Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan
kasasi PT Prime Management Indonesia (PT PMI) atas gugatan Nurfatha
Haryani. PT Prime tidak bisa memberangkatkan Nurfatha untuk sekolah ke
Jerman sesuai aturan yang ada.
"Nurfatha merupakan siswa yang
bergabung menandatangani perjanjian kerjasama dengan kami pada 9 Juni
2010 untuk persiapan keberangkatan kuliah ke luar negeri dengan negara
tujuan Jerman," kata Direktur PT PMI, Anwari, Rabu (25/9/2013).
Penjelasan Anwari tersebut untuk mengklarifikasi berita detikcom yang
berjudul 'MA Kabulkan Permohonan Kasasi PT PMI Soal Gugatan Nurfatha'.
Dalam
perjalanannya, Nurfatha tidak dapat memenuhi persyaratan pembuatan visa
pelajar yang ditetapkan pemerintah Jerman berupa uang jaminan sebesar
7.800 Euro yang harus dikirim ke rekening atas nama Nurfatha di Jerman
atau dengan kurs saat itu senilai kurang lebih Rp 100 juta.
"Dengan
semangat membantu, kami mencarikan solusi lain yaitu berpindah negara
tujuan ke negara yang tidak mewajibkan adanya rekening jaminan dengan
cara tersebut yaitu Austria, yang hanya mewajibkan adanya rekening atas
nama orang tua siswa di Indonesia," lanjutnya.
Namun setelah
nilai tes bahasa keluar, ternyata nilai Nurfatha tidak memenuhi kriteria
minimal untuk bersekolah di Austria. Lagi-lagi dengan semangat ingin
membantu, PT PMI menawarkan bantuan peminjaman uang jaminan ke Jerman
dengan skema pengembalian dicicil tanpa bunga, hanya terkena biaya
transfer pengiriman dana.
Namun tawaran bantuan tersebut ditolak
dan pada Januari 2012 Nurfatha secara sepihak memutuskan perjanjian
kerjasama dengan PT PMI dan menempuh jalur hukum melalui Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen. Nurfatha juga menuntut pengembalian uang
yang sudah dibayarkan, yang sebenarnya aturan mengenai pengembalian
uang pembayaran sudah ditentukan dalam surat perjanjian kerjasama no
004/SPJN/PM/JT/06/2010 yang dicatatatkan di notaris Suharni SH di
Magelang dengan nomor 4119/W/VIII/2010 tanggal 28 Agustus 2010.
"Sepanjang
perjalanan kerjasama kami dengan Nurfatha, Nurfatha berkali-kali
melanggar kesepakatan jadwal pembayaran, seharusnya sesuai pasal dalam
surat perjanjian kerjasama dapat dihentikan. Namun kami tetap membantu
semua proses persiapan keberangkatan walaupun Nurfatha tidak mematuhi
skema pembayaran dalam surat perjanjian," lanjutnya.
Kemudian
setelah diketahui nilai ujian bahasanya tidak memenuhi persyaratan
mendaftar ke universitas di Austria PT PMI tetap memberi bantuan
menyediakan kelas bahasa tambahan untuk mengejar syarat minimal
kelulusan bahasa tanpa mengenakan biaya tambahan apapun
"Sebagai perusahaan yang tunduk pada aturan hukum di Indonesia, kami
menghormati dan mengikuti keseluruhan proses hukum yang berjalan sesuai
peraturan di Indonesia. Dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang kami
serahkan, MA akhirnya membebaskan kami dari segala tuntutan termasuk
membatalkan semua putusan BPSK dan putusan PN Jakarta Utara," terangnya.
Berikut bunyi lengkap putusan MA yang memenangkan PT PMI tersebut:
PUTUSAN
Nomor 10 K/Pdt.Sus/2013
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
memeriksa perkara perdata khusus tentang keberatan atas putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen pada tingkat kasasi memutuskan sebagai
berikut dalam perkara antara:
Tuan H. ANWARI. S.H., selaku
Direktur Utama PT. PRIME MANAGEMENT INDONESIA untuk dan atas nama PT.
PRIME MANAGEMENT INDONESIA, berkedudukan di Kantor Pusat Jalan Pandega
Asih No. A5 Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam hal ini memberi
kuasa kepada 1. H. DHIAN AMBARSARI, S.H.; 2. ROFIKOH KRISNASARI, S.H.;
3. FAJAR SETIA KUSUMAH, S.H.; 4. FEBRI KURNIAWAN, S.H. semuanya Advokat /
Pengacara - Konsultan Hukum semuanya beralamat di Low Office "Dhian and
Partner", Jalan Tengiri VIII/42 Perumahan Minomartani
Kuasa Khusus
tanggal 11 Oktober 2012, Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,
berdasarkan Surat Pemohon Kasasi dahulu Pemohon Keberatan;
Melawan
NURFATHA HARYANI (HUSNIH. S.Pd), bertempat tinggal di Papanggo Raya
Gang 20 No. 119 A RT.013/RW.005, Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara,
Termohon Kasasi dahulu Termohon Keberatan;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang,
bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Pemohon Kasasi
dahulu sebagai Pemohon Keberatan telah mengajukan keberatan terhadap
putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor
01/Pdt/BPSK/2012/PN.JKT.UT. tanggal 8 Oktober 2012 yang amarnya sebagai
berikut:
A. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Propinsi DKI Jakarta melanggar Hukum Acara BPSK;
1. Bahwa BPSK Provinsi DKI Jakarta, sebagaimana tercantum di dalam
putusan tersebut di atas, telah memutuskan untuk mengabulkan tuntutan
konsumen dan menghukum Pelaku Usaha (Pemohon Keberatan) untuk
mengembalikan uang konsumen yang sudah diterima Pelaku Usaha, yang mana
putusan tersebut diambil secara verstek (tanpa kehadiran Pelaku Usaha).
Putusan verstek tersebut didasarkan pada Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan RI Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas
dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pasal 36 ayat (3) yang
berbunyi: "Bilamana pada persidangan ke-II konsumen tidak hadir maka
gugatannya dinyatakan gugur demi hukum, sebaliknya jika Pelaku Usaha
yang tidak hadir, maka gugatan konsumen dikabulkan oleh Majelis tanpa
kehadiran Pelaku Usaha";
Namun ternyata, BPSK Provinsi DKI Jakarta
keliru didalam mengambil dasar pertimbangan untuk mengabulkan tuntutan
konsumen secara verstek tersebut. Ketentuan Pasal 36 ayat (3) di atas
tidak dapat dibaca secara tunggal, namun harus dilihat secara
keseluruhan (utuh) bunyi Pasal 36 Keputusan menteri Perindustrian dan
Perdagangan RI Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen selengkapnya berbunyi
sebagai berikut, kami kutip, Pasal 36 :
1. Apabila Pelaku Usaha atau
konsumen tidak hadir pada hari persidangan I (pertama) Majelis
memberikan kesempatan terakhir pada konsumen dan Pelaku Usaha untuk
hadir padi persidangan ke-II (kedua) dengan membawa alat bukti yang
diperlukan;
2. Persidangan ke-II (kedua) diselenggarakan
selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak hari
persidangan I (pertama) dan diberitahukan dengan surat panggilan kepada
konsumen dan Pelaku Usaha oleh Sekretariat BPSK;
3. Bilamana pada
persidangan ke-II (kedua) konsumen tidak hadir, maka gugatannya
dinyatakan gugur demi hukum, sebaliknya jika Pelaku Usaha yang tidak
hadir, maka gugatan konsumen dikabulkan oleh Majelis tanpa kehadiran
Pelaku Usaha;
Di dalam ketentuan Pasal 36 di atas, jelas diatur
bahwa BPSK memberikan kesempatan pemanggilan sebanyak 2 (dua) kali
kepada para pihak untuk hadir di dalam persidangan. Jika pada
pemanggilan I (pertama) ada pihak yang tidak hadir, maka diberi
kesempatan terakhir melalui pemanggilan persidangan yang ke-II (kedua).
Artinya, putusan verstek (diluar kehadiran salah satu pihak) hanya dapat
dijatuhkan apabila ada pihak yang tidak hadir 2 (dua) kali
berturut-turut pada persidangan pertama dan kedua setelah dipanggil
secara patut. Namun dalam perkara a quo, Pemohon Keberatan telah hadir
pada sidang pertama dengan agenda pembacaan gugatan, lalu Pemohon
Keberatan diberi kesempatan pada sidang berikutnya untuk memberikan
jawaban secara tertulis. Kehadiran Pemohon Keberatan pada sidang pertama
dapat dilihat pada berita acara sidang BPSK tanggal 10 Mei 2012 dan
tanggal 22 Mei 2012;
Jika pada sidang pertama tanggal 10 Mei 2012
Pemohon Keberatan tidak hadir, maka tidak mungkin sidang kedua
diselenggarakan pada tanggal 22 Mei 2012. Karena berdasarkan ketentuan
Pasal 36 ayat (2) di atas, jika Pemohon Keberatan tidak hadir pada
sidang pertama tanggal 10 Mei 2012, maka seharusnya sidang kedua
diselenggarakan paling lambat 5 (lima) hari kemudian, yaitu tanggal 15
Mei 2012 pada kenyataannya, sidang kedua diselenggarakan 12 (dua belas)
hari kemudian, yaitu tanggal 22 Mei 2012 untuk memberikan kesempatan
kepada Pemohon Keberatan memberikan jawaban atas gugatan konsumen. Hal
ini menunjukan bahwa Pemohon Keberatan telah hadir pada sidang pertama.
Namun, pada persidangan berikutnya yaitu sidang kedua, Pemohon Keberatan
tidak hadir dikarenakan wakil dari Pemohon Keberatan di dalam sidang
tersebut mendadak sakit dan tidak sempat menunjuk pengganti. Sejak saat
itu, Pemohon Keberatan tidak pernah lagi mendapat panggilan sidang dari
BPSK Provinsi DKI Jakarta, hingga tiba-tiba Pemohon Keberatan mendapat
informasi (bukan pemberitahuan secara resmi) bahwa perkara a quo telah
diputus secara verstek;
2. Bahwa dari uraian di atas, jelahlah
bahwa BPSK Provinsi DKI Jakarta telah keliru di dalam menerapkan hukum
acara. Ketentuan pasal 36 Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan RI Nomor 350/MPP/ Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen haruslah dimaknai bahwa
putusan verstek dapat dijatuhkan apabila salah satu atau kedua pihak
tidak hadir 2 (dua) kali beturut-turut setelah dipanggil secara patut.
Namun dalam perkara a quo, BPSK Provinsi DKI Jakarta sekonyong-konyong
menjatuhkan putusan secara verstek, padahal Pemohon Keberatan telah
hadir di dalam sidang ke-I (pertama). Artinya, BPSK Provinsi DKI Jakarta
menggunakan logika yang keliru di dalam menerapkan ketentuan di atas.
Jika kita semua mengikuti logika BPSK Provinsi DKI Jakarta tersebut,
maka bisa saja salah satu pihak atau keduanya datang pada sidang pertama
dan kedua, lalu tidak datang pada sidang ketiga, keempat, dan
seterusnya, tanpa khawatir akan diputus secara verstek, karena putusan
verstek hanya mengatur ketidakhadiran pada sidang kedua. Namun tentu
saja logika tersebut adalah logika yang keliru dan tidak sesuai dengan
kaidah hukum yang seharusnya. Dengan demikian, maka putusan verstek yang
dijatuhkan oleh BPSK Provinsi DKI Jakarta didasari pada pertimbangan
hukum yang keliru, sehingga layak untuk dibatalkan;
3. Bahwa setelah
pada persidangan kedua Pemohon Keberatan tidak menghadiri sidang
sebagaimana telah dijadikan pada point di atas, Pemohon Keberatan sama
sekali tidak pernah mendapat panggilansidang selanjutnya dari BPSK
Provinsi DKI Jakarta hingga tiba-tiba Pemohon Keberatan mendapat
informasi (bukan pemberitahuan secararesmi) bahwa perkara a quo sudah
diputus secara verstek oleh BPSK
Provinsi DKI Jakarta pada tanggal
29 Mei 2012. Atas informasi tersebut, Pemohon Keberatan mencari
informasi ke kantor BPSK Provinsi DKI Jakarta pada hari Senin, tanggal
25 Juni 2012. Dan pada saat itulah Pemohon Keberatan baru mendapat
pemberitahuan secara resmi mengenai putusan BPSK Provinsi DKI Jakarta
tersebut. Hal tersebut jelas-jelas telah melanggar Hukum Acara BPSK
mengenaipemberitahuan isi putusan kepada para pihak. Di dalam Pasal 41
ayat (1) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Numor
350/MPP/ Kep/12/2001 Tentang pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen secara tugas disebutkan, kami kutip:
Pasal 41
• Ketua BPSK memberitahukan putusan Majelis secara tertulis kepada
alamat Konsumen dan Pelaku Usaha yang bersengketa, selambat-lambatnya
dalam 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan dibacakan;
Dari ketentuan
di atas jelas-jelas diatur bahwa putusan BPSK harus diberitahukan kepada
para pihak paling lambat 7 (tujuh) hari setelah putusan dibacakan.
Namun dalam perkara a quo Pemohon Keberatan baru mendapat pemberitahuan
secara resmi atas putusan tersebut pada tanggal 25 Juni 2012, atau 27
(dua puluh tujuh) hari setelah putusan dijatuhkan.
Itupun setelah
Pemohon Keberatan secara proaktif mendatangi BPSK Provinsi DKI Jakarta
untuk menanyakan perihal putusan tersebut.
4. Bahwa pemeriksaan
perkara a quo di BPSK Provinsi DKI Jakarta tercantum dalam sebuah
putusan arbitrase, sebagaimana diatur di dalam tersebut menunjukan BPSK
Provinsi DKI Jakarta kembali telah melanggar hukum acara yang berlaku
dalam pemeriksaan perkara sengketa konsumen di BPSK; Pasal 54 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, kami kutip:
Pasal 54:
(1) Putusan arbitrase memuat :
a. Kepala putusan yang berbunyi "Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa";
b. Nama lengkap dan alamat para pihak;
c. Uraian singkat sengketa;
d. Pendirian para pihak;
e. Nama lengkap dan alamat arbiter;
f. Pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase
mengenai keseluruhan sengketa;
h. Tempat dan tanggal putusan; dan
i. Tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase;
Dengan tidak dicantumkannya hal-hal tersebut di atas, terutama kepala
putusan yang berbunyi "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa", jelas-jelas merupakan pelanggaran terhadap keabsahan suatu putusan
arbitrase, sehingga beralasan secara hukum agar putusan BPSK a quo
dinyatakan batal demi hukum;
B. BPSK Provinsi DKI Jakarta Tidak
Berwenang Mengadili Perkara A Quo Karena Para Pihak Telah Memilih
Domisili Hukum Pengadilan Negeri Jakarta Timur
1. Bahwa sengketa a
quo antara Pemohon Keberatan (Pelaku Usaha) dengan Termohon Keberatan
(konsumen) bermula dari adanya perjanjian kerjasama antara Pemohon
Keberatan dengan Termohon Keberatan, sebagaimana dituangkan di dalam
surat perjanjian nomor: 004/SPJN/ PM/06/2010 tanggal 09 Juni 2010. Di
dalam Surat Perjanjian tersebut, terutama di dalam Pasal VII, para pihak
yaitu dalam hal ini Pemohon Keberatan dengan Termohon Keberatan telah
bersepakat untuk menunjuk Pengadilan Negeri Jakarta Timur sebagai
pilihan forum (choice of forum) resmi dan sebagai lembaga yang akan
menyelesaikan sengketa yang mungkin akan terjadi di kemudian hari antara
Pemohon Keberatan dengan Termohon Keberatan. Klausal pemilihan domisili
hukum tersebut kami kutip:
PASAL VII
LAIN-L AIN
Hal-hal
selain yang tercantum di dalan perjanjian ini tidak menjadi tanggung
jawab pihak kedua dan apabila terjadi permasalahan akan diselesaikan
secara musyawarah dan kekeluargaan, apabila tidak dapat diselesaikan
maka kedua belah pihak sepakat untuk memilih Pengadilan Negeri Jakarta
Timur untuk menyelesaikan sesuai ketentuan dan peraturan hukum yang
berlaku di negara Indonesia;
2. Berdasarkan klausul tersebut di
atas, jelaslah bahwa para pihak telah sepakat memilih domisili hukum
Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk menyelesaikan sengketa antara
kedua belah pihak. Hal tersebut sesuai pula dengan ketentuan Pasal 45
ayat (1) dan ayat (2) Undang- Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, kami kutip:
BAB X
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 45
1.
Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat Pelaku Usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan Pelaku
Usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum
2. Berdasarkan ketentuan di atas, maka jelaslah bahwa pemilihan domisili
Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang
bersengketa;
Berdasarkan ketentuan di atas, maka jelaslah bahwa
pemilihan domisili hukum Pengadilan Negeri Jakarta Timur merupakan
pilihan sukarela para pihak sejak awal untuk menyelesaikan sengketa yarg
timbul. Maka, dengan diajukannya gugatan oleh Termohon Keberatan
melalui BPSK Provinsi DKI Jakarta jelas-jelas telah melanggar kompetensi
relative, karena BPSK Provinsi DKI Jakarta tidak memiliki wewenang
mengadili sengketa a quo.
Dengan demikian, beralasan secara hukum agar putusan BPSK a quo dinyatakan batal demi hukum;
C. Pokok Perkara Sengketa A Quo Belum Diperiksa Oleh BPSK Provinsi DKI Jakarta
Bahwa sebagaimana telah Pemohon Keberatan uraikan sebelumnya, bahwa
perkara a quo pada saat proses pemeriksaan di BPSK Provinsi DKI Jakarta
baru berlangsung 1 (satu) kali persidangan dengan agenda pembacaan
gugatan, yang mana hingga putusan verstek dijatuhkan, Pemohon Keberatan
belum memberikan jawaban sama sekali sehingga pokok perkara sengketa a
quo belum diperiksa sama sekali. Berkaitan dengan hal tersebut, berikut
ini Pemohon Keberatan akan memberikan jawaban atas gugatan dari Termohon
Keberatan (konsumen) sebagaimana uraian berikut ini;
2. Bahwa
Pemohon Keberatan menolak dengan tegas seluruh dalil dari Termohon
Keberatan di dalam surat gugatannya, kecuali yang secara tegas Pemohon
Keberatan akui kebenarannya;
3. Bahwa tidak benar apabila dikatakan
Termohon Keberatan tidak mengetahui tentang adanya uang deposit sebesar
Rp. 100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) sebagai uang jaminan selama di
Jerman. Mengenai uang deposit tersebut telah dijelaskan sebelumnya
kepada Termohon Keberatan pada saat Termohon Keberatan datang untuk
berkonsultasi di kantor Pemohon Keberatan.
Uang deposit itu sendiri
merupakan ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah Jerman, yang mana
uang deposit tersebut akan disimpan di dalam rekening atas nama Termohon
Keberatan (konsumen) di bank yang ada di Jerman, dan pada saatnya boleh
diambil oleh Termohon Keberatan. Pemohon Keberatan sendiri akan
membantu proses pembuatan rekening tersebut. Namun dikarenakan Termohon
Keberatan tidak menyanggupi adanya uang deposit tersebut, maka Pemohon
Keberatan selanjutnya menawarkan solusi dengan mencarikan negara tujuan
lain yang tidak mewajibkan adanya uang deposit, yaitu Austria. Yang mana
untuk Negara Austria hanya mewajibkan adanya rekening atas nama orang
tua Termohon Keberatan di Indonesia. Solusi yang ditawarkan oleh Pemohon
Keberatan semata-mata didasari niat untuk membantu Termohon Keberatan
agar dapat berangkat studi/bersekolah ke luar negeri Namun setelah hasil
tes bahasa atas nama Termohon Keberatan keluar, ternyata nilai Termohon
Keberatan tidak memenuhi kriteria minimal untuk bersekolah di Austria,
namun cukup untuk bersekolah di Jerman;
4. Bahwa setelah diketahui
nilai tes bahawa Termohon Keberatan tidak memenuhi kriteria untuk
bersekolah di Austria, maka Pemohon Keberatan menawarkan kepada Termohon
Keberatan untuk tetap berangkat ke Jerman, yang mana untuk uang deposit
sebesar Rp.1.00.000.000,00 (seratus juta Rupiah) dipinjami oleh Pemohon
Keberatan dan Termohon Keberatan diberi keleluasan untuk mencicilnya.
Sedangkan untuk uang Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta Rupiah) yang
menurut dalil Termohon Keberatan merupakan bunga pinjaman, hal tersebut
sama sekali tidak benar. Uang sebesar Rp.12.000.000,00 (dua belas juta
Rupiah) adalah biaya transfer uang ke Jerman dalam rangka pembuatan
rekening uang deposit tersebut, karena untuk transfer uang antar negara
dikenakan biaya. Sehingga uang sebesar Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta
Rupiah) tidak dimaksudkan sebagai bunga ataupun keuntungan yang akan
masuk ke dalam kas Pemohon Keberatan. Lagi-lagi tawaran pinjaman uang
deposit tersebut didasari semangat untuk membantu Termohon Keberatan
agar dapat berangkat ke Jerman. Namun tawaran tersebut ditolak oleh
Termohon Keberatan;
5. Bahwa sebenarnya, semenjak awal pelaksanaan
kerjasama ini, Termohon Keberatan telah beberapa kali melakukan
pelanggaran terhadap isi perjanjian, terutama pelanggaran terhadap
jadwal pembayaran kepada Pemohon Keberatan, yang mana pelanggaran
tersebut sebenarnya berakibat hukum berakhirnya perjanjian tersebut,
sebagaimana diatur di dalam padal VI ayat (1) dan ayat (2), kami kutip:
PASAL VI
SANKSI
1. Apabila pihak pertama terlambat membayar atau pembayaran tidak
sesuai dengan pasal V, maka sisa nilai kontrak harus dilunasi sekaligus
secara tunai; 2. Apabila pihak pertama tidak melakukan pembayaran sesuai
jadwal tersebut pasal V, maka kerjasama dihentikan;
Sedangkan pada pasal V, diatur jadwal pembayaran sebagai berikut:
PASAL V JADWAL PEMBAYARAN
Pihak pertama menyetujui jadwal pembayaran yang dilakukan kepada pihak kedua, yaitu:
1. Pembayaran Down Payment (DP) sebesar Rp. 22.000.000,00 (dua puluh
dua juta Rupiah), dibayarkan pertama kali pada tanggal 9 Juni 2010;
2. Pembayaran cicilan pertama sebesar Rp. 7.000.000,00 (tujuh juta Rupiah) dibayarkan selambat-lambatnya tanggal 25 Juli 2012;
3. Pembayaran cicilan kedua sebesar Rp. 7.000.000,00 (tujuh juta Rupiah) dibayarkan selambat-lambatnya tanggal 25 Agustus 2012;
4. Pembayaran cicilan ketiga sebesar Rp. 7.000.000,00 (tujuh juta
Rupiah)dibayarkan selambat-lambatnya tanggal 25 September 2012;
5.
Pembayaran cicilan keempat sebesar Rp. 7.000.000,00 (tujuh juta Rupiah)
dibayarkan selambat-lambatnya tanggal 25 Oktober 2012;
6. Pembayaran cicilan kelima sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta Rupiah) dibayarkan selambat-lambatnya tanggal 25 November 2012;
Namun pada kenyataannya, Termohon Keberatan hanya tepat waktu sesuai
jadwal ketika membayar Down Payment (DP) sebesar Rp. 22.000.000,00 (dua
puluh dua juta Rupiah). Sedangkan untuk pembayaran cicilan pertama
hingga cicilan kelima, Termohon Keberatan selalu terlambat dan tidak
sesuai dengan jadwal dalam melakukan pembayaran. Sesuai dengan bukti
invoince, pembayaran yang telah dilakukan oleh Termohon Keberatan
dilakukan sebagai berikut:
1. Down Payment (DP) sebesar Rp. 22.000.000,00 (dua puluh dua juta Rupiah), dibayarkan tanggal 9 Juni 2010
2. Cicilan pertama sebesar Rp. 14.000.000,00 (empat belas juta Rupiah), dibayarkan pada tanggal 11 Agustus 2010;
3. Cicilan pertama sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta Rupiah), dibayarkan pada tanggal 4 Oktober 2010;
4. Cicilan pertama sebesar Rp. 7.000.000,00 (tujuh juta Rupiah), dibayarkan pada tanggal 19 Oktober 2010;
5. Cicilan pertama sebesar Rp. 7.000.000,00 (tujuh juta Rupiah), dibayarkan pada tanggal 13 Desember 2010;
Dari uraian pembayaran di atas, jelaslah bahwa Termohon
Keberatansebenarnya telah melakukan perbuatan sebagaimana tercantum di
dalam ketentuan pasal VI ayat (1) dan ayat (2), sehingga perjanjian
kerjasama tersebut dapat dihentikan. Namun lagi-lagi didasari oleh
semangat untuk membantu Termohon Keberatan, maka Pemohon Keberatan tetap
bersedia melanjutkan kerjasama tersebut, walaupun Termohon Keberatan
telah melakukan pelanggaran terhadap isi perjanjian;
6. Bahwa
sebenarnya, Termohon Keberatan masih memiliki kesempatan untuk berangkat
ke Jerman hingga bulan juni 2012 sebagaimana tercantum dalam Perjanjian
Kerjasama Nomor 004/SPJN/PM/JT/06/2010 tanggal 09 Juni 2010, dan
Pemohon Keberatan pun masih akan membantu Termohon Keberatan untuk dapat
berangkat ke Jerman sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Namun Termohon Keberatan lebih memilih untuk mengakhiri secara sepihak
perjanjian kerjasama tersebut sekitar Januari 2012. Hal ini jelas-jelas
menunjukan bahwa Termohon Keberatan sendiri yang telah melakukan
pelanggaran terhadap perjanjian yang telah disepakati, karena Termohon
Keberatan pada bulan Januari 2012 telah menghentikan kerjasama secara
sepihak, padahal durasi perjanjian kerjasama yang telah disepakati
berakhir pada bulan Juni 2012;
7. Bahwa dari uraian tersebut di
atas, jelaslah bahwa di satu sisi Pemohon Keberatan sebagai Pelaku Usaha
selalu berupaya memberikan pelayanan yang maksimal kepada Termohon
Keberalan sebagai konsumen agar dapat berangkat bersekolah ke Jerman,
namun di sisi lain justru Termohon Keberatan yang bahkan pada akhimyn
justru Termohon Keberatan yang melakukan penghentian kerjasama secara
sepihak sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian kerjasama. Sehingga
sungguh tidak adil dan tidak layak secara hukum jika Pemohon Keberatan
yang justru dihukum untuk mengembalikan uang konsumen sebesar Rp.
63.800.000,00 (enam puluh tiga juta delapan ratus ribu Rupiah), yang
mana uang yang telah dibayarkan oleh Termohon Keberatan tidaklah sebesar
itu;
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan kesemua fakta-fakta
yang sebenarnya, Pemohon Keberatan mohon Bapak Ketua Pengadilan Negeri
Jakarta Utara berkenan memeriksa dan menjatuhkan putusan sebagai
berikut:
PRIMAIR:
1. Mengabulkan menerima dan mengabulkan permohonan keberatan dari
Pemohon Keberatan untuk seluruhnya;
2. Membatalkan putusan BPSK Provinsi DKI Jakarta No. 008/PK/BPSK DKI/V/2012 tanggal 29 Mei 201;
3. Menolak gugatan pemohon (konsumen) untuk seluruhnya;
4. Menghukum Termohon keberatan untuk membayar biaya dalam perkara ini;
SUBSIDAIR:
Mohon putusan yang seadil-adilnya menurut hukum dan kebenaran (ex aequo etbono);
Bahwa, terhadap keberatan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta
Utaratelah memberi putusan Nomor 01/Pdt/BPSK/2012/PN.JKT.UT. tanggal 8
Oktober 2012, yang amarnya sebagai berikut:
DALAM POKOK PERKARA:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon Keberatan/Pelaku Usaha (dahulu Termohon);
2.
Menyatakan batal Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Propinsi DKI Jakarta No. 008/PK/BPSK-DK/V/2012 tanggal 29 Mei 2012;
MENGADILI SENDIRI:
1. Mengabulkan tuntutan Termohon Keberatan/Konsumen (dahulu Pemohon);
2. Menghukum Pemohon Keberatan/Pelaku Usaha (dahulu Termohon) untuk
mengembalikan uang sebesar Rp.55.000.000,00 (lima puluh lima juta Rupiah
kepada Termohon Keberatan/ Konsumen (dahulu Pemohon);
3. Menghukum
Pemohon Keberatan/Pelaku Usaha (dahulu Termohon) untuk membayar biaya
perkara ini sebesar Rp.391.000,- (tiga ratus sembilan puluh satu ribu
Rupiah);
Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara
tersebut telah diucapkan dengan hadirnya Kuasa Hukum Pemohon dan
Termohon Keberatan pada tanggal 08 Oktober 2012, terhadap putusan
tersebut, Pemohon Keberatan melalui kuasanya berdasarkan Surat Kuasa
Khusus tanggal 11 Oktober 2012 mengajukan permohonan kasasi pada tanggal
19 Oktober 2012, sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor
01/Pdt.BPSK/2012/ permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi yang
diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal 01
Nopember 2012;
Bahwa memori kasasi telah disampaikan kepada Termohon
Keberatan PN.Jkt.Ut. yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri
Jakarta Utara, pada tanggal 07 Oktober 2012, kemudian Termohon Keberatan
tidak mengajukan kontra memori kasasi;
Menimbang, bahwa permohonan
kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak
lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang
ditentukan dalam undang-undang, oleh karena itu permohonan kasasi
tersebut secara formal dapat diterima;
Menimbang, bahwa keberatan-keberatan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi dalam memori kasasinya adalah:
1. Bahwa sebagaimana telah terurai di dalam putusan perkara a quo,
terdapat 2 (dua) amar putusan pokok, yaitu membatalkan Putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Provinsi DKI Jakarta No.
008/PK/BPSK-DKI/ V/2012 tanggal 29 Mei 2012, dan menghukum Pemohon
Keberatan/Pelaku Usaha untuk mengembalikan uang sebesar Rp.55.000.000,00
(lima puluh lima juta Rupiah) kepada Termohon Keberatan/Konsumen;
2. Bahwa terhadap pertimbangan hukum dan amar putusan Majelis Hakim
Judex Facti yang membatalkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) Provinsi DKI Jakarta No. 008/PK/BPSK-DKI/V/2012 tanggal
29 Mei 2012, pemohon kasasi menyatakan menerima karena pertimbangan
hukum Majelis Hakim Judex Facti telah sesuai dengan fakta hukum dan
sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku;
3. Bahwa sedangkan
terhadap pertimbangan hukum dan amar putusan Majelis hakim Judex Facti
yang menghukum Pemohon Kasasi untuk mengembalikan uang sebesar
Rp55.000.000.00 (lima puluh lima juta Rupiah) kepada Termohon kasasi.
Termohon Kasasi menyatakan menolak karena pertimbangan hukum tersebut telah melanggar hukum yang berlaku;
4. Bahwa aturan hukum yang dilangar terkait dengan pertimbangan hukum
di atas adalah Majelis Hakim Judex Facti telah melakukan ultra petita,
yaitu mengadili dan memutus perkara di luar luar pokok perkara yang
disengketakan para pihak. Dalam pemeriksaan perkara a quo, para pihak
sama sekali tidak mempermasalahkan biaya yang sudah dikeluarkan oleh
Termohon Kasasi sebesar Rp. 55.000.000,00 (lima puluh lima juta Rupiah).
Para pihak hanya mempermasalahkan keabsahan putusan BPSK Provinsi DKI
Jakarta yang dimohonkan keberatan. Namun mengapa Majelis Hakim Judex
Facti sekonyong-konyong mempermasalahkan biaya yang sudah dikeluarkan
oleh Termohon Kasasi? Hal ini menunjukkan Majelis Hakim Judex Facti
telah melakukan ultra petita dengan memutus perkara melebihi pokok
perkara yang disengketakan para pihak;
5. Bahwa selain telah
melakukan ultra petita, Majelis Hakim Judex Facti juga telah melanggar
azas audi et alteram partem dengan hanya mempertimbangkan dalil dari
Termohon Kasasi saja. Memang benar bahwa Termohon Kasasi telah membayar
Rp. 55.000.000,0 (lima pulu lima ribu Rupiah) dan pada akhirnya tidak
jadi diberangkatkan. Namun hal itu bukan karena kesalahan Pemohon
Kasasi, namun karena Termohon Kasasi yang tidak mampu menyediakan uang
deposit sebesar Rp. 100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) sebagaimana
ketentuan yang telah ditetapkan dan diumumkan sebelumnya. Hal tersebut
tekah diakui pula oleh Termohon Kasasi di dalam jawabannya yang
menyatakan tidak menyediakan uang deposit Rp. 100.000.00,00 walaupun
dengan alasan tidak mengetahui adanya ketentuan tersebut;
6. Bahwa
kalaupun Majelis Hakim Judex Facti mempertimbangkan bahwa Pemohon Kasasi
dihukum untuk mengembalikan biaya yang sudah dibayarkan oleh Termohon
Kasasi dengan alasan Termohon Kasasi tenyata tidak jadi diberangkatkan
ke Jerman, maka seharusnya Majelis Hakim Judex Facti pun
mempertimbangkan pula biaya yang sudah diekeluarkan oleh Pemohon Kasasi
Karena perjanjian kerjasama antara Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi
tidak hanya meliputi pemberangkataan Termohon Kasasi ke Jerman, tetapi
juga meliputi pendidikan bahasa Jerman yang secara faktual sudah
dinikmati oleh Termohon Kasasi. Sehingga sangat tidak adil jika Pemohon
Kasasi dihukum untuk mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan Termohon
Kasasi namun di sisi lain Termohon Kasasi sudah menikmati jasa yag
disediakan oleh Pemohon Kasasi;
Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa terlepas dari alasan kasasi dari Pemohon Kasasi, ternyata Judex
Facti dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan BPSK telah salah
dalam menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa meneliti dengan saksama posita keberatan Pemohon Keberatan,
dihubungkan dengan jawaban Termohon Keberatan, ternyata sengketa atau
perkara antara Pemohon Keberatan dengan Termohon Keberatan, bukan
sengketa atau perkara antara pelaku usaha dengan konsumen, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, tetapi adalah sengketa atau perkara, yang termasuk ruang
lingkup hukum perdata, karena hubungan hukum antara Pemohon Keberatan
dengan Termohon Keberatan adalah didasarkan kepada surat perjanjian No.
004/SPJN/PM/06/2010 tanggal 9 Juni 2010 (P6,T2).
Bahwa karena
sengketa antara Pemohon Keberatan dengan Termohon Keberatan adalah
merupakan sengketa atau perkara perdata, maka Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa,
maka beralasan untuk membatalkan putusan Judex Facti dan mengadili
sendiri, dengan amar sebagaimana diuraikan dibawah ini;
Menimbang,
bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung
berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi
dari Pemohon Kasasi: Tuan H. ANWARI. S.H. tersebut dan membatalkan
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 01/Pdt/
BPSK/2012/PN.JKT.UT. tanggal 8 Oktober 2012 yang membatalkan putusan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Nomor 008/PK/BPSK-DKI/V/2012
tanggal 29 Mei 2012 serta Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara a
quo dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
Menimbang, bahwa karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/ Pemohon
Keberatan dikabulkan, maka Termohon Kasasi/Termohon Keberatan harus
dihukum untuk membayar biaya perkara pada semua tingkat peradilan;
Memperhatikan,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun tentang Perlindungan Konsumen,
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan
perundang-undangan lain yang bersangkutan;
MENGADILI
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan: Tuan H. ANWARI. S.H., tersebut;
Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 01/Pdt/BPSK/2012/PN.JKT.UT. tanggal 8 Oktober 2012 ;
MENGADILI SENDIRI
Menyatakan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara ini ;
Menghukum
Termohon Kasasi/Termohon Keberatan untuk membayar biaya perkara pada
semua tingkat peradilan, yang dalam tingkat kasasi ditetapkan sebesar Rp
500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam
rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada Mahkamah Agung pada hari SENIN
tanggal 13 MEI 2013 oleh DR.H.MOHAMMAD SALEH, SH., MH., Hakim Agung yang
ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, H. DJAFNI
DJAMAL, SH., MH., dan DR. NURUL ELMIYAH, SH., MH., Hakim-Hakim Agung,
masing-masing sebagai Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua dengan dihadiri oleh
Anggota-anggota tersebut dan oleh NAWANGSARI, SH., MH., Panitera
Pengganti tanpa dihadiri oleh para pihak.
Ketua
Ttd/DR.H.MOHAMMAD SALEH, SH.MH.
Anggota-anggota,
Ttd/H. DJAFNI DJAMAL, SH.MH.
Ttd/ DR. NURUL ELMIYAH, SH., MH
Panitera Pengganti,
td/ NAWANGSARI, SH., MH
Biaya-biaya:
1.Meterai:Rp6.000,00 2.Redaksi:Rp5.000,00
3.Administrasi Kasasi: Rp 489.000,00 +
Jumlah : Rp 500.000,00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar