VIVAnews - Mantan Direktorat Jenderal Listrik dan
Pemanfaatan Energi (LPE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM), Jacobus Purwono, divonis 9 tahun penjara dan denda Rp300 juta
subsider enam bulan kurungan. Sementara anak buahnya, Kosasih Abbas
divonis 4 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider tiga bulan
kurungan.
Majelis menyatakan terdakwa satu, Jacobus Purwono dan terdakwa dua, Kosasih Abbas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsider melanggar Pasal 3 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
"Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa satu dengan hukuman pidana penjara selama 9 tahun dan pidana denda Rp300 juta subsider 6 bulan. Terhadap terdakwa dua, Kosasih Abbas pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda Rp150 juta subsider tiga bulan kata Ketua Majelis Hakim Sudjatmiko saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu 6 Februari 2013.
Selain itu, hakim juga memerintahkan terdakwa satu untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,03 miliar dan terdakwa dua Rp550 juta. Dengan ketentuan apabila dalam tenggang waktu satu bulan setelah keputusan berkekuatan hukum tetap tidak dapat membayar, maka harta bendanya disita untuk negara. Jika tidak terpenuhi diganti dengan hukuman penjara, untuk terdakwa satu hukuman dua tahun penjara dan terdakwa dua satu tahun.
Hakim menyatakan, Jacobus terbukti memperkaya sendiri atau pihak lain dan beberapa perusahaan rekanan dalam proyek pembangunan Solar Home System (SHS) tahun anggaran 2007-2008 di seluruh Indonesia sebesar Rp8.321.837.500. Sedangkan, Kosasih selaku Kepala Sub Energi Terbarukan memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2.854.738.500.
Dengan cara menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) SHS yang tidak sesuai ketentuan, sehingga muncul HPS yang tidak wajar. Terdakwa Jacobus juga telah mengarahkan terdakwa Kosasih untuk mengatur pemenang lelang dengan memberikan sejumlah nama-nama perusahaan.
"Sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp144,8 miliar," ujar Hakim Sudjatmiko.
Dalam menjatuhi putusan, dua majelis hakim berbeda pendapat. Yakni hakim Sudjatmiko dan hakim Afiantara. Menurut dua majelis hakim itu, terdakwa satu dan dua terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Majelis yang dipimpin hakim Sudjatmiko menimbang hal-hal yang memberatkan dan meringankan kepada dua terdakwa. Yang memberatkan terdakwa satu, perbuatannya kontraproduktif dalam upaya pemerintah memberantas korupsi, perbuatan terdakwa tidak memberikan teladan kepada bawahannya dan terdakwa tidak merasa bersalah.
Sedangkan yang memberatkan terdakwa dua, perbuatannya kontraproduktif dalam pemberantasan korupsi, terdakwa dua sebagai anak buah tidak berani menolak arahan yang tidak benar dari atasannya sehingga melakukan korupsi.
Sementara pertimbangan yang meringankan, terdakwa satu bersikap sopan di persidangan, masih memiliki tanggungan keluarga, telah mengabdi kepada negara dan telah memperoleh penghargaan satya lencana. Sedangkan bagi terdakwa dua, telah mengakui perbuatannya di persidangan, telah mengabdi sebagai PNS, bersikap sopan di persidangan dan masih punya tanggungan.
Terkait putusan majelis hakim, dua mantan pejabat Kementerian ESDM itu menyatakan pikir-pikir. Begitupun dengan Jaksa Penuntut Umum yang juga menyatakan pikir-pikir selama satu pekan. (umi)
Majelis menyatakan terdakwa satu, Jacobus Purwono dan terdakwa dua, Kosasih Abbas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsider melanggar Pasal 3 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
"Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa satu dengan hukuman pidana penjara selama 9 tahun dan pidana denda Rp300 juta subsider 6 bulan. Terhadap terdakwa dua, Kosasih Abbas pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda Rp150 juta subsider tiga bulan kata Ketua Majelis Hakim Sudjatmiko saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu 6 Februari 2013.
Selain itu, hakim juga memerintahkan terdakwa satu untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,03 miliar dan terdakwa dua Rp550 juta. Dengan ketentuan apabila dalam tenggang waktu satu bulan setelah keputusan berkekuatan hukum tetap tidak dapat membayar, maka harta bendanya disita untuk negara. Jika tidak terpenuhi diganti dengan hukuman penjara, untuk terdakwa satu hukuman dua tahun penjara dan terdakwa dua satu tahun.
Hakim menyatakan, Jacobus terbukti memperkaya sendiri atau pihak lain dan beberapa perusahaan rekanan dalam proyek pembangunan Solar Home System (SHS) tahun anggaran 2007-2008 di seluruh Indonesia sebesar Rp8.321.837.500. Sedangkan, Kosasih selaku Kepala Sub Energi Terbarukan memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2.854.738.500.
Dengan cara menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) SHS yang tidak sesuai ketentuan, sehingga muncul HPS yang tidak wajar. Terdakwa Jacobus juga telah mengarahkan terdakwa Kosasih untuk mengatur pemenang lelang dengan memberikan sejumlah nama-nama perusahaan.
"Sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp144,8 miliar," ujar Hakim Sudjatmiko.
Dalam menjatuhi putusan, dua majelis hakim berbeda pendapat. Yakni hakim Sudjatmiko dan hakim Afiantara. Menurut dua majelis hakim itu, terdakwa satu dan dua terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Majelis yang dipimpin hakim Sudjatmiko menimbang hal-hal yang memberatkan dan meringankan kepada dua terdakwa. Yang memberatkan terdakwa satu, perbuatannya kontraproduktif dalam upaya pemerintah memberantas korupsi, perbuatan terdakwa tidak memberikan teladan kepada bawahannya dan terdakwa tidak merasa bersalah.
Sedangkan yang memberatkan terdakwa dua, perbuatannya kontraproduktif dalam pemberantasan korupsi, terdakwa dua sebagai anak buah tidak berani menolak arahan yang tidak benar dari atasannya sehingga melakukan korupsi.
Sementara pertimbangan yang meringankan, terdakwa satu bersikap sopan di persidangan, masih memiliki tanggungan keluarga, telah mengabdi kepada negara dan telah memperoleh penghargaan satya lencana. Sedangkan bagi terdakwa dua, telah mengakui perbuatannya di persidangan, telah mengabdi sebagai PNS, bersikap sopan di persidangan dan masih punya tanggungan.
Terkait putusan majelis hakim, dua mantan pejabat Kementerian ESDM itu menyatakan pikir-pikir. Begitupun dengan Jaksa Penuntut Umum yang juga menyatakan pikir-pikir selama satu pekan. (umi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar