/PJ/2009 tanggal 7 September 2009.)
Jakarta - 1. Restitusi merupakan hak Wajib Pajak. Banyak kondisi kenapa restitusi terjadi. Salah satunya adalah atas pajak yang telah dibayar atas pembelian Barang Kena Pajak yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri. Bagi WNA yang berbelanja di Toko Retail, akan mendapat Faktur Pajak Khusus yang berfungsi sebagai surat permohonan pengembalian PPN yang nanti dapat dicairkan melalui Unit Pelaksana Restitusi PPN di Bandar Udara. Syaratnya nilai restitusi PPNnya minimal Rp.500rb dan pembelian tersebut dilakukan minimal 1 bulan sebelum keberangkatan. Pembayaran pengembalian PPN dilakukan secara langsung ke rekening Orang Pribadi ybs atau dibayarkan secara tunai, maksimal Rp.5 jt. (Peraturan Menteri Keuangan No. 18/ PMK.03/2011 tanggal 24 Januari 2011 Jo Peraturan Menteri Keuangan No. 76/PMK.03/2010)
2. Restitusi pajak atau kelebihan pembayaran PPh, PPN dan PPnBM akan dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah dikurangkan dengan utang pajak. Contoh SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar) Rp.10 milyar, tetapi punya utang pajak di DJP sebesar Rp. 8 milyar maka yang diterima nanti hanya sebesar Rp.2 milyar saja. Kelebihan Rp.2 milyar tersebut paling lambat diterima dalam jangka satu bulan sejak SKPLB diterbitkan. Atau dapat diperhitungkan dengan pajak yang AKAN terutang atau dengan Utang Pajak atas nama Wajib Pajak lain. (Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.03/2011 tanggal 24 Januari 2011)
3. Bagaimana jika SKPLB anda terlambat diterbitkan? Seharusnya SKPLB diterbitkan oleh DJP paling lambat 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, jika tidak maka permohonan restitusi WP dianggap diterima dan SKPLB diterbitkan dalam jangka waktu 1 bulan setelah jangka waktu berakhir. Jika setelah itupun, SKPLB masih belum diterbitkan juga, jangan khawatir. Karena WP berhak menikmati imbalan bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, yang dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 bulan penerbitan SKPLB, sampai dengan diterbitkannya SKPLB. Peraturan Menteri Keuangan No. 12/PMK.03/2011 tanggal 19 januari 2011)
4. Restitusi PBB dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan atau penelitian terhadap permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PBB dari Wajib Pajak. Dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan, Kepala KPP Pratama tempat Objek Pajak terdaftar, akan menerbitkan: SKKP (Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran) PBB apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata lebih besar dari jumlah PBB terutang; SPb apabila jumlah PBB yang dibayar sama dengan jumlah PBB terutang; atau SKP PBB apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah PBB terutang. Tetapi jika setelah 12 bulan tidak memberikan keputusan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan dan SKKP PBB diterbitkan paling lama 1 bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. (Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.03/2011 tanggal 24 Januari 2011)
5. Perusahaan yang menjual hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak, yang bahan bakunya berasal dari impor kemudian dijual ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL), maka perusahaan tersebut berkewajiban tidak hanya membayar PPN dan PPnBM yang semula tidak dipungut dengan dasar pengenaan pajak sebesar harga jual. Tetapi juga wajib memungut PPN dan PPnBM dari penjualan barang tersebut. (Peraturan Menteri Keuangan No. 15/PMK.011/2011 tanggal 24 Januari 2011)
6. Hati-hati, SPT yang disampaikan dalam bentuk kertas (hardcopy) oleh PKP yang wajib menyampaikan SPT dalam bentuk media elektronik (e-SPT) sesuai peraturan perundangan-undangan perpajakan, maka SPTnya dianggap tidak lengkap. (Peraturan Dirjen Pajak No.PER-2/PJ./2011 tanggal 11 Januari 2011)
7. Kabar baik bagi para importir film. Ada 2 syarat agar pembelian film impor tidak termasuk pembayaran royalti, sehingga tidak terutang PPh Pasal 26. Yaitu: Apabila atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan pembelian film impor : 1. seluruh hak cipta (termasuk hak edar di negara lain) telah berpindah tanpa persyaratan tertentu, termasuk tanpa ada kewajiban pembayaran kompensasi di kemudian hari; atau 2. diberikan hak menggunakan hak cipta tanpa hak untuk mengumumkan dan atau memperbanyak ciptaannya, maka atas penghasilan yang dibayar ke luar negeri tersebut tidak termasuk dalam pengertian royalti yang akan dipotong PPh Pasal 26. (Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-3/PJ/2011 tanggal 10 Januari 2011)
8. PINTAR itu mampu menghimpun seluruh sistem informasi dan data terkait dengan wajib pajak baik badan maupun perorangan secara nasional sekaligus menganalisis kepatuhan wajib pajak; PINTAR itu menciptakan transparansi administrasi perpajakan, termasuk koneksi dengan sistem administrasi lembaga lain seperti Bea dan Cukai. Dan menurunkan risiko penggelapan pajak karena terjaminnya transparansi. PINTAR itu Project for Indonesian Tax Administration System merupakan suatu program penyempurnaan sistem administrasi perpajakan yang dilaksanakan guna mendukung reformasi DJP sehingga memaksimalkan efisiensi sumber daya dan meningkatkan kinerja pegawai. DJP pun membentuk kelompok kerja untuk menggunakannya, yang efektif per tanggal 1 Januari 2011. (Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-7/PJ./2011 tanggal 11 Jauari 2011)
9. DJP tidak superpower lagi, kewenangannya mulai di bagi-bagi, seperti merumuskan kebijakan perpajakan, yang biasanya dilakukan oleh Direktorat Peraturan Perpajakan di DJP kini harus melibatkan juga Badan Kebijakan Fiskal dari DEPKEU. Untuk bersama-sama merumuskan rekomendasi kebijakan perpajakan yang berdampak terhadap penerimaan Negara. (Keputusan Menteri Keuangan No.9/KMK.01/2010 tanggal 10 Januari 2011)
10. Bagi oknum pejabat pajak yang telah menyalahgunakan kewenangannya akan dikenakan sanksi indisiplioner. KISDA sebagai unit pengawasan internal, setelah menerima laporan pelanggaran disiplin akan melakukan investigasi dan memberikan pertimbangan hukum kepada pebajat ybs. Jadi jangan ragu-ragu untuk melaporkan petugas pajak yang telah melakukan pemerasan, menerima pembayaran atau melakukan sesuatu untuk keuntungan diri sendiri secara melawan hukum, kepada KISDA. (Keputusan Menteri Keuangan No.10/KMK.03/2011 tanggal 10 Januari 2011).
Biaya promosi dan penjualan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk industri rokok dan farmasi. Ketentuan ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 104/PMK.03/2009 yang berlaku mulai 1 Januari 2009.
Biaya promosi dan atau penjualan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto tersebut adalah untuk mempertahankan dan atau meningkatkan penjualan, dikeluarkan secara wajar, menurut adat kebiasaan pedagang yang baik, dapat berupa barang, jasa, dan fasilitas dan diterima oleh pihak lain.
Menurut siaran pers Depkeu, Selasa (30/6/2009), biaya promosi tersebut, baik untuk industri rokok maupun farmasi, hanya dapat dibiayakan satu kali oleh produsen, distributor utama, atau importir tunggal.
Untuk industri rokok yang mempunyai omzet sampai dengan Rp 500 miliar, besarnya biaya promosi tidak melebihi 3% dan paling banyak Rp 10 miliar.
Sedangkan industri rokok yang omzetnya di atas Rp miliar sampai Rp 5 triliun, biaya promosi tidak melebihi 2% dan paling banyak Rp 30 miliar.
Industri rokok dengan omzet di atas Rp 5 triliun, besarnya biaya promosi tidak melebihi 1% dan paling banyak Rp 100 miliar.
Sedangkan untuk industri farmasi, besarnya biaya promosi adalah tidak melebihi 2% dari omzet dan paling banyak Rp 25 miliar.
Dalam hal promosi yang diberikan dalam bentuk sampel produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar nilai harga pokok.
Selain itu, industri rokok dan farmasi wajib membuat daftar normatif atas pengeluaran biaya promosi dan/atau biaya penjualan yang dikeluarkan kepada pihak lain. Daftar normatif tersebut minimal memuat NPWP dan besarnya biaya yang dikeluarkan. Apabila hal ini tidak dipenuhi, maka biaya promosi dan/atau biaya penjualan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Perlu Dibaca
Jakarta - 1. Sesuai dengan protocol perubahan persetujuan dan protocol antara pemerintah republik indonesia dengan konfederasi swiss mengenai penghindaran pajak berganda yang berhubungan dengan pajak-pajak atas penghasilan, menetapkan bahwa tarif royalti yang dikenakan kepada pemilik hak atas royalti diturunkan, yang semula tidak melebihi 12,5% kini menjadi 10% dari jumlah kotor royalti, per 1 januari 2010. (PERPRES 8 Tahun 2009)
2.Perusahaan Industri (BUMN, BUMD, Koperasi atau Badan Swasta lainnya) yang berada di kawasan industri akan mendapat fasilitas kepabeanan dan perpajakan mulai 3 maret 2010 (PP no. 24 Tahun 2009)
3.Sejak 1 April 2009, Pengusaha di Kawasan Bebas tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan PKP yang telah dikukuhkan sebelum tanggal 1 April 2009 akan dicabut pengukuhannya secara bertahap. Fasilitas perpajakan bagi Pengusaha di Kawasan Bebas adalah sebagai berikut :
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Kawasan Bebas dan dari Kawasan Bebas ke Kawasan Bebas lainnya, dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM.
- Pemasukan BKP berwujud dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM serta tidak dipungut PPh Pasal 22.
- Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP dari luar Daerah Pabean di Kawasan Bebas di bebaskan dari pengenaan PPN.
- Pemasukan BKP dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean atau dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas yang melalui pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM.
- Penyerahan JKP dan/atau BKP tidak berwujud dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas tidak dipungut PPN. (dan tidak perlu melalui endorsement dari pejabat/pegawai Direktorat Jenderal Pajak)
- Pengeluaran BKP dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat dalam hal barang merupakan barang asal luar Daerah Pabean, dibebaskan dari pengenaan PPN dan tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22.
- Fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atas penyerahan BKP dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, yang diberikan apabila BKP tersebut telah benar-benar masuk ke Kawasan Bebas, yang dibuktikan dengan Pemberitahuan Pabean FTZ-03 yang telah di-endorse oleh petugas Direktorat Jenderal Pajak yang ditempatkan di Kantor pabean di Kawasan Bebas (Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-37/PJ./2009).
4. Jasa kebandarudaraan yang penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN mulai 24 Maret 2009, terdiri atas: Pelayanan jasa penerbangan, pelayanan jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara, pelayanan jasa konter, pelaynan jasa garbarata (aviobridge); dan/atau pelayanan jasa bongkar muat penumpang, kargo, dan/atau pos. Atas Pembebasan tersebut tidak memerlukan SKB PPN (PP No. 28 Tahun 2009)
5. Pendaftaran NPWP dan/atau PKP dan perubahan data oleh WP OP, WP Badan, Bendaharawan (Wajib Pungut/Potong) dan Joint Operation (JO) kini dapat dilakukan sendiri melalui aplikasi e-Registration di www.pajak.go.id (Per-24/pj./2009)
6. Besarnya PPh 21 yang Ditanggung Pemerintah adalah sebesar pajak terutang berdasarkan tarif umum UU PPh dan tidak termasuk kenaikan tarif pajak sebesar 20% lebih tinggi bagi pekerja yang belum memiliki NPWP. Kenaikan sebesar 20% tetap dipotong oleh pemberi kerja pada saat pembayaran penghasilan. Apabila jumlah pekerja yang menerima PPh 21 DTP lebih dari 30 orang, pemberi kerja WAJIB menyampaikan daftar pekerja tersebut melalui media elektronik (Peraturan Menteri Keuangan No. 49/PMK.03/2009 dan Peraturan Dirjen Pajak No.PER-26/PJ./2009)
7. Pengusaha Kena Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah Pengusaha Kena, Pajak yang telah menyampaikan SPT Tahunan PPh dan SPT Masa PPN dengan : jumlah penyerahan menurut SPT Masa PPN untuk suatu Masa Pajak paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) [Sebelumnya paling banyak Rp. 150 Juta]; dan jumlah lebih bayar menurut SPM PPN paling banyak Rp 28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah) [Sebelumnya hanya Rp.150 ribu]
8. Atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan sebelum 1 januari 2009 oleh WP badan yg usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak tanah dan bangunan dan atas pengalihan hak tersebut belum dibuatkan akte, keputusan, perjanjian, kesepakatan, atau risalah lelang oleh pejabat yang berwenang dan penghasilan atas pengalihan hak tersebut dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yg bersangkutan dan PPh atas penghasilan tersebut telah dilunasi sesuai ketentuan yang berlaku, TIDAK DIKENAI PPh yg dibuktikan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB) pembayaran PPh Final. Permohonan SKB PPh Final diajukan kepada kepala KPP, dan harus diberikan keputusan dalam waktu 10 hari kerja atau dianggap dikabulkan.
9. Penurunan tarif bagi WP Badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka dilaksanakan dengan cara self assessment melalui SPT Tahunan PPh WP Badan. Dengan demikian, WP tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh penurunan tarif tersebut.
Syaratnya SPT yang disampaikan wajib dilampiri dengan surat keterangan dari Biro Administrasi Efek, jika tidak maka dianggap menyampaikan SPT Tidak Lengkap.
PBB
1. Pengurangan PBB dapat diberikan berdasarkan permohonan Wajib Pajak, yang dapat diajukan secara : perseorangan, untuk PBB yang terutang yang tercantum dalam SKP PBB; atau perseorangan atau kolektif, untuk PBB yang terutang yang tercantum dalam SPPT. Keputusan Pengurangan ditetapkan berdasarkan hasil penelitian di kantor, dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-46/PJ./2009 tentang Tata Cara Pengajuan Dan Penyelesaian Permohonan Pengurangan PBB ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 16 Agustus 2009. (Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-46/PJ./2009 tanggal 24 Agustus 2009)
2. Ketetapan Pajak yang salah akibat adanya kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perpajakan dapat dibetulkan baik secara jabatan oleh Dirjen Pajak maupun atas permohonan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Syaratnya diatur bahwa permohonan pembetulan ditujukan kepada pejabat yang menerbitkan SKP, STP atau surat keputusan lain yang terkait. Keputusan atas permohonan pembetulan harus diberikan paling lama 6 bulan sejak tanggal bukti penerimaan permohonan pembetulan. (Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-48/PJ/2009 tanggal 7 September 2009 jo Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-84/PJ/2009 tanggal 7 September 2009)
3. Salah satu komponen dari Key Performance Indicator DJP adalah rasio penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) terhadap jumlah Wajib Pajak Terdaftar. Untuk mencapai target rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh tahun 2009, maka ditetapkan target minimal, yaitu 95% untuk Kanwil DJP Wajib Pajak Besar; 85% untuk Kanwil DJP Jakarta Khusus; 50% untuk Kanwil lainnya tidak termasuk KPP Madya; 95% untuk KPP Wajib Pajak Besar; 85% untuk KPP Madya dan Khusus; dan 50% untuk KPP Pratama. (Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-68/PJ./2009 tanggal 13 Juli 2009 Tentang Target Rasio Penyampaian SPT Tahunan PPh Pada Tahun 2009)
4. Mulai 1 Januari 2010 bagi Wajib Pajak yang selama 3 tahun berturut-turut tidak pernah melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan baik berupa pembayaran pajak maupun penyampaian SPT Masa dan/atau SPT Tahunan; tidak diketahui/ditemukan lagi alamatnya; Wajib Pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada atau bekerja di luar negeri lebih dari 183 dalam jangka waktu 12 bulan atau Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia tetapi belum diterima pemberitahuan tertulis secara resmi dari ahli warisnya atau belum mengajukan penghapusan NPWP; Wajib Pajak badan yang telah bubar tetapi belum ada Akte Pembubarannya atau belum ada penyelesaian likuidasi (bagi badan yang sudah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang) atau secara nyata tidak menunjukkan adanya kegiatan usaha; dan bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi, akan mendapatkan label "NE" tetap tercantum dalam Master File, dan bagi Wajib Pajak tersebut tidak diterbitkan Surat Teguran sekalipun Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Masa atau SPT Tahunan dan tidak turut diawasi pembayaran masa/bulanannya dan tidak diterbitkan STP atas sanksi administrasi karena tidak menyampaikan SPT.
(Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-89/PJ/2009 yang ditetapkan tanggal 14 September 2009)
5. Seluruh PKP di Kawasan Bebas yang telah dikukuhkan sebelum tanggal 1 April 2009 akan dicabut pengukuhannya secara bertahap, paling lama tanggal 31 Maret 2010. Pencabutan PKP tersebut dilakukan secara jabatan dengan cara penelitian (untuk mengetahui bahwa seluruh hak dan kewajiban PKP telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan). Dan PKP di Kawasan Bebas tidak diperkenankan lagi melaporkan SPT Masa PPN untuk Masa Pajak Mei 2009 dan seterusnya.
Khusus bagi PKP yang mempunyai tempat kegiatan usaha/tempat PPN terutang di luar Kawasan Bebas yang telah mendapat ijin pemusatan tempat PPN terutang di Kawasan Bebas SPT Masa PPN dapat disampaikan sampai dengan Masa Pajak Oktober 2009. Dan dalam rangka menjamin kepastian hukum dan keadilan, sanksi administrasi tidak perlu diterbitkan STP.
(Peraturan Dirjen Pajak No.PER-50/PJ./2009 Jo Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-88/PJ/2009)
6. Wajib Pajak yang tidak setuju dengan Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan, seperti : SKPKB, kecuali SKPKB yang diterbitkan berdasarkan Pasal 13A UU KUP (SKPKB yang diterbitkan akibat WP yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT yang isinya tidak benar/lengkap dan menimbulkan kerugian negara yang dilakukan pertama kalinya); SKPKBT; SKPN; SKPLB; dan pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan; dapat mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak.
Syaratnya melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui WP dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan. (Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-49/PJ./2009 tanggal 7 September 2009 Jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-87/PJ/2009 tanggal 7 September 2009.)
Jakarta - 1. Restitusi merupakan hak Wajib Pajak. Banyak kondisi kenapa restitusi terjadi. Salah satunya adalah atas pajak yang telah dibayar atas pembelian Barang Kena Pajak yang dibawa ke luar Daerah Pabean oleh orang pribadi pemegang paspor luar negeri. Bagi WNA yang berbelanja di Toko Retail, akan mendapat Faktur Pajak Khusus yang berfungsi sebagai surat permohonan pengembalian PPN yang nanti dapat dicairkan melalui Unit Pelaksana Restitusi PPN di Bandar Udara. Syaratnya nilai restitusi PPNnya minimal Rp.500rb dan pembelian tersebut dilakukan minimal 1 bulan sebelum keberangkatan. Pembayaran pengembalian PPN dilakukan secara langsung ke rekening Orang Pribadi ybs atau dibayarkan secara tunai, maksimal Rp.5 jt. (Peraturan Menteri Keuangan No. 18/ PMK.03/2011 tanggal 24 Januari 2011 Jo Peraturan Menteri Keuangan No. 76/PMK.03/2010)
2. Restitusi pajak atau kelebihan pembayaran PPh, PPN dan PPnBM akan dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah dikurangkan dengan utang pajak. Contoh SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar) Rp.10 milyar, tetapi punya utang pajak di DJP sebesar Rp. 8 milyar maka yang diterima nanti hanya sebesar Rp.2 milyar saja. Kelebihan Rp.2 milyar tersebut paling lambat diterima dalam jangka satu bulan sejak SKPLB diterbitkan. Atau dapat diperhitungkan dengan pajak yang AKAN terutang atau dengan Utang Pajak atas nama Wajib Pajak lain. (Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.03/2011 tanggal 24 Januari 2011)
3. Bagaimana jika SKPLB anda terlambat diterbitkan? Seharusnya SKPLB diterbitkan oleh DJP paling lambat 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, jika tidak maka permohonan restitusi WP dianggap diterima dan SKPLB diterbitkan dalam jangka waktu 1 bulan setelah jangka waktu berakhir. Jika setelah itupun, SKPLB masih belum diterbitkan juga, jangan khawatir. Karena WP berhak menikmati imbalan bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, yang dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 bulan penerbitan SKPLB, sampai dengan diterbitkannya SKPLB. Peraturan Menteri Keuangan No. 12/PMK.03/2011 tanggal 19 januari 2011)
4. Restitusi PBB dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan atau penelitian terhadap permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PBB dari Wajib Pajak. Dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan, Kepala KPP Pratama tempat Objek Pajak terdaftar, akan menerbitkan: SKKP (Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran) PBB apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata lebih besar dari jumlah PBB terutang; SPb apabila jumlah PBB yang dibayar sama dengan jumlah PBB terutang; atau SKP PBB apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah PBB terutang. Tetapi jika setelah 12 bulan tidak memberikan keputusan, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan dan SKKP PBB diterbitkan paling lama 1 bulan setelah jangka waktu tersebut berakhir. (Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.03/2011 tanggal 24 Januari 2011)
5. Perusahaan yang menjual hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku yang rusak, yang bahan bakunya berasal dari impor kemudian dijual ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL), maka perusahaan tersebut berkewajiban tidak hanya membayar PPN dan PPnBM yang semula tidak dipungut dengan dasar pengenaan pajak sebesar harga jual. Tetapi juga wajib memungut PPN dan PPnBM dari penjualan barang tersebut. (Peraturan Menteri Keuangan No. 15/PMK.011/2011 tanggal 24 Januari 2011)
6. Hati-hati, SPT yang disampaikan dalam bentuk kertas (hardcopy) oleh PKP yang wajib menyampaikan SPT dalam bentuk media elektronik (e-SPT) sesuai peraturan perundangan-undangan perpajakan, maka SPTnya dianggap tidak lengkap. (Peraturan Dirjen Pajak No.PER-2/PJ./2011 tanggal 11 Januari 2011)
7. Kabar baik bagi para importir film. Ada 2 syarat agar pembelian film impor tidak termasuk pembayaran royalti, sehingga tidak terutang PPh Pasal 26. Yaitu: Apabila atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan pembelian film impor : 1. seluruh hak cipta (termasuk hak edar di negara lain) telah berpindah tanpa persyaratan tertentu, termasuk tanpa ada kewajiban pembayaran kompensasi di kemudian hari; atau 2. diberikan hak menggunakan hak cipta tanpa hak untuk mengumumkan dan atau memperbanyak ciptaannya, maka atas penghasilan yang dibayar ke luar negeri tersebut tidak termasuk dalam pengertian royalti yang akan dipotong PPh Pasal 26. (Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-3/PJ/2011 tanggal 10 Januari 2011)
8. PINTAR itu mampu menghimpun seluruh sistem informasi dan data terkait dengan wajib pajak baik badan maupun perorangan secara nasional sekaligus menganalisis kepatuhan wajib pajak; PINTAR itu menciptakan transparansi administrasi perpajakan, termasuk koneksi dengan sistem administrasi lembaga lain seperti Bea dan Cukai. Dan menurunkan risiko penggelapan pajak karena terjaminnya transparansi. PINTAR itu Project for Indonesian Tax Administration System merupakan suatu program penyempurnaan sistem administrasi perpajakan yang dilaksanakan guna mendukung reformasi DJP sehingga memaksimalkan efisiensi sumber daya dan meningkatkan kinerja pegawai. DJP pun membentuk kelompok kerja untuk menggunakannya, yang efektif per tanggal 1 Januari 2011. (Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-7/PJ./2011 tanggal 11 Jauari 2011)
9. DJP tidak superpower lagi, kewenangannya mulai di bagi-bagi, seperti merumuskan kebijakan perpajakan, yang biasanya dilakukan oleh Direktorat Peraturan Perpajakan di DJP kini harus melibatkan juga Badan Kebijakan Fiskal dari DEPKEU. Untuk bersama-sama merumuskan rekomendasi kebijakan perpajakan yang berdampak terhadap penerimaan Negara. (Keputusan Menteri Keuangan No.9/KMK.01/2010 tanggal 10 Januari 2011)
10. Bagi oknum pejabat pajak yang telah menyalahgunakan kewenangannya akan dikenakan sanksi indisiplioner. KISDA sebagai unit pengawasan internal, setelah menerima laporan pelanggaran disiplin akan melakukan investigasi dan memberikan pertimbangan hukum kepada pebajat ybs. Jadi jangan ragu-ragu untuk melaporkan petugas pajak yang telah melakukan pemerasan, menerima pembayaran atau melakukan sesuatu untuk keuntungan diri sendiri secara melawan hukum, kepada KISDA. (Keputusan Menteri Keuangan No.10/KMK.03/2011 tanggal 10 Januari 2011).
Susno Belum Dieksekusi Menunggu Putusan Tetap
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal, Komjen Pol Susno Duadji, belum akan dieksekusi pasca vonis tiga tahun enam bulan kurungan karena belum ada putusan tetap dari Mahkamah Agung.
"Eksekusi belum dilakukan karena yang bersangkutan banding. Dan putusan (Pengadilan Negeri Jakarta Selatan) belum memiliki kekuatan hukum tetap," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan, M Yusuf, kepada ANTARA, di Jakarta, Kamis.
Seperti diketahui, Susno Duadji divonis tiga tahun enam bulan kurungan setelah majelis menyatakan terdakwa secara sah melakukan tindak pidana korupsi, kemudian Susno menyatakan akan melakukan upaya banding.
Susno Duadji sendiri sejak 17 Maret 2011, sudah tidak ditahan lagi karena habisnya masa perpanjangan penahanan terhadap dirinya.
Sementara itu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Susno Duadji Melanggar Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001.
Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
Majelis berpendapat bahwa tuduhan terhadap Susno menerima dana Rp500 juta untuk penanganan PT SAL, berdasarkan keterangan saksi Sjahril Djohan dan Syamsu Rizal.
Hingga, pembelaan dari kuasa hukumnya, patut ditolak.
Majelis juga menilai terkait dana pengamanan Pilkada Jabar, tidak mungkin pimpinan tidak mengetahui adanya pemotongan.
Karena, saat itu Susno Duadji tengah menjabat sebagai Kapolda Jabar.
Majelis hakim menyebutkan yang meringankan terdakwa, yakni sudah mengabdi sebagai anggota Polri selama 30 tahun.
"Dan di bawah perlindungan LPSK sebagai whistle blower," katanya. (R021/K004)
"Eksekusi belum dilakukan karena yang bersangkutan banding. Dan putusan (Pengadilan Negeri Jakarta Selatan) belum memiliki kekuatan hukum tetap," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan, M Yusuf, kepada ANTARA, di Jakarta, Kamis.
Seperti diketahui, Susno Duadji divonis tiga tahun enam bulan kurungan setelah majelis menyatakan terdakwa secara sah melakukan tindak pidana korupsi, kemudian Susno menyatakan akan melakukan upaya banding.
Susno Duadji sendiri sejak 17 Maret 2011, sudah tidak ditahan lagi karena habisnya masa perpanjangan penahanan terhadap dirinya.
Sementara itu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Susno Duadji Melanggar Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001.
Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
Majelis berpendapat bahwa tuduhan terhadap Susno menerima dana Rp500 juta untuk penanganan PT SAL, berdasarkan keterangan saksi Sjahril Djohan dan Syamsu Rizal.
Hingga, pembelaan dari kuasa hukumnya, patut ditolak.
Majelis juga menilai terkait dana pengamanan Pilkada Jabar, tidak mungkin pimpinan tidak mengetahui adanya pemotongan.
Karena, saat itu Susno Duadji tengah menjabat sebagai Kapolda Jabar.
Majelis hakim menyebutkan yang meringankan terdakwa, yakni sudah mengabdi sebagai anggota Polri selama 30 tahun.
"Dan di bawah perlindungan LPSK sebagai whistle blower," katanya. (R021/K004)
Pengadilan Vonis Karyawan Century Tiga Tahun Penjara
Jakarta (ANTARA News) - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis penjara selama tiga tahun, denda Rp5 miliar, kepada dua karyawan Bank Century, Arga Tirta Kirana dan Linda Wangsadinata, yang dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana perbankan.
"Terdakwa satu, dan dua dengan pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp5 miliar bila tidak dibayarkan diganti hukuman penjara selama dua bulan," kata ketua majelis hakim Nirwana, saat membacakan putusan di Jakarta, Kamis.
Majelis menyatakan telah mempertimbangkan hal yang memberatkan, karena perbuatannya telah merugikan nasabah Bank Century, dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi perbankan.
Sementara yang meringankan, karena kedua terdakwa. Pernah divonis sebelumnya, dan berlaku sopan dan kooperatif selama persidangan.
Arga, karyawan bagian hukum Bank Century, dan Linda, Kepala Cabang Senayan Bank Century, oleh Majelis Hakim dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan jaksa dalam dakwaan primer .
Diketahui apa yang menjadi dakwaan primer tersebut adalah, Pasal 49 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP tentang pemalsuan dokumen.
"Hal itu tidak terbukti hingga dakwaan primer harus dikesampingkan," ujar Hakim Anggota Yulman.
Namun Arga dinyatakan terbukti melanggar dakwaan subsider jaksa, yaitu Pasal 49 Ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
"Terdakwa satu dan dua telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tidak melaksanakan langkah yang diperlukan ketaatan bank dalam peraturan perundang-undangan," ujar Yulman.
Dalam perkara saat itu Arga dan Linda didakwa jaksa telah melanggar Pasal 49 ayat (1) UU No 10 /1998 tentang Perbankan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 264 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1, dan Pasal 263 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.
Arga bersama-sama Kepala Cabang Senayan Bank Century, Linda Wangsadinata, dinilai Jaksa telah melanggar prinsip kehati-hatian Perbankan sehingga mengucur kredit bermasalah.
Pasalnya, terbukti memberikan kredit yang tak bisa dipertanggungjawabkan dengan nilai total Rp360 miliar kepada PT Canting Mas Persada, PT Wibowo Wadah Rejeki, PT Accent Investmen Indonesia dan PT Signature Capital Indonesia.
Terhadap putusan ini, Linda dan Arga, menyatakan akan mengajukan banding.
"Sidang ini bukti masih jauh dari ketidakadilan, maka kami akan menyatakan banding," ujar Kuasa Hukum Arga dan Linda, Humphrey Djemat, usai sidang.
Sementara JPU Teguh Suhendro mengingatkan upaya hukum yang dilakukan terdakwa bisa-bisa lebih memberatkan.
"Nanti bisa naik jadi lima tahun (lama hukuman penjara)," kata jaksa Teguh.(*)
(T.J008/R010)
"Terdakwa satu, dan dua dengan pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp5 miliar bila tidak dibayarkan diganti hukuman penjara selama dua bulan," kata ketua majelis hakim Nirwana, saat membacakan putusan di Jakarta, Kamis.
Majelis menyatakan telah mempertimbangkan hal yang memberatkan, karena perbuatannya telah merugikan nasabah Bank Century, dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi perbankan.
Sementara yang meringankan, karena kedua terdakwa. Pernah divonis sebelumnya, dan berlaku sopan dan kooperatif selama persidangan.
Arga, karyawan bagian hukum Bank Century, dan Linda, Kepala Cabang Senayan Bank Century, oleh Majelis Hakim dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan jaksa dalam dakwaan primer .
Diketahui apa yang menjadi dakwaan primer tersebut adalah, Pasal 49 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP tentang pemalsuan dokumen.
"Hal itu tidak terbukti hingga dakwaan primer harus dikesampingkan," ujar Hakim Anggota Yulman.
Namun Arga dinyatakan terbukti melanggar dakwaan subsider jaksa, yaitu Pasal 49 Ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
"Terdakwa satu dan dua telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tidak melaksanakan langkah yang diperlukan ketaatan bank dalam peraturan perundang-undangan," ujar Yulman.
Dalam perkara saat itu Arga dan Linda didakwa jaksa telah melanggar Pasal 49 ayat (1) UU No 10 /1998 tentang Perbankan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 264 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1, dan Pasal 263 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.
Arga bersama-sama Kepala Cabang Senayan Bank Century, Linda Wangsadinata, dinilai Jaksa telah melanggar prinsip kehati-hatian Perbankan sehingga mengucur kredit bermasalah.
Pasalnya, terbukti memberikan kredit yang tak bisa dipertanggungjawabkan dengan nilai total Rp360 miliar kepada PT Canting Mas Persada, PT Wibowo Wadah Rejeki, PT Accent Investmen Indonesia dan PT Signature Capital Indonesia.
Terhadap putusan ini, Linda dan Arga, menyatakan akan mengajukan banding.
"Sidang ini bukti masih jauh dari ketidakadilan, maka kami akan menyatakan banding," ujar Kuasa Hukum Arga dan Linda, Humphrey Djemat, usai sidang.
Sementara JPU Teguh Suhendro mengingatkan upaya hukum yang dilakukan terdakwa bisa-bisa lebih memberatkan.
"Nanti bisa naik jadi lima tahun (lama hukuman penjara)," kata jaksa Teguh.(*)
(T.J008/R010)
Kamis, 24 Maret 2011
Susno Duadji Ajukan Banding
akarta, 24/3 (ANTARA) - Mantan Kabareskrim Mabel Polrii, Komjen Pol Susno Duadji, langsung menyatakan banding usai divonis tiga tahun dan enam bulan penjara, serta denda Rp200 juta atau subsider enam bulan kurungan karena secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
"Saya akan mengajukan banding," kata mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara RI (Kabareskrim Mabes Polri) itu. di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis malam.
Sementara itu, ketua majelis hakim perkara Susno Duadji, Kharis Mardiyanto, dalam pembacaan putusan mengemukakan: "Mengadili, menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan penjara tiga tahun enam bulan."
Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum dengan tujuh tahun kurungan dan denda Rp500 juta atau subsider enam bulan kurungan.
Susno menjadi terdakwa dalam dugaan menerima dana sebesar Rp500 juta dalam penanganan kasus PT Salma Arowana Lestari (SAL).
Serta menjadi terdakwa dalam dugaan penggelapan dana pemilihan umum kepala daerah (pilkada) Jawa Barat 2008.
Majelis hakim menyatakan terdakwa harus membayar uang pengganti Rp4 miliar dan jika tidak dibayarkan selama satu bulan harus diganti dengan hartanya.
Susno Duadji Melanggar Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001.
Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
Majelis berpendapat bahwa tuduhan terhadap Susno menerima dana Rp500 juta untuk penanganan PT SAL, berdasarkan keterangan saksi Sjahril Djohan dan Syamsu Rizal, sehingga pembelaan dari kuasa hukum Susno patut ditolak.
Majelis juga menilai, terkait dana pengamanan Pilkada Jabar, tidak mungkin pimpinan tidak mengetahui adanya pemotongan.
Karena, saat itu Susno Duadji tengah menjabat sebagai Kapolda Jabar.
Majelis hakim menyebutkan yang meringankan terdakwa, yakni sudah mengabdi sebagai anggota Polri selama 30 tahun.
"Dan, di bawah perlindungan LPSK sebagai whistle blower," katanya.
Sebelumnya, penuntut umum menyatakan untuk kasus Pilkada Jawa Barat, perbuatan terdakwa melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.
"Terdakwa telah melakukan pemotongan anggaran dana pengamanan Pilkada Gubernur Jabar tahun 2008 yang berasal dari dana hibah Pemprov Jabar sebesar Rp8 ,1 miliar," katanya.
Perkara tersebut bermula saat Susno menjabat sebagai Kapolda Jabar, mengajukan pengajuan dana untuk pengamanan sebesar Rp27 miliar kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Dari dana Rp8 miliar itu, terdakwa mendapatkan uang sebesar Rp4 miliar yang sisanya dibagi-bagikan.
(T.R021/M011)
"Saya akan mengajukan banding," kata mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Negara RI (Kabareskrim Mabes Polri) itu. di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis malam.
Sementara itu, ketua majelis hakim perkara Susno Duadji, Kharis Mardiyanto, dalam pembacaan putusan mengemukakan: "Mengadili, menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan penjara tiga tahun enam bulan."
Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum dengan tujuh tahun kurungan dan denda Rp500 juta atau subsider enam bulan kurungan.
Susno menjadi terdakwa dalam dugaan menerima dana sebesar Rp500 juta dalam penanganan kasus PT Salma Arowana Lestari (SAL).
Serta menjadi terdakwa dalam dugaan penggelapan dana pemilihan umum kepala daerah (pilkada) Jawa Barat 2008.
Majelis hakim menyatakan terdakwa harus membayar uang pengganti Rp4 miliar dan jika tidak dibayarkan selama satu bulan harus diganti dengan hartanya.
Susno Duadji Melanggar Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001.
Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
Majelis berpendapat bahwa tuduhan terhadap Susno menerima dana Rp500 juta untuk penanganan PT SAL, berdasarkan keterangan saksi Sjahril Djohan dan Syamsu Rizal, sehingga pembelaan dari kuasa hukum Susno patut ditolak.
Majelis juga menilai, terkait dana pengamanan Pilkada Jabar, tidak mungkin pimpinan tidak mengetahui adanya pemotongan.
Karena, saat itu Susno Duadji tengah menjabat sebagai Kapolda Jabar.
Majelis hakim menyebutkan yang meringankan terdakwa, yakni sudah mengabdi sebagai anggota Polri selama 30 tahun.
"Dan, di bawah perlindungan LPSK sebagai whistle blower," katanya.
Sebelumnya, penuntut umum menyatakan untuk kasus Pilkada Jawa Barat, perbuatan terdakwa melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.
"Terdakwa telah melakukan pemotongan anggaran dana pengamanan Pilkada Gubernur Jabar tahun 2008 yang berasal dari dana hibah Pemprov Jabar sebesar Rp8 ,1 miliar," katanya.
Perkara tersebut bermula saat Susno menjabat sebagai Kapolda Jabar, mengajukan pengajuan dana untuk pengamanan sebesar Rp27 miliar kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Dari dana Rp8 miliar itu, terdakwa mendapatkan uang sebesar Rp4 miliar yang sisanya dibagi-bagikan.
(T.R021/M011)
Susno Duadji Divonis 3 Tahun 6 Bulan Penjara
Susno juga diperintahkan membayar denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
VIVAnews - Setelah sidang berkali-kali, dalam enam bulan belakangan, hari ini, Kamis 24 Maret 2011, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis tiga tahun enam bulan penjara kepada mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Susno Duadji.
"Terdakwa terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama. Memutuskan terdakwa harus membayar denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan," ujar Ketua Majelis Hakim Charis Mardiyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis malam.
Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan jaksa. Dalam tuntutannya, jaksa meminta hakim menghukum Susno tujuh tahun penjara dan denda Rp500 juta. Jaksa menjerat Susno dengan dua tindak pidana korupsi. Pertama, menerima suap dalam kasus PT Salmah Arwana Lestari sebesar Rp500 juta dari Sjahril Djohan.
"Uang ini dimasukkan dalam kantong cokelat. Patut diduga pemberian uang itu berkaitan dengan kewenangan terdakwa untuk mempercepat penanganan perkara arwana," jelas jaksa dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Charis Mardiyanto, Senin 14 Februari lalu.
Susno juga diduga memperkaya diri sendiri dengan memotong anggaran hibah Pilkada Jawa Barat saat menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat. "Terdakwa memberikan laporan bahwa dana yang terpakai adalah Rp27 miliar dan tersisa Rp 2 juta," kata Jaksa lagi.
Satuan Kerja Polda Jawa Barat hanya menerima anggaran Rp19 miliar. Sedang sejumlah Rp 8 miliar dipotong oleh Susno. "Patut diduga karena unsur jabatan, terdakwa terbukti dan secara meyakinkan memperkaya diri sendiri."
Susno Duadji membantah semua keterangan Sjahril Djohan dan tuduhan jaksa. Semua keterangan Sjharil itu, katanya, " Membuat kita mati ketawa." Sjahril, kata Susno, mengaku datang ke rumahnya tanggal 4 Desember 2008. Padahal, lanjutnya, dia tidak pernah menerima Sjahril pada hari itu.
Susno juga membantah keras memotong dana hibah pengamanan Pilkada Jawa Barat. Soal dana Pilkada Jawa Barat ini, kata pengacar Susno, adalah kasus siluman, yang sengaja disusupkan belakangan, karena tuduhan dalam kasus Arwana itu tidak terbukti.
VIVAnews - Setelah sidang berkali-kali, dalam enam bulan belakangan, hari ini, Kamis 24 Maret 2011, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis tiga tahun enam bulan penjara kepada mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Susno Duadji.
"Terdakwa terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama. Memutuskan terdakwa harus membayar denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan," ujar Ketua Majelis Hakim Charis Mardiyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis malam.
Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan jaksa. Dalam tuntutannya, jaksa meminta hakim menghukum Susno tujuh tahun penjara dan denda Rp500 juta. Jaksa menjerat Susno dengan dua tindak pidana korupsi. Pertama, menerima suap dalam kasus PT Salmah Arwana Lestari sebesar Rp500 juta dari Sjahril Djohan.
"Uang ini dimasukkan dalam kantong cokelat. Patut diduga pemberian uang itu berkaitan dengan kewenangan terdakwa untuk mempercepat penanganan perkara arwana," jelas jaksa dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Charis Mardiyanto, Senin 14 Februari lalu.
Susno juga diduga memperkaya diri sendiri dengan memotong anggaran hibah Pilkada Jawa Barat saat menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat. "Terdakwa memberikan laporan bahwa dana yang terpakai adalah Rp27 miliar dan tersisa Rp 2 juta," kata Jaksa lagi.
Satuan Kerja Polda Jawa Barat hanya menerima anggaran Rp19 miliar. Sedang sejumlah Rp 8 miliar dipotong oleh Susno. "Patut diduga karena unsur jabatan, terdakwa terbukti dan secara meyakinkan memperkaya diri sendiri."
Susno Duadji membantah semua keterangan Sjahril Djohan dan tuduhan jaksa. Semua keterangan Sjharil itu, katanya, " Membuat kita mati ketawa." Sjahril, kata Susno, mengaku datang ke rumahnya tanggal 4 Desember 2008. Padahal, lanjutnya, dia tidak pernah menerima Sjahril pada hari itu.
Susno juga membantah keras memotong dana hibah pengamanan Pilkada Jawa Barat. Soal dana Pilkada Jawa Barat ini, kata pengacar Susno, adalah kasus siluman, yang sengaja disusupkan belakangan, karena tuduhan dalam kasus Arwana itu tidak terbukti.
Rabu, 16 Maret 2011
Enam Mantan Anggota DPRD Divonis Satu Tahun
Temanggung (ANTARA News) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Temanggung, Rabu, memvonis hukuman satu tahun hingga satu tahun dua bulan kepada enam mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah periode 2004-2009.
Mereka yang divonis dalam persidangan perkara korupsi dana bantuan pendidikan putra-putri anggota DPRD Kabupaten Temanggung periode 2004-2009 itu yakni Didik Syamsudin, Fuad Riyadi, Sugiyanto, Edi Purwoko, Tri Winarsih, dan R. Subagyo.
Majelis hakim dalam persidangan tersebut menyatakan bahwa para terdakwa terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan telah melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tindak pidana korupsi yang mereka lakukan dengan menerima uang pendidikan putra putri anggota DPRD 2004 dengan total Rp 1,7 miliar dari Bupati Temanggung Totok Ary Prabowo.
Setiap anggota menerima Rp40 juta, dengan keseluruhan anggota yang menerima 43 anggota. Hasil penghitungan BPK Perwakilan Jawa Tengah 2006, uang yang diterima itu telah merugikan negara.
Sidang yang terbagi dalam dua majelis tersebut dimulai sekitar pukul 11.00 WIB dan berakhir pada Rabu petang.
Majelis Hakim pertama yang dipimpin Dwi Dayanto menjatuhkan vonis satu tahun penjara terhadap Fuad Riyadi dan Didik Syamsudin, kedua terdakwa juga didenda Rp50 juta subsider satu bulan penjara. Fuad Riyadi juga harus mengembalikan uang pengganti Rp37 juta.
Pada sidang ketiga dengan perkara yang sama majelis hakim menjatuhkan vonis satu tahun dua bulan kepada Sugiyanto dan denda Rp50 juta subsider satu bulan penjara dan uang pengganti Rp40 juta.
Sidang keempat hingga keenam dengan majelis hakim yang dipimpin Agus Setiawan menjatuhkan vonis R. Subagyo satu tahun satu bulan dan uang pengganti Rp39 juta.
Edi Purwoko divonis satu tahun penjara dan uang pengganti Rp37,5 juta, dan Tri Winarsih divonis satu tahun dua bulan dan uang pengganti Rp39 juta.
Selain itu ketiga terdakwa juga didenda Rp50 juta subsider satu bulan penjara.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum.
JPU Siti Mahanim sebelumnya menuntut Didik Syamsudin satu tahun enam bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan. Fuad Riyanto dituntut satu tahun enam bulan penjara.
Sugiyanto semula dituntut dua tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan penjara serta uang pengganti Rp40 juta subsider enam bulan kurungan.
Dua terdakwa yakni Subagyo dan Tri Winarsih menyatakan menerima atas putusan majelis hakim, sedangkan empat terdakwa lain setelah berkonsultasi dengan penasihat hukumnya Dwi Supriyanto menyatakan pikir-pikir terhadap putusan tersebut.(*)
(U.H018/M029)
Mereka yang divonis dalam persidangan perkara korupsi dana bantuan pendidikan putra-putri anggota DPRD Kabupaten Temanggung periode 2004-2009 itu yakni Didik Syamsudin, Fuad Riyadi, Sugiyanto, Edi Purwoko, Tri Winarsih, dan R. Subagyo.
Majelis hakim dalam persidangan tersebut menyatakan bahwa para terdakwa terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan telah melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Tindak pidana korupsi yang mereka lakukan dengan menerima uang pendidikan putra putri anggota DPRD 2004 dengan total Rp 1,7 miliar dari Bupati Temanggung Totok Ary Prabowo.
Setiap anggota menerima Rp40 juta, dengan keseluruhan anggota yang menerima 43 anggota. Hasil penghitungan BPK Perwakilan Jawa Tengah 2006, uang yang diterima itu telah merugikan negara.
Sidang yang terbagi dalam dua majelis tersebut dimulai sekitar pukul 11.00 WIB dan berakhir pada Rabu petang.
Majelis Hakim pertama yang dipimpin Dwi Dayanto menjatuhkan vonis satu tahun penjara terhadap Fuad Riyadi dan Didik Syamsudin, kedua terdakwa juga didenda Rp50 juta subsider satu bulan penjara. Fuad Riyadi juga harus mengembalikan uang pengganti Rp37 juta.
Pada sidang ketiga dengan perkara yang sama majelis hakim menjatuhkan vonis satu tahun dua bulan kepada Sugiyanto dan denda Rp50 juta subsider satu bulan penjara dan uang pengganti Rp40 juta.
Sidang keempat hingga keenam dengan majelis hakim yang dipimpin Agus Setiawan menjatuhkan vonis R. Subagyo satu tahun satu bulan dan uang pengganti Rp39 juta.
Edi Purwoko divonis satu tahun penjara dan uang pengganti Rp37,5 juta, dan Tri Winarsih divonis satu tahun dua bulan dan uang pengganti Rp39 juta.
Selain itu ketiga terdakwa juga didenda Rp50 juta subsider satu bulan penjara.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum.
JPU Siti Mahanim sebelumnya menuntut Didik Syamsudin satu tahun enam bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan. Fuad Riyanto dituntut satu tahun enam bulan penjara.
Sugiyanto semula dituntut dua tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan penjara serta uang pengganti Rp40 juta subsider enam bulan kurungan.
Dua terdakwa yakni Subagyo dan Tri Winarsih menyatakan menerima atas putusan majelis hakim, sedangkan empat terdakwa lain setelah berkonsultasi dengan penasihat hukumnya Dwi Supriyanto menyatakan pikir-pikir terhadap putusan tersebut.(*)
(U.H018/M029)
Kembalikan Uang Negara, Tujuh Tersangka Korupsi Kemdag Tidak Ditahan
Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menyatakan tujuh tersangka dugaan korupsi pada pengelolaan biaya perjalanan dinas ke luar negeri di Kementerian Perdagangan untuk tahun anggaran 2007, 2008, dan 2009, tidak ditahan.
Mereka tidak ditahan karena mengembalikan kerugian negara sebesar Rp6,5 miliar dari angka keseluruhan Rp7 miliar, kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Jasman M Pandjaitan yang didampingi Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Noor Rachmad di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, ketujuh tersangka itu memiliki itikad baik hingga tidak perlu ditahan.
"Tersangka beritikad baik untuk mengembalikan kerugian negara, meski tidak akan menghapus tindak pidananya," katanya.
Ketujuh tersangka itu adalah mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Sekretariat Jenderal KPI, Ita Megasari Dachlan, Bendahara Kasubag Tata Usaha (TU) Direktorat Perundingan Jasa pada Direktorat Jenderal (Ditjen) KPI, Watono, dan PPK Mantan Kabag Ditjen KPI Maman Suarman AR.
Chrisnawan Triwahyuardinto (Pejabat Pembuat Komitmen pada Sesditjen Kerjasama Perdagangan Internasional Kemdag RI) dan Diding Sudirman (Bendahara Pengeluaran Sesditjen Kerja Sama Perdagangan Kemdag RI).
Ia mengatakan, pengembalian uang ini merupakan deposit karena belum ada putusan hakim mengenai besaran keuangan negara yang harus dikembalikan oleh terdakwa.
"Pada Selasa (15/3), semula mereka sudah datang untuk mengembalikan uang sebesar Rp3 miliar, tapi kami tolak karena kerugian negara Rp7 miliar," katanya.
Menurut dia, modus korupsi biaya perjalanan itu dengan menggelembungkan harga tiket ke luar negeri, seperti seharusnya harga tiket seribu dolar AS namun dinaikkan menjadi antara 3 ribu sampai 4 ribu dolar AS.
Dugaan korupsi itu terjadi di Direktorat Kerja Sama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan RI.
Penetapan tersangka itu setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 10 saksi dari lingkungan Ditjen KPI dan dokumen Surat Pengelolaan Perjalanan Dinas (SPPD) dan diperoleh fakta hukum telah terjadi pengeluaran uang untuk kegiatan perjalanan dinas keluar negeri pada Ditjen KPI untuk tahun anggaran 2007, 2008, dan 2009.
Para tersangka itu telah melakukan tindakan persetujuan bayar yang bertentangan dengan Surat Menteri Keuangan RI No.S-344/PK.03/1992 tanggal 3 April 1992 tentang penyesuaian satuan biaya uang harian perjalanan dinas keluar negeri.
Hal ini berarti terjadi penggelembungan uang perjalanan dinas yang tidak sesuai dengan harga riil uang perjalanan tersebut. (R021/N002/K004)
Mereka tidak ditahan karena mengembalikan kerugian negara sebesar Rp6,5 miliar dari angka keseluruhan Rp7 miliar, kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Jasman M Pandjaitan yang didampingi Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Noor Rachmad di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, ketujuh tersangka itu memiliki itikad baik hingga tidak perlu ditahan.
"Tersangka beritikad baik untuk mengembalikan kerugian negara, meski tidak akan menghapus tindak pidananya," katanya.
Ketujuh tersangka itu adalah mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Sekretariat Jenderal KPI, Ita Megasari Dachlan, Bendahara Kasubag Tata Usaha (TU) Direktorat Perundingan Jasa pada Direktorat Jenderal (Ditjen) KPI, Watono, dan PPK Mantan Kabag Ditjen KPI Maman Suarman AR.
Chrisnawan Triwahyuardinto (Pejabat Pembuat Komitmen pada Sesditjen Kerjasama Perdagangan Internasional Kemdag RI) dan Diding Sudirman (Bendahara Pengeluaran Sesditjen Kerja Sama Perdagangan Kemdag RI).
Ia mengatakan, pengembalian uang ini merupakan deposit karena belum ada putusan hakim mengenai besaran keuangan negara yang harus dikembalikan oleh terdakwa.
"Pada Selasa (15/3), semula mereka sudah datang untuk mengembalikan uang sebesar Rp3 miliar, tapi kami tolak karena kerugian negara Rp7 miliar," katanya.
Menurut dia, modus korupsi biaya perjalanan itu dengan menggelembungkan harga tiket ke luar negeri, seperti seharusnya harga tiket seribu dolar AS namun dinaikkan menjadi antara 3 ribu sampai 4 ribu dolar AS.
Dugaan korupsi itu terjadi di Direktorat Kerja Sama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan RI.
Penetapan tersangka itu setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 10 saksi dari lingkungan Ditjen KPI dan dokumen Surat Pengelolaan Perjalanan Dinas (SPPD) dan diperoleh fakta hukum telah terjadi pengeluaran uang untuk kegiatan perjalanan dinas keluar negeri pada Ditjen KPI untuk tahun anggaran 2007, 2008, dan 2009.
Para tersangka itu telah melakukan tindakan persetujuan bayar yang bertentangan dengan Surat Menteri Keuangan RI No.S-344/PK.03/1992 tanggal 3 April 1992 tentang penyesuaian satuan biaya uang harian perjalanan dinas keluar negeri.
Hal ini berarti terjadi penggelembungan uang perjalanan dinas yang tidak sesuai dengan harga riil uang perjalanan tersebut. (R021/N002/K004)
Judi Bola Masuk Kategori Korupsi
Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, M Amari, menyatakan dimasukannya pengaturan skor bola dalam RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), diharapkan bisa memperbaiki kondisi persepakbolaan di tanah air.
"Kita harapkan bisa memperbaiki sepakbola Indonesia. Jadi bila ada orang yang melakukan pengaturan skor seperti itu, bisa dilaporkan. Itu bisa dikenai kasus korupsi," katanya, di Jakarta, Selasa.
Ia menambahkan, dimasukkannya judi bola dalam RUU itu, berdasarkan konvensi PBB. "Ada penambahan segi hukum dan wilayah yurisdiksi bahwa suap semua judi bola, termasuk korupsi," katanya.
Dikatakannya, dalam undang-undang lama, judi bola yang dilakukan pihak swasta, bukan termasuk korupsi.
Ia menyebutkan, nantinya di dalam RUU itu, bahwa pihak swasta yang terlibat pengaturan skor juga bisa dikenakan korupsi.
"Suap di swasta itu seperti pengaturan skor, yang dihubungi biasanya kaptennya. Lalu kedua kapten kesebelasan diberi uang untuk merealisasikan sesuai pesanan," katanya.
Ia mengatakan, usulan tersebut, berasal dari pemerintah. "Sekarang RUU itu, sudah di sekretaris negara dan tidak lama lagi akan dilimpahkan ke DPR," katanya.
Saat ditanya dikeluarkannya RUU itu terkait dengan kisruh PSSI, ia membantahnya hal itu tidak ada hubungan dengan kisruh di PSSI.(*)
(T.R021/I007)
"Kita harapkan bisa memperbaiki sepakbola Indonesia. Jadi bila ada orang yang melakukan pengaturan skor seperti itu, bisa dilaporkan. Itu bisa dikenai kasus korupsi," katanya, di Jakarta, Selasa.
Ia menambahkan, dimasukkannya judi bola dalam RUU itu, berdasarkan konvensi PBB. "Ada penambahan segi hukum dan wilayah yurisdiksi bahwa suap semua judi bola, termasuk korupsi," katanya.
Dikatakannya, dalam undang-undang lama, judi bola yang dilakukan pihak swasta, bukan termasuk korupsi.
Ia menyebutkan, nantinya di dalam RUU itu, bahwa pihak swasta yang terlibat pengaturan skor juga bisa dikenakan korupsi.
"Suap di swasta itu seperti pengaturan skor, yang dihubungi biasanya kaptennya. Lalu kedua kapten kesebelasan diberi uang untuk merealisasikan sesuai pesanan," katanya.
Ia mengatakan, usulan tersebut, berasal dari pemerintah. "Sekarang RUU itu, sudah di sekretaris negara dan tidak lama lagi akan dilimpahkan ke DPR," katanya.
Saat ditanya dikeluarkannya RUU itu terkait dengan kisruh PSSI, ia membantahnya hal itu tidak ada hubungan dengan kisruh di PSSI.(*)
(T.R021/I007)
Senin, 14 Maret 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMBUKA KONPERENSI IACA
BOGOR, HUMAS: “Akses kepada keadilan merupakan upaya serius yang dihadapi banyak negara di dunia, tidak terkecuali pada negara di kawasan Asia Pasifik. Akses kepada keadilan merupakana bagian dari hak asasi manusia, sebagaimana diatur dalam deklarasi universal hak asasi manusia. Dalam derajat yang berbeda-beda maka masalah akses terhadap keadilan akan selalu menyertai kehidupan bernegara, yang merupakan refleksi dari perkembangan situasi ekonomi, sosial, politik dan budaya suatu negara. Selain itu masalah akses terhadap keadilan merupakan masalah yang dinamis (selalu berkembang). Di sinilah penting dan relevansinya aspek akses pada keadilan dibahas dalam konperensi IACA kali ini” Ungkap Harifin A Tumpa, Ketua Mahkamah Agung Indonesia pada pembukaan Konperensi Regional Pertama IACA di Istana Kepresidenan Bogor pada hari ini.
“Forum ini merupakan salah satu sarana untuk berdialog dan memperoleh masukan yang saya maksudkan tersebut. Namun saya pikir tidak cukup berhenti di situ, pengadilan juga harus memulai era baru dalam mengelola perubahan. Pendekatan tradisional hanya akan menempatkan pengadilan sebagai institusi “menara gading”, sangat indah dan megah tetapi jauh dari masyarakat pencari keadilan. Perlu dipertimbangkan upaya pendekatan yang lebih progressif, yang secara bertahap mulai menempatkan pengadilan sebagai institusi yang responsif terhadap perubahan dan mempertimbangkan pendekatan yang lebih inklusif dengan pemangku kepentingan” tambah ketua Mahkamah Agung RI
Pembukaan ini dihadiri oleh semua peserta, baik nasional maupun internasional, di antara mereka yaitu, Presiden IACA, Ketua Mahkamah Agung Malaysia, Ketua Mahkamah Agung Kepulauan Salomon, Ketua Mahkamah Agung Timor Leste, dan lain-lain.
Dalam sambutannya, Susilo Bambang Yudoyono , selaku Presiden Indonesia mengatakan bahwa merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan bagi Indonesia menjadi tuan rumah konperensi regional Asia Pasifik IACA pertama. Dalam usianya yang relatif muda 7 tahun, kegiatan-kegiatan IACA telah banyak memberikan manfaat bagi para anggotanya terutama upaya-upaya yang diarahkan untuk terus mencari model adminsitrasi peradilan yang kontemporer dan universal, yang semata-mata demi pemberian keadilan terhadap masyarakat, dalam arti yang seluas-luasnya.
Dan kita memastikan lembaga peradilan ini makin adil, bersih dan tidak diskriminatif. saya bersyukur MA makin memperkuat integritasnya bagi penegakan hukum. MA juga terus meningkatkan kualitas pelayanan dan meningkatkan peradilan yang kredibel. Ungkap Presiden dengan bangga.
Saya Ucapkan selamat berkonperensi dan bekerja. Ucap Presiden sebelum memukul gong, tanda konperensi IACA dengan tema “Access to Justice” telah resmi untuk dilaksanakan.
(Humas)
Jumat, 11 Maret 2011
Amnesty Internasional Minta Indonesia Hentikan Hukuman Cambuk di Malaysia
London (ANTARA News) - Amnesty Internasional yang berkedudukan di London minta Indonesia, yang mengetuai Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan komisi hak asasi manusianya tahun ini, menekan Malaysia untuk menghentikan pencambukan warganya.
Malaysia harus selekasnya menghentikan hukuman cambuk bagi pengungsi dan orang migran, ungkap Amnesty International setelah pemerintah mengungkapkan hampir 30,000 warga asing dicambuk lima tahun belakangan.
Dalam keterangan persnya yang diterima Antara London, Jumat, Amnesty Internasional menanggapi pertanyaan di parlemen 9 Maret lalu, Menteri Dalam Negeri Hishammudin Hussein menyebutkan Malaysia telah mencambuk 29,759 warga asing antara 2005 hingga 2010 untuk pelanggaran imigrasi.
Direktur Asia Pasifik di Amnesty International, Sam Zarifi, menyebutkan angka pemerintah tersebut mengkonfirmasi Malaysia menjadikan ribuan orang sebagai subjek penyiksaan dan perlakuan buruk tiap tahunnya.
"Ini adalah praktek yang sangat dilarang berdasarkan hukum internasional, terlepas apapun keadaannya," ujar Sam Zarifi.
Dikatakannya pemerintah Malaysia harus sesegera mungkin menyatakan moratorium atas praktik brutal tersebut.
Amnesty International menyerukan abolisi total atas segala bentuk hukuman pidana fisik (corporal punishment), yang merupakan bagian dari penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya.
Pada Desember 2010, Amnesty International mempublikasikan laporan investigasi mendalam atas praktek hukuman cambuk di Malaysia.
Pada tiap 57 kasus yang diperiksanya, Amnesty International menemukan pencambukan itu termasuk penyiksaan, karena pihak berwenang secara sengaja mengakibatkan rasa sakit dan penderitaan melalui hukum cambuk.
Ketika kebanyakan negara-negara menghapus hukuman cambuk, Malaysia memperluas praktiknya. Parlemen telah meningkatkan jumlah pelanggaran yang bisa dihukum dengan hukuman cambuk hingga 60.
Sejak 2002, ketika Parlemen mengamandemen Undang-Undang Imigrasi 1959/63 untuk membuat pelanggaran keimigrasian seperti masuk secara illegal, sebagai subjek hukuman cambuk, puluhan ribu pengungsi dan pekerja migran telah dicambuk.
Menurut Liew Chin Tong, anggota parlemen yang mengajukan pertanyaan setidaknya 60 persen dari 29,759 warga asing yang dicambuk adalah warga negara Indonesia.
Pada Maret 2010, Amnesty International mendokumentasikan bagaimana pelanggaran yang tidak terperiksa, oleh agen tenaga kerja, mengakibatkan banyak pekerja migran kehilangan status imigrasi legal sehingga menjadi subjek hukuman cambuk.
Pengungsi juga dicambuk untuk alasan pelanggaran imigrasi di Malaysia. Karena Malaysia belum juga meratifikasi Konvensi PBB tentang Pengungsi, pencari suaka kerap ditangkap dan dihukum sebagai pendatang ilegal.
Pengungsi Burma di Malaysia mengatakan pada Amnesty International bagaimana mereka hidup dalam ketakutan setelah dicambuk.
"Malaysia membuat ribuan orang dari negara-negara Asia sebagai subjek penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya," demikian Zarifi. (ZG/K004)
Malaysia harus selekasnya menghentikan hukuman cambuk bagi pengungsi dan orang migran, ungkap Amnesty International setelah pemerintah mengungkapkan hampir 30,000 warga asing dicambuk lima tahun belakangan.
Dalam keterangan persnya yang diterima Antara London, Jumat, Amnesty Internasional menanggapi pertanyaan di parlemen 9 Maret lalu, Menteri Dalam Negeri Hishammudin Hussein menyebutkan Malaysia telah mencambuk 29,759 warga asing antara 2005 hingga 2010 untuk pelanggaran imigrasi.
Direktur Asia Pasifik di Amnesty International, Sam Zarifi, menyebutkan angka pemerintah tersebut mengkonfirmasi Malaysia menjadikan ribuan orang sebagai subjek penyiksaan dan perlakuan buruk tiap tahunnya.
"Ini adalah praktek yang sangat dilarang berdasarkan hukum internasional, terlepas apapun keadaannya," ujar Sam Zarifi.
Dikatakannya pemerintah Malaysia harus sesegera mungkin menyatakan moratorium atas praktik brutal tersebut.
Amnesty International menyerukan abolisi total atas segala bentuk hukuman pidana fisik (corporal punishment), yang merupakan bagian dari penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya.
Pada Desember 2010, Amnesty International mempublikasikan laporan investigasi mendalam atas praktek hukuman cambuk di Malaysia.
Pada tiap 57 kasus yang diperiksanya, Amnesty International menemukan pencambukan itu termasuk penyiksaan, karena pihak berwenang secara sengaja mengakibatkan rasa sakit dan penderitaan melalui hukum cambuk.
Ketika kebanyakan negara-negara menghapus hukuman cambuk, Malaysia memperluas praktiknya. Parlemen telah meningkatkan jumlah pelanggaran yang bisa dihukum dengan hukuman cambuk hingga 60.
Sejak 2002, ketika Parlemen mengamandemen Undang-Undang Imigrasi 1959/63 untuk membuat pelanggaran keimigrasian seperti masuk secara illegal, sebagai subjek hukuman cambuk, puluhan ribu pengungsi dan pekerja migran telah dicambuk.
Menurut Liew Chin Tong, anggota parlemen yang mengajukan pertanyaan setidaknya 60 persen dari 29,759 warga asing yang dicambuk adalah warga negara Indonesia.
Pada Maret 2010, Amnesty International mendokumentasikan bagaimana pelanggaran yang tidak terperiksa, oleh agen tenaga kerja, mengakibatkan banyak pekerja migran kehilangan status imigrasi legal sehingga menjadi subjek hukuman cambuk.
Pengungsi juga dicambuk untuk alasan pelanggaran imigrasi di Malaysia. Karena Malaysia belum juga meratifikasi Konvensi PBB tentang Pengungsi, pencari suaka kerap ditangkap dan dihukum sebagai pendatang ilegal.
Pengungsi Burma di Malaysia mengatakan pada Amnesty International bagaimana mereka hidup dalam ketakutan setelah dicambuk.
"Malaysia membuat ribuan orang dari negara-negara Asia sebagai subjek penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya," demikian Zarifi. (ZG/K004)
Kamis, 10 Maret 2011
Polisi Tangkap Iyut Bing Slamet Terkait Narkoba
akarta (ANTARA News) - Aparat Direktorat IV Narkoba Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri menangkap aktris Iyut Bing Slamet karena diduga terlibat penggunaan narkotika psikotropika dan bahan adiktif (narkoba) jenis sabu-sabu.
"Yang bersangkutan kedapatan membawa sabu-sabu sebanyak 0,4 gram," kata Kepala Biro Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Komisaris Besar Polisi Boy Rafli Amar di Jakarta, Rabu.
Boy mengatakan, petugas menangkap mantan penyanyi cilik itu, saat berada di sebuah kamar hotel di kawasan Mangga Besar, Tamansari, Jakarta Barat, Selasa (8/3) malam.
Selain mengamankan Iyut Bing Slamet, polisi juga menyita barang bukti berupa sabu-sabu seberat 0,4 gram dan alat hisap (bong).
Boy mengungkapkan, berdasarkan dugaan sementara, Iyut diduga sebagai pengguna sabu-sabu.
Perwira menengah kepolisian itu, menyatakan bahwa penyidik memiliki waktu selama 3 X 24 jam untuk memeriksa Iyut.
Kemungkinan Iyut juga akan menjalani penahanan guna pemeriksaan lebih lanjut, termasuk membongkar pelaku yang memasok narkoba kepada aktris tersebut.
Sebelumnya, Mabes Polri juga menangkap anggota band "Padi", Yoyok yang tersangkut narkoba di sebuah apartemen kawasan Sudirman, Jakarta Selatan, Minggu (27/2).
Boy mengharapkan figur terkenal maupun masyarakat lainnya yang mengkonsumsi narkoba segera melapor diri ke pihak kepolisian, guna menjalani rehabilitasi.
Masyarakat pengguna narkoba yang secara sukarela melapor diri kepada pihak kepolisian tidak akan diproses secara hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoba.(*)
(T014/Z002)
"Yang bersangkutan kedapatan membawa sabu-sabu sebanyak 0,4 gram," kata Kepala Biro Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Komisaris Besar Polisi Boy Rafli Amar di Jakarta, Rabu.
Boy mengatakan, petugas menangkap mantan penyanyi cilik itu, saat berada di sebuah kamar hotel di kawasan Mangga Besar, Tamansari, Jakarta Barat, Selasa (8/3) malam.
Selain mengamankan Iyut Bing Slamet, polisi juga menyita barang bukti berupa sabu-sabu seberat 0,4 gram dan alat hisap (bong).
Boy mengungkapkan, berdasarkan dugaan sementara, Iyut diduga sebagai pengguna sabu-sabu.
Perwira menengah kepolisian itu, menyatakan bahwa penyidik memiliki waktu selama 3 X 24 jam untuk memeriksa Iyut.
Kemungkinan Iyut juga akan menjalani penahanan guna pemeriksaan lebih lanjut, termasuk membongkar pelaku yang memasok narkoba kepada aktris tersebut.
Sebelumnya, Mabes Polri juga menangkap anggota band "Padi", Yoyok yang tersangkut narkoba di sebuah apartemen kawasan Sudirman, Jakarta Selatan, Minggu (27/2).
Boy mengharapkan figur terkenal maupun masyarakat lainnya yang mengkonsumsi narkoba segera melapor diri ke pihak kepolisian, guna menjalani rehabilitasi.
Masyarakat pengguna narkoba yang secara sukarela melapor diri kepada pihak kepolisian tidak akan diproses secara hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoba.(*)
(T014/Z002)
Rabu, 09 Maret 2011
MK Batalkan Ayat Penyadapan, Jawaban Kominfo
Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa penyadapan harus diatur dalam undang-undang.VIVAnews - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) belum menerima amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan pasal yang mengatur Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tentang Penyadapan. Kominfo akan mempelajari dulu keputusan itu sebelum mengambil langkah selanjutnya.
"Pertama adalah kami menghormati apapun putusan MK. Yang paling penting, kami ingin tahu dulu amar putusannya seperti apa," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kominfo Gatot S Dewa Broto dalam perbincangan dengan VIVAnews.com, semalam.
Kominfo, katanya, akan membaca dan mempelajari dulu isi amar putusan itu. Sesudah itu akan melakukan konsolidasi internal atas putusan MK yang mengabulkan uji materi pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dalam putusannya Majelis MK menegaskan bahwa pasal yang digugat itu bertentangan dengan UUD 1945. Pasal itu berbunyi: "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah."
Menurut Gatot, pada dasarnya perlu ada aturan hukum yang mengatur soal penyadapan. "Jangan sampai tidak ada aturan penyadapan. Ini justru sangat penting untuk kepastian hukum," kata dia.
Majelis di Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa pasal itu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dalam pertimbangannya, majelis berpendapat bahwa penyadapan harus diatur oleh Undang-Undang Dasar bukan peraturan pemerintah.
• VIVAnews
"Pertama adalah kami menghormati apapun putusan MK. Yang paling penting, kami ingin tahu dulu amar putusannya seperti apa," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Kominfo Gatot S Dewa Broto dalam perbincangan dengan VIVAnews.com, semalam.
Kominfo, katanya, akan membaca dan mempelajari dulu isi amar putusan itu. Sesudah itu akan melakukan konsolidasi internal atas putusan MK yang mengabulkan uji materi pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dalam putusannya Majelis MK menegaskan bahwa pasal yang digugat itu bertentangan dengan UUD 1945. Pasal itu berbunyi: "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah."
Menurut Gatot, pada dasarnya perlu ada aturan hukum yang mengatur soal penyadapan. "Jangan sampai tidak ada aturan penyadapan. Ini justru sangat penting untuk kepastian hukum," kata dia.
Majelis di Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa pasal itu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dalam pertimbangannya, majelis berpendapat bahwa penyadapan harus diatur oleh Undang-Undang Dasar bukan peraturan pemerintah.
• VIVAnews
KPK Tak Terganggu Penghapusan Aturan Menyadap
VIVAnews - Mahkamah Konstitusi telah membatalkan pasal tentang aturan penyadapan dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Komisi Pemberantasan Korupsi yang kerap berhubungan dengan masalah ini menegaskan tidak akan terganggu dengan dihapuskannya aturan itu.
Alasannya, "Kewenangan penyadapan kami sudah diatur dalam UU KPK, jadi tidak akan terganggu dengan putusan itu," kata Wakil Ketua KPK, Haryono Umar, saat dihubungi, Jumat 25 Februari 2011.
Kemarin MK mengabulkan uji materi pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam putusannya, Majelis Konstitusi menegaskan bahwa pasal yang digugat itu bertentangan dengan UUD 1945. Pasal itu berbunyi: "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah."
Majelis di Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa pasal itu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dalam pertimbangannya, majelis berpendapat bahwa penyadapan harus diatur oleh undang-undang bukan peraturan pemerintah.
Mengenai putusan bahwa penyadapan harus diatur dengan undang-undang tersendiri, menurut Haryono, tidak akan menjadi masalah. "Itu kan hanya pelaksanaannya saja. KPK melakukan penyadapan sudah sesuai dengan UU KPK," ujarnya. (umi)
• VIVAnews
Alasannya, "Kewenangan penyadapan kami sudah diatur dalam UU KPK, jadi tidak akan terganggu dengan putusan itu," kata Wakil Ketua KPK, Haryono Umar, saat dihubungi, Jumat 25 Februari 2011.
Kemarin MK mengabulkan uji materi pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam putusannya, Majelis Konstitusi menegaskan bahwa pasal yang digugat itu bertentangan dengan UUD 1945. Pasal itu berbunyi: "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah."
Majelis di Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa pasal itu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dalam pertimbangannya, majelis berpendapat bahwa penyadapan harus diatur oleh undang-undang bukan peraturan pemerintah.
Mengenai putusan bahwa penyadapan harus diatur dengan undang-undang tersendiri, menurut Haryono, tidak akan menjadi masalah. "Itu kan hanya pelaksanaannya saja. KPK melakukan penyadapan sudah sesuai dengan UU KPK," ujarnya. (umi)
• VIVAnews
Hak Privasi dan Kontroversi Penyadapan
Tuntutan Anggara dkk mencabut soal penyadapan di UU ITE dikabulkan Mahkamah Konstitusi.
VIVAnews--Privasi. Mungkin kata ini termasuk jarang diucapkan oleh masyarakat Indonesia. Entah mengapa kata itu jarang pula disinggung dalam khasanah hukum. Saya juga tak melihat ada organisasi HAM di Indonesia yang bicara khusus soal privasi. Negara bahkan tampaknya abai dalam soal perlindungan privasi ini.
Padahal Konstitusi Indonesia, terutama setelah amandemen, melindungi hak atas privasi. Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 menyebutkan “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
Sayangnya, hingga saat ini tak ada rumusan hukum yang tepat menerapkan Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 ini. Bahkan, ada banyak hal yang luput dari perhatian.
Setelah UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) disahkan, Pemerintah berencana mengeluarkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tata Cara Intersepsi. Aturan itu adalah perintah dari Pasal 31 ayat 4 UU ITE. Para aktivis anti korupsi memandangnya sebagai bentuk pelemahan pemberantasan korupsi yang tengah dilakukan KPK.
Di luar soal pelemahan aksi pemberantasan korupsi, mungkin kita ingat kasus penyebarluasan isi SMS yang dikirimkan jurnalis Metta Dharmasaputra kepada Vincentius Amin Santoso, Chief Financial Controller Asian Agri Group.
Selain itu, ada pula kasus penyadapan Al Amin Nasution dalam kasus korupsi “skandal gadis berbaju putih”. Atau kasus Ketua KPK Antasari Azhar memerintahkan penyadapan atas Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran. Sejumlah kasus itu menunjukkan betapa mudahnya hak privasi warga diganggu oleh negara, meskipun berbungkus upaya penegakkan hukum.
Itu sebab mengapa saya, bersama rekan Supriyadi W. Eddyono, dan Wahyudi Djaffar, mengajukan permohonan pengujian Pasal 31 ayat (4) UU ITE ke Mahkamah Konstitusi pada 22 Februari 2010. Dalil kami sederhana: Pasal 31 ayat (4) UU ITE yang memerintahkan pengaturan penyadapan itu melalui PP, dapat mengurangi hak warga negara yang dilindungi hak privasinya.
Kami juga mendalilkan, meski hak privasi bukan kategori hak yang tak dapat dibatasi, namun pembatasan itu harus dilakukan oleh Undang-undang. Jadi bukan pada level Peraturan Pemerintah, atau peraturan lainnya di bawah Undang-undang.
Langkah gugatan ini tentu tak populer. Soalnya, ada sejumlah lembaga penegak hukum mengatur penyadapan melalui peraturan internalnya, seperti KPK dan juga kepolisian. Dengan mengklaim pengaturan penyadapan hanya boleh melalui UU, otomatis pengaturan internal penyadapan di berbagai lembaga penegak hukum juga bertentangan dengan konstitusi.
Namun, pada saat itu saya dan rekan-rekan berprinsip pemberantasan kejahatan apapun, termasuk korupsi, hanya bisa dilakukan dengan memperkuat perlindungan HAM bagi setiap warga. Termasuk bagi tersangka/terdakwa, saksi, dan korban. Tanpa perlindungan HAM, upaya memerangi kejahatan justru akan menimbulkan kejahatan baru atas nama hukum.
Aksi penyadapan sebetulnya punya cerita panjang. Pada masa kolonial, Keputusan Raja Belanda 25 Juli 1893 No 36, bisa dianggap peraturan tertua. Beleid itu mengatur penyadapan informasi pada lalu lintas surat di kantor pos seluruh nusantara.
Setelah itu muncul beragam undang-undang memuat ihwal penyadapan, dari soal kejahatan jabatan, psikotropika, korupsi, telekomunikasi, anti terorisme, advokat, anti perdagangan orang, informasi dan transaksi elektronik, dan narkotika. Pada level di bawah UU, setidaknya ada dua peraturan pemerintah, yaitu berkaitan tindak pidana korupsi, dan jasa telekomunikasi. Lalu ada satu peraturan Menkominfo tentang teknis penyadapan informasi.
Banyaknya peraturan perundang-undangan, dan absennya aturan tunggal yang mengatur tata cara penyadapan inilah yang dapat mengancam hak atas privasi.
Argumentasi kami ke Mahkamah Konstitusi adalah, “kodifikasi” hukum acara, atau tata cara penyadapan atau intersepsi patut didukung. Tapi, ketentuan “kodifikasi” dari hukum acara itu tak bisa diatur oleh Peraturan Pemerintah, seperti diamanatkan Pasal 31 ayat (4) UU ITE.
Hal lain yang mendesak adalah revisi hukum acara pidana Indonesia. Terutama, pembaharuan hukum acara pidana, yang menyediakan aturan komprehensif tentang penyadapan. Ini diperlukan agar hak privasi bisa dilindungi, dan diperkuat dari campur tangan sewenang–wenang aparat penegak hukum.
Pengujian yang kami ajukan ke Mahkamah Agung itu, mempertimbangkan perlunya penyadapan diatur oleh UU Penyadapan, ataupun dalam KUHAP, yaitu dalam Putusan MK pada Perkara Nomor 006/PUU-I/2003 pada pengujian Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lalu pertimbangan hukum putusan MK dalam Perkara Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 pada pengujian Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kami berpandangan, yang juga didukung Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, bahwa ada syarat bagi aksi penyadapan seperti berlaku di berbagai negara di dunia.
Pertama, adanya otoritas resmi yang ditunjuk Undang-Undang untuk memberikan izin penyadapan. Kedua, adanya jaminan jangka waktu yang pasti dalam melakukan penyadapan. Ketiga, ada pembatasan penanganan materi hasil penyadapan. Keempat, pembatasan bagi orang yang dapat mengakses penyadapan.
Mohammad Fajrul Falaakh, anggota Komisi Hukum Nasional, dan ahli hukum tata negara dari UGM menyatakan Undang-Undang penyadapan harus mengatur jelas tentang: (i) wewenang untuk melakukan, memerintahkan maupun meminta penyadapan, (ii) tujuan penyadapan secara spesifik, (iii) kategori subjek hukum yang diberi wewenang menyadap, (iv) adanya izin dari atasan, atau izin hakim sebelum menyadap, (v) tata cara penyadapan, (vii) pengawasan terhadap penyadapan, (viii) penggunaan hasil penyadapan.
Fajrul juga berpendapat Pasal 31 ayat (3) dan (4) UU ITE itu bertentangan dengan UUD 1945, karena tak memberikan kejelasan dan kepastian aturan penyadapan.
Upaya permohonan itu berhasil. Pada Kamis, 24 Februari 2011, Mahkamah Konstitusi mencabut Pasal 31 ayat (4) UU ITE. MK juga kembali menegaskan kembali, untuk ketiga kalinya, bahwa pemerintah dan DPR perlu segera mengesahkan UU yang mengatur penyadapan secara spesifik.
Dengan kemenangan kecil ini, kami berharap organisasi HAM, dan juga organisasi anti korupsi, turut mengajukan usulan membuat UU Penyadapan. Lebih dari itu, organisasi HAM dan organisasi anti korupsi perlu merevisi hukum acara pidana agar lebih memberi perlindungan hak asasi manusia tak hanya bagi tersangka atau terdakwa, tapi juga saksi dan korban.
*) Artikel ini ditulis oleh Anggara SH, seorang blogger, advokat, dan senior associate pada Institute for Criminal Justice Refom (ICJR). Dia adalah salah seorang pemohon pengujian hukum soal aturan penyadapan ke Mahkamah Konstitusi.
• VIVAnews
VIVAnews--Privasi. Mungkin kata ini termasuk jarang diucapkan oleh masyarakat Indonesia. Entah mengapa kata itu jarang pula disinggung dalam khasanah hukum. Saya juga tak melihat ada organisasi HAM di Indonesia yang bicara khusus soal privasi. Negara bahkan tampaknya abai dalam soal perlindungan privasi ini.
Padahal Konstitusi Indonesia, terutama setelah amandemen, melindungi hak atas privasi. Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 menyebutkan “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
Sayangnya, hingga saat ini tak ada rumusan hukum yang tepat menerapkan Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 ini. Bahkan, ada banyak hal yang luput dari perhatian.
Setelah UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) disahkan, Pemerintah berencana mengeluarkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tata Cara Intersepsi. Aturan itu adalah perintah dari Pasal 31 ayat 4 UU ITE. Para aktivis anti korupsi memandangnya sebagai bentuk pelemahan pemberantasan korupsi yang tengah dilakukan KPK.
Di luar soal pelemahan aksi pemberantasan korupsi, mungkin kita ingat kasus penyebarluasan isi SMS yang dikirimkan jurnalis Metta Dharmasaputra kepada Vincentius Amin Santoso, Chief Financial Controller Asian Agri Group.
Selain itu, ada pula kasus penyadapan Al Amin Nasution dalam kasus korupsi “skandal gadis berbaju putih”. Atau kasus Ketua KPK Antasari Azhar memerintahkan penyadapan atas Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran. Sejumlah kasus itu menunjukkan betapa mudahnya hak privasi warga diganggu oleh negara, meskipun berbungkus upaya penegakkan hukum.
Itu sebab mengapa saya, bersama rekan Supriyadi W. Eddyono, dan Wahyudi Djaffar, mengajukan permohonan pengujian Pasal 31 ayat (4) UU ITE ke Mahkamah Konstitusi pada 22 Februari 2010. Dalil kami sederhana: Pasal 31 ayat (4) UU ITE yang memerintahkan pengaturan penyadapan itu melalui PP, dapat mengurangi hak warga negara yang dilindungi hak privasinya.
Kami juga mendalilkan, meski hak privasi bukan kategori hak yang tak dapat dibatasi, namun pembatasan itu harus dilakukan oleh Undang-undang. Jadi bukan pada level Peraturan Pemerintah, atau peraturan lainnya di bawah Undang-undang.
Langkah gugatan ini tentu tak populer. Soalnya, ada sejumlah lembaga penegak hukum mengatur penyadapan melalui peraturan internalnya, seperti KPK dan juga kepolisian. Dengan mengklaim pengaturan penyadapan hanya boleh melalui UU, otomatis pengaturan internal penyadapan di berbagai lembaga penegak hukum juga bertentangan dengan konstitusi.
Namun, pada saat itu saya dan rekan-rekan berprinsip pemberantasan kejahatan apapun, termasuk korupsi, hanya bisa dilakukan dengan memperkuat perlindungan HAM bagi setiap warga. Termasuk bagi tersangka/terdakwa, saksi, dan korban. Tanpa perlindungan HAM, upaya memerangi kejahatan justru akan menimbulkan kejahatan baru atas nama hukum.
Aksi penyadapan sebetulnya punya cerita panjang. Pada masa kolonial, Keputusan Raja Belanda 25 Juli 1893 No 36, bisa dianggap peraturan tertua. Beleid itu mengatur penyadapan informasi pada lalu lintas surat di kantor pos seluruh nusantara.
Setelah itu muncul beragam undang-undang memuat ihwal penyadapan, dari soal kejahatan jabatan, psikotropika, korupsi, telekomunikasi, anti terorisme, advokat, anti perdagangan orang, informasi dan transaksi elektronik, dan narkotika. Pada level di bawah UU, setidaknya ada dua peraturan pemerintah, yaitu berkaitan tindak pidana korupsi, dan jasa telekomunikasi. Lalu ada satu peraturan Menkominfo tentang teknis penyadapan informasi.
Banyaknya peraturan perundang-undangan, dan absennya aturan tunggal yang mengatur tata cara penyadapan inilah yang dapat mengancam hak atas privasi.
Argumentasi kami ke Mahkamah Konstitusi adalah, “kodifikasi” hukum acara, atau tata cara penyadapan atau intersepsi patut didukung. Tapi, ketentuan “kodifikasi” dari hukum acara itu tak bisa diatur oleh Peraturan Pemerintah, seperti diamanatkan Pasal 31 ayat (4) UU ITE.
Hal lain yang mendesak adalah revisi hukum acara pidana Indonesia. Terutama, pembaharuan hukum acara pidana, yang menyediakan aturan komprehensif tentang penyadapan. Ini diperlukan agar hak privasi bisa dilindungi, dan diperkuat dari campur tangan sewenang–wenang aparat penegak hukum.
Pengujian yang kami ajukan ke Mahkamah Agung itu, mempertimbangkan perlunya penyadapan diatur oleh UU Penyadapan, ataupun dalam KUHAP, yaitu dalam Putusan MK pada Perkara Nomor 006/PUU-I/2003 pada pengujian Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Lalu pertimbangan hukum putusan MK dalam Perkara Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 pada pengujian Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kami berpandangan, yang juga didukung Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, bahwa ada syarat bagi aksi penyadapan seperti berlaku di berbagai negara di dunia.
Pertama, adanya otoritas resmi yang ditunjuk Undang-Undang untuk memberikan izin penyadapan. Kedua, adanya jaminan jangka waktu yang pasti dalam melakukan penyadapan. Ketiga, ada pembatasan penanganan materi hasil penyadapan. Keempat, pembatasan bagi orang yang dapat mengakses penyadapan.
Mohammad Fajrul Falaakh, anggota Komisi Hukum Nasional, dan ahli hukum tata negara dari UGM menyatakan Undang-Undang penyadapan harus mengatur jelas tentang: (i) wewenang untuk melakukan, memerintahkan maupun meminta penyadapan, (ii) tujuan penyadapan secara spesifik, (iii) kategori subjek hukum yang diberi wewenang menyadap, (iv) adanya izin dari atasan, atau izin hakim sebelum menyadap, (v) tata cara penyadapan, (vii) pengawasan terhadap penyadapan, (viii) penggunaan hasil penyadapan.
Fajrul juga berpendapat Pasal 31 ayat (3) dan (4) UU ITE itu bertentangan dengan UUD 1945, karena tak memberikan kejelasan dan kepastian aturan penyadapan.
Upaya permohonan itu berhasil. Pada Kamis, 24 Februari 2011, Mahkamah Konstitusi mencabut Pasal 31 ayat (4) UU ITE. MK juga kembali menegaskan kembali, untuk ketiga kalinya, bahwa pemerintah dan DPR perlu segera mengesahkan UU yang mengatur penyadapan secara spesifik.
Dengan kemenangan kecil ini, kami berharap organisasi HAM, dan juga organisasi anti korupsi, turut mengajukan usulan membuat UU Penyadapan. Lebih dari itu, organisasi HAM dan organisasi anti korupsi perlu merevisi hukum acara pidana agar lebih memberi perlindungan hak asasi manusia tak hanya bagi tersangka atau terdakwa, tapi juga saksi dan korban.
*) Artikel ini ditulis oleh Anggara SH, seorang blogger, advokat, dan senior associate pada Institute for Criminal Justice Refom (ICJR). Dia adalah salah seorang pemohon pengujian hukum soal aturan penyadapan ke Mahkamah Konstitusi.
• VIVAnews
Kasus `Incest` Makin Mengkhawatirkan di Bengkulu
Bengkulu (ANTARA News) - Kasus kekerasan seksual terhadap anak dalam keluarga atau `incest` semakin mengkhawatirkan, sebab Yayasan Cahaya Perempuan Women`s Crisis Center Bengkulu mencatat pada 2010 terjadi peningkatan kasus hingga 100 persen.
"Pada 2009 hanya terdapat enam kasus tapi pada 2010 tercatat 15 kasus, artinya kenaikan lebih dari 100 persen," kata Direktur Cahaya Perempuan Women`s Crisis Center Bengkulu Susi Handayani di Bengkulu, Senin.
Ia mengatakan kejadian `incest` terdapat di Kota Bengkulu di mana pada 2009 tercatat sebanyak satu kasus, sedangkan pada 2010 sebanyak empat kasus.
Di Kabupaten Bengkulu Tengah pada 2009 tidak ada catatan, sedangkan pada 2010 ditemukan dua kasus `incest`.
"Kemudian di Rejang Lebong terdapat satu kasus pada 2009 dan empat kasus pada 2010, bahkan pada 2011 ini sudah ada dua kasus yang tercatat," katanya.
Di Kabupaten Bengkulu Selatan dan Seluma, pada 2009 tidak ada kasus yang tercatat, namun pada 2010 terdapat masing-masing dua kasus.
Susi menilai, peningkatan kasus ini menunjukkan semakin banyak anak yang terabaikan perlindungannya dari keluarga.
Dampak `incest` terhadap anak kata dia akan menimbulkan trauma fisik dan psikologis berkepanjangan bagi korban.
Untuk itu, perlu penanganan dari berbagai pihak sebab tidak jarang langkah-langkah penanganan yang dilakukan malah melanggar hak-hak anak itu sendiri. Terutama kelompok umur korban berusia 10 hingga 18 tahun atau masa remaja, tak jarang harus menerima sanksi mulai dari pelabelan negatif, hujatan, cacian di komunitasnya hingga pemutusan akses pendidikan seperti dipindahkan atau dikeluarkan dari sekolah.
"Apalagi bila sampai hamil dan melahirkan, membuat anak semakin jauh dari perlindungan baik oleh masyarakat maupun negara," katanya.
Beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah incest antara lain memberikan pendidikan seks sejak dini, pengenalan organ tubuh, khususnya organ reproduksi dan penyadaran akan hak dan kontrol atas tubuhnya. (RNI/KWR/K004)
"Pada 2009 hanya terdapat enam kasus tapi pada 2010 tercatat 15 kasus, artinya kenaikan lebih dari 100 persen," kata Direktur Cahaya Perempuan Women`s Crisis Center Bengkulu Susi Handayani di Bengkulu, Senin.
Ia mengatakan kejadian `incest` terdapat di Kota Bengkulu di mana pada 2009 tercatat sebanyak satu kasus, sedangkan pada 2010 sebanyak empat kasus.
Di Kabupaten Bengkulu Tengah pada 2009 tidak ada catatan, sedangkan pada 2010 ditemukan dua kasus `incest`.
"Kemudian di Rejang Lebong terdapat satu kasus pada 2009 dan empat kasus pada 2010, bahkan pada 2011 ini sudah ada dua kasus yang tercatat," katanya.
Di Kabupaten Bengkulu Selatan dan Seluma, pada 2009 tidak ada kasus yang tercatat, namun pada 2010 terdapat masing-masing dua kasus.
Susi menilai, peningkatan kasus ini menunjukkan semakin banyak anak yang terabaikan perlindungannya dari keluarga.
Dampak `incest` terhadap anak kata dia akan menimbulkan trauma fisik dan psikologis berkepanjangan bagi korban.
Untuk itu, perlu penanganan dari berbagai pihak sebab tidak jarang langkah-langkah penanganan yang dilakukan malah melanggar hak-hak anak itu sendiri. Terutama kelompok umur korban berusia 10 hingga 18 tahun atau masa remaja, tak jarang harus menerima sanksi mulai dari pelabelan negatif, hujatan, cacian di komunitasnya hingga pemutusan akses pendidikan seperti dipindahkan atau dikeluarkan dari sekolah.
"Apalagi bila sampai hamil dan melahirkan, membuat anak semakin jauh dari perlindungan baik oleh masyarakat maupun negara," katanya.
Beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah incest antara lain memberikan pendidikan seks sejak dini, pengenalan organ tubuh, khususnya organ reproduksi dan penyadaran akan hak dan kontrol atas tubuhnya. (RNI/KWR/K004)
Editor: B Kunto Wibisono
COPYRIGHT © 2011
COPYRIGHT © 2011
Pakar Hukum: Hapus Segala Diskriminasi Perempuan
Jakarta (ANTARA News) - Pakar hukum dan aktivis Kaukus Perempuan Politik, Dr Eleonora Moniung, SH mengatakan, segala bentuk diskriminasi atas perempuan bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 dan tidak berlandaskan kepada Pancasila, karena itu harus dicegah.
"Indonesia pun telah meratifikasi konvensi (mengenai) penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan melalui Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984, katanya kepada ANTARA di Jakarta, Selasa, usai menghadiri sebuah perhelatan kaum perempuan.
Ia mengatakan itu, sehubungan 100 tahun Hari Perempuan sedunia (`The Women`s International Day`-IWD) yang diperingati dengan menggelar beragam kegiatan, 8 Maret 2011.
"Memang IWD kali ini sangat spesial, karena merupakan tahun ke-100," katanya.
Karena usianya sudah seabad, menurutnya, mestinya segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan atau para wanita tidak lagi terjadi, karena tak sesuai dengan kemajuan peradaban manusia.
"Apalagi bagi kita di Indonesia, ini bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945," tandasnya.
Sayangnya, demikian Eleonora Moniung, di era Pemerintahan Kabinet Indinesia Bersatu (KIB) Jilid II, program yang mengapresiasi terhadap perempuan belum diprioritaskan.
"Itu antara lain diindikasikan dengan belum ditanganinya beberapa tantangan secara maksimal," ujarnya.
Seperti misalnya, ungkapnya, permasalahan TKW di luar negeri, perdagangan perempuan dan anak, masalah kesehatan serta gizi buruk bagi ibu maupun anak.
"Selain itu, masih ada problem partisipasi perempuan dalam masyarakat dan politik, di samping masalah-masalah yang dihadapi perempuan pedesaan dlsbnya," ungkapnya lagi.
Kendati begitu, demikian Eleonora Moniung, secara umum permasalahan tersebut di atas sudah masuk Rencana Program Pembangunan Jangka Pendek maupun Jangka Panjang dalam KIB I juga II.
"Memang mengutip pendapat fisuf Yunani, Epictetus, bahwa tidak ada hal hebat yang tercipta dalam sekejap, maka apa yang terjadi di dua kabinet terakhir dengan segala gagasan maupun wacana programnya, tentu memprihatinkan kita semua," ujarnya.
Namun sesungguhnya, lanjutnya, belajar dari Pemerintahan sebelumnya, seyogianya untuk kepentingan hak-hak perempuan Indonesia, apalagi melihat populasi penduduk Indonesia, mestinya prioritas penanganannya harus signifikan.
"Fakta menunjukkan, jumlah penduduk perempuan di atas 52 persen sesuai data statistik (BPS) terakhir. Mestinya ini menjadi atensi serius dalam menetapkan kebijakan prioritas (di bidang kesetaraan gender)," tandasnya.
Hanya saja, menurutnya, secara khusus, kaum perempuan di sejumlah daerah, seperti di Minahasa (Provinsi Sulawesi Utara), dan Bali, sudah melaksanakan kesetaraan gender.
"Itu berlangsung secara kultu menurut kearifan lokal maing-masing, di mana hak-hak perempuan tidak diperdebatkan lagi secara krusial, karena sudah diimplementasikan dalam keseharian sosial masyarakat tanpa masalah," ungkap Eleonora Moniung. (*)
(M036/Z002)
"Indonesia pun telah meratifikasi konvensi (mengenai) penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan melalui Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984, katanya kepada ANTARA di Jakarta, Selasa, usai menghadiri sebuah perhelatan kaum perempuan.
Ia mengatakan itu, sehubungan 100 tahun Hari Perempuan sedunia (`The Women`s International Day`-IWD) yang diperingati dengan menggelar beragam kegiatan, 8 Maret 2011.
"Memang IWD kali ini sangat spesial, karena merupakan tahun ke-100," katanya.
Karena usianya sudah seabad, menurutnya, mestinya segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan atau para wanita tidak lagi terjadi, karena tak sesuai dengan kemajuan peradaban manusia.
"Apalagi bagi kita di Indonesia, ini bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945," tandasnya.
Sayangnya, demikian Eleonora Moniung, di era Pemerintahan Kabinet Indinesia Bersatu (KIB) Jilid II, program yang mengapresiasi terhadap perempuan belum diprioritaskan.
"Itu antara lain diindikasikan dengan belum ditanganinya beberapa tantangan secara maksimal," ujarnya.
Seperti misalnya, ungkapnya, permasalahan TKW di luar negeri, perdagangan perempuan dan anak, masalah kesehatan serta gizi buruk bagi ibu maupun anak.
"Selain itu, masih ada problem partisipasi perempuan dalam masyarakat dan politik, di samping masalah-masalah yang dihadapi perempuan pedesaan dlsbnya," ungkapnya lagi.
Kendati begitu, demikian Eleonora Moniung, secara umum permasalahan tersebut di atas sudah masuk Rencana Program Pembangunan Jangka Pendek maupun Jangka Panjang dalam KIB I juga II.
"Memang mengutip pendapat fisuf Yunani, Epictetus, bahwa tidak ada hal hebat yang tercipta dalam sekejap, maka apa yang terjadi di dua kabinet terakhir dengan segala gagasan maupun wacana programnya, tentu memprihatinkan kita semua," ujarnya.
Namun sesungguhnya, lanjutnya, belajar dari Pemerintahan sebelumnya, seyogianya untuk kepentingan hak-hak perempuan Indonesia, apalagi melihat populasi penduduk Indonesia, mestinya prioritas penanganannya harus signifikan.
"Fakta menunjukkan, jumlah penduduk perempuan di atas 52 persen sesuai data statistik (BPS) terakhir. Mestinya ini menjadi atensi serius dalam menetapkan kebijakan prioritas (di bidang kesetaraan gender)," tandasnya.
Hanya saja, menurutnya, secara khusus, kaum perempuan di sejumlah daerah, seperti di Minahasa (Provinsi Sulawesi Utara), dan Bali, sudah melaksanakan kesetaraan gender.
"Itu berlangsung secara kultu menurut kearifan lokal maing-masing, di mana hak-hak perempuan tidak diperdebatkan lagi secara krusial, karena sudah diimplementasikan dalam keseharian sosial masyarakat tanpa masalah," ungkap Eleonora Moniung. (*)
(M036/Z002)
Upaya Banding Syekh Puji Ditolak
Semarang (ANTARA News) - Pengadilan Tinggi Jawa Tengah menolak upaya banding yang diajukan terdakwa Pujiono Cahyo Widianto alias Syekh Puji dalam kasus pelanggaran Undang-undang Perlindungan Anak.
"Penolakan banding tersebut menguatkan vonis empat tahun penjara dan denda Rp60 juta, subsider enam bulan penjara, yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Ungaran kepada terdakwa," kata Kepala Hubungan Masyarakat PT Jateng, Soedarmadji, di Semarang Selasa.
Ia mengatakan, majelis hakim PT Jateng yang diketuai Susilowati dengan hakim anggota Tjut Kumala Hamzah dan dirinya tersebut menganggap alasan banding perkara bernomor 493/PID/2010/PT.SMG pada memori banding jaksa dan terdakwa merupakan pengulangan dari persidangan di PN Ungaran.
Menurut dia, majelis hakim PT Jateng tetap menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 81 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan melakukan pembohongan dan tipu muslihat serta bujuk rayu agar dapat menyetubuhi gadis di bawah umur.
"Keputusan banding terdakwa ditetapkan pada 7 Februari 2011," ujarnya.
Ia mengatakan, dalam memori banding, jaksa meminta agar tuntutan terhadap terdakwa selama enam tahun penjara dipenuhi, namun terdakwa menyatakan bahwa dakwaan membujuk dan membohongi tidak terbukti karena orang tua korban mengetahuinya.
Melalui pengacaranya, katanya, terdakwa juga menyatakan bahwa ada kekuatan di luar hukum yang mempengaruhi majelis hakim PN Ungaran dalam menjatuhkan vonis selama empat tahun penjara dalam perkara yang bernomor 233/Pid.B/2009/PN.Ung.
"Kami menganggap vonis majelis PN Ungaran sudah tepat," katanya.
Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jateng Sugeng Pudjianto mengaku pihaknya baru menerima pemberitahuan keputusan banding kasus Syekh Puji pada hari ini.
"Kami baru menerima pemberitahuannya, sedangkan salinan keputusan banding belum," ujarnya.
Ia juga mengaku belum dapat memastikan apakah Syekh Puji akan menempuh upaya hukum berupa pengajuan kasasi terkait dengan keputusan banding ini.
"Kejaksaan pasti mendapat pemberitahuan jika terdakwa mengajukan kasasi atau tidak," katanya.
(ANTARA/S026)
"Penolakan banding tersebut menguatkan vonis empat tahun penjara dan denda Rp60 juta, subsider enam bulan penjara, yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Ungaran kepada terdakwa," kata Kepala Hubungan Masyarakat PT Jateng, Soedarmadji, di Semarang Selasa.
Ia mengatakan, majelis hakim PT Jateng yang diketuai Susilowati dengan hakim anggota Tjut Kumala Hamzah dan dirinya tersebut menganggap alasan banding perkara bernomor 493/PID/2010/PT.SMG pada memori banding jaksa dan terdakwa merupakan pengulangan dari persidangan di PN Ungaran.
Menurut dia, majelis hakim PT Jateng tetap menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 81 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan melakukan pembohongan dan tipu muslihat serta bujuk rayu agar dapat menyetubuhi gadis di bawah umur.
"Keputusan banding terdakwa ditetapkan pada 7 Februari 2011," ujarnya.
Ia mengatakan, dalam memori banding, jaksa meminta agar tuntutan terhadap terdakwa selama enam tahun penjara dipenuhi, namun terdakwa menyatakan bahwa dakwaan membujuk dan membohongi tidak terbukti karena orang tua korban mengetahuinya.
Melalui pengacaranya, katanya, terdakwa juga menyatakan bahwa ada kekuatan di luar hukum yang mempengaruhi majelis hakim PN Ungaran dalam menjatuhkan vonis selama empat tahun penjara dalam perkara yang bernomor 233/Pid.B/2009/PN.Ung.
"Kami menganggap vonis majelis PN Ungaran sudah tepat," katanya.
Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jateng Sugeng Pudjianto mengaku pihaknya baru menerima pemberitahuan keputusan banding kasus Syekh Puji pada hari ini.
"Kami baru menerima pemberitahuannya, sedangkan salinan keputusan banding belum," ujarnya.
Ia juga mengaku belum dapat memastikan apakah Syekh Puji akan menempuh upaya hukum berupa pengajuan kasasi terkait dengan keputusan banding ini.
"Kejaksaan pasti mendapat pemberitahuan jika terdakwa mengajukan kasasi atau tidak," katanya.
(ANTARA/S026)
Minggu, 06 Maret 2011
Berkas Gubernur Sumut Dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor
Liputan6.com, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK telah melimpahkan berkas perkara Gubernur Sumatra Utara Syamsul Arifin ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. "Setelah proses penyidikan serta melengkapi berkas tahap dua penyerahan yang dilakukan pekan lalu dan juga karena sudah dianggap lengkap, Jumat (4/3) kemarin berkas perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan," kata Juru Bicara KPK Johan Budi saat dihubungi wartawan, Jakarta, Sabtu (5/3).
Johan menambahkan, dalam waktu dekat Syamsul akan menjalani persidangan. "Mungkin dalam waktu dekat akan ada proses persidangan," ucapnya.
Seperti diketahui, Syamsul merupakan tersangka dalam dugaan korupsi APBD Kabupaten Langkat periode 2000-2007. Syamsul ditahan KPK sejak 22 November 2010.(BOG)
Johan menambahkan, dalam waktu dekat Syamsul akan menjalani persidangan. "Mungkin dalam waktu dekat akan ada proses persidangan," ucapnya.
Seperti diketahui, Syamsul merupakan tersangka dalam dugaan korupsi APBD Kabupaten Langkat periode 2000-2007. Syamsul ditahan KPK sejak 22 November 2010.(BOG)
Sabtu, 05 Maret 2011
Pelaku Rusak Kendaraan Andi Darusalam
Jakarta (ANTARA News) - Pihak Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menyatakan sekelompok orang yang melakukan penyerangan di Kantor KONI, ternyata merusak kendaraan milik pengurus Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI), Andi Darussalam Tabusalla.
"Usai konferensi pers, mobil milik Andi Darussalam yang terakhir keluar digebrag (pukul) oleh sekelompok orang," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) Komisaris Besar Polisi Baharudin Djafar di Jakarta, Jumat.
Baharudin menuturkan, sekelompok orang itu merusak kendaraan milik Andi Darussalam ketika para pejabat KONI dan PSSI termasuk para undangan di Kantor KONI.
Perwira menengah kepolisian itu menyatakan, sebelum penyerangan tersebut para pejabat KONI dan PSSI mengadakan pertemuan untuk membahas persoalan Kongres Pemilihan Ketua Umum PSSI.
Awalnya pertemuan tersebut berjalan lancar, kemudian para pejabat mengadakan konferensi pers dengan wartawan.
Saat ini, hadir juga Ketua Umum KONI, Rita Subowo, Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid, pengurus PSSI, Andi Darussalam, serta undangan lainnya.
Kemudian sekelompok orang memukul mobil milik Andi dengan menggunakan senjata tajam sehingga mengalami kerusakan pada bagian spion dan lampu belakang.
Baharudin mengungkapkan petugas yang berjaga di lokasi kejadian, sempat memberikan tembakan peringatan dua kali.
Selanjutnya, petugas kepolisian menangkap 11 orang yang diduga terlibat pengrusakan.
"Polisi masih menyelidiki motif dan asal kelompok massanya," tutur Baharudin.
Para pelaku dapat dijerat Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penyerangan di depan muka umum secara bersama juncto Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.(*)
"Usai konferensi pers, mobil milik Andi Darussalam yang terakhir keluar digebrag (pukul) oleh sekelompok orang," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) Komisaris Besar Polisi Baharudin Djafar di Jakarta, Jumat.
Baharudin menuturkan, sekelompok orang itu merusak kendaraan milik Andi Darussalam ketika para pejabat KONI dan PSSI termasuk para undangan di Kantor KONI.
Perwira menengah kepolisian itu menyatakan, sebelum penyerangan tersebut para pejabat KONI dan PSSI mengadakan pertemuan untuk membahas persoalan Kongres Pemilihan Ketua Umum PSSI.
Awalnya pertemuan tersebut berjalan lancar, kemudian para pejabat mengadakan konferensi pers dengan wartawan.
Saat ini, hadir juga Ketua Umum KONI, Rita Subowo, Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid, pengurus PSSI, Andi Darussalam, serta undangan lainnya.
Kemudian sekelompok orang memukul mobil milik Andi dengan menggunakan senjata tajam sehingga mengalami kerusakan pada bagian spion dan lampu belakang.
Baharudin mengungkapkan petugas yang berjaga di lokasi kejadian, sempat memberikan tembakan peringatan dua kali.
Selanjutnya, petugas kepolisian menangkap 11 orang yang diduga terlibat pengrusakan.
"Polisi masih menyelidiki motif dan asal kelompok massanya," tutur Baharudin.
Para pelaku dapat dijerat Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penyerangan di depan muka umum secara bersama juncto Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.(*)
KPK akan Gunakan Pembuktian Terbalik secara Fleksibel
Metrotvnews.com, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan fleksibel menggunakan proses pembuktian terbalik untuk memaksimalkan penuntasan berbagai kasus-kasus pajak yang berkaitan dengan kasus terpidana Gayus Halomoan Tambunan. "Kita (KPK) belum tahu apakah akan menggunakan pembuktian terbalik. Tapi jika itu dibutuhkan akan digunakan," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Jakarta, Jumat (4/3).
Hingga saat ini penanganan kasus pajak terkait Gayus di KPK masih dalam tahap penyelidikan. Karena itu belum dapat dipastikan apakah pembuktian terbalik akan digunakan jika nanti memang ada kasus yang berkenaan dengan pajak tersebut meningkat statusnya menjadi penyidikan.
"Sekarang masih penyelidikan. Jadi kita tidak mau berandai-andai apakah pembuktian terbalik akan digunakan atau tidak, karena harus dilihat juga kasusnya seperti apa," ujar dia. Johan menjelaskan, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus pembuktian terbalik. Namun, pasal gratifikasi, pembuktian terbalik dapat digunakan.
Dalam evaluasi dua mingguan, 22 Februari lalu, Wakil Presiden Boediono meminta penanganan kasus mafia pajak mantan pegawai Ditjen Pajak Gayus Halomoan Tambunan agar diarahkan ke proses pembuktian terbalik.(Ant/DOR)
Hingga saat ini penanganan kasus pajak terkait Gayus di KPK masih dalam tahap penyelidikan. Karena itu belum dapat dipastikan apakah pembuktian terbalik akan digunakan jika nanti memang ada kasus yang berkenaan dengan pajak tersebut meningkat statusnya menjadi penyidikan.
"Sekarang masih penyelidikan. Jadi kita tidak mau berandai-andai apakah pembuktian terbalik akan digunakan atau tidak, karena harus dilihat juga kasusnya seperti apa," ujar dia. Johan menjelaskan, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus pembuktian terbalik. Namun, pasal gratifikasi, pembuktian terbalik dapat digunakan.
Dalam evaluasi dua mingguan, 22 Februari lalu, Wakil Presiden Boediono meminta penanganan kasus mafia pajak mantan pegawai Ditjen Pajak Gayus Halomoan Tambunan agar diarahkan ke proses pembuktian terbalik.(Ant/DOR)
MK Gelar Sidang Perdana Permohonan Abu Ba`asyir
Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana permohonan pengujian Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ke Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Pimpinan Jamaah Ashorut Tauhid Abu Bakar Ba'asyir, Jumat.
Dalam permohonannya, Bassyir menggugat pasal 21 ayat (1) dalam UU tersebut yang berisi perintah penahanan lanjutan bagi tersangka berdasarkan bukti yang cukup karena kekhawatiran dapat melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti tidak berdasar KUHAP.
"Alasan penahanan lanjutan dalam pasal tersebut tidak memiliki dasar hukum dalam KUHAP karena berdasar pada dugaan melakukan tindakan pidana berdasarkan bukti yang cukup. Pasal itu juga tidak menyebutkan secara detail pertimbangan lain yang belum terbukti," kata Kuasa Hukum Ba`asyir, Mahendradatta, saat sidang di MK.
Menurut Mahendradatta, dalam pasal tersebut juga disebutkan penahanan lanjutan dilakukan karena adanya kekhawatiran bagi tersangka akan melarikan diri dinilai terlalu subyektif.
"Aturan yang menyatakan kekhawatiran tersangka akan melarikan diri menjadi alasan subyektif," kata Mahendradatta.
Menurut dia, implementasi dari pasal tersebut tidak konsisten, sehingga pihak penyidik seenaknya saja apakah terdakwa tersebut ditahan atau tidak.
Kuasa hukum ini mencontohkan kasus video porno yang melibatkan Ariel Peterpan, artis Luna Maya dan Cut Tari.
"Dalam kasus yang sama Ariel ditahan, sedangkan Luna Maya dan Cut Tari tidak tahan. Apakah Luna Maya dan Cut Tari tdak tahan karena cantik, karena ini bentuk subyektif penegak hukum," katanya.
Pasal 21 ayat (1) berbunyi: "Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana".
Menanggapi permohonan ini, Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva mengatakan bahwa pasal ini pernah dimohonkan oleh Suwarna Abdul Fatah, Gubernur (nonaktif) Kalimantan Timur.
"UU ini sudah pernah diajukan, apabila alasannya tetap sama seperti permohonan sebelumnya maka majelis hakim akan menggunakan pertimbangan pada putusan sebelumnya," kata Hamdan.
MK telah memutuskan bahwa Pasal 21 Ayat 1 UU KUHAP masih berada dalam ranah penerapan hukum dan bukan masalah konstitusionalitas norma dan tidak bertentangan dengan UUD 1945 seperti yang dianggap oleh pemohon.
Hal sama juga diungkapkan Hakim Fadlil Sumadi meminta pemohon memperbaiki pokok permohonan karena uji materi pasal tersebut pernah ditolak MK.
"Pasal tersebut boleh diuji kembali asalkan norma batu ujinya berbeda. Pokok permohonan juga jangan bersifat argumentasi penerapan tetapi harus jelas apa tafsir pasalnya," kata Fadil Sumadi.
(ANTARA/S026)
Dalam permohonannya, Bassyir menggugat pasal 21 ayat (1) dalam UU tersebut yang berisi perintah penahanan lanjutan bagi tersangka berdasarkan bukti yang cukup karena kekhawatiran dapat melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti tidak berdasar KUHAP.
"Alasan penahanan lanjutan dalam pasal tersebut tidak memiliki dasar hukum dalam KUHAP karena berdasar pada dugaan melakukan tindakan pidana berdasarkan bukti yang cukup. Pasal itu juga tidak menyebutkan secara detail pertimbangan lain yang belum terbukti," kata Kuasa Hukum Ba`asyir, Mahendradatta, saat sidang di MK.
Menurut Mahendradatta, dalam pasal tersebut juga disebutkan penahanan lanjutan dilakukan karena adanya kekhawatiran bagi tersangka akan melarikan diri dinilai terlalu subyektif.
"Aturan yang menyatakan kekhawatiran tersangka akan melarikan diri menjadi alasan subyektif," kata Mahendradatta.
Menurut dia, implementasi dari pasal tersebut tidak konsisten, sehingga pihak penyidik seenaknya saja apakah terdakwa tersebut ditahan atau tidak.
Kuasa hukum ini mencontohkan kasus video porno yang melibatkan Ariel Peterpan, artis Luna Maya dan Cut Tari.
"Dalam kasus yang sama Ariel ditahan, sedangkan Luna Maya dan Cut Tari tidak tahan. Apakah Luna Maya dan Cut Tari tdak tahan karena cantik, karena ini bentuk subyektif penegak hukum," katanya.
Pasal 21 ayat (1) berbunyi: "Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana".
Menanggapi permohonan ini, Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva mengatakan bahwa pasal ini pernah dimohonkan oleh Suwarna Abdul Fatah, Gubernur (nonaktif) Kalimantan Timur.
"UU ini sudah pernah diajukan, apabila alasannya tetap sama seperti permohonan sebelumnya maka majelis hakim akan menggunakan pertimbangan pada putusan sebelumnya," kata Hamdan.
MK telah memutuskan bahwa Pasal 21 Ayat 1 UU KUHAP masih berada dalam ranah penerapan hukum dan bukan masalah konstitusionalitas norma dan tidak bertentangan dengan UUD 1945 seperti yang dianggap oleh pemohon.
Hal sama juga diungkapkan Hakim Fadlil Sumadi meminta pemohon memperbaiki pokok permohonan karena uji materi pasal tersebut pernah ditolak MK.
"Pasal tersebut boleh diuji kembali asalkan norma batu ujinya berbeda. Pokok permohonan juga jangan bersifat argumentasi penerapan tetapi harus jelas apa tafsir pasalnya," kata Fadil Sumadi.
(ANTARA/S026)
Kejagung Telusuri Harta Gayus di Luar Negeri
Liputan6.com, Jakarta: Guna menelusuri aset Gayus Tambunan di empat negara, Kejaksaan Agung saat ini tengah melengkapi dokumen untuk pembuatan perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA). "Saat ini dokumen-dokumen tersebut sedang dalam pembahasan pihak Kejagung," kata Jaksa Agung Basrief Arief, Jumat (4/3) di Jakarta. "Setelah dokumen itu dikaji baru akan disampaikan kepada otoritas negara-negara tersebut," lanjutnya.
Namun, Jaksa Agung tak mau menjelaskan keempat negara yang dimaksud. Pasalnya, untuk menempuh MLA itu pihaknya harus mendapat dukungan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Saya tidak bisa menjelaskan negara mana. Ini kan terkait masalah aset jadi lebih baik kita tunggulah. Nanti mungkin ada tindak lanjutnya lagi," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua PPATK Yunus Husein menjelaskan bahwa pihaknya sedang berkoordinasi dengan Singapura, Macau, Malaysia, dan Amerika Serikat. Yunus pun mengaku sudah berkirim surat kepada Jaksa Agung dan Kapolri untuk melakukan MLA dengan negara-negara itu.(IAN)
Namun, Jaksa Agung tak mau menjelaskan keempat negara yang dimaksud. Pasalnya, untuk menempuh MLA itu pihaknya harus mendapat dukungan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Saya tidak bisa menjelaskan negara mana. Ini kan terkait masalah aset jadi lebih baik kita tunggulah. Nanti mungkin ada tindak lanjutnya lagi," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua PPATK Yunus Husein menjelaskan bahwa pihaknya sedang berkoordinasi dengan Singapura, Macau, Malaysia, dan Amerika Serikat. Yunus pun mengaku sudah berkirim surat kepada Jaksa Agung dan Kapolri untuk melakukan MLA dengan negara-negara itu.(IAN)
MK Tolak Permohonan Uji UU Pramuka
"Apabila pasal dalam Undang-Undang a quo dibatalkan oleh mahkamah, justru akan menghilangkan sumber-sumber keuangan Gerakan Pramuka." Menurut Pemohon, ketentuan Pasal 43 ayat (2) beserta Penjelasannya dari UU 12/2010 tidak secara jelas mengatur mengenai sanksi bagi pelanggar terhadap anggaran keuangan Gerakan Pramuka, sehingga ketidakjelasan sanksi tersebut telah menyebabkan anggaran keuangan Gerakan Pramuka disalahgunakan atau dikorupsi oleh oknum-oknum Kwartir Gerakan Pramuka yang bersembunyi di balik seragam Pramuka.
Selain itu, pengujian pasal dalam Undang-Undang tersebut dilandasi oleh niat Pemohon untuk memperbaiki masa depan Kwartir Gerakan Pramuka agar menjadi lebih baik dengan mengamalkan Satya dan Darma Pramuka sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945.
(T.J008/C004)
Selain itu, pengujian pasal dalam Undang-Undang tersebut dilandasi oleh niat Pemohon untuk memperbaiki masa depan Kwartir Gerakan Pramuka agar menjadi lebih baik dengan mengamalkan Satya dan Darma Pramuka sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945.
(T.J008/C004)
Editor: Priyambodo RH
Cirus Tak Ditanya soal Uang Suap
JAKARTA, KOMPAS.com — Dari 30 pertanyaan yang telah diajukan penyidik Bareskrim Polri, jaksa Cirus Sinaga tak ditanya terkait penerimaan suap. Cirus diperiksa sebagai tersangka terkait kasus korupsi dalam mafia kasus Gayus Halomoan Tambunan.
"Pertanyaan soal uang enggak ada ya. Hanya masalah administrasi penelitian perkara," ucap Tumbur Simanjuntak, penasihat hukum Cirus, sesuai pemeriksaan di Mabes Polri, Jumat (4/3/2011) sekitar pukul 20.00. Cirus diperiksa sejak pukul 10.00.
Tumbur mengatakan, pertanyaan yang diajukan seputar kronologi penetapan pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan yang dikenakan ke Gayus. Cirus juga ditanya terkait pertemuan dengan Kompol Arafat Enanie, AKP Sri Sumartini, dan Haposan Hutagalung di Hotel Kristal, Jaksel.
"Cirus dan semua jaksa kasus Antasari sudah kumpul di sana (Hotel Kristal). Jadi bukan sengaja bertemu (Arafat, Sri Sumartini, dan Haposan) di sana," kata Tumbur.
Kepada wartawan, Cirus enggan berkomentar terkait pemeriksaan. Pria yang mengenakan pakaian batik warna coklat itu memilih masuk ke mobil Mercedes-Benz warna biru. Rencananya, Cirus akan melanjutkan pemeriksaan pada Selasa pekan depan.
Seperti diberitakan, Cirus dijerat Pasal 12 huruf e, Pasal 21, dan Pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor. Penetapan tersangka kasus korupsi itu setelah melewati proses panjang. Cirus juga dijerat Pasal 263 KUHP terkait pemalsuan dokumen.
Berdasarkan fakta di persidangan, pertemuan di Hotel Kristal membicarakan pasal yang dijeratkan ke Gayus. Saat itu, menurut Arafat, Cirus mengatakan tak dapat menangani kasus Gayus jika hanya dikenakan pasal korupsi dan pencucian uang.
Kedua pasal itu harus ditangani bidang pidana khusus. Adapun Cirus bekerja di bidang pidana umum. Setelah diminta menambah pasal oleh Fadil supaya berkas perkara dinyatakan lengkap, Sri Sumartini akhirnya menambahkan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan ke Gayus.
Cirus juga diduga memberi petunjuk kepada penyidik agar hanya menyita harta Gayus senilai Rp 370 juta dari total harta senilai Rp 28 miliar di rekening yang diblokir penyidik Bareskrim Polri. Akibatnya, Polri membuka blokir rekening Gayus.
Fakta di sidang lainnya, Cirus menghilangkan pasal korupsi dalam dakwaan. Nazran Aziz, salah satu JPU, mengaku hanya menyalin dakwaan dari rencana dakwaan (rendak) yang disusun Cirus. Dalam rendak, hanya ada pasal penggelapan dan pencucian uang. "Rendak itu tak mengikat (tak wajib diikuti)," kata Tumbur.
Gayus mengaku menggelontorkan uang untuk jaksa melalui Haposan. Salah satu uang yang diberikan agar jaksa tak menuntut tinggi.
"Pertanyaan soal uang enggak ada ya. Hanya masalah administrasi penelitian perkara," ucap Tumbur Simanjuntak, penasihat hukum Cirus, sesuai pemeriksaan di Mabes Polri, Jumat (4/3/2011) sekitar pukul 20.00. Cirus diperiksa sejak pukul 10.00.
Tumbur mengatakan, pertanyaan yang diajukan seputar kronologi penetapan pasal korupsi, pencucian uang, dan penggelapan yang dikenakan ke Gayus. Cirus juga ditanya terkait pertemuan dengan Kompol Arafat Enanie, AKP Sri Sumartini, dan Haposan Hutagalung di Hotel Kristal, Jaksel.
"Cirus dan semua jaksa kasus Antasari sudah kumpul di sana (Hotel Kristal). Jadi bukan sengaja bertemu (Arafat, Sri Sumartini, dan Haposan) di sana," kata Tumbur.
Kepada wartawan, Cirus enggan berkomentar terkait pemeriksaan. Pria yang mengenakan pakaian batik warna coklat itu memilih masuk ke mobil Mercedes-Benz warna biru. Rencananya, Cirus akan melanjutkan pemeriksaan pada Selasa pekan depan.
Seperti diberitakan, Cirus dijerat Pasal 12 huruf e, Pasal 21, dan Pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor. Penetapan tersangka kasus korupsi itu setelah melewati proses panjang. Cirus juga dijerat Pasal 263 KUHP terkait pemalsuan dokumen.
Berdasarkan fakta di persidangan, pertemuan di Hotel Kristal membicarakan pasal yang dijeratkan ke Gayus. Saat itu, menurut Arafat, Cirus mengatakan tak dapat menangani kasus Gayus jika hanya dikenakan pasal korupsi dan pencucian uang.
Kedua pasal itu harus ditangani bidang pidana khusus. Adapun Cirus bekerja di bidang pidana umum. Setelah diminta menambah pasal oleh Fadil supaya berkas perkara dinyatakan lengkap, Sri Sumartini akhirnya menambahkan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan ke Gayus.
Cirus juga diduga memberi petunjuk kepada penyidik agar hanya menyita harta Gayus senilai Rp 370 juta dari total harta senilai Rp 28 miliar di rekening yang diblokir penyidik Bareskrim Polri. Akibatnya, Polri membuka blokir rekening Gayus.
Fakta di sidang lainnya, Cirus menghilangkan pasal korupsi dalam dakwaan. Nazran Aziz, salah satu JPU, mengaku hanya menyalin dakwaan dari rencana dakwaan (rendak) yang disusun Cirus. Dalam rendak, hanya ada pasal penggelapan dan pencucian uang. "Rendak itu tak mengikat (tak wajib diikuti)," kata Tumbur.
Gayus mengaku menggelontorkan uang untuk jaksa melalui Haposan. Salah satu uang yang diberikan agar jaksa tak menuntut tinggi.
DPR Lebih Tepat Revisi UU Pemasyarakatan
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Busyro Muqoddas menilai, pemberian remisi untuk para koruptor sebaiknya dihapuskan. Untuk melakukan hal tersebut ia menyarankan agar Dewan Pemusyawaratan Rakyat lebih baik merevisi Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang mengatur pemberian remisi bagi para tahanan.
Hal tersebut lebih tepat daripada merevisi Undang-undang Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Dari dulu saya tidak setuju. Untuk kasus korupsi jangan pakai remisi dan sejenisnya. Dan Undang-undang tentang hal ini sebaiknya diamandemen dan ini seharusnya dilakukan oleh DPR, bukan Undang-undang KPK," katanya di gedung KPK, Rasuna Said, Jakarta, Jumat (4/3/2011).
Menurut Busyro, pemberian remisi kepada para koruptor tidak memberikan pendidikan yang baik untuk masyarakat. "Itu pendidikan kurang bagus. Masak seorang koruptor, dihukum lalu tahu-tahu dengan potongan remisi tahu-tahu ngejedul methungul (mendadak muncul) gitu ya. Selesai, pesta, ini kan menyakitkan," katanya.
Dia menilai, ke depannya remisi untuk para koruptor harus dihapus. Jika perlu, para koruptor mendapat hukuman sosial disamping hukuman penjara. "Misalnya membersihkan gereja di hari Minggu, mesjid di hari Jumat, atau pakai pakaian tahanan," ucap Mantan Ketua Komisi Yudisial itu.
Hal tersebut lebih tepat daripada merevisi Undang-undang Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Dari dulu saya tidak setuju. Untuk kasus korupsi jangan pakai remisi dan sejenisnya. Dan Undang-undang tentang hal ini sebaiknya diamandemen dan ini seharusnya dilakukan oleh DPR, bukan Undang-undang KPK," katanya di gedung KPK, Rasuna Said, Jakarta, Jumat (4/3/2011).
Menurut Busyro, pemberian remisi kepada para koruptor tidak memberikan pendidikan yang baik untuk masyarakat. "Itu pendidikan kurang bagus. Masak seorang koruptor, dihukum lalu tahu-tahu dengan potongan remisi tahu-tahu ngejedul methungul (mendadak muncul) gitu ya. Selesai, pesta, ini kan menyakitkan," katanya.
Dia menilai, ke depannya remisi untuk para koruptor harus dihapus. Jika perlu, para koruptor mendapat hukuman sosial disamping hukuman penjara. "Misalnya membersihkan gereja di hari Minggu, mesjid di hari Jumat, atau pakai pakaian tahanan," ucap Mantan Ketua Komisi Yudisial itu.
Langganan:
Postingan (Atom)