TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan
Nasional Anti Narkotika (Granat) mengajukan perlawanan hukum, terhadap
penetapan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Yodi Martono
Wahyunadi, yang menolak gugatan grasi terhadap terpidana narkotika
Schapelle Leigh Corby dan Peter Grobman.
"Kami melakukan
perlawanan hukum kepada Ketua PTUN, yang menyatakan perkara yang kami
ajukan bukan wewenang PTUN," ujar Hermasyah Dulaimikata, salah satu
advokat Granat kepada wartawan, usai mendaftarakan perlawanan ke
panitera PTUN Jakarta, Rabu (18/7/2012).Hermansyah mengatakan, grasi yang diberikan kepada dua WNA asing yang tersangkut kasus narkoba, merupakan keputusan tata usaha negara, yang merupakan kewenangan PTUN untuk mengadili jika ada suatu gugatan.
"Perlawanan hukum yang kami lakukan ini sudah sesuai pasal 62 ayat 1 huruf F UU tentang pengadilan tata usaha negara, yang isinya bila suatu perkara dalam proses dismissal ditolak PTUN, pihak penggugat boleh ajukan perlawanan ke ketua PTUN," jelasnya.
Berdasarkan keputusan grasi yang ditandatangani presiden, lanjutnya, tidak ada pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA). Padahal, pemberian grasi harus melalui pertimbangan MA.
Hermansyah menuturkan, dalam UU tentang grasi dijelaskan, permohonan grasi paling lambat satu tahun setelah perkara punya ketetapan hukum. Masalahnya, perkara Corby sejak 2007 sudah memiliki ketetapan hukum, namun baru pada 2012 diberikan grasi.
"Logikanya sudah enam tahun kasus ini ikrah. Sesuai pasal 10 UU tentang grasi, permohonan grasi satu tahun sejak putusan, dinyatakan ikrah. Ini yang akan kami daftarkan pada hari ini," tutur Hermansyah.
Sebelumnya, majelis hakim PTUN Jakarta, menolak gugatan yang diajukan Granat, terkait pemberian grasi terhadap terpidana narkotika Schapelle Leigh Corby dan Peter Grobman.
Ketua Majelis Hakim PTUN Jakarta Yudi Martono Wahyunadi mengatakan, pemberian grasi adalah hak prerogatif presiden. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar