Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) lewat juru
bicara (jubir) MA Djoko Sarwoko merekomendasikan Ketua Pengadilan
Negeri (KPN) Ambon untuk diberhentikan karena menganulir putusan kasasi
MA. Putusan yang dimaksud yaitu putusan perkara korupsi dengan terdakwa
Bupati Kepulauan Aru, Theddy Tengko.
Menanggapi hal ini kuasa hukum Theddy, Yusril Ihza Mahendra, balik mengatakan yang sepantasnya dipecat justru Djoko Sarwoko.
"Karena
telah mempermainkan institusi MA untuk menutupi kesalahan dirinya
sendiri sebagai hakim agung," kata Yusril dalam siaran pers yang
diterima detikcom, Senin (17/12/2012).
Yusril menegaskan bahwa
Penetapan PN Ambon No 37/Pdt.P/2012/PN.AB sama sekali tidak pernah
menganulir putusan kasasi MA terkait perkara Theddy Tengko. Putusan MA
jelas menjatuhkan pidana kepada Theddy Tengko, tetapi putusan tersebut
batal demi hukum. Hal ini berdasarkan Pasal 197 ayat (2) KUHAP karena
tidak mencantumkan Pasal 197 ayat (1) huruf k.
"Jadi, UU-lah yang menyatakan putusan tersebut batal demi hukum, bukan PN Ambon," ungkap mantan Menteri Sekretaris Negara ini.
Mantan
Menteri Kehakiman ini balik mempertanyakan apakah jaksa dapat
mengeksekusi terhadap putusan yang batal demi hukum. Sebab ada silang
pendapat atas masalah ini. Maka Theddy Tengko meminta penetapan kepada
pengadilan mengenai status dirinya, apakah bisa dieksekusi atau tidak.
"Dengan
demikian, akan ada kepastian hukum, karena dalam KUHAP tidak ada
ketentuan mengenai akibat dari putusan yang batal demi hukum itu," ujar
Yusril.
Dalam sidang Penetapan itu, PN Ambon telah memeriksa
melalui sidang dengan memanggil pemohon, ahli yaitu Yahya Harahap, Dr
Mudzakkir dan Dr Chairul Huda dan juga memanggil Kepala Kejaksaan tinggi
(Kajati) Ambon untuk didengar keterangannya. Namun Kajati Ambon tidak
mau hadir dengan alasan mereka bukan pihak.
Akhirnya PN Ambon menetapkan bahwa terhadap putusan pengadilan yang batal demi hukum, jaksa tidak dapat melakukan eksekusi.
"Jadi
penetapan PN Ambon sama sekali tidak menganulir putusan MA yang dalam
pemeriksaan tingkat kasasi telah memutus Theddy Tengko bersalah," tandas
Yusril.
"Pertimbangan hukum penetapan PN Ambon mengatakan mereka
tidak membatalkan putusan kasasi MA. Putusan kasasi MA itu dinyatakan
batal oleh Pasal 197 ayat (2) KUHAP, bukan oleh pengadilan," lanjut Guru
Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) ini.
Atas
penetapan PN Ambon itu, Ketua Kejaksaan Negeri (Kajari) Dobo, Maluku,
menulis surat keberatan dan meminta MA membatalkan penetapan PN Ambon
tersebut.
"Surat tersebut adalah surat biasa, sama sekali bukan
perlawanan (verzet) atau pun permohonan kasasi kepada MA, yang
seharusnya menurut hukum acara, harus dilakukan melalui PN Ambon," cetus
Yusril.
Menurut Yusril, PN Ambon dan pihak Theddy Tengko sama
sekali tidak mengetahui adanya surat Kajari Dobo yang langsung ditujukan
kepada MA. Namun anehnya, MA membentuk majelis hakim yang diketuai
Paulus Lotulung dan Djoko Sarwoko untuk memeriksa surat permohonan
Kajari Dobo. Majelis hakim MA, kemudian melalui Penetapan No
01/WK.MA.Y/PEN/X/2012 tanggal 25 Oktober 2012 membatalkan Penetapan PN
Ambon No 37/Pdt.P/2012/PN.AB tanggal 12 September 2012.
"Hakim PN Ambon telah bekerja secara profesional, yang ngawur justru Djoko Sarwoko dan kawan-kawan," pungkas Yusril.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar