Fajar Pratama - detikNews
Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta
kembali terbelah dalam menjatuhkan vonis kasus bioremediasi PT Chevron.
Jika kemarin majelis terbelah saat memvonis Endah Rubiyanti dan Kukuh,
kini terulang saat menghukum Widodo.
"Menyatakan terdakwa
terbukti secara sah dan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana
dakwaan sekunder. Menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara," ujar Ketua
Majelis Hakim Sudharmawati Ningsih di PN Tipikor Jakarta, Jl Rasuna
Said, Jumat (19/7/2013).
Selain hukuman tersebut, Widodo juga
diwajibkan untuk membayar uang pengganti Rp 200 juta rupiah subsidair 3
bulan kurungan. Adapun hukuman badan 2 tahun penjara, baru berlaku
ketika vonis berkekuatan hukum tetap. Majelis hakim tidak langsung
memerintahkan penahanan.
Dalam persidangan ini, hakim anggota
Anas Mustaqim mengajukan concurring opinion. Beda pendapatnya hanya pada
Widodo lebih tepat dikenakan Pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang menjadi dakwaan primer.
"Terdakwa tidak melaksanakan kewenangannya merupakan melawan hukum. Semua unsur dalam dakwaan primair terbukti,"kata Anas.
Vonis
bersalah tersebut tidak disepakati oleh dua hakim anggota Slamet
Subagyo dan Sofialdi. Keduanya menyatakan Widodo tidak terbukti
melakukan tindak pidana korupsi.
Hakim Slamet lebih mendasarkan
bahwa Widodo menjabat sebagai team leader waste management sesudah
kontrak proyek bioremediasi dilakukan. Oleh karenanya, Widodo dianggap
tidak ikut-ikutan dalam proyek tersebut.
Sedangkan hakim Sofialdi
menilai terdapat sejumlah kesaksian di persidangan yang bertolak
belakang dengan dakwaan. Salah satunya mengenai ahli dari Kejagung
disebutnya memiliki konflik kepentingan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar