Pekanbaru, Riau (ANTARA News) - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, menyatakan, ada indikasi pelanggaran HAM dalam penanganan kasus Proyek Bioremediasi PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) yang ditangani Kejaksaan Agung.

"Kami sudah menyiapkan bahan hasil penyelidikan Komnas HAM setebal 400 halaman. Komnas HAM menemukan beberapa indikasi pelanggaran HAM dalam penanganan kasus bioremediasi ini. Yang mencolok adalah diskriminasi di hadapan hukum dan peradilan," kata Pigai, dalam surat elektronik di Pekanbaru, Minggu.

Komnas HAM telah meminta keterangan dari berbagai pihak antara lain Chevron selaku korporasi, 18 orang karyawan Chevron, SKK Migas, BPKP, BPK, KLH, Kementerian ESDM, dan berkoordinasi dengan Komisi Kejaksaan dan IPA.

Edison Effendi selaku pelapor untuk kasus tersebut, sekaligus saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat persidangan, sudah dipanggil tiga kali tapi tidak datang dan tidak ada keterangan yang jelas.

Edison Effendi sebelumnya juga dinyatakan sebagai saksi ahli yang tidak berkompeten. Selain sebagai pelapor, Edison juga merupakan pejabat perusahaan yang kalah tender terkait proyek bioremediasi di Chevron Wilayah Provinsi Riau.

Corporate Communication Manager Chevron, Dony Indrawan, sangat mendukung upaya Komnas HAM dan berharap rekomendasi Komnas HAM segera disampaikan ke publik.

"Kami melihat dan mencatat berbagai kejanggalan dalam proses penanganan kasus ini oleh Kejagung dan juga proses peradilan yang tengah berlangsung. Kami mendukung penuh upaya karyawan, kontraktor dan keluarga untuk melaporkan adanya dugaan pelanggaran HAM sebagai hak warga negara yang harus dihormati dan dilindungi," kata Indrawan.

Dia mengatakan, kejanggalan ini sudah tercium sejak awal seperti yang sudah diputuskan empat hakim praperadilan bahwa penahanan Kukuh Kertasafari, Endah Rumbiyanti, Widodo dan Bachtiar Abdulfatah tidak sah sehingga mereka dibebaskan setelah 62 hari ditahan bahkan Bachtiar dibebaskan dari statusnya sebagai tersangka karena dianggap Hakim tidak berdasar.