Rabu, 19 Desember 2012

Yusril: Justru Djoko Sarwoko yang Harus Dipecat Jadi Hakim Agung

Andi Saputra - detikNews

Jakarta - Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) lewat juru bicara (jubir) MA Djoko Sarwoko merekomendasikan Ketua Pengadilan Negeri (KPN) Ambon untuk diberhentikan karena menganulir putusan kasasi MA. Putusan yang dimaksud yaitu putusan perkara korupsi dengan terdakwa Bupati Kepulauan Aru, Theddy Tengko.

Menanggapi hal ini kuasa hukum Theddy, Yusril Ihza Mahendra, balik mengatakan yang sepantasnya dipecat justru Djoko Sarwoko.

"Karena telah mempermainkan institusi MA untuk menutupi kesalahan dirinya sendiri sebagai hakim agung," kata Yusril dalam siaran pers yang diterima detikcom, Senin (17/12/2012).

Yusril menegaskan bahwa Penetapan PN Ambon No 37/Pdt.P/2012/PN.AB sama sekali tidak pernah menganulir putusan kasasi MA terkait perkara Theddy Tengko. Putusan MA jelas menjatuhkan pidana kepada Theddy Tengko, tetapi putusan tersebut batal demi hukum. Hal ini berdasarkan Pasal 197 ayat (2) KUHAP karena tidak mencantumkan Pasal 197 ayat (1) huruf k.

"Jadi, UU-lah yang menyatakan putusan tersebut batal demi hukum, bukan PN Ambon," ungkap mantan Menteri Sekretaris Negara ini.

Mantan Menteri Kehakiman ini balik mempertanyakan apakah jaksa dapat mengeksekusi terhadap putusan yang batal demi hukum. Sebab ada silang pendapat atas masalah ini. Maka Theddy Tengko meminta penetapan kepada pengadilan mengenai status dirinya, apakah bisa dieksekusi atau tidak.

"Dengan demikian, akan ada kepastian hukum, karena dalam KUHAP tidak ada ketentuan mengenai akibat dari putusan yang batal demi hukum itu," ujar Yusril.

Dalam sidang Penetapan itu, PN Ambon telah memeriksa melalui sidang dengan memanggil pemohon, ahli yaitu Yahya Harahap, Dr Mudzakkir dan Dr Chairul Huda dan juga memanggil Kepala Kejaksaan tinggi (Kajati) Ambon untuk didengar keterangannya. Namun Kajati Ambon tidak mau hadir dengan alasan mereka bukan pihak.

Akhirnya PN Ambon menetapkan bahwa terhadap putusan pengadilan yang batal demi hukum, jaksa tidak dapat melakukan eksekusi.

"Jadi penetapan PN Ambon sama sekali tidak menganulir putusan MA yang dalam pemeriksaan tingkat kasasi telah memutus Theddy Tengko bersalah," tandas Yusril.

"Pertimbangan hukum penetapan PN Ambon mengatakan mereka tidak membatalkan putusan kasasi MA. Putusan kasasi MA itu dinyatakan batal oleh Pasal 197 ayat (2) KUHAP, bukan oleh pengadilan," lanjut Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) ini.

Atas penetapan PN Ambon itu, Ketua Kejaksaan Negeri (Kajari) Dobo, Maluku, menulis surat keberatan dan meminta MA membatalkan penetapan PN Ambon tersebut.

"Surat tersebut adalah surat biasa, sama sekali bukan perlawanan (verzet) atau pun permohonan kasasi kepada MA, yang seharusnya menurut hukum acara, harus dilakukan melalui PN Ambon," cetus Yusril.

Menurut Yusril, PN Ambon dan pihak Theddy Tengko sama sekali tidak mengetahui adanya surat Kajari Dobo yang langsung ditujukan kepada MA. Namun anehnya, MA membentuk majelis hakim yang diketuai Paulus Lotulung dan Djoko Sarwoko untuk memeriksa surat permohonan Kajari Dobo. Majelis hakim MA, kemudian melalui Penetapan No 01/WK.MA.Y/PEN/X/2012 tanggal 25 Oktober 2012 membatalkan Penetapan PN Ambon No 37/Pdt.P/2012/PN.AB tanggal 12 September 2012.

"Hakim PN Ambon telah bekerja secara profesional, yang ngawur justru Djoko Sarwoko dan kawan-kawan," pungkas Yusril.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar