INILAH.COM,
Jakarta - Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI) Ricksy Prematuri
divonis hukuman 5 tahun penjara oleh majelis hakim pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor).
Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman membayar denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan dan diwajibkan membayar uang pengganti US$ 3,089.
Hakim menilai dalam proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Ricksy terbukti melakukan pidana korupsi. Ricksy dinilai terbukti bersalah melanggar hukum lantaran perusahaannya tidak mengantongi izin pekerjaan bioremediasi.
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun.
"Menyatakan terdakwa Ricksy Prematuri terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Terdakwa mengetahui PT GPI bukan perusahaan pengolahan limbah bioremediasi yang mendapat izin Kementerian Lingkungan Hidup tapi tetap melakukan pengerjaan pengolahan limbah," ucap hakim ketua Sudharmawatiningsih saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (7/5/2013) malam.
Hakim menyatakan terdakwa Ricksy Prematuri terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan primer.
Dalam uraiannya, Hakim menerangkan bahwa pelaksanaan pekerjaan bioremediasi tahun 2006-20011 yang dilakukan PT GPI tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128/2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah.
Dalam proyek tersebut negara dirugikan US$ 3,089 juta. Sebab, Kerugian tersebut terjadi lantaran PT Chevron memperhitungkan biaya proyek bioremediasi dengan mekanisme cost recovery.
Vonis itu sendiri lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung (Kejakgung). Jaksa sebelumnya menuntut Ricksy dengan hukukan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. [gus]
Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman membayar denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan dan diwajibkan membayar uang pengganti US$ 3,089.
Hakim menilai dalam proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Ricksy terbukti melakukan pidana korupsi. Ricksy dinilai terbukti bersalah melanggar hukum lantaran perusahaannya tidak mengantongi izin pekerjaan bioremediasi.
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun.
"Menyatakan terdakwa Ricksy Prematuri terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Terdakwa mengetahui PT GPI bukan perusahaan pengolahan limbah bioremediasi yang mendapat izin Kementerian Lingkungan Hidup tapi tetap melakukan pengerjaan pengolahan limbah," ucap hakim ketua Sudharmawatiningsih saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (7/5/2013) malam.
Hakim menyatakan terdakwa Ricksy Prematuri terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan primer.
Dalam uraiannya, Hakim menerangkan bahwa pelaksanaan pekerjaan bioremediasi tahun 2006-20011 yang dilakukan PT GPI tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128/2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah.
Dalam proyek tersebut negara dirugikan US$ 3,089 juta. Sebab, Kerugian tersebut terjadi lantaran PT Chevron memperhitungkan biaya proyek bioremediasi dengan mekanisme cost recovery.
Vonis itu sendiri lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung (Kejakgung). Jaksa sebelumnya menuntut Ricksy dengan hukukan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. [gus]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar